Lembaga sertifikasi profesi
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 04 Juli 2025
Sertifikasi Kompetensi, Kunci Daya Saing SDM Pemerintahan
Di tengah tuntutan era globalisasi dan birokrasi modern, kualitas sumber daya manusia (SDM) aparatur menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan reformasi birokrasi di Indonesia. Sertifikasi kompetensi bagi lulusan perguruan tinggi, termasuk lulusan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), menjadi instrumen penting untuk memastikan bahwa calon aparatur negara memiliki standar keahlian yang terukur dan diakui secara nasional. Namun, bagaimana realitas pelaksanaan sertifikasi kompetensi di IPDN selama tiga tahun terakhir? Apakah sudah memenuhi harapan dan standar nasional?
Artikel ini membedah hasil penelitian Eskandar (2023) tentang evaluasi pelaksanaan sertifikasi kompetensi bagi calon lulusan IPDN tahun 2020–2022. Dengan pendekatan model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product), artikel ini akan mengupas data, fakta, studi kasus, serta memberikan analisis kritis dan rekomendasi agar sertifikasi kompetensi benar-benar menjadi nilai tambah bagi lulusan IPDN dan stakeholder.
Mengapa Sertifikasi Kompetensi Penting bagi Lulusan IPDN?
Sertifikasi kompetensi kini menjadi kebutuhan mendesak dalam dunia kerja, baik di sektor swasta maupun pemerintahan. Pemerintah Indonesia melalui RPJMN 2020–2024 menargetkan peningkatan kualitas SDM, salah satunya dengan memperluas cakupan sertifikasi. Di sektor pemerintahan, sertifikasi kompetensi bukan hanya sekadar formalitas, tetapi juga bukti tertulis keahlian yang mempercepat proses penempatan kerja dan meningkatkan profesionalisme ASN.
Bagi IPDN, lembaga yang menjadi kawah candradimuka calon birokrat, sertifikasi kompetensi diharapkan menjadi pelengkap ijazah sekaligus pengakuan atas keahlian spesifik lulusan sesuai Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).
Studi Kasus: Implementasi Sertifikasi Kompetensi di IPDN 2020–2022
Latar Belakang dan Metodologi
Penelitian Eskandar menggunakan model evaluasi CIPP yang menilai empat aspek utama:
Data dikumpulkan dari 50 responden yang terdiri dari asesor, peserta, panitia, dan bagian perencanaan melalui angket, wawancara, dan dokumentasi.
Fakta dan Angka: Hasil Sertifikasi Kompetensi
Selama tiga tahun (2020–2022), jumlah peserta uji kompetensi di IPDN meningkat signifikan. Pada tahun 2020, ada 419 peserta yang seluruhnya dinyatakan kompeten. Namun, pada tahun 2021, jumlah peserta melonjak menjadi 1.531 orang, dengan tingkat kelulusan hanya sekitar 60%. Tahun 2022, peserta bertambah menjadi 1.993 orang, dan tingkat kelulusan naik menjadi sekitar 86%.
Dari sisi biaya, rata-rata anggaran per peserta di IPDN jauh di bawah standar nasional. Pada tahun 2020, anggaran per peserta sekitar Rp981 ribu, tahun 2021 turun menjadi sekitar Rp555 ribu, dan tahun 2022 naik sedikit menjadi sekitar Rp607 ribu. Padahal, standar biaya sertifikasi BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) berkisar antara Rp1,5 juta hingga Rp4 juta per peserta.
Bidang uji kompetensi yang diujikan meliputi berbagai program studi di tiga fakultas utama IPDN, seperti Manajemen Pemerintahan, Politik Pemerintahan, dan Perlindungan Masyarakat. Namun, pelaksanaan uji kompetensi ini masih dilakukan secara mandiri oleh IPDN tanpa akreditasi dari BNSP.
Analisis Model CIPP: Kekuatan dan Kelemahan Implementasi
Context: Tujuan dan Kebijakan Sudah Tepat
Dari sisi konteks, tujuan pelaksanaan sertifikasi kompetensi di IPDN sudah sangat relevan dengan kebutuhan nasional dan stakeholder. Kebijakan internal IPDN juga mendukung sertifikasi sebagai indikator kinerja dan peningkatan kualitas lulusan. Namun, tujuan baik ini belum sepenuhnya didukung oleh pelaksanaan di lapangan.
