Energi dan Sumber Daya Mineral

Inti Bumi Mendingin Lebih Cepat, Pertanda Apa?

Dipublikasikan oleh Raynata Sepia Listiawati pada 25 Februari 2025


Inti Bumi, bagian dalam Bumi yang sangat panas, perlahan mendingin. Tapi seberapa cepat tepatnya inti Bumi mendingin, masih belum diketahui.

Dengan mempelajari seberapa baik mineral umum Bumi dalam menghantarkan panas, para peneliti dari Carnegie dan ETH Zurich telah menemukan bahwa interior planet kita mungkin mendingin lebih cepat dari yang kita duga.

Dikutip dari New Atlas, waktu yang dibutuhkan inti Bumi untuk mendingin adalah sebuah misteri. Namun para ilmuwan dalam studi baru ini mencari beberapa jawaban dengan menyelidiki mineral kunci yang disebut bridgmanite.

Lapisan batas antara inti luar dan mantel bawah Bumi sebagian besar terdiri dari bridgmanite. Jadi, mempelajari seberapa baik mineral menghantarkan panas dapat memiliki implikasi besar bagi planet ini. Masalahnya adalah, mengumpulkan pengukuran ini sulit dilakukan di lab.

Karenanya, para peneliti menempatkan sampel bridgmanite dalam sel berlian yang dipanaskan menggunakan sistem laser untuk mensimulasikan tekanan dan suhu yang intens jauh di dalam Bumi. Kemudian, mereka mengukur konduktivitas termal bridgmanite melalui sistem penyerapan optik.

Tim menemukan bahwa bridgmanite sekitar 1,5 kali lebih baik dalam menghantarkan panas daripada yang telah lama diperkirakan. Ini pada gilirannya akan berarti bahwa panas lebih mudah berpindah dari inti ke dalam mantel, mempercepat laju pendinginan bagian dalam Bumi.

Hal ini bisa menjadi lebih cepat dari waktu ke waktu. Saat bridgmanite mendingin, ia berubah menjadi mineral lain yang disebut post-perovskite, yang merupakan konduktor panas yang bahkan lebih efisien. Ketika mineral baru ini mulai mendominasi batas, Bumi bagian dalam bisa mendingin lebih cepat lagi.

"Hasil kami bisa memberi kami perspektif baru tentang evolusi dinamika Bumi. Mereka memperkirakan bahwa Bumi, seperti planet berbatu lainnya Merkurius dan Mars, mendingin dan menjadi tidak aktif jauh lebih cepat dari yang diperkirakan," kata Motohiko Murakami, penulis studi tersebut.
 

Jika Inti Bumi Mendingin

Kita membutuhkan pusat planet untuk tetap panas sehingga dapat melindungi Bumi dari angin Matahari dan puing-puing yang berpotensi berbahaya.

Jika inti Bumi mendingin, planet ini akan menjadi dingin dan mati. Bumi juga akan diliputi kegelapan, karena pembangkit listrik menarik panas radiasi dari kerak Bumi dan menggunakannya untuk memanaskan air, uap yang menggerakkan turbin untuk menghasilkan listrik.

Pendinginan juga bisa membuat kita kehilangan perisai magnetik di sekitar planet yang diciptakan oleh panas dari inti. Perisai ini melindungi Bumi dari radiasi kosmik.

Perisai dibuat oleh proses konveksi yang disebabkan oleh besi yang terus bergerak. Seperti planet itu sendiri, inti Bumi terus berputar. Beberapa ilmuwan berpikir inti Bumi bergerak lebih cepat daripada bagian planet lainnya.

Gesekan mengubah energi kinetik menjadi energi listrik dan magnet yang membentuk medan, yang membelokkan partikel bermuatan berbahaya yang berasal dari matahari menuju kutub utara dan selatan.

Seberapa besar kehilangan medan magnet akan mengubah kehidupan di Bumi tidak jelas. Ada yang mengatakan Bumi bisa mengalami serangan gelombang radioaktif yang akan membuat planet menjadi terlalu panas dan membuatnya tidak dapat dihuni.

Informasi lain menunjukkan kemungkinan peningkatan intensitas sinar Matahari yang diyakini menyebabkan kanker. Pengamat juga mengatakan kita bisa mengalami angin Matahari menyapu semua lautan, danau dan sungai seperti yang terjadi di Mars dan Venus.

Para peneliti tidak dapat memastikan berapa lama proses pendinginan inti Bumi berlangsung. Penting untuk dicatat bahwa percepatan ini terjadi pada skala waktu geologis. Interior Bumi mungkin mendingin lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya, tetapi itu masih akan terjadi selama miliaran tahun.


