Teknologi Pendidikan
Dipublikasikan oleh Raihan pada 17 Oktober 2025
Di tengah transformasi digital yang pesat, metode pelatihan tradisional untuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dinilai tidak lagi memadai. Angka kecelakaan kerja yang masih mengkhawatirkan—di mana setiap 15 detik, 153 pekerja mengalami kecelakaan —menuntut adanya inovasi. Virtual Reality (VR) muncul sebagai solusi yang menjanjikan, memungkinkan simulasi skenario berbahaya secara aman dan imersif. Namun, adopsi teknologi ini di industri masih terfragmentasi dan sering kali terbatas pada purwarupa tanpa pendekatan yang sistematis. Menjawab tantangan ini, riset oleh Margherita Bernabei dkk. yang berjudul "Enhancing Occupational Safety and Health Training: A Guideline for Virtual Reality Integration" menyajikan sebuah panduan komprehensif yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan antara potensi VR dan kebutuhan praktis di lapangan.
Perjalanan riset ini dimulai dari sebuah pertanyaan fundamental: bagaimana merancang, mengembangkan, mengimplementasikan, dan memvalidasi alat VR untuk pelatihan K3 secara efektif? Untuk menjawabnya, para peneliti melakukan tinjauan literatur sistematis menggunakan metode PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses). Dari 124 artikel awal yang diidentifikasi melalui basis data Scopus, proses penyaringan yang ketat menghasilkan 78 studi inti yang dianalisis secara mendalam, ditambah 21 artikel relevan lainnya. Analisis bibliometrik menunjukkan tren peningkatan publikasi di bidang ini, yang menandakan minat akademis dan industri yang terus tumbuh.
Hasil dari analisis mendalam ini adalah sebuah kerangka kerja atau panduan yang terstruktur, yang menjadi inti dari kontribusi penelitian ini. Panduan ini tidak hanya mengidentifikasi elemen-elemen kunci, tetapi juga menyoroti aspek-aspek yang selama ini sering diabaikan dalam pengembangan solusi VR untuk K3.
Kontribusi Utama terhadap Bidang
Kontribusi paling signifikan dari paper ini adalah formalisasi sebuah panduan holistik yang terbagi menjadi empat fase utama, memberikan peta jalan yang jelas bagi para peneliti dan praktisi:
Dengan menyediakan kerangka kerja yang komprehensif ini, riset ini mengubah pendekatan pengembangan VR K3 dari yang bersifat ad-hoc menjadi sebuah proses rekayasa yang sistematis dan berbasis bukti.
Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka
Meskipun menyajikan panduan yang solid, kekuatan utama paper ini justru terletak pada kemampuannya untuk secara eksplisit mengidentifikasi celah dan keterbatasan dalam riset yang ada saat ini—ditandai sebagai "kotak merah" dalam diagram panduan mereka. Kesenjangan inilah yang membuka pintu bagi arah penelitian masa depan.
Beberapa temuan kuantitatif deskriptif dari analisis literatur memperkuat adanya kesenjangan ini. Misalnya, dari 57 studi yang dianalisis, hanya delapan yang secara spesifik menyebutkan durasi sesi pelatihan. Hal ini menunjukkan kurangnya standardisasi yang serius dalam protokol eksperimen. Demikian pula, banyak studi gagal mendefinisikan audiens target mereka secara spesifik, sering kali menggunakan sampel mahasiswa yang belum tentu representatif terhadap pekerja industri.
Keterbatasan utama yang diidentifikasi meliputi:
5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan
Berdasarkan celah yang teridentifikasi, berikut adalah lima arah penelitian strategis yang dapat dibangun di atas fondasi yang diletakkan oleh Bernabei dkk.:
Sebagai kesimpulan, panduan yang diusulkan oleh Bernabei dkk. berfungsi sebagai katalisator penting bagi komunitas riset. Ia tidak hanya merangkum apa yang telah kita ketahui tetapi, yang lebih penting, ia dengan cermat memetakan wilayah yang belum dijelajahi.
Penelitian lebih lanjut harus melibatkan kolaborasi erat antara institusi akademik untuk memastikan ketelitian metodologis, pengembang teknologi VR untuk menyediakan solusi teknis yang canggih, dan organisasi industri di berbagai sektor untuk memastikan validitas dan relevansi hasil di dunia nyata. Hanya dengan sinergi seperti inilah potensi penuh VR untuk merevolusi pelatihan K3 dapat terwujud.
Teknologi Pendidikan
Dipublikasikan oleh Hansel pada 26 September 2025
Pendahuluan: Ketika Krisis Menjadi Pemicu Lompatan Digital
Dunia pendidikan tinggi, yang selama ini dikenal sebagai sektor yang bergerak perlahan dalam hal inovasi, tiba-tiba dihadapkan pada sebuah perubahan yang tak terhindarkan. Studi yang dirangkum dalam laporan ini menyoroti bagaimana platform pembelajaran daring, yang sebelumnya hanya berperan sebagai pelengkap, dipaksa bertransformasi menjadi tulang punggung sistem pendidikan. Pergeseran fundamental ini bukan sekadar evolusi organik, melainkan sebuah respons mendesak terhadap krisis global. Pada tahun 2019, pandemi memaksa penutupan institusi fisik dan secara efektif mengubah platform pembelajaran daring (OLPs) dari "mode tambahan menjadi mode instruksi utama".1 Peristiwa ini menjadi katalisator yang memaksa lembaga-lembaga akademik untuk beradaptasi, berinovasi, dan bahkan merevolusi cara mereka beroperasi dalam waktu yang sangat singkat.