Input: Sumber Daya dan Anggaran Masih Lemah
Ketersediaan asesor menjadi masalah utama. Mayoritas asesor berasal dari internal IPDN dan belum memiliki lisensi BNSP. Anggaran yang tersedia juga jauh di bawah standar nasional, sehingga berdampak pada kualitas pelaksanaan uji kompetensi. Waktu pelaksanaan dinilai sudah tepat, yakni menjelang kelulusan, namun keterbatasan SDM dan dana menjadi kendala utama.
Process: Proses Belum Terstandar Nasional
Proses pelaksanaan uji kompetensi di IPDN belum mengikuti standar BNSP. Materi uji disusun oleh asesor internal dan eksternal, namun belum terakreditasi BNSP. Proses penilaian juga belum menggunakan perangkat dan standar nasional. Sistem penilaian dinilai belum transparan dan belum sepenuhnya memenuhi harapan peserta.
Product: Hasil Tidak Diakui Secara Nasional
Sertifikat kompetensi yang diterbitkan IPDN tidak diakui secara nasional karena tidak melalui BNSP. Akibatnya, sertifikat tersebut tidak memiliki nilai tambah di pasar kerja. Stakeholder menilai sertifikat ini kurang relevan dan tidak membedakan kompetensi spesifik lulusan. Peserta pun merasa upaya mengikuti uji kompetensi tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh.
Studi Kasus: Suara Peserta dan Stakeholder
Salah satu peserta uji kompetensi tahun 2022, Avin, mengungkapkan kekecewaannya:
“Saya kira ikut uji kompetensi ini untuk dapat sertifikat yang diakui BNSP, ternyata tidak. Jadi sia-sia capek ujian, sertifikatnya tidak ada artinya.”
Dari sisi pengguna lulusan, seorang pejabat instansi daerah menyatakan:
“Lulusan IPDN kurang menonjol kompetensi spesifik sesuai program studi. Sertifikat kompetensi yang ada tidak membantu kami mengenali keahlian mereka.”
Perbandingan dengan Praktik Terbaik Nasional
Jika dibandingkan dengan SMK dan politeknik, uji kompetensi di lembaga tersebut sudah dilakukan oleh LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) terlisensi BNSP. Sertifikat yang dihasilkan diakui secara nasional dan menjadi syarat utama penempatan kerja. Di sektor pariwisata, sertifikasi BNSP bahkan menjadi standar industri dan meningkatkan daya saing tenaga kerja. Sementara di IPDN, sertifikasi masih bersifat internal dan belum memenuhi standar nasional.
Kritik dan Opini: Mengapa IPDN Perlu Berbenah?
Kelemahan utama pelaksanaan sertifikasi kompetensi di IPDN terletak pada legalitas, kualitas sertifikat, keterbatasan anggaran, dan SDM asesor. Tidak adanya koordinasi dengan BNSP membuat sertifikat yang diterbitkan tidak memiliki kekuatan hukum nasional. Kualitas sertifikat pun diragukan, karena tidak diakui di luar lingkungan internal IPDN. Anggaran yang minim berdampak pada kualitas pelaksanaan uji, dan mayoritas asesor belum bersertifikat BNSP, sehingga validitas penilaian juga dipertanyakan.
Dampak jangka panjangnya, lulusan IPDN berpotensi kalah bersaing dengan lulusan perguruan tinggi lain yang sudah memiliki sertifikat kompetensi BNSP. Stakeholder pun kesulitan menilai keahlian spesifik lulusan, yang pada akhirnya mempengaruhi penempatan kerja dan pengembangan karier mereka.
Rekomendasi dan Solusi
Hubungan dengan Tren Industri dan Kebijakan Nasional
Transformasi ASN menuju jabatan fungsional berbasis keahlian menuntut adanya sertifikasi kompetensi yang diakui nasional. Digitalisasi dan adaptasi global juga menuntut lulusan yang memiliki sertifikat kompetensi nasional maupun internasional. Kebijakan Merdeka Belajar–Kampus Merdeka mendorong kolaborasi antara kampus, industri, dan lembaga sertifikasi untuk menghasilkan lulusan siap kerja.
