Lembaga sertifikasi profesi

Evaluasi Sertifikasi Kompetensi Lulusan IPDN 2020–2022: Peluang, Tantangan, dan Rekomendasi Perbaikan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 04 Juli 2025


Sertifikasi Kompetensi, Kunci Daya Saing SDM Pemerintahan

Di tengah tuntutan era globalisasi dan birokrasi modern, kualitas sumber daya manusia (SDM) aparatur menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan reformasi birokrasi di Indonesia. Sertifikasi kompetensi bagi lulusan perguruan tinggi, termasuk lulusan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), menjadi instrumen penting untuk memastikan bahwa calon aparatur negara memiliki standar keahlian yang terukur dan diakui secara nasional. Namun, bagaimana realitas pelaksanaan sertifikasi kompetensi di IPDN selama tiga tahun terakhir? Apakah sudah memenuhi harapan dan standar nasional?

Artikel ini membedah hasil penelitian Eskandar (2023) tentang evaluasi pelaksanaan sertifikasi kompetensi bagi calon lulusan IPDN tahun 2020–2022. Dengan pendekatan model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product), artikel ini akan mengupas data, fakta, studi kasus, serta memberikan analisis kritis dan rekomendasi agar sertifikasi kompetensi benar-benar menjadi nilai tambah bagi lulusan IPDN dan stakeholder.

Mengapa Sertifikasi Kompetensi Penting bagi Lulusan IPDN?

Sertifikasi kompetensi kini menjadi kebutuhan mendesak dalam dunia kerja, baik di sektor swasta maupun pemerintahan. Pemerintah Indonesia melalui RPJMN 2020–2024 menargetkan peningkatan kualitas SDM, salah satunya dengan memperluas cakupan sertifikasi. Di sektor pemerintahan, sertifikasi kompetensi bukan hanya sekadar formalitas, tetapi juga bukti tertulis keahlian yang mempercepat proses penempatan kerja dan meningkatkan profesionalisme ASN.

Bagi IPDN, lembaga yang menjadi kawah candradimuka calon birokrat, sertifikasi kompetensi diharapkan menjadi pelengkap ijazah sekaligus pengakuan atas keahlian spesifik lulusan sesuai Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).

Studi Kasus: Implementasi Sertifikasi Kompetensi di IPDN 2020–2022

Latar Belakang dan Metodologi

Penelitian Eskandar menggunakan model evaluasi CIPP yang menilai empat aspek utama:

  1. Context (konteks): Kesesuaian tujuan, kebijakan, dan lingkungan pelaksanaan.
  2. Input (masukan): Ketersediaan sumber daya seperti asesor, waktu, dan anggaran.
  3. Process (proses): Kesesuaian pelaksanaan dengan standar nasional.
  4. Product (produk): Hasil akhir, kepuasan peserta, dan pengakuan stakeholder.

Data dikumpulkan dari 50 responden yang terdiri dari asesor, peserta, panitia, dan bagian perencanaan melalui angket, wawancara, dan dokumentasi.

Fakta dan Angka: Hasil Sertifikasi Kompetensi

Selama tiga tahun (2020–2022), jumlah peserta uji kompetensi di IPDN meningkat signifikan. Pada tahun 2020, ada 419 peserta yang seluruhnya dinyatakan kompeten. Namun, pada tahun 2021, jumlah peserta melonjak menjadi 1.531 orang, dengan tingkat kelulusan hanya sekitar 60%. Tahun 2022, peserta bertambah menjadi 1.993 orang, dan tingkat kelulusan naik menjadi sekitar 86%.

Dari sisi biaya, rata-rata anggaran per peserta di IPDN jauh di bawah standar nasional. Pada tahun 2020, anggaran per peserta sekitar Rp981 ribu, tahun 2021 turun menjadi sekitar Rp555 ribu, dan tahun 2022 naik sedikit menjadi sekitar Rp607 ribu. Padahal, standar biaya sertifikasi BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) berkisar antara Rp1,5 juta hingga Rp4 juta per peserta.

Bidang uji kompetensi yang diujikan meliputi berbagai program studi di tiga fakultas utama IPDN, seperti Manajemen Pemerintahan, Politik Pemerintahan, dan Perlindungan Masyarakat. Namun, pelaksanaan uji kompetensi ini masih dilakukan secara mandiri oleh IPDN tanpa akreditasi dari BNSP.

