Perindustrian

Pemerintah Yakin Industri Smelter Bijih Nikel Berpotensi Menurunkan Angka Kemiskinan

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 26 Februari 2025


JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengklaim kehadiran 3 perusahaan di industri smelter bijih nikel mampu mengurangi angka kemiskinan. Ketiga perusahaan tersebut yakni PT Gunbuster Nickel Industry (GNI), PT Obsidian Stainless Steel, dan PT Virtue Dragon Nickel Industry. 

Hal itu ia sampaikan saat mendampingi Presiden Joko Widodo dalam rangka peresmian pabrik smelter bijih nikel PT GNI di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, pada Senin (27/12/2021). "Hal ini membuktikan adanya kemitraan yang saling menguntungkan antara industri dengan masyarakat guna membawa kemajuan bersama, termasuk tumbuhnya wirausaha di lingkungan pabrik serta dapat meningkatkan infrastruktur sosial yang dibutuhkan masyarakat," kata dia melalui siaran persnya, Rabu (29/12/2021). 

Agus menyebut, total investasi dari ketiga industri smelter tersebut mencapai 8 miliar dollar AS. Adapun target penyerapan tenaga kerja sebanyak 27.000 orang. Menperin mengatakan perusahaan yang beroperasi sudah mampu menyumbang penerimaan negara berupa pajak sebesar Rp 1,03 triliun sejak tahun 2019 hingga 2021. "PT GNI, PT Obsidian Stainless Steel, PT Virtue Dragon Nickel Industry, merupakan satu grup yang telah dan akan menjadi bagian dari rencana besar pemerintah Indonesia untuk mendorong hilirisasi industri dalam peningkatan nilai tambah bahan baku mineral di dalam negeri," kata dia. 

Secara keseluruhan, nilai realisasi investasi pabrik smelter nikel yang ada di Indonesia sampai saat ini sudah menembus 15,7 miliar dollar AS. Selanjutnya, ekspor produk feronikel setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal ini dinilai memberikan dampak positif terhadap penambahan devisa. "Pada tahun 2020, ekspor feronikel mencapai 4,7 miliar dollar AS, dan pada periode Januari hingga Oktober 2021 tercatat sebesar 5,6 miliar dollar AS," ucap Menperin.

Merujuk data World Top Export, Indonesia menempati peringkat ke-1 di dunia sebagai negara pengekspor produk berbasis nikel (stainless steel slab, stainless billet dan stainless steel coil), dengan total ekspor senilai 1,63 miliar dollar AS pada tahun 2020. Lebih lanjut Agus mengatakan keberhasilan dari kebijakan hilirisasi industri berkontribusi pada peningkatan serapan jumlah tenaga kerja. Selain itu, berkembangnya industri smelter di dalam negeri dinilai memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional dan wilayah setempat yang berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. "Sebagai ilustrasi, kalau biasanya Kabupaten Konawe ini pertumbuhan ekonominya sekitar 5 persen sampai 6 persen sebelum ada investasi datang, selama dua tahun terakhir ini pertumbuhannya sudah di angka belasan persen," ucapnya.

Sumber: money.kompas.com
 

Selengkapnya
Pemerintah Yakin Industri Smelter Bijih Nikel Berpotensi Menurunkan Angka Kemiskinan

Perindustrian

Nikel Indonesia Menguasai Panggung Dunia: Mengungkap Asal-usul Nikel dan Logam

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 26 Februari 2025


KOMPAS.com - Indonesia mengguncang dunia setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan larangan ekspor bijih nikel ke luar negeri. Akibat ekspor nikel dilarang, Pemerintah Indonesia pun mendapat gugatan dari Uni Eropa. Kendati demikian, seperti diberitakan Kompas.com, Rabu (24/11/2021), Presiden Jokowi tetap melanjutkan pelarangan ekspor bahan mental, bahkan tak hanya nikel tetapi juga bauksit, meski digugat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). 