Sumber Artikel: inet.detik.com

Selengkapnya
Inti Bumi Mendingin Lebih Cepat, Pertanda Apa?

Energi dan Sumber Daya Mineral

Jawa dan Sumatera Wilayah Rawan Gempa Tektonik, Ini Penjelasan Pakar Unpad

Dipublikasikan oleh Raynata Sepia Listiawati pada 25 Februari 2025


Pernah bertanya-tanya mengapa wilayah Selatan Jawa akhir-akhirnya terjadi gempa bumi? Salah satu penyebab terkuat tentu karena Indonesia berada pada kawasan lempeng yang terus bergerak. Pergerakan lempeng tektonik ini merupakan pemicu terjadinya gempa bumi.

Dosen Departemen Geologi Sains Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Dr. Iyan Haryanto, Ir., MT, menjelaskan, secara ilmu geologi, Indonesia berada pada batas-batas lempeng yang satu sama lain terus bergerak.

"Di sebelah barat, batas lempeng tersebut mulai dari sebelah barat Sumatera, lalu menerus ke selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, hingga Maluku," ucapnya seperti dikutip laman resmi Unpad, Rabu (19/1/2022).

Berikut beberapa hal yang harus diketahui tentang wilayah rawan gempa tektonik di Jawa dan Sumatera.

 

A. Penyebab Rawan Gempa Wilayah Jawa dan Sumatera

Beberapa daerah di wilayah batas lempeng tersebut, dekat dengan zona subduksi, atau batas lempeng tektonik yang sifatnya menunjam antara lempeng oseanik dengan lempeng kontinen.

Artinya, batas pertemuan dari dua lempeng ini merupakan kawasan yang aktif secara tektonik.

"Jadi jelas kalau Sumatera dan Jawa rawan terhadap peristiwa gempa tektonik, karena berada pada batas lempeng yang aktif," terang Iyan.
 

B. Pergerakan Sesar Aktif

Selain berada pada zona subduksi, pulau Sumatera dan Jawa banyak memiliki struktur sesar aktif. Pergerakan sesar aktif juga memicu terjadinya gempa tektonik atau gempa bumi yang terjadi karena aktivitas tektonik.

Oleh karena itu, menurut Iyan, peristiwa gempa tektonik di Sumatera dan Jawa pada khususnya diakibatkan oleh pergerakan aktivitas lempeng di zona subduksi atau berkaitan dengan aktivitas sesar aktif, atau pula kombinasi di antara keduanya.

"Sesar aktif di daratan juga berperan mempercepat perambatan getaran akibat gempa di lautan. Hal ini yang menjadi faktor mengapa suatu gempa bumi bisa terasa hingga wilayah yang cukup jauh dari titik gempanya," paparnya.
 

C. Berada di Kawasan Prisma Akresi

Dosen Geologi Unpad juga menjelaskan peristiwa gempa di kawasan Banten selatan beberapa hari lalu yang terjadi secara berturut-turut.

Menurutnya, jika dilihat dari pusat gempa, posisinya berada di kawasan yang disebut prisma akresi.

"Prisma akresi merupakan wilayah yang rawan terjadi gempa bumi karena berada di atas pusat-pusat gempa," ucapnya.

Wilayah ini merupakan kumpulan dari sesar-sesar naik, atau sesar yang mengangkat akibat proses penumbukan/penunjaman yang terjadi. Jika salah satu patahan menunjam ke bawah, maka di sisi satunya akan terangkat akibat proses penunjaman tersebut.

Salah satu wilayah Indonesia yang berada di kawasan sesar akresi adalah Pulau Nias di Sumatera Utara.

"Jika di Sumatera, prisma akresi ini muncul menjadi pulau, kalau di selatan Jawa belum membentuk pulau," katanya menambahkan.
 

D. Bagaimana Cara Mengatasi Wilayah Rawan Gempa?

Sementara itu, untuk wilayah yang berada pada kawasan rawan gempa tektonik, Iyan mengatakan bahwa pengetahuan masyarakat akan mitigasi kebencanaan harus diperkuat.

Karena jika minim pengetahuan mitigasi bencana akan berdampak fatal saat bencana terjadi.

"Masyarakat yang ada di Pulau Jawa, khususnya, tidak bisa terhindar dari banyaknya peristiwa gempa bumi," ungkapnya Iyan.

Sosialisasi mengenai pengetahuan sesar hingga tindakan perlindungan dasar ketika bencana terjadi harus terus digalakkan kepada masyarakat.

"Termasuk ketika gempa bumi yang diikuti tsunami, misalnya, masyarakat harus memahami tanda-tanda akan terjadinya tsunami itu," pungkasnya.


