Pendekatan Sosiohidrologi Hadirkan Solusi Adaptif untuk Krisis Air di Pulau Sungai Asia

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

01 Juli 2025, 11.55

pixabay.com

Masalah air bersih menjadi salah satu tantangan global paling mendesak, terlebih di kawasan pulau-pulau besar di sungai Asia seperti Fraserganj (India), Dakshin Bedkashi (Bangladesh), dan Con Dao (Vietnam). Meski dikelilingi air, masyarakat di wilayah ini justru terjebak dalam kelangkaan air bersih, krisis lingkungan, dan ketimpangan sosial. Studi oleh Pankaj Kumar dan kolega ini menekankan pentingnya pendekatan socio-hydrology—sebuah integrasi antara ilmu hidrologi dan dinamika sosial—dalam mengelola sumber daya air secara adaptif dan inklusif.

Mengapa Sosiohidrologi Dibutuhkan?

Secara global, lebih dari 2,4 miliar orang hidup dalam kondisi kekurangan air, dan jumlah ini diprediksi naik menjadi dua pertiga populasi dunia pada 2025. Di Asia, meski memiliki >35% cadangan air tawar dunia, distribusi air per kapita tetap rendah akibat urbanisasi, perubahan iklim, dan intrusi air laut.

Pulau sungai menghadapi kombinasi tekanan yang unik:

  • Intrusi salinitas air tanah akibat badai dan naiknya permukaan laut.
  • Penurunan produktivitas pertanian (contoh: 12% penurunan hasil panen padi setiap kenaikan 1 dS/m salinitas).
  • Gangguan mental dan sosial akibat kelangkaan air, dari kecemasan hingga kekerasan rumah tangga.

Tiga Studi Kasus: Fraserganj, Bedkashi, dan Con Dao

Fraserganj, India

Terletak di delta Sundarbans, wilayah ini mengalami:

  • Naiknya salinitas air tanah hingga memicu pertumbuhan alga beracun.
  • Peralihan mata pencaharian dari pertanian ke tambak air payau yang merusak lahan.
  • Proyeksi tahun 2051 menunjukkan lonjakan kebutuhan air dua kali lipat, sedangkan ketersediaan stagnan.

Dakshin Bedkashi, Bangladesh

  • Warga menghadapi banjir, siklon, kekeringan, dan intrusi salin secara reguler.
  • Perempuan menjadi korban paling rentan karena ketimpangan gender dalam distribusi air, nutrisi, dan hak sosial.
  • Air asin menyebabkan kulit kasar dan gelap, yang dalam budaya lokal berujung pada peningkatan biaya mahar pernikahan.

Con Dao, Vietnam

  • Menyediakan air dari 25 sumur bor dengan pasokan 3400 m³/hari.
  • Tingkat air tanah turun 1,19 meter dalam 6 tahun akibat eksploitasi berlebih.
  • Kebutuhan air domestik diprediksi naik tiga kali lipat pada 2030, sedangkan ketersediaan terus menurun.

Temuan Penting dari Studi Lapangan

Penelitian ini melakukan 14 diskusi kelompok (FGD) di Delta GBM. Temuan utama:

  • Salinitas air bukan hanya masalah lingkungan, tetapi pemicu stres psikologis jangka panjang.
  • Munculnya perubahan mata pencaharian, migrasi, konflik sosial, bahkan pembunuhan akibat konflik air.
  • Dua pemicu utama gangguan mental:
    1. Gagal panen dan kehilangan pekerjaan.
    2. Kesulitan akses air minum saat musim kering.

Sosiohidrologi sebagai Solusi Terpadu

Pendekatan sosiohidrologi terdiri dari dua bagian utama:

  1. Siklus Sosiohidrologi
    • Kebutuhan dan ketersediaan air (analisis anggaran air dan proyeksi).
    • Respons sosial-budaya (kearifan lokal, adaptasi pertanian, konsumsi air).
    • Tata kelola dan kebijakan (integrasi top-down dan bottom-up).
    • Kesiapsiagaan bencana (terutama siklon dan banjir).
    • Manajemen produktivitas lahan dan air (konservasi air & pencegahan intrusi salin).
  2. Faktor Normalisasi Makro
    • Ekosistem & layanan lingkungan
    • Regim iklim dan skala perubahan

Tujuan akhirnya adalah mencapai 6 dimensi ketahanan air:

  • Air domestik, ekonomi, kota, lingkungan, bencana, dan lintas batas.

Empat Tahapan Implementasi Sosiohidrologi

  1. Pengumpulan Informasi: Identifikasi pemangku kepentingan dan risiko.
  2. Analisis & Pengambilan Keputusan: Gunakan skenario kuantitatif & data warga.
  3. Implementasi Keputusan: Libatkan warga dalam eksekusi solusi.
  4. Monitoring & Evaluasi: Revisi metode berdasarkan umpan balik komunitas.

Model ini mendorong ko-desain dan ko-delivery antara ilmuwan, warga, dan pembuat kebijakan—bukan sekadar dari atas ke bawah, tapi juga “oleh dan untuk masyarakat.”

Tinjauan Kritis dan Relevansi Global

Artikel ini menyoroti perlunya model integratif untuk menjawab tantangan krisis air secara manusiawi dan ilmiah. Hal ini sangat relevan di negara-negara delta seperti Indonesia yang menghadapi ancaman serupa, seperti di Demak, Indramayu, atau pesisir Kalimantan.

Opini dan saran penulis:

  • Penelitian air jangan hanya fokus teknis, tetapi juga kesehatan mental dan dinamika gender.
  • Penanganan air butuh partisipasi lokal, bukan sekadar proyek teknokratik.
  • Socio-hydrology adalah pendekatan yang fleksibel, kolaboratif, dan berbasis realita sosial.

Kesimpulan

Sosiohidrologi bukan sekadar konsep, tapi pendekatan strategis untuk menghubungkan kebutuhan manusia dengan dinamika air secara berkelanjutan. Dengan mengintegrasikan sains dan perspektif masyarakat, pendekatan ini menjadi solusi kunci menghadapi krisis air, ketimpangan sosial, dan perubahan iklim secara serentak.

Sumber : Kumar, P., Avtar, R., Dasgupta, R., Johnson, B. A., Mukherjee, A., Ahsan, M. N., Nguyen, D. C. H., Nguyen, H. Q., Shaw, R., & Mishra, B. K. (2020). Socio-hydrology: A key approach for adaptation to water scarcity and achieving human well-being in large riverine islands. Progress in Disaster Science, 8, 100134.