"Meskipun kita memang digugat di WTO, enggak masalah. Tapi di sini (kami melarang nikel karena) kita ingin membuka lapangan kerja yang sebanyak-banyaknya di negara kita Indonesia. Golnya ada di situ," kata Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia, Rabu (24/11/2021). Dari penyetopan atau larangan ekspor bijih nikel, potensi penyerapan nilai tambah Indonesia tahun ini mencapai 20 miliar dollar AS, lebih tinggi dibandingkan 3-4 tahun yang lalu, yang hanya mencapai 1,1 miliar dollar AS. "Tidak boleh lagi (ekspor) yang namanya bahan mentah, raw material. Ini setop, sudah setop," tegas Jokowi. 

Setelah pelarangan ekspor bahan mentah, Nikel Indonesia mengguncang dunia. Sebab, logam berat ini memiliki peran dan manfaat penting bagi berbagai industri di dunia. Lantas, apa itu nikel dan manfaatnya untuk apa saja? Nikel adalah logam keras berwarna putih keperakan dengan sedikit corak semburat keemasan. Ini adalah logam yang kuat, padat, dan memiliki ketahanan terhadap panas dan korosi. Tak heran jika fungsi nikel sangat berguna untuk pengembangan berbagai macam produk, seperti untuk bahan baku pembuatan kabel listrik, koin, hingga peralatan militer. 

Dilansir dari Live Science, Logam yang sangat berguna ini adalah No. 28 dalam tabel periodik unsur, antara unsur kobalt dan tembaga. Nikel adalah logam penghantar listrik dan panas yang cukup baik dan merupakan salah satu dari empat unsur logam yang sangat penting, selain kobalt, besi, dan gadolinium. Logam-logam ini memiliki sifat feromagnetik atau mudah dimagnetkan pada suhu kamar. Sebagai logam transisi, nikel memiliki elektron valensi tidak hanya satu lapisan, tetapi dalam dua lapisan, yang memungkinkan logam tersebut membentuk beberapa keadaan oksidasi yang berbeda. Inilah salah satu alasan mengapa nikel termasuk ekspor nikel Indonesia begitu penting.

Asal-usul logam nikel 

Penemuan bijih nikel di Eropa pada abad ke-17 disebut sebagai kisah tentang identitas yang keliru. Pada tahun 1600-an, para penambang Jerman mencari tembaga di Ore Mountains. Para penambang ini kemudian menemukan bijih nikel yang sebelumnya tidak dikenal, yang sekarang dikenal sebagai nikel arsenida atau niccolite, yaitu batu nikel dan arsenik berwarna merah kecoklatan pucat. Karena percaya bahwa mereka telah menemukan bijih tembaga lain, para penambang berusaha mengekstraksi tembaga, tetapi ternyata batu-batu itu gagal berproduksi. Para penambang yang frustasi menyalahkan Nickel, iblis nakal dalam mitologi Jerman, karena mempermainkan mereka dan mulai memanggil bijih kupfernickel, yang diterjemahkan sebagai 'setan tembaga'. Namun, satu abad kemudian, pada tahun 1751, ahli kimia Swedia Baron Axel Fredrik Cronstedt mencoba memanaskan kupfernickel dengan arang dan menemukan bahwa berbagai sifatnya dan dengan jelas mengungkapkan bahwa itu bukan tembaga.

Cronstedt dikreditkan sebagai orang pertama yang mengekstrak nikel dan mengisolasinya sebagai elemen baru. Dia membuat nama 'kupfer' dan menyebut unsur baru nikel. Nikel adalah salah satu unsur logam yang paling melimpah kelima di Bumi ini. Kendati demikian, keberadaan nikel, 100 kali lebih terkonsentrasi di bawah kerak bumi, menurut Chemicool. Faktanya, nikel diyakini sebagai elemen paling melimpah kedua di dalam inti bumi, dengan besi menjadi elemen yang paling mendominasi dengan selisih yang besar. Umumnya, nikel ditemukan dalam dua jenis endapan, yakni endapan laterit, yang merupakan hasil pelapukan intensif batuan permukaan yang kaya nikel, dan endapan sulfida magmatik. Menurut Geology.com, nikel juga dapat ditemukan di nodul dan kerak mangan di dasar laut dalam, tetapi saat ini tidak ditambang. Sumber mineral utama nikel adalah limonit, garnierit, dan pentlandite. Norwegia menjadi situs peleburan nikel skala besar pertama pada tahun 1848, dan bijih nikel yang digunakan yakni jenis pirhotit. 