Sumber Artikel: detik.com

Selengkapnya
Jawa dan Sumatera Wilayah Rawan Gempa Tektonik, Ini Penjelasan Pakar Unpad

Energi dan Sumber Daya Mineral

Mengenal Jozef Zwierzycki, Pembuat Peta Geologi Pertama Indonesia

Dipublikasikan oleh Raynata Sepia Listiawati pada 25 Februari 2025


Jozef Zwierzycki merupakan ilmuwan yang berpengaruh dalam perkembangan dunia geologi, baik di Indonesia maupun di Polandia. Sejarah dan sumbangsihnya pun masih apresiasi oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) hingga kini.


Siapa itu Jozef Zwierzyck?

Jozef Zwierzyck merupakan geolog yang lahir pada 12 Maret 1888 di Krobia, Polandia dari keluarga berada. Jozef lulus dari sekolah umum (Jerman) kelas pada tahun 1909 dan melanjutkan pendidikannya di Berlin.

Ia mendapatkan beasiswa dari sebuah yayasan di Polandia karena prestasinya untuk belajar teknik pertambangan di Akademi Pertambangan di Berlin hingga 1914.

Saat yang berbarengan ia juga belajar geologi di Universitas Berlin yang sekarang dikenal dengan nama Alexander von Humboldt University. Ia terlibat dalam penelitian palaentologi dari material yang dikumpulkan ekspedisi Tendaguru di Danau Tanganyika, Afrika Timur.

Pada 1913 ia mendapat gelar doktor dalam penelitiannya di ekspedisi Tendaguru. Setahun kemudian dia juga berhasil menuntaskan studi pertambangannya.


Pembuat Peta Geologi Pertama Indonesia

Saat terjadi mobilisisasi perang pada 1914, Wilhelm von Branca menganjurkan Zwierzycki yang saat itu berusia 26 tahun untuk melamar posisi penjelajah geologi di Hindia Belanda.

Ia diterima mulai Mei 1914 dan menjadi pegawai Belanda untuk survei geologi di Hindia Belanda. Menumpang kapal Rembrandt, Zwierzycki meninggalkan Hamburg pada akhir Juni 1914 menuju Jawa.
 

Peta Geotektonik Hindia Belanda (Indonesia) yang dibuat Jozef Zwierzycki pada 1930

Peta Geotektonik Hindia Belanda (Indonesia) yang dibuat Jozef Zwierzycki pada 1930 (Foto: Dok. DR. J.T van Gorsel)
 

Dilansir dari situs resmi Kedutaan Besar Polandia untuk Indonesia, pada tahun 1914-1938, Józef Zwierzycki melaksanakan riset ilmiah di Hindia Belanda.

Berawal dari seorang karyawan Dutch Geological Survey (Survey Geologi Belanda), Zwierzycki pada akhirnya menjadi direktur di perusahaan tersebut.

Zwierzycki mempunyai sumbangsih besar yakni membuat peta geologis pertama wilayah Indonesia sekarang. Peta geologis sendiri merupakan informasi data geologi suatu daerah/wilayah/kawasan dengan tingkat kualitas berdasarkan skala.

Zwierzycki membuat peta geologi Sumatera bagian Utara pada 1914-1919, kemudian Papua bagian barat pada 1920-1922, Sulawesi bagian Timur pada 1924, Jambi pada 1925, dan Sumatera Selatan pada 1927-1932.

Tak hanya membuat peta, beliau juga berperan dalam penemuan deposit minyak dan gas, serta timah, emas, dan perak.

"Zwierzycki merupakan figur penting dalam sejarah eksplorasi geologi awal di Indonesia," ujar R.P. Koesoemadinata, guru besar (emiritus) geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam webinar Prof. Jozef Zwierzycki Biography Bridging Indonesian and Polish Soil and History, Rabu (25/5/2021).


Pengajar di TH Bandung (kini ITB)

Tak hanya memberi sumbangsih di bidang geologi saja, Zwierzycki juga pernah tinggal di Bandung dan mengajar di Technische Hoogeschool (TH) yang sekarang menjadi ITB.

Rektor ITB Reini Wirahadikusumah mengatakan Zwierzycki memiliki sumbangsih penting dan cara untuk terus mengingatnya adalah dengan cara mengisahkan kembali perjuangan beliau semasa hidup.

"Kita semua bisa belajar dari pengalamannya saat menghadapi masa-masa sulit selama Perang Dunia II. Dia dengan berani melarikan diri dari Auschwitz, dan segera setelah itu dia terus melanjutkan hasratnya untuk melakukan aktivitas geologi" ujarnya.