Analisis Model CIPP: Kekuatan dan Kelemahan Implementasi

Context: Tujuan dan Kebijakan Sudah Tepat

Dari sisi konteks, tujuan pelaksanaan sertifikasi kompetensi di IPDN sudah sangat relevan dengan kebutuhan nasional dan stakeholder. Kebijakan internal IPDN juga mendukung sertifikasi sebagai indikator kinerja dan peningkatan kualitas lulusan. Namun, tujuan baik ini belum sepenuhnya didukung oleh pelaksanaan di lapangan.

Input: Sumber Daya dan Anggaran Masih Lemah

Ketersediaan asesor menjadi masalah utama. Mayoritas asesor berasal dari internal IPDN dan belum memiliki lisensi BNSP. Anggaran yang tersedia juga jauh di bawah standar nasional, sehingga berdampak pada kualitas pelaksanaan uji kompetensi. Waktu pelaksanaan dinilai sudah tepat, yakni menjelang kelulusan, namun keterbatasan SDM dan dana menjadi kendala utama.

Process: Proses Belum Terstandar Nasional

Proses pelaksanaan uji kompetensi di IPDN belum mengikuti standar BNSP. Materi uji disusun oleh asesor internal dan eksternal, namun belum terakreditasi BNSP. Proses penilaian juga belum menggunakan perangkat dan standar nasional. Sistem penilaian dinilai belum transparan dan belum sepenuhnya memenuhi harapan peserta.

Product: Hasil Tidak Diakui Secara Nasional

Sertifikat kompetensi yang diterbitkan IPDN tidak diakui secara nasional karena tidak melalui BNSP. Akibatnya, sertifikat tersebut tidak memiliki nilai tambah di pasar kerja. Stakeholder menilai sertifikat ini kurang relevan dan tidak membedakan kompetensi spesifik lulusan. Peserta pun merasa upaya mengikuti uji kompetensi tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh.

Studi Kasus: Suara Peserta dan Stakeholder

Salah satu peserta uji kompetensi tahun 2022, Avin, mengungkapkan kekecewaannya:
“Saya kira ikut uji kompetensi ini untuk dapat sertifikat yang diakui BNSP, ternyata tidak. Jadi sia-sia capek ujian, sertifikatnya tidak ada artinya.”

Dari sisi pengguna lulusan, seorang pejabat instansi daerah menyatakan:
“Lulusan IPDN kurang menonjol kompetensi spesifik sesuai program studi. Sertifikat kompetensi yang ada tidak membantu kami mengenali keahlian mereka.”

Perbandingan dengan Praktik Terbaik Nasional

Jika dibandingkan dengan SMK dan politeknik, uji kompetensi di lembaga tersebut sudah dilakukan oleh LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) terlisensi BNSP. Sertifikat yang dihasilkan diakui secara nasional dan menjadi syarat utama penempatan kerja. Di sektor pariwisata, sertifikasi BNSP bahkan menjadi standar industri dan meningkatkan daya saing tenaga kerja. Sementara di IPDN, sertifikasi masih bersifat internal dan belum memenuhi standar nasional.

Kritik dan Opini: Mengapa IPDN Perlu Berbenah?

Kelemahan utama pelaksanaan sertifikasi kompetensi di IPDN terletak pada legalitas, kualitas sertifikat, keterbatasan anggaran, dan SDM asesor. Tidak adanya koordinasi dengan BNSP membuat sertifikat yang diterbitkan tidak memiliki kekuatan hukum nasional. Kualitas sertifikat pun diragukan, karena tidak diakui di luar lingkungan internal IPDN. Anggaran yang minim berdampak pada kualitas pelaksanaan uji, dan mayoritas asesor belum bersertifikat BNSP, sehingga validitas penilaian juga dipertanyakan.

Dampak jangka panjangnya, lulusan IPDN berpotensi kalah bersaing dengan lulusan perguruan tinggi lain yang sudah memiliki sertifikat kompetensi BNSP. Stakeholder pun kesulitan menilai keahlian spesifik lulusan, yang pada akhirnya mempengaruhi penempatan kerja dan pengembangan karier mereka.

