Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Februari 2025
Badam Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terus melakukan kajian perubahan iklim (2021-2050) di wilayah Benua Maritim Indonesia (BMI). Kajian yang menggunakan teknik dynamic downscaling resolusi tinggi dari tim periset BRIN tersebut, menunjukkan kekeringan dan hujan ekstrem mengalami peningkatan signifikan.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PR IA) - BRIN Erma Yulihastin mengungkapkan, BRIN telah mengembangkan sistem untuk prediksi Vorteks Borneo seperti Kajian Awal Musim Jangka Madya Wilayah Indonesia (DSS KAMAJAYA), Satellite-based Disaster Early Warning System (DSS SADEWA), Sistem Informasi Komposisi Atmosfer Indonesia (DSS SRIKANDI) dan Sistem Informasi Perubahan Iklim Indonesia (DSS SRIRAMA) yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kebijakan Pemerintah Daerah khususnya di Kalimantan Barat.
Menurut Erma, Vorteks Borneo merupakan pusaran angin dengan radius putaran puluhan hingga ratusan kilometer atau disebut dengan skala meso. Hal tersebut ia sampaikan dalam Seminar Nasional bertajuk Let's Exploring The Atmosphere To Be An Astrophile, di Universitas Tanjungpura, Pontianak, Minggu, (10/3).
"Fenomena ini berasal dari vortisitas atau putaran fluida yang disebabkan oleh geser angin atau wind shear dan konvergensi yang dihasilkan dari interaksi daratan Kalimantan dengan angin monsun timur laut," tuturnya.
Lebih lanjut Erma menyebutkan dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa fakta-fakta Vorteks Borneo telah terlihat. Seperti pada Azzahra dkk., 2024-under review, gangguan cuaca siklonik yang ditandai dengan pusaran angin berlawanan arah jarum jam (antisiklon) di area Laut Tiongkok Selatan dan Borneo (10LU–15LS; 90–120BT) dengan radius 1.000 km.
Ia menilai Vorteks Borneo juga terjadi saat monsun Asia yang menyebabkan gangguan cuaca berupa hujan deras hingga ekstrem disertai angin kencang di Borneo utara dan Semenanjung Malaysia.
Fakta lainnya, tambah Erma adalah sebelum terjadi Vorteks Borneo, peningkatan hujan signifikan disertai angin kencang terjadi di Kalimantan Barat, Semenanjung Malaysia dan Jawa bagian barat. Kemudian pada saat Vorteks Borneo terjadi, peningkatan hujan signifikan disertai angin kencang pun terjadi di Borneo.
"Setelah kejadian Vorteks Borneo, fakta lainnya adalah peningkatan hujan signifikan disertai angin kencang kembali terjadi secara meluas di Kalimantan dan Sumatra bagian utara," jelas Erma.
Dirinya menjelaskan dari informasi SRIRAMA juga telah menunjukkan proyeksi iklim yang menggunakan data model iklim regional CCAM dengan 2 cara. Pertama dengan skenario perubahan iklim sedang atau moderat (RCP 4.5). Kedua dengan peningkatan resolusi spasial dari model global 2,5 derajat menjadi 0,14 derajat untuk wilayah Indonesia.
Erma menegaskan, wilayah yang diproyeksikan mengalami kekeringan ekstrim hingga 2033 di Kalimantan adalah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat. "Hal ini berpotensi memperburuk dampak polusi udara di Kalimantan Barat," ucapnya.
Selain itu masih menurut Erma,Kalimantan Barat juga terdampak paling luas dan signifikan dalam hal hujan deras hingga ekstrem yang disertai angin kencang pada sebelum, pada saat, dan sesudah Vorteks Borneo.
Oleh karena itu, Erma menyampaikan perlunya inisiasi untuk membangun bangsa yang siaga terhadap cuaca, membangun kesadaran masyarakat agar siap dan tanggap pada cuaca. Ia pun memberi saran agar wilayah Kalimantan membuat skenario kebijakan atau regulasi untuk menjaga agar laju emisi gas karbon dioksida di atmosfer dapat dikendalikan.
"Ada beberapa cara pengendalian yang bisa dilakukan seperti ; membatasi pembukaan lahan pertanian atau perkebunan dan permukiman secara meluas. Lalu membatasi alih fungsi lahan seperti kehutanan menjadi sektor lain. Serta membatasi perizinan operasional pertambangan batubara yang dapat memicu peningkatan titik api atau hotspot,” pungkas Erma.
