Teknologi

Teknologi Biosensor Elektrokimia Guna Deteksi Penyakit Secara Dini

Dipublikasikan oleh Siti Nur Rahmawati pada 22 Agustus 2022


Mendeteksi adanya suatu penyakit secara dini adalah langkah penting guna meminimalkan gejala yang timbul dan bisa dilaksanakan tahap perawatan yang tepat sejak dini. Selama ini banyak kasus terjadinya penularan penyakit secara meluas atau gejala akut dialami seorang pasien diakibatkan dari terlambatnya dalam hal mendiagnosis berkaitan dengan keberadaan suatu penyakit pada seseorang atau munculnya mikroorganisme berbahaya di lingkungan sekitar. Contohnya adalah penyakit alzheimer yang bisa berkembang di dalam otak selama Z dekade sebelum menunjukkan gejala pada pasien. Contoh lainnya adalah banyaknya pasien tanpa gejala (asimtomatik), namun berpotensi sebagai media penularan covid-19. Maka dari itu, kemampuan mendeteksi sedini mungkin, baik pada pasien tanpa gejala ataupun belum terbentuknya gejala, bisa menawarkan solusi guna perawatan pada tahap awal yang akan mampu memberikan perbedaan signifikan pada seorang pasien.

Keterlambatan dalam hal diagnosis semakin dirasakan khususnya oleh masyarakat yang berlokasi di daerah 3T (tertinggal, terpencil, dan terluar). Sementara itu, sebagian besar proses diagnosis suatu penyakit membutuhkan waktu hitungan jam bahkan hari serta biaya yang sering kali tidak dapat dijangkau oleh seluruh kalangan.

Maka dari itu, teknologi di bidang diagnosis medis ke depan membutuhkan terobosan ham guna menghasilkan tes uji penyakit secara dini yang lebih sederhana, cepat, murah, dan bisa dipergunakan dimana saja dan oleh siapa saja, meliputi masyarakat umum tanpa perlu keterampilan khusus. Dalam menjawab tantangan tersebut, penelitian dan pengembangan teknologi biosensor menjadi sangat penting. Biosensor bisa didefinisikan sebagai alat yang bisa mendeteksi keberadaan suatu biomolekul, virus, set, dan bakteri di dalam tubuh, makanan, dan lingkungan sekitar. Uji kit guna memonitor kadar gula darah dan kolesterol, tes kehamilan, dan tes cepat covid-19 adalah beberapa contoh dari alat biosensor. Sebagian besar biosensor yang berada di pasaran sekarang ini bekerja dengan menggunakan sampel darah yang tak cukup nyaman untuk kebanyakan pasien, seperti pada pasien diabetes, yang setiap hari harus melakukan finger prick untuk memonitor kadar gula darah secara berkelanjutan dan sering kali proses pengambilan darah bisa menghasilkan infeksi dan lebam pada kulit. Maka dari itu, pengembangan biosensor sekarang ini diarahkan untuk bisa bekerja tidak hanya dengan sampel berupa darah, namun juga dapat menggunakan sampel air liur, keringat, dan air seni tergantung dari jenis biomolekul atau mikroorganisme yang ingin kita deteksi apakah bisa ditemukan dalam sampel tersebut atau tidak.

Selain membuat biosensor yang lebih bersahabat dengan pasien, yakni menggunakan sampel dengan sumber yang lebih mudah diambil dari tubuh, arah inovasi lainnya adalah meningkatkan sensitivitas dan limit deteksi dari alat biosensor. Definisi sensitivitas dalam hal ini agak berbeda dengan sensitivitas yang sering kita temui pada label tes uji cepat covid-19. Pada konteks tes uji cepat covid-19, angka sensitivitas yang beredar menunjukkan perban­dingan ketepatan tes uji pada pasien positif bila dibandingkan dengan pemeriksaan baku menggunakan tes swab PCR. Sedangkan itu, pada konteks biosensor secara umum, sensitivitas bisa dipahami sebagai rasio kemampuan perubahan respons alat terhadap perubahan jumlah molekul target pada sampel. Biosensor yang bisa memberikan respons 10 mikroampere dengan adanya perubahan 100 molekul tar­get, lebih sensitif bila dibandingkan dengan alat yang hanya merespons 1 mikroampere.