Rekomendasi dan Solusi

  1. Segera Bentuk LSP Internal IPDN
    IPDN perlu membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) sendiri yang terakreditasi BNSP. Dengan LSP internal, pelaksanaan uji kompetensi akan diakui secara nasional dan memberikan nilai tambah bagi lulusan.
  2. Tingkatkan Kompetensi dan Jumlah Asesor
    Asesor harus mengikuti pelatihan dan sertifikasi BNSP agar penilaian lebih objektif dan diakui. Kolaborasi dengan LSP eksternal bisa menjadi solusi sementara.
  3. Penyesuaian Anggaran
    IPDN perlu menyesuaikan anggaran pelaksanaan sertifikasi agar setara dengan standar nasional. Optimalisasi dana bisa dilakukan melalui efisiensi dan prioritas pada program strategis.
  4. Sistem Seleksi Transparan
    Hingga LSP internal terbentuk, pelaksanaan sertifikasi bisa dilakukan melalui seleksi terbuka dan transparan, sehingga hanya peserta terbaik yang mengikuti uji kompetensi.
  5. Kolaborasi dengan Industri dan Stakeholder
    Libatkan instansi pengguna lulusan dalam penyusunan materi uji dan penilaian, agar sertifikasi lebih relevan dengan kebutuhan dunia kerja.

Hubungan dengan Tren Industri dan Kebijakan Nasional

Transformasi ASN menuju jabatan fungsional berbasis keahlian menuntut adanya sertifikasi kompetensi yang diakui nasional. Digitalisasi dan adaptasi global juga menuntut lulusan yang memiliki sertifikat kompetensi nasional maupun internasional. Kebijakan Merdeka Belajar–Kampus Merdeka mendorong kolaborasi antara kampus, industri, dan lembaga sertifikasi untuk menghasilkan lulusan siap kerja.

Kesimpulan: Jalan Panjang Menuju Sertifikasi Kompetensi yang Diakui

Evaluasi pelaksanaan sertifikasi kompetensi di IPDN tahun 2020–2022 menunjukkan bahwa meski tujuan dan kebijakan sudah tepat, pelaksanaan di lapangan masih jauh dari standar nasional. Keterbatasan anggaran, SDM asesor, dan absennya akreditasi BNSP menjadi hambatan utama. Tanpa perbaikan mendasar, sertifikasi kompetensi di IPDN berisiko menjadi formalitas tanpa nilai tambah nyata bagi lulusan dan stakeholder.

Langkah strategis seperti pembentukan LSP internal, peningkatan kompetensi asesor, penyesuaian anggaran, dan kolaborasi dengan industri mutlak diperlukan agar sertifikasi kompetensi benar-benar menjadi instrumen peningkatan kualitas SDM aparatur yang diakui dan dibutuhkan di era persaingan global.

Sumber artikel asli:
Eskandar. (2023). Evaluation of Competence Certification for The Prospective Graduates of Institut Pemerintahan Dalam Negeri Year 2020-2022. Jurnal MSDA (Manajemen Sumber Daya Aparatur), Vol 11, No. 1, 2023, pp. 101-129.

Selengkapnya
Evaluasi Sertifikasi Kompetensi Lulusan IPDN 2020–2022: Peluang, Tantangan, dan Rekomendasi Perbaikan

Lembaga sertifikasi profesi

Pengertian Lembaga Sertifikasi Profesi

Dipublikasikan oleh Admin pada 26 November 2022


Lembaga sertifikasi profesi maupun LSP ialah lembaga yang melaksanakan aktivitas pengujian dan pemberian sertifikasi profesi. Artinya, kemampuan yang Kalian miliki hendak diakui dan mendapatkan lisensi resmi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi maupun lebih dikenal dengan singkatan BNSP.

Terdapat pula, lisensi tersebut hendak diberikan BNSP sehabis suatu lembaga berhasil melewati proses akreditasi. Sehabis itu, LSP tersebut hendak dinyatakan telah memenuhi syarat sebagai lembaga resmi yang mewadahi kegiatan sertifikasi profesi buat masyarakat.

Karena yakni organisasi tingkatan nasional yang terletak di wilayah Republik Indonesia, sampai sudah sewajarnya apabila LSP boleh membuka cabang lain di seluruh Indonesia.
 

Setelah itu, apa saja sebetulnya tugas dan guna dari LSP? LSP jadi sertifikator yang hendak memberikan sertifikat profesi. Terdapat pula tugas LSP, antara lain:

Merancang dan membuat materi uji kompetensi.

Sajikan asesor maupun tenaga penguji.

Melaksanakan asesmen.
Bersumber pada KKNI, mereka hendak menyusun kualifikasi.

Mempertahankan kinerja TUK dan asesor.