Perpindahan masif ini memicu serangkaian efek domino yang meluas. Pertama, penutupan kampus memicu lonjakan adopsi platform daring yang tak terduga. Ini bukan sekadar peningkatan, tetapi sebuah lompatan kuantum yang memaksa jutaan mahasiswa dan pendidik untuk berpindah ke ruang digital.2 Kedua, lonjakan ini memunculkan kebutuhan mendesak akan praktik manajemen baru dan evaluasi kualitas yang belum pernah ada sebelumnya. Institusi harus memastikan bahwa pembelajaran tidak terganggu dan kualitas pendidikan tetap terjaga. Akhirnya, kondisi ini mengarah pada munculnya tren dan tantangan baru dalam ekosistem pendidikan yang kini telah menjadi bagian dari realitas kita. Laporan ini menguraikan narasi di balik data tersebut, mengupas tuntas bagaimana tantangan dan peluang ini membentuk masa depan pendidikan tinggi.
Antara Janji Manis dan Realitas Pahit: Lonjakan Efisiensi yang Tak Terduga
Dalam diskursus tentang pendidikan daring, seringkali narasi terfokus pada kemudahan akses dan fleksibilitas. Memang, temuan dari berbagai studi yang diulas menunjukkan manfaat yang luar biasa dari platform daring. Salah satu pencapaian utama adalah peningkatan akses ke pendidikan, yang memungkinkan mahasiswa mengikuti kursus tanpa terhalang oleh batasan geografis atau waktu.1 Selain itu, platform ini menawarkan fleksibilitas yang lebih besar, memungkinkan individu untuk mengatur jadwal belajar mereka sendiri, menyeimbangkan studi dengan pekerjaan dan komitmen keluarga.1
Namun, temuan yang paling mengejutkan dari laporan ini adalah potensi efisiensi yang luar biasa. Studi ini menunjukkan bahwa platform pembelajaran daring dapat mengurangi biaya dan meningkatkan aksesibilitas pendidikan. Efisiensi ini bukan hanya tentang penghematan yang kecil, tetapi tentang perombakan fundamental dalam struktur biaya pendidikan. Bayangkan ini: peningkatan efisiensi yang ditemukan dari studi ini sebanding dengan kemampuan sebuah universitas untuk melayani puluhan ribu lebih mahasiswa tanpa perlu membangun satu pun gedung baru. Ini seperti meningkatkan kapasitas transportasi kampus hingga 43% hanya dengan mengoptimalkan rute, tanpa menambah bus baru. Penghematan dari pengurangan biaya operasional, infrastruktur fisik, dan biaya overhead pada akhirnya dapat membuat pendidikan menjadi lebih terjangkau bagi banyak orang.1
Akan tetapi, efisiensi yang menjanjikan ini tidak datang tanpa harga. Meskipun manfaat jangka panjangnya jelas, studi juga menyebutkan adanya "investasi awal dalam teknologi dan pelatihan" yang diperlukan.1 Ini adalah pengingat penting bahwa efisiensi adalah hasil dari investasi strategis, bukan hasil instan. Lembaga pendidikan perlu mengalokasikan sumber daya yang signifikan untuk infrastruktur digital, pengembangan perangkat lunak, dan pelatihan pendidik. Fakta ini menunjukkan mengapa beberapa institusi mungkin lambat dalam mengadopsi platform daring, karena mereka harus mengatasi hambatan finansial dan operasional di awal. Meskipun begitu, bukti menunjukkan bahwa keuntungan jangka panjang akan jauh melebihi biaya awal. Pertumbuhan platform daring juga didorong oleh lingkaran sebab-akibat yang kuat: meningkatnya permintaan untuk opsi pendidikan yang fleksibel dan terjangkau secara langsung mendorong pertumbuhan pasar OLP, yang pada gilirannya memicu inovasi lebih lanjut dan meningkatkan ketersediaan platform.1
Di Balik Layar: Perjuangan Mahasiswa dan Pendidik di Era Digital
Walaupun janji efisiensi dan aksesibilitas platform daring sangat menarik, studi ini juga dengan jujur mengungkapkan tantangan yang berat di balik layar. Isu-isu yang muncul tidak hanya seputar teknologi, tetapi juga tentang pengalaman manusia dan implikasi sosialnya. Laporan ini menemukan bahwa banyak mahasiswa merasa "terisolasi dan terputus dari teman sekelas dan instruktur" dalam lingkungan daring.3 Mereka merindukan interaksi tatap muka dan pengalaman belajar kolaboratif yang datang dengan kelas tradisional. Selain itu, mereka berjuang dengan "distraksi dan kesulitan menjaga motivasi" tanpa struktur kelas fisik yang jelas.3 Meskipun menghargai fleksibilitas dan kenyamanan yang ditawarkan, para mahasiswa mengakui adanya "tantangan dan kekurangan" yang signifikan.3 Hal ini menunjukkan bahwa tantangan terbesar dalam pendidikan daring bukanlah teknis—bukan platform yang macet atau internet yang lambat—melainkan hilangnya dimensi sosial dan psikologis yang esensial. Pendidikan tinggi lebih dari sekadar transfer informasi; ini adalah proses pembentukan identitas, pembangunan jaringan, dan pengembangan keterampilan interpersonal yang sulit direplikasi di dunia virtual.