Disadur dari sumber research.lppm.itb.ac.id

Selengkapnya
Teknologi Biosensor Elektrokimia Guna Deteksi Penyakit Secara Dini

Teknologi

Fenomena Noise Dikembangkan pada Sistem Kuantum, Apa Manfaatnya?

Dipublikasikan oleh Siti Nur Rahmawati pada 22 Agustus 2022


Derau (noise) merupakan sinyal-sinyal yang tak diinginkan yang selalu terdapat di dalam sebuah sistem disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Pada kehidupan sehari-hari fenomena ini sering kita temui, semisal, "pola semut" pada TV disebabkan oleh cuaca buruk atau pemasangan kabel yang tak benar. Tetapi, untuk partikel kecil berskala molekul, dunia kuantum, noise yang disebabkan oleh gangguan lingkungan justru bisa membantu dan bahkan menaikkan efisiensi dari sistem tertentu. Menariknya lagi, sistem itu bukanlah buatan manusia, melainkan ada di alam semenjak dahulu, yakni pada tanaman dan alga.

Perilaku benda-benda pada skala keril (subnanometer) diterangkan fisika kuantum. Semenjak kemunculannya hingga kini, kuantum sudah menjadi jiwa untuk pengembangan teknologi modern.

Teknologi berbasis fisika kuantum sejatinya bukan hal baru untuk peradaban manusia. Faktanya, seluruh perangkat elektronik yang kita gunakan kini dibuat dari material yang pada mulanya ditemukan dengan menggunakan teori kuantum. Tetapi, perkembangan ilmu kuantum pada abad ke-21 sudah mewujudkan aplikasi lebih revolusioner, dari komputasi kuantum, kriptografi kuantum, hingga untuk menjelaskan asal usul kesadaran manusia (consciousness).

Pada awal abad ke-20, muncullah teori-teori baru yang menerangkan beberapa fenomena penting yang sebelumnya tak bisa dijelaskan fisika klasik. Fenomena-fenomena itu menyangkut benda sehari­hari, yaitu cahaya. Diantaranya yaitu mengapa benda-benda ketika dipanaskan sampai ribuan derajat berpendar dengan warna tertentu disebut sebagai "radiasi benda hitam". Telaah tentang sifat cahaya dan partikel subatomik yang dilaksanakan Planck, Einstein, Bohr, dan lainnya itu lalu dipadukan Schroedinger, Heisenberg, dan sebagai teori mekanika kuantum.

Perbedaan dunia kuantum dengan dunia sehari-hari adalah suatu partikel tak berlaku seperti "bola" yang mempunyai bentuk atau posisi yang pasti, namun seperti gelombang yang tak memiliki posisi pasti, namun mempunyai puncak-puncak di berbagai tempat. Puncak-puncak itulah yang menjadi tempat paling mungkin untuk menemukan partikel tersebut. Alhasil, sebuah partikel bisa menempati banyak posisi dan keadaan serara bersamaan (disebut sebagai superposisi).

Teori kuantum memprediksi beberapa unsur, contohnya si­likon, mempunyai sifat unik, yakni semikonduktor. Benda itu bisa menghantarkan listrik (konduk­tor) ataupun tidak menghantarkan listrik (isolator), tergantung pada besaran tegangan listrik yang masuk. Pada pertengahan abad ke 20, transistor (saklar listrik) yang dibuat dari bahan semikonduktor berhasil menjadi building block bagi komputer yang perkembangannya sangat pesat. Tiap kurun waktu 2 tahun, ukurannya bertambah kecil maka dari itu jumlahnya dalam komputer berlipat ganda. Sampai saat ini, 1 cip seukuran ibu jari yang terdapat di komputer atau ponsel kita saat ini dapat mengandung milyaran transistor.

Tahun 2007 ditemukan bahwa efek kuantum berperan dalam proses fotosintesis, yang dilakukan tanaman berdaun dan sebagian alga. Hal itu mengegetkan sebab biasanya efek kuantum serupa baru muncul pada ukuran jauh lebih kecil (atomik), jauh lebih dingin (hampir O kelvin), atau jauh lebih teratur; sistem kuan­tum umumnya sangat rapuh.

