Bentuk Pemerintahan

Aristokrasi

Dipublikasikan oleh Siti Nur Rahmawati pada 22 Agustus 2022


Aristokrasi (Yunani ἀριστοκρατία aristokratía, dari ἄριστος aristos "excellent," dan κράτος kratos "kekuatan") adalah bentuk pemerintahan di mana kekuasaan berada di tangan kelompok kecil, yang mendapat keistimewaan, atau kelas yang berkuasa. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani aristokratia, yang berarti "aturan yang terbaik". Pada saat asal kata di Yunani Kuno, hal itu dipahami sebagai pemerintahan terbaik oleh warga yang memenuhi syarat dan sering kontras baik dengan bentuk monarki, aturan satu individu. Di kemudian waktu, aristokrasi biasanya dilihat sebagai pemerintahan oleh kelompok istimewa, individu yang terbaik, kelas bangsawan, dan kontras dengan demokrasi.

Konsep

Konsep berkembang di Yunani Kuno, di mana sebuah dewan warga yang terkemuka yang umumnya diberi kuasa dan kontras dengan demokrasi langsung, di mana dewan warga laki-laki diangkat sebagai "senat" di sebuah negara kota atau unit politik lainnya. Orang Yunani tidak menyukai konsep monarki, dan sebagai sistem demokrasi mereka yang jatuh, aristokrasi ditegakkan.

Di Roma kuno, Republik terdiri dari aristokrasi serta konsul, senat, dan perkumpulan suku. Pada Abad Pertengahan dan awal era modern, aristokrasi terutama terdiri dari kelas bangsawan berpengaruh, mendapat keistimewaan karena keturunan dan sering dengan kekayaan yang dimiliki. Sejak Revolusi Prancis, aristokrasi secara umum telah kontras dengan demokrasi, di mana semua warga negara harus memegang beberapa bentuk kekuasaan politik. Namun, perbedaan ini sering disederhanakan.

Dalam buku berjudul Leviathan, Thomas Hobbes menggambarkan aristokrasi sebagai persemakmuran di mana perwakilan dari warga adalah pengumpulan per bagian. Sederhananya, itu adalah pemerintahan di mana hanya bagian tertentu dari populasi umum yang dapat mewakili.

Penggambaran modern dari aristokrasi cenderung menganggapnya bukan sebagai aristokrasi yang sah (pemerintahan oleh yang terbaik), melainkan sebagai plutokrasi (pemerintahan oleh orang kaya).

Sebagai salah satu istilah bentuk pemerintahan, aristokrasi dapat dibandingkan dengan:

  • otokrasi - "pemerintahan oleh seorang individu".
  • meritokrasi - "pemerintahan oleh individu yang paling pantas untuk memimpin".
  • plutokrasi - "pemerintahan oleh orang-orang kaya".
  • oligarki - "pemerintahan oleh segelintir individu".
  • monarki - "pemerintahan oleh seorang individu".
  • demokrasi - "pemerintahan oleh rakyat".

 

Para pendukung aristokrasi

  • Aristotle
  • Anthony Ludovici
  • Charles Baudelaire
  • Julius Evola
  • Alexander Hamilton
  • Heraclitus
  • Theodor Herzl
  • D. H. Lawrence
  • Joseph de Maistre
  • Charles Maurras
  • Arthur Moeller van den Bruck
  • Friedrich Nietzsche
  • José Ortega y Gasset
  • Plato
  • Oswald Spengler
  • Alexis de Tocqueville
  • Nicolás Gómez Dávila
  • Hans-Hermann Hoppe
  • Montesquieu

 

Sumber Artikel: id.wikipedia.org

Selengkapnya
Aristokrasi

Bentuk Pemerintahan

Monarki

Dipublikasikan oleh Siti Nur Rahmawati pada 26 Juli 2022


Monarki (atau Kerajaan) berasal dari bahasa Yunani monos (μονος) yang berarti satu, dan archein (αρχειν) yang berarti pemerintah. Monarki merupakan sejenis pemerintahan yang dipimpin oleh seorang penguasa monarki. Monarki atau sistem pemerintahan kerajaan adalah sistem tertua di dunia. Pada awal kurun abad ke-19, terdapat lebih 900 tahta kerajaan di dunia, tetapi menurun menjadi 240 dalam abad ke-20. Sedangkan pada dekade kedelapan abad ke-20, hanya 40 takhta saja yang masih ada. Dari jumlah tersebut, hanya empat negara mempunyai penguasa monarki yang mutlak dan selebihnya memiliki sistem monarki konstitusional.