Menetapkan mekanisme uji kompetensi beserta durasi waktunya.

Sumber: kompasiana.com

 

Selengkapnya
Pengertian Lembaga Sertifikasi Profesi

Lembaga sertifikasi profesi

LSP P1, P2, dan P3 Bukan Gradasi!

Dipublikasikan oleh Admin pada 26 November 2022


Tantangan dunia ketenagakerjaan Indonesia saat ini, masih diwarnai oleh ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan tenaga kerja terampil (skill mismatch), serta perkembangan teknologi digital dan otomasi yang menimbulkan disrupsi yang menciptakan permintaan bidang tenaga kerja yang baru (Industry 4.0). Hal ini juga masih diikuti dengan potensi peningkatan persaingan yang dipicu oleh bonus demografi serta pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Dalam menghadapi peluang dan ancaman tersebut, pemerintah Indonesia meluncurkan program SDM Unggul Indonesia Maju untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Hasil program ini diharapkan dapat menjamin sumber daya manusia yang memiliki skill dan mampu beradaptasi terhadap perkembangan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan industry (link & match) yang diakui dengan proses sertifikasi kompetensi.

Pelaksanaan sistem sertifikasi kompetensi kerja di Indonesia dilakukan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2018. Dalam melaksanakan fungsi sebagai pelaksana dan pengembang sistem sertifikasi kompetensi kerja, BNSP dapat memberikan lisensi kepada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang memenuhi persyaratan untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja.

Klasifikasi Lembaga Sertifikasi Profesi

Dalam PBNSP 202, disebutkan bahwa BNSP mengklasifikasi jenis LSP menjadi LSP pihak kesatu (P1), LSP pihak kedua (P2), dan LSP pihak ketiga (P3). Klasifikasi atau pengelompokkan ini bukan menjadi acuan peringkat maupun level yang menyatakan salah satu lebih baik dari yang lainnya. Perbedaan dari jenis LSP ini hanya didasarkan pada badan atau lembaga yang membentuknya dan sasaran sertifikasinya

Bagi LSP pihak ketiga, ruang lingkup lisensi mengacu kepada sektor atau profesi. tujuan melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja untuk sektor dan atau profesi tertentu sesuai ruang lingkup yang diberikan oleh BNSP

Bagi LSP pihak kesatu dan pihak kedua, ruang lingkup lisensi mengacu kepada lingkup organisasi induknya. Perbedaanya hanyalah dari tujuan utamanya. LSP P2 melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja terhadap sumber daya manusia lembaga induknya, sumber daya manusia dari pemasoknya dan /atau sumber daya manusia dari jejaring kerjanya. Sementara LSP P1 lembaga pendidikan dan /atau pelatihan tujuan utama melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja terhadap peserta pendidikan/pelatihan berbasis kompetensi dan /atau sumber daya manusia dari jejaring kerja lembaga induknya.

Kesempatan Bagi LSP P1

Meskipun klasifikasi P1, P2, dan P3 tersebut bukan merupakan acuan pemeringkatan LSP, tetapi dari perbedaan tersebut LSP P1 (terutama pihak pertama lembaga pendidikan dan /atau pelatihan) memiliki beberapa poin penting:

  1. LSP P1 merupakan jenis LSP yang paling banyak jumlahnya. Berdasarkan data BNSP per Juni 2022, jumlah LSP P1 mencapai 1.509 LSP (76,8%). Jauh lebih banyak dibandingkan LSP P2 yang hanya 99 (5%) dan LSP P3 sebanyak 357 LSP (18,2%). Artinya jejaring LSP P1 memiliki potensi pengembangan dan kerjasama yang luas untuk peningkatan kompetensi sumber daya manusia.
  2. Ruang lingkup lisensi mengacu kepada lingkup organisasi induknya. Artinya kesempatan lembaga pendidikan /pelatihan mengembangkan skema sertifikasi yang dibutuhkan oleh dunia usaha / dunia industri hanya dibatasi oleh ruang lingkup yang dimiliki oleh induk dari LSP tersebut, tanpa harus mendirikan LSP sendiri untuk masing – masing sektor/profesi. Tentu ini
  3. Kesempatan penyesuaian kurikulum dengan permintaan dari industri dapat membantu institusi pendidikan maupun pelatihan untuk membuat profil lulusan yang jelas serta sesuai dengan kebutuhan industri. Maka kedua belah pihak akan diuntungkan dengan terserapnya hasil pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan industri atau pengguna lulusan. Tentu LSP P1 lebih sesuai untuk pendidikan vokasi atau pendidikan berbasis keahlian maupun kualifikasi.

