Sosiohidrologi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 01 Juli 2025
Masalah air bersih menjadi salah satu tantangan global paling mendesak, terlebih di kawasan pulau-pulau besar di sungai Asia seperti Fraserganj (India), Dakshin Bedkashi (Bangladesh), dan Con Dao (Vietnam). Meski dikelilingi air, masyarakat di wilayah ini justru terjebak dalam kelangkaan air bersih, krisis lingkungan, dan ketimpangan sosial. Studi oleh Pankaj Kumar dan kolega ini menekankan pentingnya pendekatan socio-hydrology—sebuah integrasi antara ilmu hidrologi dan dinamika sosial—dalam mengelola sumber daya air secara adaptif dan inklusif.
Mengapa Sosiohidrologi Dibutuhkan?
Secara global, lebih dari 2,4 miliar orang hidup dalam kondisi kekurangan air, dan jumlah ini diprediksi naik menjadi dua pertiga populasi dunia pada 2025. Di Asia, meski memiliki >35% cadangan air tawar dunia, distribusi air per kapita tetap rendah akibat urbanisasi, perubahan iklim, dan intrusi air laut.
Pulau sungai menghadapi kombinasi tekanan yang unik:
Tiga Studi Kasus: Fraserganj, Bedkashi, dan Con Dao
Fraserganj, India
Terletak di delta Sundarbans, wilayah ini mengalami:
Dakshin Bedkashi, Bangladesh
Con Dao, Vietnam
Temuan Penting dari Studi Lapangan
Penelitian ini melakukan 14 diskusi kelompok (FGD) di Delta GBM. Temuan utama:
Sosiohidrologi sebagai Solusi Terpadu
Pendekatan sosiohidrologi terdiri dari dua bagian utama:
Tujuan akhirnya adalah mencapai 6 dimensi ketahanan air:
Empat Tahapan Implementasi Sosiohidrologi
Model ini mendorong ko-desain dan ko-delivery antara ilmuwan, warga, dan pembuat kebijakan—bukan sekadar dari atas ke bawah, tapi juga “oleh dan untuk masyarakat.”
Tinjauan Kritis dan Relevansi Global
Artikel ini menyoroti perlunya model integratif untuk menjawab tantangan krisis air secara manusiawi dan ilmiah. Hal ini sangat relevan di negara-negara delta seperti Indonesia yang menghadapi ancaman serupa, seperti di Demak, Indramayu, atau pesisir Kalimantan.
Opini dan saran penulis:
Kesimpulan
Sosiohidrologi bukan sekadar konsep, tapi pendekatan strategis untuk menghubungkan kebutuhan manusia dengan dinamika air secara berkelanjutan. Dengan mengintegrasikan sains dan perspektif masyarakat, pendekatan ini menjadi solusi kunci menghadapi krisis air, ketimpangan sosial, dan perubahan iklim secara serentak.
Sumber : Kumar, P., Avtar, R., Dasgupta, R., Johnson, B. A., Mukherjee, A., Ahsan, M. N., Nguyen, D. C. H., Nguyen, H. Q., Shaw, R., & Mishra, B. K. (2020). Socio-hydrology: A key approach for adaptation to water scarcity and achieving human well-being in large riverine islands. Progress in Disaster Science, 8, 100134.
Sosiohidrologi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 01 Juli 2025
Community-Based Monitoring (CBM) atau pemantauan berbasis komunitas, telah menjadi strategi yang berkembang pesat dalam upaya pelestarian lingkungan. Artikel ilmiah "Linking Community-Based Monitoring to Water Policy: Perceptions of Citizen Scientists" karya Tyler Carlson dan Alice Cohen menyoroti hubungan antara data lingkungan yang dikumpulkan oleh warga dengan penggunaan data tersebut dalam kebijakan pemerintah, khususnya dalam konteks sumber daya air di Kanada.
Mengapa CBM Diperlukan dan Bagaimana Itu Bekerja?
CBM memungkinkan masyarakat lokal baik ilmuwan warga maupun relawan untuk mengukur kualitas air melalui parameter seperti pH, suhu, oksigen terlarut, dan konduktivitas. Pendekatan ini bukan hanya menambah cakupan pemantauan air yang tidak mampu dijangkau oleh pemerintah, tetapi juga meningkatkan literasi ilmiah masyarakat dan keterlibatan publik terhadap isu lingkungan lokal.