Cahaya matahari datang mengeksitasi (meningkatkan energi elek­tron) molekul klorofil yang bentuknya rantai kompleks. Energi dalam bentuk eksitasi itu lalu merambat pada rantai tersebut sebelum akhirnya tiba pada molekul tujuannya. Sepanjang perjalanannya eksitasi diganggu lingkungan, yang terdiri dari molekul air dan protein lain, sehingga jumlah yang selamat sampai tujuan berkurang.

Pada sistem itu, noise lingkungan berupa fluktuasi termal bisa mencegah efek penahanan tersebut sehingga transpor menjadi lebih cepat dan efisien. Disinilah ditunjukkan bahwa noise tak selalu berperan sebagai perusak. Fenomena ini ditemukan pula pada sistem lain seperti fiber optik dan sirkuit superkon­duktor.

Di Indonesia, pengembangan dari fenomena noise pada sistem kuantum itu dilaksanakan oleh anggota Laboratorium Fisika Teoretik Energi Tinggi Institut Teknologi Bandung (ITB), dengan menggunakan perhitungan analitis dan simulasi komputer.


Disadur dari sumber research.lppm.itb.ac.id

Selengkapnya
Fenomena Noise Dikembangkan pada Sistem Kuantum, Apa Manfaatnya?

Teknologi

Efektifitas Kinerja Teknologi Nano Bisa Digunakan dalam Produk Sehari-hari

Dipublikasikan oleh Siti Nur Rahmawati pada 22 Agustus 2022


Teknologi nano merupakan teknologi berbasis material dalam rentang ukuran nanometer (10^-9 m) dimana dalam ukuran tersebut, karakteristik atau sifat-sifat dari material bisa berubah sehingga peluang pemanfaatan material ini semakin bermacam-macam. Pemanfaatan material nano bisa pula untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku sebab efektifitas kinerja material nano akan meningkat dibandingkan dengan material yang ukurannya lebih besar. Teknologi nano sudah banyak diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari walau mungkin belum disadari oleh orang-orang yang menggunakan teknologi tersebut. Contoh pengaplikasian teknologi nano yaitu Blu-Ray Disc dimana di permukaannya ada pola grating berukuran sekitar 200 nm. Selain itu beraneka komponen penyusun komputer serta smartphone yang telah umum dimanfaatkan oleh masyarakat juga banyak yang sudah mempergunakan prosesor yang sudah menyematkan nanoteknologi dengan ukuran penyusun komponen sangat kecil bahkan di bawah 10 nm. Dan di bidang kesehatan juga sudah banyak dikembangkan suplemen dan kosmetik yang sudah memanfaatkan nanoteknologi guna meningkatkan efektifitas serta efisiensi dari produk.

Pengembangan teknologi nano mempunyai manfaat yang luas dan bisa memberikan dampak yang besar dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Maka dari itu, pusat penelitian nanosains dan nanoteknologi (PPNN) sudah didirikan di ITB semenjak tahun 2015 untuk menjawab tantangan dalam perkembangan nanosains dan nanoteknologi khususnya di Indonesia. Selain melakukan kegiatan penelitian mutakhir dan diseminasi keilmuan, PPNN ITB juga mempunyai kegiatan dalam hilirisasi produk yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Salah satu produk yang dirilis PPNN ITB bekerjasama dengan PT. Rumah Inovasi Natura (RIN) dan Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB di awal tahun 2022 ini merupakan produk sabun cair pensuci najis dengan komposisi utama yakni kaolin (20persen) yang dimana salah satu kelompok mineral dalam tanah liat, jadi bisa digunakan untuk mensucikan najis, serta nanoemulsi vitamin E yang bisa lebih efektif dalam menyehatkan dan melembutkan kulit. Produk ini adalah pengaplikasian dari hasil penelitian di PPNN ITB dalam formulasi sabun cair yang unggul dengan optimasi agen pensuspensi yang kompatibel, aman, dan ekonomis guna memberikan hasil akhir produk sabun cair dengan kandungan kaolin dan nanoemulsi vitamin E yang homogen dan stabil dengan tekstur yang nyaman dipergunakan dan harga yang terjangkau.