Tantangan juga dirasakan oleh para pendidik. Laporan ini mencatat bahwa anggota fakultas sering kali merasa "frustrasi dengan teknologi" dan membutuhkan "waktu dan upaya tambahan" untuk mengadaptasi kurikulum mereka ke format daring.1 Proses ini tidak sekadar mengunggah materi ke internet, tetapi juga mendesain ulang pedagogi untuk lingkungan yang berbeda. Sebagian pendidik melihat platform daring sebagai alat yang berharga untuk menjangkau audiens yang lebih luas, tetapi banyak yang merasakan tekanan untuk menyesuaikan diri dengan cepat tanpa dukungan yang memadai.1
Yang tak kalah penting adalah isu ketidaksetaraan digital. Studi ini secara eksplisit mengidentifikasi "konektivitas internet yang andal" dan "akses ke perangkat yang sesuai" sebagai tantangan utama.1 Paradoksnya, meskipun platform daring dirancang untuk meningkatkan akses pendidikan, keberhasilan implementasinya justru dapat memperparah kesenjangan yang ada. Bagi mahasiswa yang tidak memiliki akses internet berkecepatan tinggi atau perangkat yang memadai, pendidikan daring menjadi hambatan, bukan jalan keluar. Hal ini menciptakan "jurang digital" yang memisahkan siswa yang memiliki akses dan yang tidak, menunjukkan bahwa teknologi pendidikan, jika tidak diimplementasikan dengan bijak, dapat memperluas ketidaksetaraan alih-alih menguranginya.
Mengukur Kualitas di Dunia Tanpa Dinding Kelas
Di tengah-tengah perdebatan tentang manfaat dan tantangan, pertanyaan sentral muncul: bagaimana kita mengukur kualitas pendidikan daring? Studi yang diulas mengidentifikasi tiga pilar utama yang menentukan keberhasilan platform pembelajaran daring: kualitas teknis, kualitas konten, dan kualitas layanan.
Pertama, kualitas teknis tidak bisa ditawar. Ini mencakup stabilitas dan responsivitas platform, serta dukungan teknis yang cepat dan efektif bagi mahasiswa dan fakultas.1 Platform dengan antarmuka yang mudah digunakan dan kemampuan untuk mendukung berbagai aktivitas belajar, dari komunikasi sinkron hingga kolaborasi proyek, menjadi penentu utama.1
Kedua, kualitas konten harus menjadi prioritas. Konten harus relevan, akurat, dan sesuai dengan tujuan kurikulum serta kebutuhan industri.1 Studi ini menekankan bahwa relevansi konten dengan aplikasi dunia nyata sangat penting, terutama di sekolah kejuruan dan teknis. Desain instruksional yang menarik, yang menggunakan elemen interaktif seperti simulasi dan studi kasus, juga memainkan peran krusial dalam menjaga motivasi dan keterlibatan mahasiswa.1
Ketiga, kualitas layanan menjadi faktor pembeda. Ini mencakup dukungan dari instruktur, seperti responsivitas dan panduan yang jelas, serta dukungan administratif dan teknis dari lembaga.1 Bimbingan virtual, dukungan teknis, dan layanan administratif yang efisien adalah komponen penting yang menopang pengalaman belajar daring secara keseluruhan.
Penting untuk dipahami bahwa ketiga pilar ini tidak dapat berdiri sendiri. Sebuah platform dengan konten yang luar biasa akan gagal jika dukungan teknisnya buruk. Sebaliknya, platform yang sangat canggih tidak akan berhasil jika kontennya tidak relevan atau kurang menarik. Keberhasilan implementasi OLP bergantung pada pendekatan holistik yang mengintegrasikan semua aspek ini dengan cermat. Selain itu, laporan ini menyiratkan bahwa institusi pendidikan dapat dan harus menggunakan data yang dihasilkan oleh OLP untuk terus-menerus meningkatkan pengalaman belajar. Data dapat memberikan "data visibility and insights" 1, menciptakan siklus umpan balik yang memungkinkan perbaikan berkelanjutan dan penyesuaian yang proaktif.
Menatap ke Depan: Tren Revolusioner dan Arah Baru Kebijakan
Pandemi telah mempercepat adopsi teknologi pendidikan, tetapi masa depan platform daring akan didorong oleh inovasi yang melampaui sekadar respons terhadap krisis. Laporan ini mengidentifikasi beberapa tren yang akan membentuk lanskap pendidikan tinggi di tahun-tahun mendatang. Salah satu tren paling signifikan adalah peningkatan "blended learning," yang mengombinasikan pembelajaran daring dan tatap muka untuk menciptakan pengalaman yang lebih fleksibel dan personal.1 Tren lain yang muncul adalah "microlearning" dan konten yang lebih pendek, dirancang untuk menyesuaikan diri dengan rentang perhatian yang semakin pendek dan kebutuhan untuk belajar secara cepat saat bepergian.1
Selain itu, laporan ini menunjukkan penggunaan "gamifikasi dan pengalaman interaktif" untuk meningkatkan keterlibatan, serta "jalur pembelajaran yang dipersonalisasi" yang didukung oleh kecerdasan buatan (AI).1 Pergeseran ini menunjukkan bahwa masa depan pendidikan daring bukan lagi tentang "menyampaikan" materi, tetapi tentang menciptakan lingkungan yang disesuaikan di mana siswa dapat belajar secara mandiri. Dalam model ini, peran pendidik bergeser dari "pembicara" menjadi "fasilitator" atau "mentor," yang memandu siswa melalui pengalaman belajar yang disesuaikan.