Sumber Artikel: detik.com

Selengkapnya
Mengenal Jozef Zwierzycki, Pembuat Peta Geologi Pertama Indonesia

Energi dan Sumber Daya Mineral

Cek Warisan Geologi RI Kini Bisa Lewat Website

Dipublikasikan oleh Raynata Sepia Listiawati pada 25 Februari 2025


Kementerian ESDM meluncurkan Portal Geologi Indonesia hari ini. Adanya portal ini akan mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi geologi.

Data dan informasi kegeologian yang sebelumnya tersimpan dalam bentuk fisik/hardcopy di perpustakaan geologi. Lalu, telah dikonversi dalam bentuk digital dan terhubung secara online dalam bentuk website (portal).

"Data dan informasi yang tersimpan dalam bentuk fisik atau hardcopy di perpustakaan geologi, sebagian telah dikonversi dalam bentuk digital untuk mempermudah pemanfaatan oleh publik," ujar Kepala Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Eko Budi Lelono dikutip dari laman Kementerian ESDM, Jumat (28/1/2022).

Eko menyampaikan, dalam portal geologi Indonesia terdapat informasi terdiri dari geoheritage/warisan geologi, leksicon stratigrafi, sedimentary basin/cekungan sedimen dan geomap.

Warisan geologi adalah warisan bumi yang memiliki aspek ilmiah, keunikan, kelangkaan dan keindahan, menjadikan objek warisan geologi sebagai komponen penting untuk membangun daerah secara berkelanjutan melalui konsep geopark, dengan memanfaatkan situs warisan geologi untuk kegiatan penelitian, edukasi dan pariwisata.

"Data dan informasi warisan geologi yang cepat dan mudah akses sangat dibutuhkan publik dan stakeholder terkait. Aplikasi warisan geologi (geoheritage) menyajikan layanan informasi, layanan verifikasi online dalam penetapan warisan geologi, dan pengelolaan database warisan geologi seluruh Indonesia," jelas Eko.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Survei Geologi (PSG), Badan Geologi, Kementerian ESDM Hendra Gunawan menginformasikan bahwa PSG telah melakukan survei, penyelidikan dan pemetaan geologi, dan geofisika di seluruh wilayah Indonesia. Kegiatan tersebut telah menghasilkan banyak data dasar kegeologian, ribuan publikasi dan 4.756 peta - peta geologi dan geofisika dalam berbagai tema dan skala.

"Produk-produk yang dihasilkan PSG tersebut dapat diakses oleh publik dan masyarakat luas di Perpustakaan Pusat Survei Geologi. Kita ketahui perpustakaan geologi di Pusat Survei Geologi menyimpan data dan informasi geologi dari seluruh wilayah Indonesia yang terhimpun sejak pertengahan abad ke-17," terang Hendra.

Sebagian produk-produk PSG tersebut, dikatakan Hendra, sudah didigitalisasi untuk memudahkan masyarakat mendapatkan akses informasi kegeologian. Didukung perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, proses digitalisasi pelayanan publik terkait data dan informasi geologi Indonesia kini semakin mudah.

"Menyongsong era digital 4.0, PSG membangun Portal Geologi Indonesia untuk mempermudah dan mempercepat akses terhadap data geologi sesuai dengan kebutuhan pengguna," kata Hendra.


Sumber Artikel: detik.com

Selengkapnya
Cek Warisan Geologi RI Kini Bisa Lewat Website

Energi dan Sumber Daya Mineral

Badai Api Pernah Menyapu Bumi, Dampaknya Menyeramkan

Dipublikasikan oleh Raynata Sepia Listiawati pada 25 Februari 2025


Pada suatu titik sekitar 12.800 tahun yang lalu, sepersepuluh permukaan bumi tiba-tiba diselimuti api yang menderu. Badai api itu menyaingi badai yang memusnahkan dinosaurus.

Kemungkinan besar, badai tersebut disebabkan oleh pecahan komet yang berukuran sekitar 100 kilometer. Saat awan debu menutupi bumi, peristiwa ini memulai zaman es mini yang membuat planet ini tetap dingin selama seribu tahun lagi, seperti ketika bumi muncul dari masa 100.000 tahun yang tertutup gletser. Setelah api padam, kehidupan pun dimulai lagi.

"Hipotesisnya adalah komet besar terfragmentasi dan bongkahannya berdampak pada bumi, menyebabkan bencana ini," kata Adrian Melott dari University of Kansas, yang ikut menulis studi tahun 2018 yang merinci peristiwa bencana ini.