Nikel lebih banyak ditemukan di Rusia dan Afrika Selatan pada awal tahun 1900-an, yang selanjutnya memungkinkan nikel mengambil tempat yang kuat di industri. Fungsi nikel di industri Bijih nikel menjadi elemen logam yang sangat penting, bahkan beberapa barang dapat terbuat dari nikel murni. Nikel pun memainkan peran yang mendukung dan menstabilkan berbagai bahan industri lainnya. Biasanya, nikel akan dikombinasikan dengan logam lain untuk menghasilkan produk yang lebih kuat, lebih berkilau, dan lebih tahan lama. Umumnya, nikel digunakan sebagai lapisan luar atau pelindung untuk logam yang lebih lunak. Sebab, kemampuan nikel ini dimanfaatkan untuk menahan suhu yang sangat tinggi. 
 
Nikel adalah logam pilihan untuk membuat superalloy atau super metal yang terbuat dari perpaduan logam yang dikenal akan kekuatan dan ketahanannya terhadap panas, korosi, dan oksidasi. Sekitar 65 persen produksi nikel digunakan memproduksi besi tahan karat dan 20 persen lainnya nikel digunakan untuk membuat baja dan paduan non-besi lainnya, termasuk untuk keperluan militer, industri penerbangan, dan industri lainnya. Sedikitnya, 9 persen nikel digunakan sebagai pelapis, serta 6 persen nikel dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan koin, baterai, dan menyuplai bahan baku untuk keperluan industri elektronik. Indonesia adalah salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia. Tak mengherankan, ekspor nikel Indonesia dalam bentuk bahan mentah yang dihentikan ini telah mengguncang negara-negara di dunia, terutama dari Uni Eropa.

Sumber: www.kompas.com
 

 

Selengkapnya
Nikel Indonesia Menguasai Panggung Dunia: Mengungkap Asal-usul Nikel dan Logam

Perindustrian

Konflik Bijih Nikel Indonesia-Uni Eropa: Tantangan Lingkungan dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 26 Februari 2025


KOMPAS.com - Rapat konsultasi Uni Eropa dan Indonesia di Organisasi Perdagangan Dunia WTO soal larangan kebijakan ekspor bijih nikel gagal temui kesepakatan. Namun di balik perseteruan itu, berbagai organisasi mempertanyakan penanganan dampak lingkungan akibat aktivitas pertambangan. Ketika Asosiasi baja Eropa EUROFER menyambut keputusan Uni Eropa untuk meminta WTO membentuk panel guna mengupayakan penghapusan larangan ekspor yang diberlakukan oleh Indonesia untuk produksi baja tahan karat, terutama bijih nikel dan bijih besi, EUROFER menyampaikan kekhawatirannya. Juru bicara EUROFER Charles de Lugnisan cemas jalur produksi 'terintegrasi' yang digunakan Indonesia untuk memproduksi baja tahan karat hingga tujuh kali akan menghasilkan CO2 lebih intensif daripada metode tanur busur listrik yang digunakan di Eropa. "Risikonya adalah bahwa baja yang secara artifisial murah dan sangat berpolusi menggantikan baja yang lebih bersih dari produsen domestik UE dan mitra dagang tradisional.” 

Dagang vs lingkungan 
Sementara Uni Eropa dan pemerintah Indonesia bersitegang dalam sengketa ekspor bijih nikel, lembaga-lembaga pemerhati lingkungan mengingatkan agar 'kedua raksasa' itu jangan hanya bergulat di urusan perdagangan. 