Implikasi dari pergeseran ini meluas ke tingkat manajemen. Studi ini menggarisbawahi bahwa platform daring tidak hanya mengubah cara mengajar, tetapi juga mengubah struktur operasional lembaga pendidikan. Dengan otomatisasi alur kerja dan peningkatan "komunikasi dan koordinasi," OLP dapat membantu lembaga menjadi lebih efisien dan lincah dalam pengambilan keputusan.1 Ini memungkinkan universitas untuk mengadopsi model yang lebih gesit, proaktif dalam menanggapi perubahan pasar, dan menggunakan data untuk membuat keputusan strategis yang lebih baik.
Kesimpulan: Janji Revolusi Digital di Tangan Kita
Platform pembelajaran daring telah mencapai pencapaian besar dalam waktu yang singkat, terutama dalam meningkatkan akses, fleksibilitas, dan efisiensi pendidikan tinggi. Mereka telah membuktikan kemampuan untuk mengatasi hambatan geografis dan waktu, dan mengurangi biaya operasional secara signifikan. Namun, keberhasilan jangka panjang mereka bergantung pada kemampuan kita untuk mengatasi tantangan yang mendasar—khususnya kesenjangan digital yang memprihatinkan dan kebutuhan akan interaksi sosial dan dukungan pedagogis yang lebih mendalam.
Kisah di balik data ini bukanlah tentang teknologi yang sempurna, melainkan tentang adaptasi manusia dan institusi dalam menghadapi krisis. Ini adalah cerita tentang mahasiswa yang berjuang dengan isolasi, pendidik yang beradaptasi dengan alat baru, dan institusi yang berusaha menemukan keseimbangan antara inovasi dan tradisi. Jika para pemangku kepentingan—pendidik, pembuat kebijakan, dan pengembang teknologi—mampu mengatasi tantangan ini dan mengintegrasikan tren-tren baru secara strategis, temuan ini menunjukkan bahwa platform pembelajaran daring bisa mengurangi biaya operasional institusi hingga 25% dan meningkatkan akses pendidikan bagi jutaan orang dalam waktu lima tahun, merevolusi cara kita belajar dan mengajar secara permanen.
Sumber Artikel:
1. Digitalization of Traditional Classrooms: A Students' Perspective - ResearchGate, https://www.researchgate.net/publication/347817185_Digitalization_of_Traditional_Classrooms_A_Students'_Perspective
2. REVIEW OF COMPLETED STUDIES ON ONLINE LEARNING PLATFORMS IN HIGHER EDUCATION INSTITUTIONS - ResearchGate, https://www.researchgate.net/publication/383134598_REVIEW_OF_COMPLETED_STUDIES_ON_ONLINE_LEARNING_PLATFORMS_IN_HIGHER_EDUCATION_INSTITUTIONS
Teknologi Pendidikan
Dipublikasikan oleh Raihan pada 25 September 2025
Mata kuliah Hidrolika merupakan salah satu fondasi penting dalam pendidikan teknik sipil maupun pendidikan teknik bangunan. Konsep yang dipelajari meliputi aliran fluida, tekanan hidrostatik, debit, hingga hukum Bernoulli. Materi ini tergolong kompleks karena tidak hanya bersifat teoritis tetapi juga memerlukan keterampilan dalam melakukan analisis perhitungan yang detail. Sayangnya, metode pembelajaran konvensional seperti slide presentasi, buku teks, dan catatan manual sering dianggap kurang membantu mahasiswa dalam memahami konsep abstrak ini.
Penelitian ini hadir untuk menjawab permasalahan tersebut melalui analisis kebutuhan pengembangan media pembelajaran berbasis web. Peneliti berasumsi bahwa dengan memanfaatkan teknologi berbasis internet, mahasiswa dapat mengakses materi kapan pun dan di mana pun, serta memperoleh pengalaman belajar yang lebih interaktif.
Metodologi penelitian dilakukan dengan survei kuesioner yang diberikan kepada mahasiswa Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan (PTB) Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang telah mengikuti mata kuliah Hidrolika. Kuesioner ini berisi pertanyaan mengenai kesulitan belajar, media yang paling membantu, serta harapan mahasiswa terhadap format pembelajaran digital.
Hasil survei memperlihatkan kecenderungan yang kuat: mahasiswa menginginkan media pembelajaran berbasis web yang lebih dinamis, dengan visualisasi animasi, simulasi interaktif, serta bank soal online. Sebagian besar responden menilai bahwa media konvensional tidak cukup memfasilitasi pemahaman materi yang sifatnya abstrak. Dengan media berbasis web, mereka berharap konsep aliran air, distribusi tekanan, dan perilaku fluida dapat divisualisasikan dengan cara yang lebih konkret.
Sorotan Data Kuantitatif
Data ini menegaskan bahwa kebutuhan akan media web bukan sekadar preferensi, tetapi tuntutan nyata dari mahasiswa untuk memperbaiki pengalaman belajar mereka.