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 20 Februari 2025
Sebagai upaya pertahanan keamanan atas wilayah udara nasional secara mandiri, Pusat Riset Geoinformatika – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan riset geoinformatika. Salah satunya terkait dengan penginderaan jauh optik dapat dimanfaatkan untuk mengumpulkan informasi bagi intelejen.
Data satelit optik dapat digunakan untuk pengenalan obyek sasaran operasi. Seperti contoh melalui data citra dampak dari perang Rusia-Ukraina dan titik serangan pada konflik Gaza dapat terlihat. Demikian yang disampaikan Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Geoinformatika – BRIN, Udhi Catur Nugroho dalam kegiatan Sarasehan Komunitas Intelijen Komando Operasi Udara Nasional (Koopsudnas) di Jakarta pada Rabu (6/3).
“Pemantauan citra satelit dapat difungsikan sebagai data awal sebelum operasi drone dilakukan,” tutur Udhi.
Udhi menyebutkan sarasehan ini diselanggarakan untuk mewujudkan kedaulatan dan keutuhan serta kepentingan lain dari NKRI. Menurutnya dalam perkembangan lingkungan strategis, terdapat kecenderungan potensi ancaman yang semakin kompleks. Hal tersebut sebagaimana disampaikan Pangkoopsudnas Marsdya TNI, Tedi Rizalihadi S.
“Untuk itu, intelijen Koopsudnas diharapkan memiliki kemampuan yang memadai untuk mendeteksi dan mengantisipasi setiap bentuk ancaman, baik yang bersifat potensial maupun nyata,” ucap Udhi.
Sementara itu, Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Geoinformatika - BRIN, Joko Widodo menjelaskan terkait penggunaan data citra satelit radar untuk mendukung TNI AU. Selain data radar dapat digunakan untuk mengidentifikasi dampak kerusakan di wilayah pemukiman akibat perang, citra data radar pun dapat melihat zona penurunan tanah atau subsidence yang terjadi di Indonesia.
“Informasi ini dapat bermanfaat bagi TNI dalam menjaga keamanan infrastruktur pertahanan yang sudah dibangun serta dapat digunakan pada perencanaan penempatan alat utama sistem senjata atau alutsista TNI AU,” pungkas Joko.
Disamping itu, para Asisten Kaskoopsudnas juga mengharapkan komunikasi antara Koopsudnas TNI AU dengan Pusat Riset Geoinformatika - BRIN terus berlanjut. Mengingat bahwa riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional diperlukan untuk mendukung kebutuhan di TNI AU. Sebagai informasi kegiatan sarasehan ini dihadiri oleh para pejabat intelijen dari Makoopsudnas maupun Satuan jajaran Koopsudnas.
Sumber: https://brin.go.id/
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Raynata Sepia Listiawati pada 19 Februari 2025
Sirkuit Formula E dan konstruksi jalan Tol Semarang-Demak sama-sama dilapisi dengan bambu. Pada sirkuit Formula E digunakan sebagai lapisan bawah untuk area berlumpur. Sedangkan pada jalan tol digunakan sebagai sistem matras. Bambu merupakan salah satu inovasi teknologi konstruksi. Alasan pemilihan bambu yaitu dianggap kuat, lebih murah, dan mempercepat konsolidasi pada tanah di lokasi pembangunan konstruksi. Namun selain bambu, ternyata ada inovasi teknologi lainnya dalam dunia konstruksi. Apa saja itu? Berikut penjelasannya yang dikutip dari laman Universitas Lampung:
Inovasi Konstruksi
Untuk mengatasi polusi udara di kota-kota besar yang sering kali kehilangan lahan hijau karena pembangunan gedung-gedung, muncul ide konstruksi hutan vertikal. Konsep ini menambahkan pepohonan sebagai bagian dari bangunan untuk mengurangi emisi CO2 dan menjaga keseimbangan lingkungan perkotaan. Selain memberikan manfaat fungsional, desain hutan vertikal juga tetap memperhatikan aspek estetika.
Dalam mengatasi kerusakan yang disebabkan oleh serangan rayap pada konstruksi bangunan, peneliti dari Harvard mengembangkan teknologi robot rayap. Robot ini dirancang untuk bekerja secara kolektif dalam proses perancangan, meningkatkan efisiensi dan mengurangi risiko kecelakaan kerja yang terkait dengan tugas-tugas konstruksi.
Inovasi beton self-healing mengintegrasikan bakteri ke dalam bahan beton untuk memungkinkan perbaikan diri secara otomatis ketika terjadi retakan. Bakteri tersebut bereaksi ketika terpapar air, menghasilkan kalsit untuk memperbaiki retakan. Dengan demikian, konstruksi yang menggunakan beton self-healing dapat memiliki umur pakai yang lebih panjang dan berkelanjutan.
