Perindustrian

Kinerja Membaik: Krakatau Steel Bidik Peningkatan 15 Persen dalam Volume Ekspor

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 26 Februari 2025


JAKARTA, KOMPAS.com - PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) menargetkan pertumbuhan volume ekspor sekitar 15 persen di tahun 2021. Optimisme tersebut hadir seiring dengan pencapaian positif yang diraih KRAS pada kuartal I-2021. Asal tahu saja, permintaan ekspor KRAS sejak awal 2021 sudah meningkat signifikan. Saat ini, KRAS diketahui telah mendapatkan order ekspor sampai dengan kuartal ketiga mendatang. Direktur Utama KRAS Silmy Karim mengungkapkan, sejak tahun lalu sebenarnya tren ekspor perusahaan telah menunjukkan respon yang cukup positif. 

Hal ini kemudian berlanjut hingga awal tahun 2021, di mana realisasi ekspor di kuartal pertama ini jauh lebih tinggi dari target yang telah ditetapkan oleh manajemen sebelumnya. "Untuk ekspor 2020 kinerja nya baik, kemudian tumbuh signifikan di tahun 2021. Realisasi di kuartal I-2021 sekitar 77.000 ton, lebih tinggi 198 persen dari target kami yang sebesar 38,700 ton untuk kuartal pertama," jelas dia saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (26/4/2021) lalu. Silmy menambahkan, target volume ekspor yang ingin dicapai KRAS di tahun ini sebanyak 157.000 ton atau sekitar 6,65 persen dari total pendapatan. 

Dengan rinciain, 155.000 ton berasal dari baja lembaran panas dan 2.000 ton sisanya dari pipa baja. "Ini lebih tinggi 15 persen dari realisasi tahun 2020 sekitar 135.000 ton," ujarnya. Dengan target yang telah ditetapkannya, Silmy optimistis proyeksi ekspor KRAS di tahun 2021 akan lebih baik dari realisasi di tahun lalu. Lantaran, masih banyak negara-negara pengekspor lain yang kondisinya belum kembali normal dari dampak pandemi korona beberapa waktu lalu. Di sisi lain, KRAS juga memiliki rencana untuk memperluas tujuan ekspor mereka di tahun ini. Pabrik Hot Strip Mill (HSM) No. 2 yang tengah dalam tahap penyelesaian. Pabrik tersebut diproyeksikan akan meningkatkan produksi perusahaan sekitar 1,5 juta ton per tahun. Ini bakal semakin membuka lebar kesempatan KRAS untuk menggaet target pasar baru. "Rencana dalam waktu dekat adalah pasar India," sebut Silmy. 

Hingga saat ini, KRAS telah memasarkan produknya ke berbagai negara tujuan ekspor, seperti Malaysia, Australia, Portugal, Italia, Spanyol, Belgia, Swiss dan negara Eropa barat lain. Namun demikian, Malaysia masih menjadi penopang ekspor KRAS dengan kontribusi sekitar 74 persen dari total volume ekspor. "Tradisional market kami saat ini untuk ekspor masih ke negara Malaysia, sekitar 57.000 ton pada kuartal pertama atau sekitar 74 persen dari volume ekspor di periode tersebut. Targetnya 70 persen Malaysia, 28 persen Eropa dan 2 persen ke Australia," pungkas Silmy.  

Sumber: money.kompas.com
 

Selengkapnya
Kinerja Membaik: Krakatau Steel Bidik Peningkatan 15 Persen dalam Volume Ekspor

Perindustrian

Produk Baja Lapis Raih Sertifikasi Green Label

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 26 Februari 2025


JAKARTA, KOMPAS.com - Industri manufaktur yang menopang pembangunan atau konstruksi rumah atau hunian salah satunya adalah produksi baja lapis aluminium. Industri produk tersebut diharapkan terus menerapkan konsep industri hijau.  Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pun terus mendorong sektor industri manufaktur melakukan transformasi ke arah pembangunan berkelanjutan.  Salah satu langkahnya melalui pelaksanaan konsep industri hijau, dengan prinsip menggunakan sumber daya yang efisien, dapat diguna ulang, ramah lingkungan dan berkelanjutan, serta memanfaatkan sampah sebagai energi alternatif. 