Merah Joharsyah dari organisasi Jaringan Advokasi Tambang JATAM menandaskan demi ambisi baterai mobil listrik, Indonesia lebih menitikberatkan industri hilir, namun tutup mata urusan ongkos lingkungan. Sementara itu kepentingan Uni Eropa menurutnya, lebih pada urusan melindungi pasokan nikel untuk komunitas dagang di Eropa, 

"Bagaimana persoalan nikel dari aspek daya rusak lingkungan? Ada 29 dari 56 pulau kecil yang ditambang nikelnya dan mengorbankan pulau kecil seperti Pulau Gee, pulau Gebe, Pulau Wawoni‘i hingga Pulau Obi," tutur Merah dan menambahkan, dalam riset JATAM, industri nikel juga dianggap mengorbankan nasib nelayan di Morowali dan wilayah lainnya.

Kerusakan ekosistem 
Dari penelitian lapangan yang dilakukan organisasi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), disebutkan proyek tambang nikel telah menghancurkan mata air yang menjadi sumber air minum masyarakat di sejumlah kawasan di dataran tinggi Pulau Wawonii, khususnya Wawoni'i Tenggara dan Wawoni‘i Selatan. 

Deputi Pengelolaan Pengetahuan, Parid Ridwanuddin mengatakan berdasarkan data Badan Pusat Statistik, sebanyak 76,63 persen masyarakat Pulau Wawonii sangat tergantung dengan sumber mata air. Selain itu secara ekologis, praktik tambang nikel di Pulau Wawoni‘i menurut hasil penelitian di lapangan telah menyebabkan kerusakan terumbu karang. 

"Tak sedikit nelayan di Desa Masolo, Kecamatan Wawoni'i Tenggara, melaporkan bahwa lebih dari dua hektar terumbu karang mengalami kerusakan yang cukup parah. Kini masyarakat sudah sulit menemukan ikan-ikan karang." "Meski pertambangan nikel di atas hutan, tetapi limbahnya akan berakhir di pesisir atau laut. Dalam jangka panjang, kerusakan terumbu karang akan terus meluas jika proyek pertambangan tidak dihentikan."

Sumber: www.kompas.com

 

Selengkapnya
Konflik Bijih Nikel Indonesia-Uni Eropa: Tantangan Lingkungan dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

Perindustrian

Gunbuster Nickel Industry Catat Sejarah dengan Ekspor Perdana 13.650 Ton Produk Olahan Nikel

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 26 Februari 2025


KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) telah resmi melakukan ekspor produk hasil olahan nikel. Perusahaan melakukan pengiriman melalui Pelabuhan Jety milik PT GNI yang terletak di Morowali Utara dengan membawa produk turunan nikel dalam bentuk Nickel Pig Iron (NPI) atau feronikel.

Ekspor perdana tersebut dilakukan pada 20 Januari 2022.  GNI mengekspor 13.650 ton feronikel yang dikirim ke China tersebut merupakan hasil olahan dari 3 tungku smelter yang telah beroperasi.

Direktur Operasional PT GNI Tony Zhou Yuan mengatakan, nilai nominal ekspor tersebut mencapai sekitar US$ 23 juta. “Kami berharap, dengan dilakukannya pengapalan perdana feronikel tersebut, akan mendongkrak devisa negara di sektor pajak, yang tentunya juga nantinya akan berimbas bagi keuntungan di daerah,” ujar Tony dalam keterangan resminya, Senin (24/1).

Tony melanjutkan, enam bulan ke depan, 20 tungku lainnya juga sudah dapat dioperasikan yang akan semakin mendorong produksi di PT GNI. Artinya, dampak ekonomi dari PT GNI ke depannya pun akan lebih besar lagi, baik dari segi penerimaan negara melalui setoran pajak, hingga pembukaan lapangan kerja yang akan semakin bertambah. 