Produk sabun cair pensuci najis ini sudah melewati serangkaian pengujian di laboratorium guna menguji sifat fisikokimia dan performa dari produk. Nanoemulsi vitamin E sudah terbukti bisa terbentuk dengan baik dengan ukuran dibawah 100 nm berdasarkan hasil pengujian menggunakan Transmission Electron Microscopy (TEM). Uji antimikroba juga sudah dilaksanakan menggunakan bakteri pathogen yaitu Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa dimana zona hambat bisa terbentuk dengan penggunaan produk sabun. Uji iritasi sudah dijalankan dimana berdasarkan nilai Indeks Iritasi Primer (IIP) yang didapatkan yakni sejumlah 0,28 bisa diketahui bahwa sabun cair ini mempunyai kategori iritasi sangat ringan atau negligible. Uji stabilitas produk juga sudah dilakukan dalam kurun waktu lima bulan dimana formula produk sabun stabil pada suhu ruang selama lima bulan tersebut.

Produk sabun pensuci najis adalah salah satu solusi praktis dan inovatif berbasis teknologi nano yang bisa dipergunakan oleh bermacam kalangan masyarakat yang tuntutan pekerjaannya memang banyak berinteraksi dengan barang-barang yang berpotensi terkena najis contohnya pekerja di rumah sakit hewan, petshop, petcare, rumah pemotongan hewan, restoran, pasar, supermarket, pelatihan hewan, dan lain-lain. Kami tak perlu repot dan khawatir nila terkontaminasi atau bersentuhan dengan benda-benda yang bersifat najis sebab dengan produk sabun cair pensuci najis ini bisa segera dibersihkan walau di dalam ruangan tanpa harus mencari-cari tanah.


Disadur dari sumber research.lppm.itb.ac.id

Selengkapnya
Efektifitas Kinerja Teknologi Nano Bisa Digunakan dalam Produk Sehari-hari

Teknologi

Teknologi Hidroponik Komersial Berbasis Internet of Things (IoT) Bisa Jadi Solusi

Dipublikasikan oleh Siti Nur Rahmawati pada 22 Agustus 2022


Meningkatnya jumlah populasi manusia menyebabkan permintaan pangan yang makin besar, namun luas lahan pertanian makin kecil sebab perubahan fungsi lahan pertanian menjadi permukiman. Salah satu jalan keluar yang bisa dilakukan guna mengatasi masalah ini yaitu pertanian dengan teknologi hidroponik. Hidroponik merupakan budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi untuk tanaman. Teknologi ini cocok dijalankan pada lahan pertanian sempit. Tanaman yang biasa dibudidayakan menggunakan teknologi ini adalah paprika, tomat, selada, paprika, tomat, melon, bayam, pakcoy dan kangkung.

Menurut konsep pembangunan pertanian, peningkatan keuntungan dari usaha pertanian harus dijalankan. Salah satu usaha guna meningkatkan keuntungan dari teknologi hidroponik yaitu dengan meningkatkan produksi pada tanaman hidroponik. Maka dari itu, tim peneliti diantaranya yaitu Dr. Nina Siti Aminah, Maman Budiman, Ph.D dan Ant. Ardath Kristi, S.T. dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) serta 2 orang mahasiswanya (Efraim Partogi dan Prianka Anggara) merancang purwarupa sistem instrumentasi pemantauan parameter-parameter fisis teknologi hidroponik berbasis sistem Internet of Things (IoT) guna mengetahui parameter fisis yang paling mempengaruhi proses produksi sehingga harus bisa dikendalikan. Tim peneliti membuat pula model pertumbuhan menggunakan machine learning (ML) sehingga bisa dipergunakan untuk memprediksi hasil produksi.

Lokasi penelitian dilaksanakan pada hidroponik komersial ”Blessing Farm” yang lokasinya di Jl. Intan Permata No.a20, Ciwaruga, Kec. Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 40559. Tanaman yang menjadi bahan penelitian yaitu pakcoy (Brassica rapa subsp. Chinensis) dan kangkung (Ipomoea aquatica). Sistem hidroponik yang dipergunakan yaitu sistem Nutrient Film Technique atau NFT. Pada  sistem ini aliran air dibuat dangkal atau tipis, sehingga tak merendam akar sepenuhnya. Tujuannya yaitu guna memperoleh nutrisi, air, dan oksigen secara bersamaan agar lebih menghemat tenaga kerja dan waktu. Instalansi NFT dibuat agak miring sekitar 5-10 derajat guna menghindari menggenangnya air dan mempermudah pergerakan sirkulasi air nutrisi. Sistem kerja NFT cukup mudah, air nutrisi dipompa ke bak tanam untuk membasahi akar kemudian kembali lagi ke tangki nutrisi dan disirkulasi kembali ke bak tanam.