"Sejak 2010, Kemenperin telah memberikan penghargaan industri hijau kepada para pelaku industri di Tanah Air,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulis, Senin (26/4/2021).  Menanggapi hal itu, pelaku industri di sektor baja, Lian Hoa, General Manager PT Tata Metal Lestari mengatakan, upaya pemerintah ke arah pembangunan berkelanjutan merupakan langkah yang patut didukung semua pihak.  Menurut Lian, industri hijau adalah industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat.  Dia berujar, lingkup pembangunan industri hijau ini meliputi standarisasi industri hijau dan pemberian fasilitas untuk industri hijau. 

"Penerapan industri hijau ini dilaksanakan dengan pemenuhan terhadap Standar Industri Hijau (SIH) yang secara bertahap dapat diberlakukan secara wajib. Pemenuhan terhadap Standar Industri Hijau oleh perusahaan industri dibuktikan dengan diterbitkannya sertifikat industri hijau atau Green Label (GL) yang sertifikasinya dilakukan melalui suatu rangkaian proses pemeriksaan dan pengujian oleh Lembaga Sertifikasi Industri Hijau (LSIH) yang terakreditasi," terang Lian.  

Adapun salah satu produk Tata Metal Lestari, yakni Nexalume, sudah mendapatkan Green Label. Lian mengatakan, sebelum Nexalume mendapat sertifikat Green Label level Gold, perseroan juga menjalani proses pemeriksaan dan pengujian yang dilaksanakan oleh auditor industri hijau dari Green Label Indonesia yang telah mengantongi sertifikasi kompetensi auditor industri hijau. 

"Jadi semuanya diaudit, mulai dari teknologi, pekerja, bahan baku, sampai limbahnya. Untuk bahan baku, kita juga bekerja sama dengan perusahaan Rio Tinto yang mensupply material Aluminium yang juga sustainable tentunya. Jadi dicek semua sesuai baku standar dalam parameter penerapan kriteria ramah lingkungan yang ada di cek list auditing di Green Label Indonesia," ujar Lian. 

Ia menerangkan, Rio Tinto juga telah memilih PT Tata Metal Lestari sebagai salah satu konsumen yang diberikan Label Responsible Aluminium sebagai bentuk kepedulian mereka terhadap industri yang berkesinambungan. Lian melanjutkan, dengan sertifikat Green Label ini, maka tercipta produk lokal yang berkelanjutan menurut lingkungan kondisi Indonesia (Go environment).  Pun demikian, produk yang sudah memiliki green label sertifikat di Indonesia juga diakui di luar negeri. Hal ini dibuktikan dengan telah diekspornya Nexalume ke berbagai belahan dunia. "Ada Green label Indonesia, Singapura, Hong Kong, Australia dan China, kita (Indonesia) sudah bergabung dalam Global Ecolabelling Network (GEN). Jadi Apabila produk tersebut sudah ada label GL di salah satu negara maka ada istilah yang namanya Mutual Recognition Agreement. Artinya antar negara lain mengakui label yang ditempelkan di produk tersebut," sebutannya

Tata Metal Lestari merupakan produsen baja lapis Zinc Aluminium dengan merek dagang Nexalume. Corporate Colour pun terinspirasi dari warna biru yang mewakili Langit dan warna hijau yang melambangkan bumi.   Perseroan menyatakan juga terus berkomitmen untuk mendukung industri baja yang berkelanjutan dalam rangka pemulihan ekonomi yang mengusung industri ramah lingkungan.

Sumber: www.kompas.com
 

 

Selengkapnya
Produk Baja Lapis Raih Sertifikasi Green Label

Perindustrian

Pemerintah Yakin Industri Smelter Bijih Nikel Berpotensi Menurunkan Angka Kemiskinan

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 26 Februari 2025


JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengklaim kehadiran 3 perusahaan di industri smelter bijih nikel mampu mengurangi angka kemiskinan. Ketiga perusahaan tersebut yakni PT Gunbuster Nickel Industry (GNI), PT Obsidian Stainless Steel, dan PT Virtue Dragon Nickel Industry. 