Fakta penting:
Masalah Utama: Data Tak Diterima Pemerintah
Meski sebagian besar program CBM mengikuti standar ilmiah, hanya 46% responden menyatakan bahwa data mereka digunakan dalam kebijakan pemerintah. Bahkan, 30% menyatakan data mereka diabaikan, dan 24% tidak tahu apakah datanya dimanfaatkan.
Studi kasus menarik:
Program yang menjalin kemitraan dengan pemerintah dan jaringan CBM lainnya memiliki tingkat efektivitas tertinggi (74%) dalam mencapai tujuan awal mereka. Sebaliknya, hanya 29% dari program tanpa kemitraan yang merasa program mereka efektif.
Motivasi Warga Beragam, Tapi Tetap Konsisten
Dari hasil survei terhadap 121 organisasi, lima alasan utama warga melakukan CBM adalah:
Ini menunjukkan bahwa meskipun tujuan bisa berbeda, kebutuhan akan data lingkungan dari warga sangat penting.
Studi Kasus Implementasi di Lapangan
CBM digunakan oleh warga untuk berbagai tujuan lokal seperti:
Namun, keberhasilan CBM dalam memengaruhi kebijakan sangat bergantung pada tiga faktor:
Antara Data Berkualitas dan Keterlibatan Warga
Ironisnya, banyak ilmuwan masih meragukan kredibilitas data CBM. Namun studi terbaru menunjukkan bahwa kesalahan data warga setara dengan ilmuwan profesional, terutama dalam parameter sederhana seperti suhu dan pH. Bahkan, ketika komunitas diberi pelatihan dan alat ukur memadai, mereka dapat menghasilkan data setara kualitas laboratorium.
Masalah utama bukan kualitas data, melainkan akses dan komunikasi antar lembaga. Banyak pemerintah tidak transparan soal apakah dan bagaimana mereka memakai data CBM. Kurangnya umpan balik ini menyebabkan kebingungan dan demoralisasi komunitas.
Menuju Kolaborasi dan Kebijakan yang Lebih Inklusif
Para penulis menekankan bahwa pemerintah seharusnya tidak melihat CBM sebagai alternatif murah dari riset ilmiah resmi. CBM harus dianggap sebagai mitra strategis dalam pengumpulan data jangka panjang, terutama mengingat tantangan fiskal dan geografis yang dihadapi negara seperti Kanada.
Rekomendasi dari penelitian ini:
Pelajaran untuk Indonesia dan Dunia
Meskipun studi ini dilakukan di Kanada, pelajarannya sangat relevan bagi negara-negara lain seperti Indonesia, yang memiliki banyak komunitas lokal yang peduli terhadap sumber daya air namun kurang terlibat dalam pembuatan kebijakan.
Untuk menjadikan CBM sebagai alat transformasi, diperlukan:
Kesimpulan
Artikel ini memberikan kontribusi penting dalam memahami tantangan dan potensi CBM sebagai jembatan antara warga dan pembuat kebijakan. Dengan menjembatani kesenjangan antara pengetahuan lokal dan keputusan formal, CBM dapat menjadi pilar utama dalam pengelolaan sumber daya air yang lebih demokratis dan berkelanjutan.
Sumber: Carlson, T., & Cohen, A. (2018). Linking Community-Based Monitoring to Water Policy: Perceptions of Citizen Scientists. Journal of Environmental Management, 219, 168–177. DOI: 10.1016/j.jenvman.2018.04.077
Sosiohidrologi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 01 Juli 2025
Pendahuluan
Dalam dunia yang terus menghadapi tekanan perubahan iklim, urbanisasi, dan degradasi lingkungan, pemantauan hidrologi menjadi fondasi penting untuk memastikan pengelolaan air yang berkelanjutan. Sayangnya, biaya tinggi dan keterbatasan jaringan pemantauan membuat negara-negara berpenghasilan rendah sulit memperoleh data yang memadai. Artikel ilmiah dari Njue et al. (2019) mengusulkan solusi revolusioner: citizen science, yakni keterlibatan masyarakat umum dalam pengumpulan dan analisis data ilmiah, sebagai alternatif yang murah, partisipatif, dan efektif.
Mengapa Citizen Science Relevan untuk Hidrologi?