Jadi, apakah Anda masih berpikir bahwa LSP P3 lebih baik, maupun LSP P1 kurang baik dari jenis LSP lainnya? Sekali lagi tidak adanya bukti yang menunjukkan kesenjangan dari masing – masing klasifikasi LSP. Yang terbaik adalah bahwa setiap lembaga pendidikan, pelatihan, maupun profesi yang sudah memiliki LSP, hendaknya memaksimalkan potensi LSP yang dimiliki demi pengembangan organisasi dan institusi yang lebih baik, karena LSP P1, P2, dan P3 bukan gradasi!

Penulis:

1. Adhi Nugraha, S.T., MBA, Dosen Teknik Industri dan Manajer Sertifikasi & Standarisasi Lembaga Sertifikasi Profesi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Nawang Sulistyani, M.Pd, Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar dan Manajer Administrasi & Keuangan Lembaga Sertifikasi Profesi Universitas Muhammadiyah Malang

Sumber: lsp.umm.ac.id

 

Selengkapnya
LSP P1, P2, dan P3 Bukan Gradasi!

Lembaga sertifikasi profesi

Lembaga Sertifikasi Profesi Terdaftar di OJK

Dipublikasikan oleh Admin pada 26 November 2022


Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.02/2021 tentang Penatalaksanaan Lembaga Sertifikasi Profesi di Sektor Jasa Keuangan, Pasal 10 ayat (2), Otoritas Jasa Keuangan dapat mengumumkan nama LSP yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan.

Hingga tanggal 15 Agustus 2022, OJK telah memberikan Surat Tanda Terdaftar kepada 8 (delapan) LSP yaitu:

  1. Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal Indonesia (LSPPMI);
  2. Lembaga Sertifikasi Profesi Majelis Ulama Indonesia (LSP MUI);
  3. Lembaga Sertifikasi Profesi Perbankan (LSPP);
  4. Lembaga Sertifikasi Profesi Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (LSP BSMR);
  5. Lembaga Sertifikasi Profesi Keuangan Syariah (LSP KS);
  6. Lembaga Sertifikasi Profesi Penjaminan;
  7. Lembaga Sertifikasi Profesi Perasuransian Syariah; dan
  8. Lembaga Sertifikasi Profesi Pembiayaan Indonesia (LSPPI).

 

Nomor: STTD.LSP-01/MS.7/2021

Nama: Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal Indonesia (LSPPMI)

Sektor: Pasar Modal

SK: KEP.1476/BNSP/IX/2020

Nomor: STTD.LSP-02/MS.7/2021

Nama: Lembaga Sertifikasi Profesi Majelis Ulama Indonesia (LSP MUI)

Sektor: Pasar Modal

SK: KEP.0707/BNSP/IV/2021

Nomor: STTD.LSP-03/MS.7/2021

Nama: Lembaga Sertifikasi Profesi Perbankan (LSPP)

Sektor:Perbankan

SK: KEP.2086/BNSP/XII/2020

Nomor: STTD.LSP-04/MS.7/2021

Nama: Lembaga Sertifikasi Profesi Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (LSP BSMR)

Sektor: Perbankan

SK: KEP.1346/BNSP/VII/2021

Nomor: STTD.LSP-01/MS.7/2022

Nama: Lembaga Sertifikasi Profesi Keuangan Syariah (LSP KS)

Sektor: Perbankan

SK: KEP.1182/BNSP/VI/2021

Nomor: STTD.LSP-02/MS.7/2022

Nama: Lembaga Sertifikasi Profesi Penjaminan

Sektor: IKNB

SK: KEP.2708/BNSP/XII/2021

Nomor: STTD.LSP-03/MS.7/2022

Nama: Lembaga Sertifikasi Profesi Perasuransian Syariah

Sektor: IKNB

SK: KEP.0249/BNSP/I/2022

Nomor: STTD.LSP-04/MS.7/2022

Nama: Lembaga Sertifikasi Profesi Pembiayaan Indonesia

Sektor: IKNB

SK: KEP.1204/BNSP/VI/2022

Selengkapnya
Lembaga Sertifikasi Profesi Terdaftar di OJK

Lembaga sertifikasi profesi

LSP INFINDO

Dipublikasikan oleh Admin pada 26 November 2022


LSP INFINDO adalah Lembaga Sertifikasi Profesi Informatika Indonesia yang memiliki wewenang untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi profesi berlisensi BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) berdomisili di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Indonesia.[1]

Tugas dan Fungsi

LSP INFINDO sebagai lembaga sertifikasi memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut.