Kesimpulan: Jalan Panjang Menuju Sertifikasi Kompetensi yang Diakui
Evaluasi pelaksanaan sertifikasi kompetensi di IPDN tahun 2020–2022 menunjukkan bahwa meski tujuan dan kebijakan sudah tepat, pelaksanaan di lapangan masih jauh dari standar nasional. Keterbatasan anggaran, SDM asesor, dan absennya akreditasi BNSP menjadi hambatan utama. Tanpa perbaikan mendasar, sertifikasi kompetensi di IPDN berisiko menjadi formalitas tanpa nilai tambah nyata bagi lulusan dan stakeholder.
Langkah strategis seperti pembentukan LSP internal, peningkatan kompetensi asesor, penyesuaian anggaran, dan kolaborasi dengan industri mutlak diperlukan agar sertifikasi kompetensi benar-benar menjadi instrumen peningkatan kualitas SDM aparatur yang diakui dan dibutuhkan di era persaingan global.
Sumber artikel asli:
Eskandar. (2023). Evaluation of Competence Certification for The Prospective Graduates of Institut Pemerintahan Dalam Negeri Year 2020-2022. Jurnal MSDA (Manajemen Sumber Daya Aparatur), Vol 11, No. 1, 2023, pp. 101-129.
Lembaga sertifikasi profesi
Dipublikasikan oleh Admin pada 26 November 2022
Lembaga sertifikasi profesi maupun LSP ialah lembaga yang melaksanakan aktivitas pengujian dan pemberian sertifikasi profesi. Artinya, kemampuan yang Kalian miliki hendak diakui dan mendapatkan lisensi resmi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi maupun lebih dikenal dengan singkatan BNSP.
Terdapat pula, lisensi tersebut hendak diberikan BNSP sehabis suatu lembaga berhasil melewati proses akreditasi. Sehabis itu, LSP tersebut hendak dinyatakan telah memenuhi syarat sebagai lembaga resmi yang mewadahi kegiatan sertifikasi profesi buat masyarakat.
Karena yakni organisasi tingkatan nasional yang terletak di wilayah Republik Indonesia, sampai sudah sewajarnya apabila LSP boleh membuka cabang lain di seluruh Indonesia.
Setelah itu, apa saja sebetulnya tugas dan guna dari LSP? LSP jadi sertifikator yang hendak memberikan sertifikat profesi. Terdapat pula tugas LSP, antara lain:
Merancang dan membuat materi uji kompetensi.
Sajikan asesor maupun tenaga penguji.
Melaksanakan asesmen.
Bersumber pada KKNI, mereka hendak menyusun kualifikasi.
Mempertahankan kinerja TUK dan asesor.
Menetapkan mekanisme uji kompetensi beserta durasi waktunya.
Sumber: kompasiana.com
Lembaga sertifikasi profesi
Dipublikasikan oleh Admin pada 26 November 2022
Tantangan dunia ketenagakerjaan Indonesia saat ini, masih diwarnai oleh ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan tenaga kerja terampil (skill mismatch), serta perkembangan teknologi digital dan otomasi yang menimbulkan disrupsi yang menciptakan permintaan bidang tenaga kerja yang baru (Industry 4.0). Hal ini juga masih diikuti dengan potensi peningkatan persaingan yang dipicu oleh bonus demografi serta pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Dalam menghadapi peluang dan ancaman tersebut, pemerintah Indonesia meluncurkan program SDM Unggul Indonesia Maju untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Hasil program ini diharapkan dapat menjamin sumber daya manusia yang memiliki skill dan mampu beradaptasi terhadap perkembangan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan industry (link & match) yang diakui dengan proses sertifikasi kompetensi.
Pelaksanaan sistem sertifikasi kompetensi kerja di Indonesia dilakukan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2018. Dalam melaksanakan fungsi sebagai pelaksana dan pengembang sistem sertifikasi kompetensi kerja, BNSP dapat memberikan lisensi kepada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang memenuhi persyaratan untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja.