Konsep smart roads menghadirkan jalan-jalan pintar yang multifungsi dan berorientasi pada teknologi. Smart roads dilengkapi dengan sensor dan teknologi IoT yang dapat menghasilkan energi listrik dari gerakan kendaraan untuk menerangi lampu jalan dan memasok energi untuk kendaraan listrik. Selain itu, smart roads juga menyediakan informasi real-time tentang kondisi cuaca dan lalu lintas, dengan harapan dapat mengurangi polusi udara akibat emisi kendaraan bermotor dan penggunaan pembangkit listrik konvensional.
Sumber: detik.com
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 18 Februari 2025
Pertanian memiliki peran strategis dalam mendukung ketahanan pangan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami dan mengatasi tantangan utama yang dihadapi dalam budidaya tanaman pangan, salah satunya adalah hama dan gulma.
“Hama dan gulma merupakan dua faktor utama memberikan dampak negatif terhadap produktivitas tanaman. Hama dapat merusak tanaman, mengurangi hasil panen, bahkan menyebabkan kerugian finansial yang signifikan. Adapun gulma seringkali bersaing dengan tanaman untuk mendapatkan nutrisi, air, dan cahaya matahari sehingga menghambat pertumbuhan tanaman dan menurunkan kualitas asil panen,” ungkap Puji Lestari selaku Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional BRIN saat memberi sambutan webinar Teras TP #1, Kamis (07/03).
Puji menambahkan dalam menghadapi perubahan iklim dan tantangan global, peran periset dalam menjaga ketahanan pangan sangat penting. Butuh komitmen kita bersama untuk menciptakan lingkungan pertanian yang sehat dan berkelanjutan, di mana hama dan gulma tidak lagi menjadi ancaman serius bagi tanaman pangan kita.
Pada kesempatan yang sama, Yudhistira Nugraha selaku Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan (PRTP) mengungkapkan bahwa organisme pengganggu tanaman baik hama, penyakit, maupun gulma merupakan penghambat produksi. Saat ini, intensitas serangan hama semakin hari semakin meningkat karena adanya perubahan iklim.
“Pengendalian hama diharapkan tidak sampai merusak lingkungan. Beberapa alternatif teknologi seperti rekayasa lingkungan, menyediakan musuh alami, atau menggunakan pestisida," ungkap Yudhistira.
Muhammad Yasin Peneliti Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN memaparkan materinya yang berjudul, Hama Utama Tanaman Jagung dan Pengendaliannya.
“Pada jagung, terdapat tiga hama utama jagung yaitu ulat grayak, hama penggerek batang, dan penggerek tongkol. Ulat grayak adalah serangga asli daerah tropis Amerika Serikat hingga Argentina. Larva ulat grayak dapat menyerang lebih dari 80 spesies tanaman termasuk tanaman jagung, padi sorgum, jewawut, tebu, sayuran, kapas. Penggerek batang jagung, selain jagung juga dapat menyerang tanaman sorgum dan gandum. Selain itu, ada penggerek tongkol jagung yang menjadi hama utama komoditas ini.
“Pengendalian hama terpadu (PHT) pada prinsipnya memadukan komponen-kompenen teknologi pengendalian seperti varietas tahan, waktu tanam, tanam serempak, eradikasi tanaman terinfeksi, pestisida sintetik, pengendalian nabati dan hayati.” imbuhnya.
Narasumber kedua Rohimatun Peneliti Ahli Muda, Pusat Riset Tanaman Pangan, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN, dengan materi “Insektisida Nabati untuk Pengendalian Hama Tanaman Pangan dan Keamanan Hayatinya”.
Rohimatun menyampaikan, saat ini terlihat adanya peningkatan minat terhadap insektisida nabati yang disebabkan oleh meningkatnya kesadaran mengenai dampak negatif insektisida sintetik, meluasnya penerapan konsep PHT, berkembangnya pertanian organik, upaya pelestarian lingkungan dan perjanjian perdagangan internasional (sanitary and phytosanitary measures) yang membatasi kadar residu pestisida di dalam produk pertanian.
Selain itu, Rohimatun mengatakan bahwa insektisida nabati merupakan bahan kimia yang berasal dari tumbuhan yang dapat mengakibatkan satu atau lebih pengaruh biologi terhadap OPT, baik respon fisiologi seperti pertumbuhan dan perkembangan, maupun tingkah laku seperti aktivitas makan dan peneluran. Syarat penggunaan bahan organik untuk dapat digunakan sebagai insektisida nabati adalah aman terhadap lingkungan dan organisme berguna non target, tidak bersifat antagonis jika dicampur, dan bahan bakunya mudah didapat.