Pemantauan hidrologi konvensional mahal, memerlukan sensor otomatis, tenaga ahli, dan infrastruktur kompleks. Namun:
Citizen science menjembatani kesenjangan ini dengan:
Temuan Kunci dan Angka-Angka dari Studi
Studi Kasus Nyata: Teknologi, Data, dan Partisipasi
1. Kenya – Sondu Catchment
2. CoCoRaHS (AS dan Kanada)
3. CrowdHydrology (AS)
4. NetAtmo dan IoT
Keunggulan dan Tantangan Citizen Science
Keunggulan:
Tantangan:
Aplikasi di Media Sosial dan Teknologi Terbuka
Penelitian juga menunjukkan bahwa media sosial seperti YouTube, Twitter, dan Flickr menjadi sumber data baru:
Rekomendasi untuk Masa Depan
Untuk Peneliti dan Akademisi:
Untuk Pemerintah dan Lembaga Lingkungan:
Untuk Platform Pembelajaran dan LSM:
Kesimpulan: Masa Depan Hidrologi Bersama Masyarakat
Artikel ini membuktikan bahwa citizen science mampu menghasilkan data hidrologi yang kredibel, luas, dan hemat biaya. Kuncinya adalah pelatihan, komunikasi dua arah, dan integrasi data ke dalam pengambilan keputusan. Dengan meningkatnya teknologi, smartphone, dan konektivitas internet, potensi untuk memobilisasi warga menjadi pengumpul data sains semakin besar, terutama di negara berkembang.
Citizen science bukan hanya strategi ilmiah, tapi juga gerakan sosial yang memperkuat hak masyarakat atas air, data, dan masa depan yang berkelanjutan.
Sumber : Njue, N., Kroese, J. S., Gräf, J., Jacobs, S. R., Weeser, B., Breuer, L., & Rufino, M. C. (2019). Citizen science in hydrological monitoring and ecosystem services management: State of the art and future prospects. Science of the Total Environment, 693, 133531.
Sosiohidrologi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 01 Juli 2025
Pendahuluan
Di era perubahan iklim dan ketimpangan sosial, air menjadi sumber daya vital sekaligus sumber ketegangan. Artikel ilmiah oleh Döring, Kim, dan Swain (2024) menyoroti bagaimana bidang socio-hydrology—ilmu yang mengkaji interaksi antara masyarakat dan sistem hidrologi—dapat berkembang pesat bila diintegrasikan dengan riset perdamaian dan konflik. Pendekatan ini tidak hanya memperluas cara kita memahami konflik air, tetapi juga menawarkan cara baru untuk membangun perdamaian melalui tata kelola air yang lebih adil.
Mengapa Integrasi Socio-Hydrology dan Studi Konflik Penting?
Socio-hydrology berfokus pada dinamika sosial, kekuasaan, dan nilai-nilai budaya dalam pengelolaan air, bukan hanya aspek teknis. Sementara itu, riset konflik dan perdamaian menyajikan kerangka analisis mengenai bagaimana air memicu konflik—dan lebih penting lagi—bagaimana air bisa menjadi alat perdamaian. Dua bidang ini memiliki potensi saling melengkapi untuk menghadapi tantangan besar abad ke-21: kekurangan air, ketidaksetaraan distribusi, dan krisis iklim.
Konflik dan Kerja Sama atas Air: Data dan Temuan Penting
Studi Kasus Empiris dan Data Global
Pendekatan Kritis: Politik, Gender, dan Keadilan Air
Penelitian menunjukkan bahwa:
Peran Socio-Hydrology dalam Peacebuilding
Environmental peacebuilding menjadi pendekatan penting dalam pembangunan pascakonflik:
Kritik dan Refleksi: Apa yang Kurang dan Harus Diperbaiki
Tantangan utama integrasi dua bidang ini adalah:
Namun, bila kolaborasi ini difasilitasi secara sistematis, hasilnya bisa membentuk kebijakan air yang lebih tangguh dan inklusif.
Relevansi dengan Target Global
Integrasi socio-hydrology dan studi konflik memiliki dampak langsung terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya:
Rekomendasi Kebijakan dan Penelitian
Untuk peneliti:
Untuk pembuat kebijakan:
Untuk masyarakat sipil dan organisasi internasional:
Kesimpulan
Artikel ini menunjukkan bahwa mengelola air tidak hanya soal teknologi dan infrastruktur, tetapi juga soal politik, keadilan, dan perdamaian. Integrasi antara socio-hydrology dan riset perdamaian memberi arah baru untuk menjawab tantangan air abad ke-21. Jika dikelola dengan cermat, air bisa menjadi alat pemersatu, bukan pemicu konflik. Ke depan, kolaborasi antardisiplin harus diperluas agar solusi terhadap krisis air bisa menyentuh akar masalah, bukan sekadar permukaan.
Sumber : Döring, S., Kim, K., & Swain, A. (2024). Integrating socio-hydrology, and peace and conflict research. Journal of Hydrology, 633, 131000.