  1. Membuat materi uji kompetensi.
  2. Menyediakan tenaga penguji (Asesor).
  3. Melakukan Asesmen.
  4. Menyusun kualifikasi dengan mengacu kepada KKNI.
  5. Menjaga kinerja asesor dan TUK.
  6. Membuat materi uji kompetensi.
  7. Pengembangan skema sertifikasi.[2]

Uji Kompetensi dan Sertifikasi Kompetensi

Sertifikat kompetensi merupakan satu hal yang wajib dimiliki oleh setiap calon pekerja, mahasiswa perguruan tinggi vokasi atau politeknik saat memasuk ke dunia industri. Program sertifikasi kompetensi merupakan bagian dari program revitalisasi pendidikan tinggi vokasi Kemenristekdikti yang diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas dan memiliki daya saing sebagaimana amanah Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dengan sertifikat kompetensi, minimal satu sertifikat, maka calon pekerja menjadi lebih mudah dalam mendapatkan pekerjaan karena sudah diuji dan sudah bisa membuktikan telah memiliki kompetensi yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja dan industri.[3]

Untuk mendapatkan sertifikasi kompetensi yang diakui dan terstandardisasi, maka seseorang perlu mengikuti serangkaian uji kompetensi dan lulus uji kompetensi tersebut sesuai skema yang dipilih di Tempat Ujian Kompetensi (TUK).

Kegiatan

Lembaga Sertifikasi Profesi Informatika Indonesia (LSP Infindo) menggelar uji kompetensi bidang informatika pada tanggal 9-10 Juni 2017 yang diikuti oleh 131 peserta didik dari Lembaga Pelatihan Kerja ELTIBIZ. Adapun skema sertifikasi yang diambil adalah Office Application (OA) yang merupakan skema utama yang dibutuhkan semua tenaga administrasi perkantoran yang menggunakan Aplikasi Perkantoran dalam pekerjaannya sehari-hari.[5]

Uji kompetensi bidang informatika untuk pertamakalinya di Palangka Raya, Kalimantan Tengah berhasil dilaksanakan oleh LSP INFINDO Palangka  Raya. Ujian tersebut dilaksanakan pada tanggal 22 hingga 24 Agustus 2017 dan diikuti oleh 75 peserta dengan latar belakang lulusan SMK, D1, D2 dan D3.  Acara dibuka oleh Kepala Pusat Pengembangan Literasi dan Profesi SDM Informatika Kementerian Kominfo Dr Ir Hedi M Idris MSc.[6]

Sumber: wikipedia.org

Selengkapnya
LSP INFINDO

Lembaga sertifikasi profesi

LSP Teknologi Informasi dan Telekomunikasi Indonesia

Dipublikasikan oleh Admin pada 26 November 2022


Profil LSP TIK Indonesia

LSP Teknologi Informasi dan Telekomunikasi Indonesia, disebut juga Lembaga Sertifikasi Profesi Teknologi Informasi dan Telekomunikasi Indonesia atau LSP TIK, adalah sebuah lembaga pemberi sertifikasi bagi pekerja atau ahli di bidang teknologi informasi dan telekomunikasi di Indonesia.[1] Tujuan utama dari LSP TIK adalah membangun tenaga kerja yang kompeten di bidang teknologi informasi dan telekomunikasi di tingkat nasional maupun internasional.[1]

LSP adalah lembaga pelaksana kegiatan sertifikasi kompetensi profesi yang mendapatkan lisensi dari BNSP setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja.

Lembaga Sertifikasi Profesi Teknologi Informasi dan Telekomunikasi Indonesia (LSP TIK Indonesia) didirikan pada tanggal 1 Mei 2007, dan mendapatkan Lisensi Badan Nasional Sertifikasi Profesi ( BNSP ) sejak tahun 2007 sebagai pelaksana kegiatan sertifikasi kompetensi di Indonesia.