Sistem instrumentasi greenhouse hidroponik menggunakan berbagai sensor dan komponen, yakni sensor intensitas cahaya, sensor temperatur udara, sensor kelembapan udara, sensor total dissolved solid (TDS), dan sensor temperatur larutan. Untuk memperoleh data yang dibutuhkan didesain tujug buah node sensor temperatur, kelembapan dan cahaya yang terhubung dengan mikrokontroler ESP8266, dan satu buah node sensor TDS dan temperatur larutan yang terhubung dengan mikrokontroler ESP32. Diagram sistem instrumentasi greenhouse hidroponik ditunjukkan pada Gambar 1. Terdapat modul wi-fi pada masing-masing mikrokontroler. Wi-fi menghubungkan seluruh node sensor ke server (Raspeberry pi). Disini data dari masing-masing node sensor diolah, ditampilkan dengan menggunakan Grafana, dan disimpan pada basis data menggunakan InfluxDB. Tampilan dan realisasi sistem instrumentasi greenhouse hidroponik ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Ukuran greenhouse hidroponik yang diteliti merupakan 1514 m2 dengan tinggi rak tanaman 1,3 m. Terdapat filter pada atap sehingga intensitas cahaya yang masuk tak sama dengan intensitas cahaya yang keluar. Sistem nutrisi menggunakan satu tangki nutrisi untuk produksi keseluruhan tanaman.

Program ML yang digunakan yaitu algoritma random forest regression, linear regression, dan polynomial regression. Program dimulai dengan proses pengambilan data dari suatu basis data. Data ini disebut datasets, data tersebut kemudian dibagi dan dipergunakan sejumlah 80% untuk keperluan training dan 20% keperluan testing.


Disadur dari sumber research.lppm.itb.ac.id

Selengkapnya
Teknologi Hidroponik Komersial Berbasis Internet of Things (IoT) Bisa Jadi Solusi

Teknologi

Upaya Balai Kemenperin Mengembangkan Mesin Guna Pemanfaatan Limbah TKKS untuk Alternatif Bahan Baku Kertas

Dipublikasikan oleh Siti Nur Rahmawati pada 22 Agustus 2022


Kementerian Perindustrian (Kemenperin) selalu berusaha memajukan pendayagunaan inovasi teknologi guna mengembangkan daya saing industri nasional. Salah satu usahanya yaitu dengan mengembangkan mesin untuk pemanfaatan limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) yang dipergunakan menjadi bahan baku alternatif industri kertas. Langkah strategis itu harapannya bisa menanggulangi persoalan bahan baku kertas daur ulang yang masih impor.

Di tahun 2021, industri pulp dan kertas mempunyai surplus neraca perdagangan, tetapi masih terdapat bahan baku yang asalnya dari impor, padahal Indonesia mempunyai sumber serat yang sangat melimpah yakni TKKS yang di tahun 2022 diproyeksikan totalnya mencapai 51 juta ton. “Oleh sebab itu kita melaksanakan inovasi teknologi guna memanfaatkan TKKS menjadi bahan baku produk pulp dan kertas,” ungkap Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Doddy Rahadi di Bandung, Kamis(14/7).

Doddy menyampaikan, Kemenperin menyosialisasikan inovasi teknologi yang dikembangkan oleh Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Selulosa (BBSPJI Selulosa) Kemenperin itu kepada perusahaan industri kertas. “Kita harapannya bahwa teknologi pengolahan TKKS sebagai bahan baku produk pulp dan kertas bisa diimplementasikan di industri guna menunjang pendayagunaan limbah TKKS yang melimpah,” ungkapnya.

Doddy menyampaikan, BBSPJI Selulosa sudah memanfaatkan TKKS menjadi pulp mekanis dengan keunggulan biaya produksi yang lebih rendah, bisa mengurangi dampak terhadap lingkungan dengan penggunaan bahan kimia yang minimum. Dengan teknologi ini, rendemen pulp yang dihasilkan sekitar 70 persen, lebih tinggi dibandingkan rendemen pulp kimia.