Hal itu ia sampaikan saat mendampingi Presiden Joko Widodo dalam rangka peresmian pabrik smelter bijih nikel PT GNI di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, pada Senin (27/12/2021). "Hal ini membuktikan adanya kemitraan yang saling menguntungkan antara industri dengan masyarakat guna membawa kemajuan bersama, termasuk tumbuhnya wirausaha di lingkungan pabrik serta dapat meningkatkan infrastruktur sosial yang dibutuhkan masyarakat," kata dia melalui siaran persnya, Rabu (29/12/2021). 

Agus menyebut, total investasi dari ketiga industri smelter tersebut mencapai 8 miliar dollar AS. Adapun target penyerapan tenaga kerja sebanyak 27.000 orang. Menperin mengatakan perusahaan yang beroperasi sudah mampu menyumbang penerimaan negara berupa pajak sebesar Rp 1,03 triliun sejak tahun 2019 hingga 2021. "PT GNI, PT Obsidian Stainless Steel, PT Virtue Dragon Nickel Industry, merupakan satu grup yang telah dan akan menjadi bagian dari rencana besar pemerintah Indonesia untuk mendorong hilirisasi industri dalam peningkatan nilai tambah bahan baku mineral di dalam negeri," kata dia. 

Secara keseluruhan, nilai realisasi investasi pabrik smelter nikel yang ada di Indonesia sampai saat ini sudah menembus 15,7 miliar dollar AS. Selanjutnya, ekspor produk feronikel setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal ini dinilai memberikan dampak positif terhadap penambahan devisa. "Pada tahun 2020, ekspor feronikel mencapai 4,7 miliar dollar AS, dan pada periode Januari hingga Oktober 2021 tercatat sebesar 5,6 miliar dollar AS," ucap Menperin.

Merujuk data World Top Export, Indonesia menempati peringkat ke-1 di dunia sebagai negara pengekspor produk berbasis nikel (stainless steel slab, stainless billet dan stainless steel coil), dengan total ekspor senilai 1,63 miliar dollar AS pada tahun 2020. Lebih lanjut Agus mengatakan keberhasilan dari kebijakan hilirisasi industri berkontribusi pada peningkatan serapan jumlah tenaga kerja. Selain itu, berkembangnya industri smelter di dalam negeri dinilai memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional dan wilayah setempat yang berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. "Sebagai ilustrasi, kalau biasanya Kabupaten Konawe ini pertumbuhan ekonominya sekitar 5 persen sampai 6 persen sebelum ada investasi datang, selama dua tahun terakhir ini pertumbuhannya sudah di angka belasan persen," ucapnya.

Sumber: money.kompas.com
 

Selengkapnya
Pemerintah Yakin Industri Smelter Bijih Nikel Berpotensi Menurunkan Angka Kemiskinan

Perindustrian

Nikel Indonesia Menguasai Panggung Dunia: Mengungkap Asal-usul Nikel dan Logam

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 26 Februari 2025


KOMPAS.com - Indonesia mengguncang dunia setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan larangan ekspor bijih nikel ke luar negeri. Akibat ekspor nikel dilarang, Pemerintah Indonesia pun mendapat gugatan dari Uni Eropa. Kendati demikian, seperti diberitakan Kompas.com, Rabu (24/11/2021), Presiden Jokowi tetap melanjutkan pelarangan ekspor bahan mental, bahkan tak hanya nikel tetapi juga bauksit, meski digugat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). 

"Meskipun kita memang digugat di WTO, enggak masalah. Tapi di sini (kami melarang nikel karena) kita ingin membuka lapangan kerja yang sebanyak-banyaknya di negara kita Indonesia. Golnya ada di situ," kata Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia, Rabu (24/11/2021). Dari penyetopan atau larangan ekspor bijih nikel, potensi penyerapan nilai tambah Indonesia tahun ini mencapai 20 miliar dollar AS, lebih tinggi dibandingkan 3-4 tahun yang lalu, yang hanya mencapai 1,1 miliar dollar AS. "Tidak boleh lagi (ekspor) yang namanya bahan mentah, raw material. Ini setop, sudah setop," tegas Jokowi. 