“Beberapa kategori insektisida nabati yaitu sebagai racun syaraf atau neurotoksik Piretrin, racun respirasi Rotenon, penghambat fungsi hormon serangga, penghambat makan, pengusir/repellent, pemikat/attractant, dan pemandul,” ujar Rohimatun.
“Kelebihan insektisida nabati antara lain relatif lebih aman terhadap organisme non target, relatif tidak berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan viabilitas benih. Sedangkan kekurangannya ekstrak dengan pelarut air tidak tahan lama dan mutu bahan baku dipengaruhi oleh jenis tanaman dan lingkungan sehingga perlu standardisasi,” lanjutnya.
Kemudian paparan terakhir disampaikan oleh Askif Pasaribu dari APAC R&D Category Lead, UPL Ltd, dengan materi “Optimizing Food Crop Yield with Weed Management Technology”, dan setelah itu dilanjutkan dengan diskusi yang dipimpin oleh moderator Abdul Fattah Peneliti Ahli Madya, PR Tanaman Pangan, ORPP – BRIN.
Sumber: https://brin.go.id/
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 18 Februari 2025
Bahasa Saparua merupakan bahasa daerah yang termasuk dalam kategori terancam punah yang dituturkan di Pulau Saparua, Provinsi Maluku. Berdasarkan data Ethnologue, diperkirakan jumlah penutur bahasa telah berkurang hingga 8500 penutur dan saat ini hanya menyisakan sekitar 1500 penutur. Sebagai upaya pendokumentasian bahasa terancam punah tersebut, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Preservasi Bahasa dan Sastra (PR PBS) menggelar kegiatan webinar bertajuk Dokumentasi Bahasa Saparua, Jumat (8/3).
Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra BRIN, Herry Jogaswara dalam sambutannya menjelaskan bahwa kegiatan ini memiliki keunikan tersendiri. Karena ini merupakan wadah diseminasi riset, saling berbagi pengalaman, dan belajar dari suatu program riset kolaborasi dari Endangeres Languages Documentation Programme (ELDP) Jerman untuk mendokumentasikan bahasa di Saparua.
"Kolaborasinya melibatkan periset BRIN, scholar dari Amerika, dan juga yang paling penting adalah melibatkan masyarakat melalui kolaborasi dengan masyarakat penutur atau masyarakat adat. Dalam kegiatan ini juga tim akan menceritakan pengalamannya secara rinci mengenai tahapan kegiatan riset mulai dari pembuatan proposal," jelasnya.
Peneliti PR PBS BRIN, Khairunnisa memerinci penyebab kepunahan Bahasa Saparua. Di antaranya pengaruh dari masa penjajahan Belanda selama 350 tahun di Maluku yang melakukan Kristenisasi. Hal ini cukup berdampak lantaran Bahasa Saparua dituturkan di desa dengan mayoritas masyarakat yang memeluk agama Islam.
"Terjadinya konflik Maluku di tahun 1998-2001 juga berdampak terhadap kepunahan bahasa Saparua, selain juga pengaruh migrasi, globalisasi, dan juga kebijakan wajib berbahasa Indonesia," urainya.
Secara garis besar, ia menjelaskan upaya preservasi Bahasa Saparua melalui program riset kolaborasi ELDP. Misinya mendorong dokumentasi dan penelitian lapangan, menciptakan sumber pustaka linguistik, ilmu-ilmu sosial, komunitas mengenai bahasa terancam punah, serta membuat koleksi dokumenter yang tersedia secara bebas.
Hal senada juga diungkapkan oleh peneliti PR PBS BRIN lainnya, Erniati. Ia mengungkapkan berbagai tahapan teknis terkait riset yang akan dilakukan dalam upaya preservasi bahasa. Mulai dari proposal, bentuk dokumentasi, pelatihan dokumentasi bahasa, pengambilan data, pengolahan data, pengarsipan di repository The Endangered Languages Archive (ELAR), dan terakhir adalah publikasi.
Sementara itu, Peneliti dari Bennington College, Leah Pappas mengatakan bahwa masyarakat penutur sering kali tidak menyadari sikap terhadap bahasa mereka sendiri. Oleh karena itu, menurutnya, riset tentang sikap bahasa dalam hal ini Bahasa Saparua merupakan hal yang penting.