Saat ini sudah sebanyak 10.000  tenaga kerja lokal yang kita rekrut di PT GNI. Tony bilang, pihaknya berharap penyerapan tenaga kerja lokal akan bertambah terus hingga mencapai 25. 000 pekerja nantinya jika roda Perusahaan bisa berjalan lancar atau tanpa ada kendala yang berarti. 

Dengan semakin banyaknya tenaga kerja di PT GNI, dampak ekonomi bagi warga di Kabupaten Morowali Utara pun dipastikan akan semakin berlipat.

“Pengiriman barang hasil olahan nikel di smelter milik GNI ini merupakan upaya mendukung program pemerintah untuk tidak mengekspor barang mentah seperti nikel. PT GNI berkomitmen akan terus mendukung program ini demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri,” ungkapnya.

Kepala Kantor Pelayanan Bea Cukai Morowali Rubiyantara memberikan apresiasi positif kepada pihak perusahaan yang telah melakukan ekspor perdana pengiriman feronikel.

”Dari sekitar Rp 206 miliar target penerimaan yang diberikan kepada Bea Cukai Morowali, yang menaungi tiga Kabupaten, yakni meliputi Morowali, Poso dan Morut, melebihi dari target, hingga mencapai Rp 679 miliar atau meningkat hingga 300%. Untuk itu investasi PT GNI tetap harus kita suport secara positif, dengan tetap mengedepankan fungsi pengawasan yang melekat di dalamnya,” ungkap Rubiyantara.

Sumber: industri.kontan.co.id

 

Selengkapnya
Gunbuster Nickel Industry Catat Sejarah dengan Ekspor Perdana 13.650 Ton Produk Olahan Nikel

Perindustrian

Usaha Besi dan Baja Wuhan Jajaki Peluang Investasi yang Menjanjikan

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 26 Februari 2025


JAKARTA, KOMPAS - Kelompok Usaha Besi dan Baja Wuhan atau Wuhan Iron and Steel Group, Wisco, menjajaki peluang berinvestasi di sektor besi baja di Indonesia. Ini menindaklanjuti perintah Pemerintah China untuk mengimplementasikan perjanjian Presiden China dengan Presiden Indonesia yang ditandatangani pada Oktober 2013.

"Wuhan mau berinvestasi, nilainya lebih dari 5 miliar dollar AS, secara bertahap. Mereka sedang mencari lokasi dengan pelabuhan berkedalaman laut tertentu," kata Menteri Perindustrian MS Hidayat, di Jakarta, Rabu (19/3). Hidayat menyampaikan hal itu seusai menerima kunjungan jajaran pemimpin Kelompok Usaha Besi dan Baja Wuhan beserta delegasi di Kantor Kemenperin.

Menurut Hidayat, masuknya investasi di sektor besi baja akan berdampak bagus dalam menghasilkan produk substitusi impor. "Mereka meminta kami memberi panduan lokasi. Saya tawarkan di Jawa Timur sebab, kalau membutuhkan infrastruktur lengkap, di luar Jawa belum ada," tutur Hidayat.

Terkecuali, kata Hidayat, kalau investor mau membangun infrastruktur sendiri, seperti yang dilakukan PT Sulawesi Mining Investment (SMI). SMI membangun instalasi pemurnian dan pengolahan feronikel di Morowali, Sulawesi Selatan.

Perusahaan tersebut membuat sendiri pembangkit listrik, pelabuhan laut, dan pelabuhan udara. "Kami mengapresiasi adanya perusahaan yang serius mau membangun smelter (instalasi pemurnian dan pengolahan) di negeri ini," kata Hidayat.

Sebelumnya, Wakil Direktur Utama PT SMI Alexander Barus, di Jakarta, Selasa (18/3), menuturkan, pembangunan instalasi pengolahan feronikel ini merupakan antisipasi sejak awal terkait larangan ekspor bijih nikel.

"Ini karena, pada intinya, UU No 4/2009 telah berlaku sehingga ekspor bijih nikel sudah dilarang. Kami dari awal mengantisipasi dengan membangun instalasi pengolahan feronikel," papar Alexander.