Setelah pelarangan ekspor bahan mentah, Nikel Indonesia mengguncang dunia. Sebab, logam berat ini memiliki peran dan manfaat penting bagi berbagai industri di dunia. Lantas, apa itu nikel dan manfaatnya untuk apa saja? Nikel adalah logam keras berwarna putih keperakan dengan sedikit corak semburat keemasan. Ini adalah logam yang kuat, padat, dan memiliki ketahanan terhadap panas dan korosi. Tak heran jika fungsi nikel sangat berguna untuk pengembangan berbagai macam produk, seperti untuk bahan baku pembuatan kabel listrik, koin, hingga peralatan militer. 

Dilansir dari Live Science, Logam yang sangat berguna ini adalah No. 28 dalam tabel periodik unsur, antara unsur kobalt dan tembaga. Nikel adalah logam penghantar listrik dan panas yang cukup baik dan merupakan salah satu dari empat unsur logam yang sangat penting, selain kobalt, besi, dan gadolinium. Logam-logam ini memiliki sifat feromagnetik atau mudah dimagnetkan pada suhu kamar. Sebagai logam transisi, nikel memiliki elektron valensi tidak hanya satu lapisan, tetapi dalam dua lapisan, yang memungkinkan logam tersebut membentuk beberapa keadaan oksidasi yang berbeda. Inilah salah satu alasan mengapa nikel termasuk ekspor nikel Indonesia begitu penting.

Asal-usul logam nikel 

Penemuan bijih nikel di Eropa pada abad ke-17 disebut sebagai kisah tentang identitas yang keliru. Pada tahun 1600-an, para penambang Jerman mencari tembaga di Ore Mountains. Para penambang ini kemudian menemukan bijih nikel yang sebelumnya tidak dikenal, yang sekarang dikenal sebagai nikel arsenida atau niccolite, yaitu batu nikel dan arsenik berwarna merah kecoklatan pucat. Karena percaya bahwa mereka telah menemukan bijih tembaga lain, para penambang berusaha mengekstraksi tembaga, tetapi ternyata batu-batu itu gagal berproduksi. Para penambang yang frustasi menyalahkan Nickel, iblis nakal dalam mitologi Jerman, karena mempermainkan mereka dan mulai memanggil bijih kupfernickel, yang diterjemahkan sebagai 'setan tembaga'. Namun, satu abad kemudian, pada tahun 1751, ahli kimia Swedia Baron Axel Fredrik Cronstedt mencoba memanaskan kupfernickel dengan arang dan menemukan bahwa berbagai sifatnya dan dengan jelas mengungkapkan bahwa itu bukan tembaga.

Cronstedt dikreditkan sebagai orang pertama yang mengekstrak nikel dan mengisolasinya sebagai elemen baru. Dia membuat nama 'kupfer' dan menyebut unsur baru nikel. Nikel adalah salah satu unsur logam yang paling melimpah kelima di Bumi ini. Kendati demikian, keberadaan nikel, 100 kali lebih terkonsentrasi di bawah kerak bumi, menurut Chemicool. Faktanya, nikel diyakini sebagai elemen paling melimpah kedua di dalam inti bumi, dengan besi menjadi elemen yang paling mendominasi dengan selisih yang besar. Umumnya, nikel ditemukan dalam dua jenis endapan, yakni endapan laterit, yang merupakan hasil pelapukan intensif batuan permukaan yang kaya nikel, dan endapan sulfida magmatik. Menurut Geology.com, nikel juga dapat ditemukan di nodul dan kerak mangan di dasar laut dalam, tetapi saat ini tidak ditambang. Sumber mineral utama nikel adalah limonit, garnierit, dan pentlandite. Norwegia menjadi situs peleburan nikel skala besar pertama pada tahun 1848, dan bijih nikel yang digunakan yakni jenis pirhotit. 

Nikel lebih banyak ditemukan di Rusia dan Afrika Selatan pada awal tahun 1900-an, yang selanjutnya memungkinkan nikel mengambil tempat yang kuat di industri. Fungsi nikel di industri Bijih nikel menjadi elemen logam yang sangat penting, bahkan beberapa barang dapat terbuat dari nikel murni. Nikel pun memainkan peran yang mendukung dan menstabilkan berbagai bahan industri lainnya. Biasanya, nikel akan dikombinasikan dengan logam lain untuk menghasilkan produk yang lebih kuat, lebih berkilau, dan lebih tahan lama. Umumnya, nikel digunakan sebagai lapisan luar atau pelindung untuk logam yang lebih lunak. Sebab, kemampuan nikel ini dimanfaatkan untuk menahan suhu yang sangat tinggi. 
 