Klasifikasi Lembaga Sertifikasi Profesi
Dalam PBNSP 202, disebutkan bahwa BNSP mengklasifikasi jenis LSP menjadi LSP pihak kesatu (P1), LSP pihak kedua (P2), dan LSP pihak ketiga (P3). Klasifikasi atau pengelompokkan ini bukan menjadi acuan peringkat maupun level yang menyatakan salah satu lebih baik dari yang lainnya. Perbedaan dari jenis LSP ini hanya didasarkan pada badan atau lembaga yang membentuknya dan sasaran sertifikasinya
Bagi LSP pihak ketiga, ruang lingkup lisensi mengacu kepada sektor atau profesi. tujuan melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja untuk sektor dan atau profesi tertentu sesuai ruang lingkup yang diberikan oleh BNSP
Bagi LSP pihak kesatu dan pihak kedua, ruang lingkup lisensi mengacu kepada lingkup organisasi induknya. Perbedaanya hanyalah dari tujuan utamanya. LSP P2 melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja terhadap sumber daya manusia lembaga induknya, sumber daya manusia dari pemasoknya dan /atau sumber daya manusia dari jejaring kerjanya. Sementara LSP P1 lembaga pendidikan dan /atau pelatihan tujuan utama melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja terhadap peserta pendidikan/pelatihan berbasis kompetensi dan /atau sumber daya manusia dari jejaring kerja lembaga induknya.
Kesempatan Bagi LSP P1
Meskipun klasifikasi P1, P2, dan P3 tersebut bukan merupakan acuan pemeringkatan LSP, tetapi dari perbedaan tersebut LSP P1 (terutama pihak pertama lembaga pendidikan dan /atau pelatihan) memiliki beberapa poin penting:
Jadi, apakah Anda masih berpikir bahwa LSP P3 lebih baik, maupun LSP P1 kurang baik dari jenis LSP lainnya? Sekali lagi tidak adanya bukti yang menunjukkan kesenjangan dari masing – masing klasifikasi LSP. Yang terbaik adalah bahwa setiap lembaga pendidikan, pelatihan, maupun profesi yang sudah memiliki LSP, hendaknya memaksimalkan potensi LSP yang dimiliki demi pengembangan organisasi dan institusi yang lebih baik, karena LSP P1, P2, dan P3 bukan gradasi!
Penulis:
1. Adhi Nugraha, S.T., MBA, Dosen Teknik Industri dan Manajer Sertifikasi & Standarisasi Lembaga Sertifikasi Profesi Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Nawang Sulistyani, M.Pd, Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar dan Manajer Administrasi & Keuangan Lembaga Sertifikasi Profesi Universitas Muhammadiyah Malang
Sumber: lsp.umm.ac.id
Lembaga sertifikasi profesi
Dipublikasikan oleh Admin pada 26 November 2022
Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.02/2021 tentang Penatalaksanaan Lembaga Sertifikasi Profesi di Sektor Jasa Keuangan, Pasal 10 ayat (2), Otoritas Jasa Keuangan dapat mengumumkan nama LSP yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan.