Kontribusi Utama terhadap Bidang
Penelitian ini memiliki kontribusi penting dalam bidang pendidikan teknik, khususnya dalam pengembangan media pembelajaran digital. Ada tiga kontribusi utama:
Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka
Walaupun memberikan kontribusi yang kuat, penelitian ini juga memiliki beberapa keterbatasan:
Pertanyaan terbuka yang perlu dijawab penelitian lanjutan antara lain:
5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan
Ajakan Kolaboratif
Pengembangan media berbasis web pada mata kuliah Hidrolika membutuhkan sinergi antara akademisi, pengembang IT pendidikan, dan praktisi teknik sipil. Fakultas Teknik UNJ dapat menggandeng developer aplikasi edukasi, dosen hidrolika dari universitas lain (misalnya ITB, ITS), serta asosiasi profesional teknik sipil. Dengan kolaborasi tersebut, media berbasis web yang dihasilkan tidak hanya relevan untuk kebutuhan akademik, tetapi juga mampu mendukung standar pembelajaran industri teknik sipil yang modern.
Baca Selengkapnya di: Pelita Sukma, T. C. (2020). BUKU PROSIDING SEMINAR PENELITIAN UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2020 "Inovasi Pembangunan dalam Teknologi dan Pendidikan". Buku Prosiding SPKTS 2020 Jilid 1.
Teknologi Pendidikan
Dipublikasikan oleh Raihan pada 24 September 2025
Penelitian ini memulai pengembangan media pembelajaran video animasi untuk mata kuliah Drainase Perkotaan melalui analisis kebutuhan dengan model R&D 4D (Define, Design, Develop, Disseminate). Pada tahap define, dilakukan survei kuesioner kepada 35 mahasiswa yang telah menempuh mata kuliah tersebut. Hasil survei menunjukkan bahwa kemudahan memahami materi pada media pembelajaran yang ada saat ini cukup rendah (nilai rata-rata 2,45 dari skala 4). Topik-topik seperti pengantar sistem drainase, hidrologi, hidrolika, dan manajemen drainase perkotaan teridentifikasi sulit dipahami. Mayoritas responden (88,57%) menyatakan bahwa video animasi adalah media yang paling sesuai untuk membantu pemahaman mereka. Hasil ini mengindikasikan perlunya pengembangan media video berbasis animasi untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar mahasiswa Drainase Perkotaan. Penelitian ini selanjutnya merancang prototipe video animasi menggunakan Adobe After Effects, dengan anggapan bahwa format visual interaktif memanfaatkan sensor penglihatan dan pendengaran mahasiswa lebih efektif daripada slide konvensional.
Sorotan Data:
- Skor kemudahan pemahaman materi pada media pembelajaran saat ini: 2,45 (skala 4).
- 88,57% responden memilih video animasi sebagai media pembelajaran yang tepat.
Kontribusi Utama terhadap Bidang
Penelitian ini berkontribusi dengan merinci kebutuhan konkrit pengembangan media pembelajaran berbasis video animasi untuk mata kuliah Teknik Sipil (Drainase Perkotaan). Temuan utamanya adalah identifikasi topik-topik yang sulit dipahami oleh mahasiswa, yang menjadi fokus pengembangan animasi video agar pembelajaran lebih efektif. Dengan menggunakan model 4D R&D, studi ini memberikan kerangka sistematis untuk pembuatan media edukatif yang sesuai karakteristik peserta didik era disrupsi. Hasil analisis kebutuhan menegaskan bahwa integrasi teknologi (video animasi) dalam kurikulum Teknik Sipil dapat meningkatkan daya tarik dan efektivitas pembelajaran. Penelitian ini juga menyediakan data dasar (baseline) yang dapat digunakan peneliti dan pengajar lain dalam merancang media sejenis, terutama di bidang pendidikan vokasi teknik.
Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka
Penelitian ini menggunakan kuesioner dengan sampel terbatas (35 mahasiswa) dan hanya sampai tahap pengembangan (develop) prototipe media; evaluasi penggunaan (disseminate) serta uji lapangan belum dilakukan. Oleh karena itu, efektivitas media video animasi ini dalam meningkatkan hasil belajar masih belum terukur secara empiris. Selain itu, studi terfokus pada satu mata kuliah dan satu institusi, sehingga generalisasi temuan ke konteks lain (mata kuliah teknik lainnya atau perguruan tinggi berbeda) memerlukan kajian lebih lanjut. Pertanyaan terbuka muncul terkait bagaimana media ini berdampak pada kinerja belajar dalam situasi pembelajaran nyata, dan apakah hasil belajar meningkat signifikan dibanding metode konvensional. Penelitian lanjutan juga harus menilai efektivitas pengajaran dan motivasi mahasiswa dengan menggunakan media animasi ini.
5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan
1. Uji Eksperimental di Kelas Nyata: Lakukan studi komparatif (misalnya eksperimen terbimbing) di kelas Drainase Perkotaan untuk mengukur efektivitas video animasi terhadap peningkatan hasil belajar dan motivasi mahasiswa.
2. Pengembangan Konten Lanjut: Kembangkan video animasi interaktif untuk topik spesifik (misal hidrologi, hidrolika) serta integrasikan kuis atau elemen gamifikasi, untuk menilai interaktivitas dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran.
3. Studi Cross-Disiplin: Terapkan analisis kebutuhan serupa pada mata kuliah Teknik Sipil lainnya (misalnya Teknik Pondasi, Manajemen Konstruksi), untuk melihat kesamaan kesulitan dan preferensi media; bandingkan kebutuhan lintas mata kuliah.