Karakteristik pulp mekanis TKKS ini memenuhi persyaratan sebagai bahan baku pembuatan kertas kemas. Harapannya, pendayagunaan bahan baku TKKS dapa mengurangi impor bahan baku kertas daur ulang. “Kolaborasi sangat dibutuhkan untuk menciptakan serta menumbuhkan industri pulp dan kertas yang kuat, terutama dalam ketahanan bahan baku dan peningkatan substitusi impor,” ungkap Kepala BSKJI.

Kepala BBSPJI Selulosa Sri Bimo Pratomo menyampaikan, instansi yang dipimpinnya telah mempunyai pengalaman dalam penggunaan TKKS sebagai bahan baku pulp dan kertas, antara lain sudah melaksanakan kerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Konsorsium PIC Co.,Ltd - TAIZEN Co.,Ltd. Di tahun 2018-2022, BBSPJI Selulosa sudah menghasilkan pulp mekanis dari TKKS memakai Teknologi E. Gimmick.

Dia mengungkapkan, secara teknis pendayagunaan limbah tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan baku alternatif industri kertas terdiri dari mesin crusher untuk perlakuan awal bahan baku TKKS sebelum dibuat pulp. Kemudian mesin masher untuk menggiling TKKS dan membersihkan TKKS dari lumpur serta pengotor. Terakhir memakai mesin gimmick untuk pembuatan pulp mekanis melalui mekanisme kneading untuk menciptakan panas dari pergerakan mekanis dan gesekan antar serat TKKS dalam mesin.

“Kapasitas mesin ini ialah 100 kg/jam. Dalam rangka pemanfaatan TKKS, pilot plant mesin ini bisa didayagunakan, baik secara langsung ataupun dengan reverse engineering, untuk menciptakan mesin berskala produksi massal,” ungkapnya.

“Dari sisi teknoekonomi, tandan kosong sawit yang sudah diolah menjadi pulp mekanis dengan teknologi kneading memakai mesin masher dan gimmick bisa meningkatkan nilai tambah dari tandan kosong sawit menjadi pulp dengan perkiraan harga jual sekitar USD250/ton. Nilai jual pulp tersebut akan mencapai payback period sekitar 8,2 tahun dengan kapasitas 50 Ton pulp kering/hari. Waktu payback period tersebut akan lebih singkat jika tandan kosong sawit tak dikenakan biaya sebab dianggap sebagai limbah”, ungkap Kepala BBSPJISelulosa.


Disadur dari sumber kemenperin.go.id

Selengkapnya
Upaya Balai Kemenperin Mengembangkan Mesin Guna Pemanfaatan Limbah TKKS untuk Alternatif Bahan Baku Kertas

Teknologi

Google Pecat Insinyur yang Sebut 'Robot' Makhluk Berakhlak dan Punya Kesadaran Penuh

Dipublikasikan oleh Siti Nur Rahmawati pada 22 Agustus 2022


Jakarta, CNBC Indonesia - Google Alphabet Inc, perusahaan induk raksasa teknologi AS mengaku sudah memecat seorang insinyur senior mereka yang menyebut chatbot kecerdasan buatan LaMDA sebagai makhluk yang mempunyai kesadaran penuh.

Di bulan lalu, perusahaan sudah memberikan status cuti kepada Blake Lemoine, insinyur perangkat lunak mereka. Tetapi, keputusan akhir perusahaan menganggap Lemoine sudah melanggar aturan dan menyebut klaim LaMDA merupakan sesuatu yang tak berdasar.

"Sangat disesalkan bahwa terlepas keterlibatan panjang pada topik ini, Blake memilih untuk terus menerus melanggar kebijakan ketenagakerjaan dan keamanan data yang jelas mencakupi kebutuhan untuk melindungi informasi produk," ungkap Juru Bicara Google, seperti dilansir dari CNBC International, Minggu(24/7/2022).

Google sudah mengembangkan kecerdasan buatan LaMDA atau Language Model for Dialogue Application yang dilatih dengan percakapan untuk dapat berbicara megenai apapun.

Google dan banyak ilmuwan terkemuka lainnya membantah pandangan Lemoine dan menyebutnya salah arah dengan mengatakan LaMDA hanyalah algoritma kompleks yang dirancang untuk dapat berbahasa manusia dengan baik.


Disadur dari sumber cnbcindonesia.com

Selengkapnya
Google Pecat Insinyur yang Sebut 'Robot' Makhluk Berakhlak dan Punya Kesadaran Penuh
page 1 of 2 Next Last »