Hingga tanggal 15 Agustus 2022, OJK telah memberikan Surat Tanda Terdaftar kepada 8 (delapan) LSP yaitu:
Nomor: STTD.LSP-01/MS.7/2021
Nama: Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal Indonesia (LSPPMI)
Sektor: Pasar Modal
SK: KEP.1476/BNSP/IX/2020
Nomor: STTD.LSP-02/MS.7/2021
Nama: Lembaga Sertifikasi Profesi Majelis Ulama Indonesia (LSP MUI)
Sektor: Pasar Modal
SK: KEP.0707/BNSP/IV/2021
Nomor: STTD.LSP-03/MS.7/2021
Nama: Lembaga Sertifikasi Profesi Perbankan (LSPP)
Sektor:Perbankan
SK: KEP.2086/BNSP/XII/2020
Nomor: STTD.LSP-04/MS.7/2021
Nama: Lembaga Sertifikasi Profesi Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (LSP BSMR)
Sektor: Perbankan
SK: KEP.1346/BNSP/VII/2021
Nomor: STTD.LSP-01/MS.7/2022
Nama: Lembaga Sertifikasi Profesi Keuangan Syariah (LSP KS)
Sektor: Perbankan
SK: KEP.1182/BNSP/VI/2021
Nomor: STTD.LSP-02/MS.7/2022
Nama: Lembaga Sertifikasi Profesi Penjaminan
Sektor: IKNB
SK: KEP.2708/BNSP/XII/2021
Nomor: STTD.LSP-03/MS.7/2022
Nama: Lembaga Sertifikasi Profesi Perasuransian Syariah
Sektor: IKNB
SK: KEP.0249/BNSP/I/2022
Nomor: STTD.LSP-04/MS.7/2022
Nama: Lembaga Sertifikasi Profesi Pembiayaan Indonesia
Sektor: IKNB
SK: KEP.1204/BNSP/VI/2022
Lembaga sertifikasi profesi
Dipublikasikan oleh Admin pada 26 November 2022
LSP INFINDO adalah Lembaga Sertifikasi Profesi Informatika Indonesia yang memiliki wewenang untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi profesi berlisensi BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) berdomisili di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Indonesia.[1]
Tugas dan Fungsi
LSP INFINDO sebagai lembaga sertifikasi memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut.
Uji Kompetensi dan Sertifikasi Kompetensi
Sertifikat kompetensi merupakan satu hal yang wajib dimiliki oleh setiap calon pekerja, mahasiswa perguruan tinggi vokasi atau politeknik saat memasuk ke dunia industri. Program sertifikasi kompetensi merupakan bagian dari program revitalisasi pendidikan tinggi vokasi Kemenristekdikti yang diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas dan memiliki daya saing sebagaimana amanah Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dengan sertifikat kompetensi, minimal satu sertifikat, maka calon pekerja menjadi lebih mudah dalam mendapatkan pekerjaan karena sudah diuji dan sudah bisa membuktikan telah memiliki kompetensi yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja dan industri.[3]
Untuk mendapatkan sertifikasi kompetensi yang diakui dan terstandardisasi, maka seseorang perlu mengikuti serangkaian uji kompetensi dan lulus uji kompetensi tersebut sesuai skema yang dipilih di Tempat Ujian Kompetensi (TUK).
Kegiatan
Lembaga Sertifikasi Profesi Informatika Indonesia (LSP Infindo) menggelar uji kompetensi bidang informatika pada tanggal 9-10 Juni 2017 yang diikuti oleh 131 peserta didik dari Lembaga Pelatihan Kerja ELTIBIZ. Adapun skema sertifikasi yang diambil adalah Office Application (OA) yang merupakan skema utama yang dibutuhkan semua tenaga administrasi perkantoran yang menggunakan Aplikasi Perkantoran dalam pekerjaannya sehari-hari.[5]
Uji kompetensi bidang informatika untuk pertamakalinya di Palangka Raya, Kalimantan Tengah berhasil dilaksanakan oleh LSP INFINDO Palangka Raya. Ujian tersebut dilaksanakan pada tanggal 22 hingga 24 Agustus 2017 dan diikuti oleh 75 peserta dengan latar belakang lulusan SMK, D1, D2 dan D3. Acara dibuka oleh Kepala Pusat Pengembangan Literasi dan Profesi SDM Informatika Kementerian Kominfo Dr Ir Hedi M Idris MSc.[6]
Sumber: wikipedia.org
Lembaga sertifikasi profesi
Dipublikasikan oleh Admin pada 26 November 2022
Profil LSP TIK Indonesia
LSP Teknologi Informasi dan Telekomunikasi Indonesia, disebut juga Lembaga Sertifikasi Profesi Teknologi Informasi dan Telekomunikasi Indonesia atau LSP TIK, adalah sebuah lembaga pemberi sertifikasi bagi pekerja atau ahli di bidang teknologi informasi dan telekomunikasi di Indonesia.[1] Tujuan utama dari LSP TIK adalah membangun tenaga kerja yang kompeten di bidang teknologi informasi dan telekomunikasi di tingkat nasional maupun internasional.[1]
LSP adalah lembaga pelaksana kegiatan sertifikasi kompetensi profesi yang mendapatkan lisensi dari BNSP setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja.