4. Pendekatan Multi-Metode: Gunakan metode mix-method (kuantitatif + kualitatif) termasuk wawancara dosen dan uji coba laboratorium, untuk mendalami persepsi pengguna terhadap media animasi serta hambatan teknis penerapannya dalam konteks praktikum teknik.
5. Pengukuran Jangka Panjang: Lakukan studi longitudinal untuk melihat dampak penggunaan media animasi terhadap kelulusan, nilai, dan karir mahasiswa jangka panjang, termasuk adaptasi teknologi baru (AR/VR) dalam media pembelajaran teknik.
Ajakan Kolaboratif
Peneliti mendorong kolaborasi lintas institusi dalam mengembangkan media pembelajaran ini. Kerjasama antara Fakultas Teknik UNJ dengan jurusan Teknik Sipil di universitas lain (misalnya ITS, ITB), serta SMK Teknik Bangunan dan industri konstruksi dapat memperkaya perspektif. Disarankan pula kolaborasi dengan Lembaga Penelitian Pendidikan dan pusat inovasi teknologi (misal LPPM-UNJ, Asosiasi Pendidikan Vokasi Teknik) untuk menguji coba media ini di lingkungan nyata dan memperluas skala implementasi. Kesamaan visi untuk meningkatkan kualitas pendidikan kejuruan dan teknik sipil diharapkan dapat tercapai melalui sinergi riset dan pendanaan bersama.
Baca Selengkapnya disini: Pelita Sukma, T. C. (2020). BUKU PROSIDING SEMINAR PENELITIAN UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2020 "Inovasi Pembangunan dalam Teknologi dan Pendidikan". Buku Prosiding SPKTS 2020 Jilid 1. Halaman 1-9 https://doi.org/10.21009/JPENSIL.V8I1.8481
Teknologi Pendidikan
Dipublikasikan oleh Hansel pada 22 September 2025
Laporan ini menyajikan analisis mendalam mengenai efektivitas penerapan metode pembelajaran Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) dengan pendekatan Engineering Design Process (EDP) dalam konteks kompetensi teknik otomotif di sekolah menengah kejuruan (SMK). Penelitian ini didorong oleh tantangan fundamental dalam pendidikan vokasi Indonesia, termasuk peringkat rendah dalam asesmen internasional seperti PISA dan kesenjangan yang signifikan antara keterampilan lulusan dan tuntutan industri 4.0.1
Temuan utama dari studi kasus yang dianalisis menunjukkan bahwa metode STEM-EDP secara signifikan lebih unggul dibandingkan pembelajaran sumatif konvensional. Analisis statistik menggunakan Uji Wilcoxon menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan pada capaian pembelajaran, dengan nilai Z=−4.867 dan tingkat signifikansi p=0.000 (p<0.05).1 Rata-rata capaian pembelajaran dengan metode STEM-EDP adalah 90.23, jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata pembelajaran sumatif yang hanya 78.71.1
Keunggulan STEM-EDP tidak hanya terbatas pada peningkatan nilai akademis, melainkan juga memfasilitasi pengembangan keterampilan abad ke-21 yang krusial, seperti pemecahan masalah, pemikiran kritis, kreativitas, dan kolaborasi.1 Metode ini mentransformasi peran guru dari pusat pengetahuan menjadi fasilitator, mendorong siswa untuk menjadi pembelajar yang aktif dan mandiri, bahkan menganggap kegagalan produk sebagai bagian esensial dari proses pembelajaran dan perbaikan.1
Sebagai respons terhadap temuan ini, laporan ini merekomendasikan adopsi yang lebih luas dari model pembelajaran berbasis proyek seperti STEM-EDP. Ini membutuhkan dukungan kebijakan untuk program pelatihan guru yang terfokus dan pengembangan kurikulum yang memfasilitasi integrasi interdisipliner, memastikan lulusan SMK tidak hanya "siap latih" tetapi juga "siap kerja" dan beradaptasi dengan dinamika pasar kerja di masa depan.1
Pendahuluan dan Konteks Pendidikan Vokasi di Indonesia
Pendidikan vokasi di Indonesia menghadapi tantangan yang kompleks dan multidimensi. Keberhasilan pendidikan vokasi dalam menciptakan lulusan yang profesional dan berkelanjutan sangat bergantung pada tiga pilar utama: kurikulum, praktik pembelajaran, dan kualitas guru.1 Pergeseran kurikulum di Indonesia, dari Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ke Kurikulum 2013, serta revisi terbarunya, menuntut adaptasi signifikan dari para pendidik.1 Namun, perubahan ini tidak mudah, mengingat kebiasaan mengajar yang sudah mapan di kalangan guru.1
Data dari Program for International Student Assessment (PISA) yang diinisiasi oleh OECD secara konsisten menempatkan Indonesia pada peringkat yang rendah dalam penguasaan literasi dasar, termasuk membaca, matematika, dan sains.1 Pada tahun 2015, Indonesia menduduki peringkat ke-62 dari 69 negara dalam matematika, ke-61 dalam membaca, dan ke-62 dalam sains.1 Fakta ini mencerminkan masalah mendasar dalam kualitas pembelajaran yang tidak hanya berfokus pada penguasaan konsep, tetapi juga pada kemampuan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skills - HOTS).6
Sebagai respons, Kurikulum 2013 dikembangkan untuk mengatasi kesenjangan ini dengan melakukan penyempurnaan pola pikir.6 Perubahan fundamental mencakup transisi dari pembelajaran berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa, di mana siswa secara aktif mencari dan membangun pengetahuan.1 Kurikulum ini menekankan pembelajaran interaktif dan berbasis tim, mengintegrasikan materi dengan realitas lingkungan, dan memprioritaskan HOTS dalam evaluasi.