Pada saat bersamaan, mereka juga mengembangkan kawasan industri seluas 1.200 hektar. "Kami harapkan nantinya industri industri hilir pengolahan nikel dan baja tahan karat akan masuk ke sana," ujar Alexander.

Menurut Alexander, sebelum industri hilir baja tahan karat itu terbangun di Morowali, untuk sementara produk feronikel akan dijual ke China.

”Nantinya industri aluminium yang terbangun di Morowali akan menggunakan feronikel dari Morowali dan ferrochrome dari Zimbabwe,” kata Alexander.

Hidayat mengatakan, Indonesia sudah puluhan tahun mengekspor bahan mentah berupa nikel. Di sisi lain, industri pengolahan tak tumbuh di Indonesia.

Undang-undang mineral terbaru yang berlaku sejak tahun 2009 mewajibkan perusahaan membuat instalasi pengolahan dalam kurun lima tahun.

Setelah lima tahun, pemerintah menetapkan stop ekspor bahan mentah. Berdasarkan UU mineral itu, nikel sama sekali tidak boleh diekspor.

Terkait larangan ekspor nikel, Jepang disebutkan mengalami masalah karena selama ini 44 persen impor nikelnya berasal dari Indonesia. Produksi pun menjadi berkurang karena pasokan nikel ke Jepang tidak serta-merta bisa digantikan eksportir nikel dari negara lain.

Menurut Hidayat, sekarang adalah waktunya kerja sama karena kedua pihak sama-sama membutuhkan. Indonesia yang memiliki nikel, di satu sisi, telah melarang ekspor bahan mentah itu, tetapi di sisi lain membutuhkan teknologi dan investasi.

Sementara itu Jepang memiliki teknologi pengolahan nikel dan modal untuk investasi, tetapi di sisi lain mereka tidak memiliki bahan baku nikel.

Hidayat menuturkan, kewajiban membangun instalasi pengolahan di Indonesia adalah perintah UU. (CAS)

Sumber: kemenperin.go.id

 

Selengkapnya
Usaha Besi dan Baja Wuhan Jajaki Peluang Investasi yang Menjanjikan

Perindustrian

Terhenti Ekspor Nikel Mentah, Industri Pengolahan dan Smelter Siap Menggeliat Kembali

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 26 Februari 2025


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memacu tumbuhnya industri pengolahan dan pemurnian (smelter). Hal itu karena sejalan dengan kebijakan hilirisasi guna meningkatkan nilai tambah sumber daya alam di dalam negeri.

Langkah strategis ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo, pemerintah akan menghentikan ekspor bahan mentah minerba secara bertahap. “Bapak Presiden Jokowi menekankan, kita akan stop ekspor bahan mentah nikel, kemudian tahun depan untuk bauksit, selanjutnya tembaga, emas, dan timah. Artinya, kita harus mendirikan industri smelternya di tanah air dalam rangka meningkatkan nilai tambah raw material tersebut,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Selasa (28/12).

Kemarin, Senin (27/12), Kepala Negara didampingi sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju, antara lain Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menperin Agus meresmikan pabrik smelter bijih nikel PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) yang berlokasi di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Acara peresemian tersebut digelar di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Menperin menjelaskan, PT GNI merupakan industri smelter yang akan menghasilkan feronikel dengan kapasitas produksi mencapai 1,8 juta ton per tahun. 

Perusahaan ini memberikan nilai tambah yang tidak sedikit, dari bijih nikel yang diolah menjadi feronikel, nilai tambahnya meningkat sebesar 14 kali lipat. Apabila dari bijih nikel diolah menjadi billet stainless steel, nilai tambahnya meningkat 19 kali lipat.

“Oleh karenanya, dengan penambahan investasi oleh PT GNI ini, program hilirisasi mineral berbasis sumber daya alam di tanah air bisa semakin cepat pencapaiannya. Hal ini melengkapi lini produksi yang dilakukan oleh pabrik smelter PT Obsidian Stainless Steel di Konawe, Sulawesi Tenggara,” jelas Agus.