Nikel adalah logam pilihan untuk membuat superalloy atau super metal yang terbuat dari perpaduan logam yang dikenal akan kekuatan dan ketahanannya terhadap panas, korosi, dan oksidasi. Sekitar 65 persen produksi nikel digunakan memproduksi besi tahan karat dan 20 persen lainnya nikel digunakan untuk membuat baja dan paduan non-besi lainnya, termasuk untuk keperluan militer, industri penerbangan, dan industri lainnya. Sedikitnya, 9 persen nikel digunakan sebagai pelapis, serta 6 persen nikel dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan koin, baterai, dan menyuplai bahan baku untuk keperluan industri elektronik. Indonesia adalah salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia. Tak mengherankan, ekspor nikel Indonesia dalam bentuk bahan mentah yang dihentikan ini telah mengguncang negara-negara di dunia, terutama dari Uni Eropa.

Sumber: www.kompas.com
 

 

Selengkapnya
Nikel Indonesia Menguasai Panggung Dunia: Mengungkap Asal-usul Nikel dan Logam

Perindustrian

Konflik Bijih Nikel Indonesia-Uni Eropa: Tantangan Lingkungan dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 26 Februari 2025


KOMPAS.com - Rapat konsultasi Uni Eropa dan Indonesia di Organisasi Perdagangan Dunia WTO soal larangan kebijakan ekspor bijih nikel gagal temui kesepakatan. Namun di balik perseteruan itu, berbagai organisasi mempertanyakan penanganan dampak lingkungan akibat aktivitas pertambangan. Ketika Asosiasi baja Eropa EUROFER menyambut keputusan Uni Eropa untuk meminta WTO membentuk panel guna mengupayakan penghapusan larangan ekspor yang diberlakukan oleh Indonesia untuk produksi baja tahan karat, terutama bijih nikel dan bijih besi, EUROFER menyampaikan kekhawatirannya. Juru bicara EUROFER Charles de Lugnisan cemas jalur produksi 'terintegrasi' yang digunakan Indonesia untuk memproduksi baja tahan karat hingga tujuh kali akan menghasilkan CO2 lebih intensif daripada metode tanur busur listrik yang digunakan di Eropa. "Risikonya adalah bahwa baja yang secara artifisial murah dan sangat berpolusi menggantikan baja yang lebih bersih dari produsen domestik UE dan mitra dagang tradisional.” 

Dagang vs lingkungan 
Sementara Uni Eropa dan pemerintah Indonesia bersitegang dalam sengketa ekspor bijih nikel, lembaga-lembaga pemerhati lingkungan mengingatkan agar 'kedua raksasa' itu jangan hanya bergulat di urusan perdagangan. 

Merah Joharsyah dari organisasi Jaringan Advokasi Tambang JATAM menandaskan demi ambisi baterai mobil listrik, Indonesia lebih menitikberatkan industri hilir, namun tutup mata urusan ongkos lingkungan. Sementara itu kepentingan Uni Eropa menurutnya, lebih pada urusan melindungi pasokan nikel untuk komunitas dagang di Eropa, 

"Bagaimana persoalan nikel dari aspek daya rusak lingkungan? Ada 29 dari 56 pulau kecil yang ditambang nikelnya dan mengorbankan pulau kecil seperti Pulau Gee, pulau Gebe, Pulau Wawoni‘i hingga Pulau Obi," tutur Merah dan menambahkan, dalam riset JATAM, industri nikel juga dianggap mengorbankan nasib nelayan di Morowali dan wilayah lainnya.

Kerusakan ekosistem 
Dari penelitian lapangan yang dilakukan organisasi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), disebutkan proyek tambang nikel telah menghancurkan mata air yang menjadi sumber air minum masyarakat di sejumlah kawasan di dataran tinggi Pulau Wawonii, khususnya Wawoni'i Tenggara dan Wawoni‘i Selatan. 