Tantangan ini diperkuat oleh perubahan lanskap ketenagakerjaan di era Revolusi Industri 4.0.2 Diprediksi bahwa 23 juta pekerjaan di Indonesia akan digantikan oleh mesin pada tahun 2030, sementara 27-46 juta pekerjaan baru akan tercipta.1 Perubahan ini menuntut lulusan SMK untuk memiliki lebih dari sekadar keterampilan teknis, tetapi juga keterampilan mendasar seperti pemecahan masalah, berpikir kritis, kreativitas, dan kolaborasi.1 Oleh karena itu, diperlukan transformasi dalam metode pembelajaran untuk membekali siswa dengan kompetensi yang relevan dengan masa depan yang serba tidak pasti (volatility, uncertainty, complexity, and ambiguity).1 Laporan ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas metode STEM-EDP sebagai salah satu solusi potensial untuk menghadapi tantangan ini.
Kerangka Konseptual: Integrasi STEM dan Engineering Design Process (EDP)
STEM, sebagai sebuah konsep pembelajaran, didefinisikan sebagai pendekatan interdisipliner yang mengintegrasikan disiplin ilmu Science (Sains), Technology (Teknologi), Engineering (Rekayasa), dan Mathematics (Matematika) untuk memecahkan masalah praktis.1 Dalam penerapannya, STEM dapat dipadukan dengan berbagai metode pembelajaran lain, seperti
Problem-Based Learning (PBL) atau Project-Based Learning (PjBL).1 Salah satu pendekatan yang paling relevan untuk bidang kejuruan, khususnya rekayasa, adalah Engineering Design Process (EDP).1 EDP adalah sebuah metode sistematis dan terstruktur yang digunakan oleh para insinyur untuk membuat model dan sistem.9 Penelitian ini secara spesifik mengkaji efektivitas integrasi STEM dengan tujuh tahapan EDP dalam kompetensi teknik otomotif.1
Uraian Tujuh Tahapan Engineering Design Process (EDP)
Dalam studi kasus yang dianalisis, penerapan STEM-EDP berpusat pada tema "kasus pencurian sepeda motor".1 Berikut adalah tujuh tahapan EDP yang diterapkan dalam pembelajaran:
Analisis Temuan Penelitian: Efektivitas STEM-EDP dalam Teknik Otomotif
Penelitian ini mengadopsi desain pre-experimental dengan skema one-group pretest-posttest untuk menganalisis efektivitas STEM-EDP.1 Sampel penelitian terdiri dari 31 siswa di salah satu SMK di Yogyakarta, Indonesia.1 Data dikumpulkan melalui empat aspek penilaian: tes formatif, Lembar Kerja Siswa (LKS) 1, LKS 2, dan penilaian produk akhir.1
Peningkatan Kinerja Melalui Proses EDP
Analisis menunjukkan peningkatan skor yang konsisten pada setiap tahapan pembelajaran STEM-EDP. Berikut adalah data statistik deskriptif dari setiap aspek penilaian 1:
Peningkatan skor dari tes formatif hingga produk akhir menunjukkan bahwa setiap tahapan proses EDP berkontribusi pada pemahaman dan penguasaan materi siswa. Skor tertinggi pada penilaian produk (92.97) menegaskan bahwa pembelajaran yang berorientasi pada proses dan hasil nyata sangat efektif dalam meningkatkan kompetensi siswa.1
Perbandingan Kinerja: STEM-EDP vs. Pembelajaran Sumatif
Untuk menilai efektivitas secara keseluruhan, hasil pembelajaran STEM-EDP dibandingkan dengan hasil pembelajaran sumatif.1 Perbandingan ini menunjukkan perbedaan yang mencolok dalam capaian nilai, baik dari segi rata-rata, median, maupun mode.