PT Obsidian Stainless Steel merupakan industri smelter penghasil feronikel dengan kapasitas sebesar 1,2 juta ton per tahun, dan memproduksi billet stainless steel dengan kapasitas 1 juta ton per tahun. Selain itu, terdapat PT Virtue Dragon Nickel Industry, yang juga merupakan pabrik smelter penghasil feronikel dengan kapasitas mencapai 1 juta ton per tahun.

“PT GNI, PT Obsidian Stainless Steel, PT Virtue Dragon Nickel Industry, merupakan satu group yang telah dan akan menjadi bagian dari rencana besar pemerintah Indonesia untuk mendorong hilirisasi industri dalam peningkatan nilai tambah bahan baku mineral di dalam negeri,” jelas Menperin. Total investasi dari ketiga industri smelter tersebut mencapai 8 miliar dolar AS, dengan target penyerapan tenaga kerja sebanyak 27 ribu orang. 

Dari perusahaan yang beroperasi, sudah mampu menyumbang kepada penerimaan negara berupa pajak sebesar Rp1,03 triliun sejak 2019 hingga 2021. Secara keseluruhan, nilai realisasi investasi pabrik smelter nikel yang ada di Indonesia sampai saat ini sudah menembus 15,7 miliar dolar AS. 

Selanjutnya, ekspor produk feronikel setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal ini memberikan dampak positif terhadap penambahan devisa. “Pada 2020, ekspor feronikel mencapai 4,7 miliar dolar AS dan pada periode Januari hingga Oktober 2021 tercatat sebesar 5,6 miliar dolar AS,” kata dia.

Merujuk data World Top Export, Indonesia menempati peringkat ke-1 di dunia sebagai negara pengekspor produk berbasis nikel (stainless steel slab, stainless billet dan stainless steel coil), dengan total ekspor senilai USD 1,63 miliar pada tahun 2020. Agus melanjutkan, keberhasilan dari kebijakan hilirisasi industri ini juga berkontribusi pada peningkatan serapan jumlah tenaga kerja. 

Selain itu, berkembangnya industri smelter di dalam negeri, memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional dan wilayah setempat yang berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. “Sebagai ilustrasi, kalau biasanya Kabupaten Konawe ini pertumbuhan ekonominya sekitar 5-6% sebelum ada investasi datang, selama dua tahun terakhir ini pertumbuhannya sudah di angka belasan persen,” tutur dia.

Efek positif yang luas dari aktivitas industri tersebut, bahkan mampu mengurangi angka kemiskinan. “Hal ini membuktikan adanya kemitraan yang saling menguntungkan antara industri dengan masyarakat guna membawa kemajuan bersama, termasuk tumbuhnya wirausaha di lingkungan pabrik serta dapat meningkatkan infrastruktur sosial yang dibutuhkan masyarakat,” tutur Menperin.

Sementara, Direktur Utama PT GNI Wisma Bharuna mengatakan, saat ini di Indonesia sudah muncul beragam produk turunan dari stainless steel, yang antara lain digunakan untuk memproduksi panci, sendok, dan sebagainya. Ia berharap, dengan adanya hilirisasi, semua produk bisa didapatkan di dalam negeri, akan ada alih teknologi, dan semuanya bisa mensejahterakan rakyat.

“Segala macam itu harus dari sini semua sehingga sudah tidak lagi ke luar negeri, semuanya dipakai untuk kita, barangnya barang kita, kemudian nanti untuk menyejahterakan semuanya. Nanti ada alih teknologinya, metalurginya, anak-anak lebih pintar, semua lapangan pekerjaan ya semua Indonesia kaya, semua ada disini,” ujar Wisma.

Sumber:  ekonomi.republika.co.id
 

 

Selengkapnya
Terhenti Ekspor Nikel Mentah, Industri Pengolahan dan Smelter Siap Menggeliat Kembali
« First Previous page 14 of 37 Next Last »