Sebagai lembaga yang mandiri, LSP TIK Indonesia memiliki sejarah panjang dan kontribusi dalam penerapan sistem sertifikasi nasional, diantaranya pembuatan materi uji kompetensi, pelatihan dan penyediaan assessor kompetensi, pelaksanaan uji kompetensi, dan menyusun skema kualifikasi yang mengacu pada SKKNI (Stadar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia)

Sejarah

Didirikan pada tanggal 1 Mei 2007, lembaga ini telah mendapatkan pengakuan dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dengan nomor surat keputusan BNSP nomor 19/BNSP/VII/2007.[2] Dengan demikian, LSP TIK mendapatkan wewenang untuk menilai kompetensi profesional di bidang telematika.[2]

Selama 10 tahun melaksanakan sertifikasi profesi di Indonesia, LSP TIK INDONESIA telah mencatatkan diri sebagai lembaga sertifikasi yang handal dan terpercaya. 34 Provinsi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia telah terlayani kegiatan sertifikasi bidang Komunikasi dan Informatika. Dengan kekuatan 87 asesor kompetensi dan 41 Skema Sertifikasi, LSP TIK Indonesia telah mensertifikasi lebih dari 25.000 peserta uji, dengan hasil 21.866 peserta berhasil memperoleh sertifikat kompetensi BNSP.

Metode Sertifikasi

LSP TIK melakukan standardisasi kompetensi keahlian seseorang berdasarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang merupakan acuan dasar penilaian kompetensi profesi seseorang.[2] Kompetensi profesi tersebut yakni pengetahuan, keterampilan, keahlian, dan sikap.[2] Seseorang yang telah dinyatakan kompeten harus rutin memberikan laporan kepada LSP TIK minimal satu tahun satu kali agar kualitas profesionalismenya tetap diakui oleh LSP TIK dan BNSP.[2]

Kompetensi kerja di bidang telematika yang ditangani oleh LSP TIK terbagi menjadi:[3]

  1. SOFTWARE DEVELOPMENT
  2. COMPUTER TECHNICAL SUPPORT
  3. DATA MANAGEMENT SYSTEM
  4. DESAIN GRAFIS DAN DKV
  5. FOTOGRAFI
  6. INTEGRATION APPLICATION SYSTEM
  7. IT ENTERPRISE ARCHITECTURE
  8. IT MOBILITY AND INTERNET OF THINGS
  9. IT PROJECT MANAGEMENT
  10. IT SECURITY AND COMPLIANCE
  11. IT SERVICES MANAGEMENT SYSTEM
  12. MULTIMEDIA
  13. NETWORK AND INFRASTUCTURE
  14. OPERATOR KOMPUTER
  15. PEMBUATAN ANIMASI
  16. PENERBITAN
  17. PENGELOLAAN PUSAT DATA

Lisensi BNSP

Lisensi LSP TIK Indonesia dengan Nomer: BNSP-LSP-018-ID

Adapun Perpanjangan Lisensi telah dilakukan selama 3 kali:

Kep.No. 19/BNSP/VII/2007

Kep.No. 32/BNSP/VII/2011

Kep.No. 071/BNSP/I/2015 [4]

KEP.No 0318/BNSP/III/2018

Kerjasama

LSP TIK INDONESIA mendapat kepercayaan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia) untuk melaksanakan Uji Kompetensi bagi calon tenaga kerja bidang IT di Indonesia sekaligus mensosialisasikan SKKNI bidang TIK. Kerjasama dengan Kementerian Ketenaga Kerjaan Republik Indonesia melalui pelaksanaan Uji kompetensi terhadap peserta pelatihan maupun masyarakat umum di TUK Balai Latihan Kerja Industri (Vocational Training Center of Industry) baik di pulau Jawa maupun luar Jawa.

Kerjasama dengan beberapa pemerintah daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Khusus kerjasama dengan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur, LSP TIK Indonesia juga melaksanakan Uji Kompetensi untuk mensukseskan program Jatim Kompeten.

Kerjasama juga diwujudkan dalam pembentukan TUK di Beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) maupun beberapa Unit Pelaksana Teknis Pelatihan Kerja (UPT PK) di Jawa Timur. LSP-TIK INDONESIA juga telah menjalin kerjasama lain dengan banyak perusahaan swasta nasional, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Perguruan Tinggi di berbagai daerah di Indonesia.

Sumber: wikipedia.org

Selengkapnya
LSP Teknologi Informasi dan Telekomunikasi Indonesia
page 1 of 2 Next Last »