Deputi Pengelolaan Pengetahuan, Parid Ridwanuddin mengatakan berdasarkan data Badan Pusat Statistik, sebanyak 76,63 persen masyarakat Pulau Wawonii sangat tergantung dengan sumber mata air. Selain itu secara ekologis, praktik tambang nikel di Pulau Wawoni‘i menurut hasil penelitian di lapangan telah menyebabkan kerusakan terumbu karang. 

"Tak sedikit nelayan di Desa Masolo, Kecamatan Wawoni'i Tenggara, melaporkan bahwa lebih dari dua hektar terumbu karang mengalami kerusakan yang cukup parah. Kini masyarakat sudah sulit menemukan ikan-ikan karang." "Meski pertambangan nikel di atas hutan, tetapi limbahnya akan berakhir di pesisir atau laut. Dalam jangka panjang, kerusakan terumbu karang akan terus meluas jika proyek pertambangan tidak dihentikan."

Sumber: www.kompas.com

 

Selengkapnya
Konflik Bijih Nikel Indonesia-Uni Eropa: Tantangan Lingkungan dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

Perindustrian

Gunbuster Nickel Industry Catat Sejarah dengan Ekspor Perdana 13.650 Ton Produk Olahan Nikel

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 26 Februari 2025


KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) telah resmi melakukan ekspor produk hasil olahan nikel. Perusahaan melakukan pengiriman melalui Pelabuhan Jety milik PT GNI yang terletak di Morowali Utara dengan membawa produk turunan nikel dalam bentuk Nickel Pig Iron (NPI) atau feronikel.

Ekspor perdana tersebut dilakukan pada 20 Januari 2022.  GNI mengekspor 13.650 ton feronikel yang dikirim ke China tersebut merupakan hasil olahan dari 3 tungku smelter yang telah beroperasi.

Direktur Operasional PT GNI Tony Zhou Yuan mengatakan, nilai nominal ekspor tersebut mencapai sekitar US$ 23 juta. “Kami berharap, dengan dilakukannya pengapalan perdana feronikel tersebut, akan mendongkrak devisa negara di sektor pajak, yang tentunya juga nantinya akan berimbas bagi keuntungan di daerah,” ujar Tony dalam keterangan resminya, Senin (24/1).

Tony melanjutkan, enam bulan ke depan, 20 tungku lainnya juga sudah dapat dioperasikan yang akan semakin mendorong produksi di PT GNI. Artinya, dampak ekonomi dari PT GNI ke depannya pun akan lebih besar lagi, baik dari segi penerimaan negara melalui setoran pajak, hingga pembukaan lapangan kerja yang akan semakin bertambah. 

Saat ini sudah sebanyak 10.000  tenaga kerja lokal yang kita rekrut di PT GNI. Tony bilang, pihaknya berharap penyerapan tenaga kerja lokal akan bertambah terus hingga mencapai 25. 000 pekerja nantinya jika roda Perusahaan bisa berjalan lancar atau tanpa ada kendala yang berarti. 

Dengan semakin banyaknya tenaga kerja di PT GNI, dampak ekonomi bagi warga di Kabupaten Morowali Utara pun dipastikan akan semakin berlipat.

“Pengiriman barang hasil olahan nikel di smelter milik GNI ini merupakan upaya mendukung program pemerintah untuk tidak mengekspor barang mentah seperti nikel. PT GNI berkomitmen akan terus mendukung program ini demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri,” ungkapnya.

Kepala Kantor Pelayanan Bea Cukai Morowali Rubiyantara memberikan apresiasi positif kepada pihak perusahaan yang telah melakukan ekspor perdana pengiriman feronikel.

”Dari sekitar Rp 206 miliar target penerimaan yang diberikan kepada Bea Cukai Morowali, yang menaungi tiga Kabupaten, yakni meliputi Morowali, Poso dan Morut, melebihi dari target, hingga mencapai Rp 679 miliar atau meningkat hingga 300%. Untuk itu investasi PT GNI tetap harus kita suport secara positif, dengan tetap mengedepankan fungsi pengawasan yang melekat di dalamnya,” ungkap Rubiyantara.

Sumber: industri.kontan.co.id

 

Selengkapnya
Gunbuster Nickel Industry Catat Sejarah dengan Ekspor Perdana 13.650 Ton Produk Olahan Nikel
« First Previous page 13 of 36 Next Last »