Lembaga Sertifikasi Profesi Teknologi Informasi dan Telekomunikasi Indonesia (LSP TIK Indonesia) didirikan pada tanggal 1 Mei 2007, dan mendapatkan Lisensi Badan Nasional Sertifikasi Profesi ( BNSP ) sejak tahun 2007 sebagai pelaksana kegiatan sertifikasi kompetensi di Indonesia.
Sebagai lembaga yang mandiri, LSP TIK Indonesia memiliki sejarah panjang dan kontribusi dalam penerapan sistem sertifikasi nasional, diantaranya pembuatan materi uji kompetensi, pelatihan dan penyediaan assessor kompetensi, pelaksanaan uji kompetensi, dan menyusun skema kualifikasi yang mengacu pada SKKNI (Stadar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia)
Sejarah
Didirikan pada tanggal 1 Mei 2007, lembaga ini telah mendapatkan pengakuan dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dengan nomor surat keputusan BNSP nomor 19/BNSP/VII/2007.[2] Dengan demikian, LSP TIK mendapatkan wewenang untuk menilai kompetensi profesional di bidang telematika.[2]
Selama 10 tahun melaksanakan sertifikasi profesi di Indonesia, LSP TIK INDONESIA telah mencatatkan diri sebagai lembaga sertifikasi yang handal dan terpercaya. 34 Provinsi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia telah terlayani kegiatan sertifikasi bidang Komunikasi dan Informatika. Dengan kekuatan 87 asesor kompetensi dan 41 Skema Sertifikasi, LSP TIK Indonesia telah mensertifikasi lebih dari 25.000 peserta uji, dengan hasil 21.866 peserta berhasil memperoleh sertifikat kompetensi BNSP.
Metode Sertifikasi
LSP TIK melakukan standardisasi kompetensi keahlian seseorang berdasarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang merupakan acuan dasar penilaian kompetensi profesi seseorang.[2] Kompetensi profesi tersebut yakni pengetahuan, keterampilan, keahlian, dan sikap.[2] Seseorang yang telah dinyatakan kompeten harus rutin memberikan laporan kepada LSP TIK minimal satu tahun satu kali agar kualitas profesionalismenya tetap diakui oleh LSP TIK dan BNSP.[2]
Kompetensi kerja di bidang telematika yang ditangani oleh LSP TIK terbagi menjadi:[3]
Lisensi BNSP
Lisensi LSP TIK Indonesia dengan Nomer: BNSP-LSP-018-ID
Adapun Perpanjangan Lisensi telah dilakukan selama 3 kali:
Kep.No. 19/BNSP/VII/2007
Kep.No. 32/BNSP/VII/2011
Kep.No. 071/BNSP/I/2015 [4]
KEP.No 0318/BNSP/III/2018
Kerjasama
LSP TIK INDONESIA mendapat kepercayaan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia) untuk melaksanakan Uji Kompetensi bagi calon tenaga kerja bidang IT di Indonesia sekaligus mensosialisasikan SKKNI bidang TIK. Kerjasama dengan Kementerian Ketenaga Kerjaan Republik Indonesia melalui pelaksanaan Uji kompetensi terhadap peserta pelatihan maupun masyarakat umum di TUK Balai Latihan Kerja Industri (Vocational Training Center of Industry) baik di pulau Jawa maupun luar Jawa.
Kerjasama dengan beberapa pemerintah daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Khusus kerjasama dengan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur, LSP TIK Indonesia juga melaksanakan Uji Kompetensi untuk mensukseskan program Jatim Kompeten.
Kerjasama juga diwujudkan dalam pembentukan TUK di Beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) maupun beberapa Unit Pelaksana Teknis Pelatihan Kerja (UPT PK) di Jawa Timur. LSP-TIK INDONESIA juga telah menjalin kerjasama lain dengan banyak perusahaan swasta nasional, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Perguruan Tinggi di berbagai daerah di Indonesia.
Sumber: wikipedia.org