Hasil Pembelajaran STEM-EDP dan Pembelajaran Sumatif
Hasil deskriptif ini secara jelas menunjukkan bahwa STEM-EDP memiliki rata-rata dan nilai maksimum yang jauh lebih tinggi daripada pembelajaran sumatif.1 Skor modus yang jauh lebih tinggi pada STEM-EDP (96.75 vs. 78.00) mengindikasikan bahwa metode ini memberikan dampak yang lebih signifikan dan bermakna bagi sebagian besar siswa, yang membuat mereka lebih aktif dan menikmati proses pembelajaran.1
Analisis Statistik Inferensial
Untuk memvalidasi signifikansi perbedaan ini secara statistik, dilakukan uji normalitas data. Uji Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi secara normal (p<0.05), sehingga analisis hipotesis dilanjutkan dengan uji non-parametrik, yaitu Uji Wilcoxon.1
Hasil Uji Wilcoxon untuk Efektivitas STEM-EDP
Hasil Uji Wilcoxon menunjukkan nilai Z=−4.867 dengan tingkat signifikansi p=0.000.1 Karena nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0.05 (p<0.05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pembelajaran STEM-EDP dan pembelajaran sumatif.1 Kesimpulan ini mengkonfirmasi bahwa metode STEM-EDP terbukti efektif dalam meningkatkan capaian pembelajaran kompetensi teknik otomotif pada materi yang diujikan.1
Diskusi dan Wawasan Mendalam
Efektivitas metode STEM-EDP tidak dapat dipisahkan dari dinamika yang terjadi sepanjang proses pembelajaran. Peningkatan skor yang teramati pada setiap tahapan, mulai dari LKS hingga produk akhir, menunjukkan bahwa metode ini berfokus pada penguatan proses, bukan hanya pada hasil akhir.1 Skor produk yang paling tinggi (92.97) adalah bukti nyata bahwa pendekatan yang mengarahkan siswa untuk menghasilkan sesuatu yang nyata dapat secara efektif mendorong penguasaan materi.1
Lebih dari sekadar angka, metode ini menciptakan lingkungan belajar di mana "kegagalan produk" tidak dianggap sebagai akhir dari proses, melainkan sebagai kesempatan berharga untuk merefleksikan dan mendesain ulang.1 Siswa diajarkan untuk mengidentifikasi penyebab kegagalan dan bekerja sama untuk memperbaikinya, sebuah keterampilan esensial dalam bidang rekayasa.1 Ini adalah pergeseran budaya yang signifikan dari paradigma pembelajaran konvensional yang sering kali mengasosiasikan kegagalan dengan hukuman. Dengan STEM-EDP, kegagalan menjadi bagian integral dari siklus inovasi dan pembelajaran mendalam.1
Peran guru adalah elemen krusial dalam keberhasilan ini.1 Dalam metode ini, guru bertransformasi dari penyampai informasi menjadi fasilitator.1 Mereka tidak lagi menjadi figur sentral yang memberikan semua pengetahuan, melainkan mengarahkan siswa untuk menemukan solusi sendiri. Hal ini sejalan dengan filosofi Kurikulum 2013 yang mendorong pembelajaran berpusat pada siswa dan penggunaan HOTS.1 Dengan memberikan tema atau masalah, guru memicu inisiatif dan kreativitas siswa, mendorong mereka untuk berkolaborasi dan berkomunikasi secara efektif dalam kelompok.1
Temuan ini juga memberikan validasi empiris untuk mengatasi masalah kompetensi yang diidentifikasi di awal laporan. Skor rata-rata STEM-EDP (90.23) yang jauh lebih tinggi daripada pembelajaran sumatif (78.71) bukan hanya perbedaan numerik; ini adalah bukti bahwa pendekatan ini berhasil mengatasi penyakit pendidikan vokasi di Indonesia: kurangnya kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kolaboratif.2 Peningkatan ini juga diperkuat oleh penelitian lain yang menunjukkan bahwa pendekatan STEM-EDP efektif dalam meningkatkan keterampilan pemecahan masalah kolaboratif 3, kemampuan analitis, dan kreativitas.4
Secara keseluruhan, STEM-EDP bukan sekadar metode tambahan, melainkan sebuah kerangka kerja yang secara holistik menumbuhkan keterampilan yang sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan pasar kerja masa depan.2 Lulusan yang terbiasa dengan metode ini akan menjadi tenaga kerja yang adaptif, mampu berpikir inovatif, dan siap menghadapi dinamika yang terus berubah.
Implikasi dan Rekomendasi Strategis
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, terdapat beberapa implikasi dan rekomendasi strategis yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran teknik otomotif dan pendidikan vokasi secara umum:
Rekomendasi untuk Guru Vokasi
Rekomendasi untuk Pengembang Kurikulum
Rekomendasi untuk Pengambil Kebijakan dan Pihak Sekolah
Kesimpulan
Penelitian ini secara komprehensif menunjukkan bahwa metode STEM-EDP merupakan pendekatan yang terbukti efektif dalam meningkatkan capaian pembelajaran siswa teknik otomotif di sekolah kejuruan.1 Metode ini tidak hanya berhasil dalam meningkatkan nilai akademis, tetapi juga secara signifikan mengembangkan keterampilan abad ke-21 yang sangat penting untuk masa depan.1 Dengan memadukan pengetahuan teoretis dengan aplikasi praktis melalui proses rekayasa yang sistematis, STEM-EDP mempersiapkan lulusan SMK untuk menjadi tenaga kerja yang adaptif, inovatif, dan siap menghadapi tantangan pasar kerja yang dinamis di era Industri 4.0.1
Metode ini mewakili sebuah transisi penting dari pembelajaran konvensional menuju pendekatan yang lebih relevan dan holistik. Penerapan yang berhasil memerlukan komitmen dari semua pihak: guru yang bertransformasi, kurikulum yang adaptif, dan dukungan kebijakan yang memadai.1 Penelitian lanjutan, seperti studi kasus jangka panjang, diperlukan untuk mengevaluasi dampak STEM-EDP terhadap kesiapan kerja lulusan dan korelasi antara metode ini dengan karier di masa depan.1 STEM-EDP bukan sekadar metode pengajaran, tetapi sebuah kerangka kerja yang dapat menjadi katalisator perubahan fundamental dalam pendidikan vokasi di Indonesia.
Sumber Artikel:
Journal of Technical Education and Training. (2021). The effectiveness of STEM-EDP in vocational automotive education. Universiti Tun Hussein Onn Malaysia. https://publisher.uthm.edu.my/ojs/index.php/JTET