"Riset sikap bahasa dapat memberikan gambaran mendalam terhadap kondisi bahasa dan penutur yang mempengaruhi vitalitas bahasa. Di samping itu bahasa adalah milik penutur sehingga sikap mereka sangat mempengaruhi keberlangsungan bahasa," katanya.
Dalam salam penutupnya, Kepala PR PBS BRIN, Katubi menuturkan banyaknya bahasa yang terancam punah khususnya bahasa-bahasa daerah di Papua. "Beberapa tim PR PBS BRIN telah melakukan pendokumentasian bahasa dan sastra di Papua namun karena saking banyaknya hal tersebut tidak bisa dilakukan dalam 1-2 tahun selesai," tuturnya.
"Kita semua bisa saling berkolaborasi, dari manapun. Memang kerja kolaborasi itu menjadi penting terutama yang saling menopang, saling mendukung kompetensinya," pungkasnya.
Sumber: https://brin.go.id/
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 18 Februari 2025
Kecerdasan Artifisial telah menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia, tak terkecuali di bidang pertahanan dan keamanan (Hankam). Kepala Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber (PRKAKS) BRIN, Anto Satriyo Nugroho mengatakan, berbagai teknologi AI diperlukan untuk riset di bidang Hankam misalnya Computer Vision, Machine Learning (ML), Cyber Security, Natural Language Processing (NLP) dan berbagai teknologi lainnya.
“Intinya teknologi AI membuat sistem lebih cerdas dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan,” tegas Anto saat membuka Webinar PRKAKS seri 1 bertajuk Kecerdasan Artifisial dan Aplikasinya di bidang Pertahanan dan Keamanan pada Kamis, (7/3) di Bandung.
Menurut Anto, di Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber terdapat beberapa peneliti yang menekuni kecerdasan artifisial dan penerapannya di bidang Hankam. Ia berpesan bahwa pemanfaatan teknologi Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber harus dibarengi dengan penguasaan teknologi tersebut secara nasional, melalui kegiatan penelitian terhadap teknologi utama dan penggunaannya di berbagai bidang pembangunan yang bertanggung jawab.
Perekayasa Ahli Madya PRKAKS - BRIN, Achmad Farid Wadjdi memberikan reviu terhadap riset berjudul meningkatkan ketahanan siber melalui praktik terbaik Internet of Battlefield Things (IoBT). IoBT merupakan sebutan pengelompokan pengaplikasian Internet of things atau IoT untuk operasi pertempuran modern dan peperangan cerdas. Achmad menuturkan penting untuk memahami terlebih dahulu tentang konsep pertahanan negara yaitu militer dan nirmiliter.
“Jadi ketika bicara IoT itu banyak menyebutkan Internet of Military Things (IoMT) atau Internet of Defense Things (IoMT) dan Internet of Battlefield Things (IoBT) maka kalau kita membahas ini kita akan lebih banyak membahas bagaimana security di militer itu diterapkan,” paparnya.
Eddy Maruli Tua Sianturi, sebagai pemateri kedua pada webinar tersebut menjelaskan tentang konseptualisasi pengukuran Indeks Bela Negara (IBN) sebagai gambaran seberapa penting Konsep Bela Negara perlu diukur untuk rekomendasi operasionalisasi pembinaan Bela Negara yang lebih baik. Eddy berpendapat, pengukuran IBN bukan hanya mengukur rasa bangga warga berupa patriotisme dan nasionalisme tetapi juga mengukur kekuatan niat warga untuk membela negara.
“Pengukuran IBN memungkinkan pendekatan yang lebih luas, mendalam dan responsif terhadap dinamika sosial politik saat ini. Namun penting juga untuk mempertimbangkan tantangan seperti bias data, privasi dan keamanan data dalam konseptualisasi IBN,” tegas Perekayasa Ahli Madya PRKAKS- BRIN tersebut.
Sementara itu, Perekayasa Ahli Madya PRKAKS - BRIN Jemie Muliadi, menyampaikan metode sistem kendali cerdas atau Intelligent Control System dalam penegakan hukum dan kedaulatan Negara. Jemie mengatakan metode tersebut mampu mengatasi sistem non linear yang sulit untuk disederhanakan lalu sistem dengan kopling silang yang sulit dipisahkan dan sistem yang perubahan parameternya signifikan terhadap waktu.
“Metode sistem kendali cerdas memberikan pengendalian yang akurat sesuai sinyal referensi atau input yang diberikan. Metode ini dapat berperan dalam aspek penegakan hukum dan kedaulatan Negara, khususnya pada kondisi yang membutuhkan pergerakan cepat dan penuh ketidakpastian,” pungkasnya.
Sumber: https://brin.go.id/