Perbedaan di antara penguasa monarki dengan presiden sebagai kepala negara adalah penguasa monarki menjadi kepala negara sepanjang hayatnya, sedangkan presiden biasanya memegang jabatan ini untuk jangka waktu tertentu. Namun dalam negara-negara federasi seperti Malaysia, penguasa monarki atau Yang dipertuan Agung hanya berkuasa selama 5 tahun dan akan digantikan dengan penguasa monarki dari negeri lain dalam persekutuan. Pada zaman sekarang, konsep monarki mutlak hampir tidak ada lagi dan kebanyakannya adalah monarki konstitusional, yaitu penguasa monarki yang dibatasi kekuasaannya oleh konstitusi.

Monarki demokratis berbeda dengan konsep penguasa monarki yang sebenarnya. Pada kebiasaannya penguasa monarki itu akan mewarisi tahtanya. Tetapi dalam sistem monarki demokratis, tahta penguasa monarki akan bergilir-gilir di kalangan beberapa sultan. Malaysia misalnya, mengamalkan kedua sistem yaitu kerajaan konstitusional serta monarki demokratis.

Bagi kebanyakan negara, penguasa monarki merupakan simbol kesinambungan serta kedaulatan negara tersebut. Selain itu, penguasa monarki biasanya ketua agama serta panglima besar angkatan bersenjata sebuah negara. Contohnya di Malaysia, Yang Dipertuan Agung merupakan ketua agama Islam, sedangkan di Britania Raya dan negara di bawah naungannya, Ratu Elizabeth II adalah Gubernur Agung Gereja Inggris. Meskipun demikian, pada masa sekarang ini biasanya peran sebagai ketua agama tersebut adalah bersifat simbolis saja.

Selain penguasa monarki, terdapat beberapa jenis kepala pemerintahan yang mempunyai bidang kekuasaan yang lebih luas seperti Maharaja dan Khalifah.

Penguasa monarki di Indonesia

Jabatan penguasa monarki dijabat secara turun temurun. Cangkupan wilayah seorang penguasa monarki dari wilayah yang kecil misalnya desa adat (negeri) di Maluku, sebuah kecamatan atau distrik, sampai sebuah pulau besar atau benua (kekaisaran). Kepala adat turun temurun pada desa adat di Maluku yang disebut negeri dipanggil dengan sebutan raja. Raja yang menguasai sebuah distrik di Timor disebut liurai. Sebuah kerajaan kecil (kerajaan distrik) tunduk kepada kerajaan yang lebih besar yang biasanya sebuah Kesultanan. Kerajaan kecil sebagai cabang dari sebuah kerajaan besar tidak berhak menyandang gelar Sultan (Yang Dipertuan Besar), tetapi hanya boleh menyandang gelar Pangeran, Pangeran Muda, Pangeran Adipati, atau Yang Dipertuan Muda walaupun dapat juga dipanggil dengan sebutan Raja. Sebagian wilayah kerajaan kecil (distrik) di Kalimantan diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda kepada pihak-pihak yang berjasa kepada kolonial Belanda. Tidak semua bekas kerajaan dapat dipandang sebagai sebuah bekas negara (kerajaan). Kerajaan-kerajaan yang mempunyai perjanjian dengan pihak kolonial Belanda merupakan negara yang berdaulat di wilayahnya.

Contoh monarki di Indonesia:

Jawa

  1. Kesultanan Banten (Sultan Banten)
  2. Kasunanan Surakarta (Sunan Surakarta)
  3. Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (Sultan Yogyakarta)
  4. Kadipaten Mangkunegaran (Pangeran Adipati Mangkunegara)
  5. Kadipaten Paku Alaman (Pangeran Adipati Paku Alam)
  6. Kesultanan Cirebon (Sultan Cirebon)

Kalimantan

  1. Kesultanan Banjar (Sultan Banjar)
  2. Kerajaan Pagatan (Pangeran Muda Banjar)
  3. Kerajaan Kubu
  4. Kesultanan Bulungan
  5. Kesultanan Kutai Kartanegara
  6. Kesultanan Paser
  7. Kesultanan Pontianak
  8. Kesultanan Sambas

Sumatera

  1. Kesultanan Deli (Sultan Deli)
  2. Kesultanan Langkat (Sultan Langkat)
  3. Kesultanan Lingga
  4. Kesultanan Pelalawan
  5. Kesultanan Siak (Sultan Siak)
  6. Kesultanan Serdang (Sultan Serdang)

Gelar kepala negara di dunia

Kepala negara mempunyai gelar berbeda di negara yang berbeda sesuai dengan bentuk negara tersebut.

Monarki

  • Raja, Ratu (Arab Saudi, Eswatini, Thailand, Britania Raya, Maroko, Spanyol)
  • Emir (Kuwait, Qatar)
  • Kaisar (Jepang)
  • Pangeran (Monako)
  • Haryapatih (Luksemburg)
  • Sultan (Brunei, Oman)
  • Yang di Pertuan-agong (Malaysia)
  • Paus (Vatikan)

Monarki di Eropa

 

Sumber Artikel: id.wikipedia.org

Selengkapnya
Monarki
page 1 of 1