"Sejumlah tanda kimia yang berbeda, karbon dioksida, nitrat, amonia dan lain-lain, semua tampaknya menunjukkan bahwa 10% dari permukaan bumi, atau sekitar 10 juta kilometer persegi, habis terbakar," ujarnya seperti dikutip dari Science Alert.

Untuk mengintip kembali ke dalam api yang membakar dan gelombang kejut dari peristiwa besar ini, sejumlah besar penanda geokimia dan isotop diukur dari lebih dari 170 situs di seluruh dunia, yang melibatkan tim yang terdiri dari 24 ilmuwan.

Salah satu bagian dari analisis yang dilakukan adalah pada pola tingkat serbuk sari, yang menunjukkan bahwa hutan pinus tiba-tiba terbakar untuk digantikan oleh pohon poplar, spesies yang mengkhususkan diri menutupi tanah tandus. Peristiwa ini seperti yang mungkin terjadi ketika planet terkena serangkaian bola api besar.

Faktanya, bagian-bagian komet yang hancur di luar angkasa kemungkinan masih akan mengambang di sekitar Tata Surya kita 13.000 tahun kemudian.

Konsentrasi tinggi platinum, yang sering ditemukan di asteroid dan komet, dan tingkat debu yang tinggi juga dicatat dalam sampel yang dianalisis oleh para peneliti, di samping peningkatan konsentrasi aerosol pembakaran. Kita akan bisa melihat apakah banyak biomassa yang terbakar yaitu amonium, nitrat, dan lain-lain.

Ketika tanaman mati, sumber makanan akan langka, dan gletser yang sebelumnya mundur mulai bergerak lagi, demikian catatan tim peneliti. Budaya manusia harus beradaptasi dengan kondisi yang lebih keras, dengan populasi menurun sebagai hasilnya.

"Perhitungan menunjukkan bahwa dampaknya akan menipiskan lapisan ozon, menyebabkan peningkatan kanker kulit dan efek kesehatan negatif lainnya," kata Melott.

Tim tersebut berhipotesis bahwa dampak yang begitu luas dari fragmen komet, dan badai api berikutnya, bertanggung jawab atas sedikit pendinginan ekstra yang dikenal sebagai periode Dryas Muda. Perubahan suhu planet yang relatif singkat ini terkadang disebabkan oleh perubahan arus laut.

Namun, tabrakan komet bukanlah pendapat yang benar-benar baru, meskipun penelitian terbaru ini sangat mendalam untuk mencoba dan menemukan buktinya. Para ilmuwan telah memperdebatkan apakah dampak komet memicu peristiwa Younger Dryas selama beberapa tahun sekarang.

Tidak semua orang setuju bahwa data tersebut menunjukkan serangan komet, tetapi karya komprehensif ini menawarkan lebih banyak dukungan untuk hipotesis tersebut, seperti halnya ukiran kuno yang ditemukan di Turki pada tahun 2017. Ukiran ini menggambarkan dampak dahsyat dari objek antarbintang.

"Hipotesis dampak masih merupakan hipotesis, tetapi penelitian ini memberikan sejumlah besar bukti, yang menurut kami hanya dapat dijelaskan oleh dampak kosmik yang besar," kata Melott.


Sumber Artikel: inet.detik.com

Selengkapnya
Badai Api Pernah Menyapu Bumi, Dampaknya Menyeramkan

Energi dan Sumber Daya Mineral

Begini Peta Jalan Indonesia Menuju Netral Karbon di 2060

Dipublikasikan oleh Raynata Sepia Listiawati pada 25 Februari 2025


Demi mewujudkan komitmen mencapai net zero emission (netralitas karbon) di tahun 2060 atau lebih cepat, Pemerintah Indonesia telah menyiapkan road map alias peta jalan.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, komitmen ini akan didorong sesuai Strategi Jangka Panjang untuk Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim (Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilence/LTS-LCCR).

"Roadmap ini juga mencakup upaya yang diperlukan dari sisi permintaan untuk mendukung transisi energi, seperti penggunaan kompor listrik, lampu LED dan gas kota," jelas Arifin saat menyampaikan pandangannya pada Ministrial Talks, dalam rangkaian agenda Conference of Parties (COP) ke-26 diikuti dari keterangan resmi, Senin (1/10).

Arifin menjelaskan, selama periode tahun 2021 hingga 2025, dilakukan penerbitan dan implementasi regulasi antara lain terkait Undang-Undang tentang EBT, penghentian dini pembangkit berbasis batubara, perluasan Co-firing PLTU, serta konversi diesel ke gas dan EBT.

Regulasi terkait PLTS Atap diterbitkan sebagai insentif bagi masyarakat yang memasang PLTS Atap sebagai energi bersih agar pengembangannya semakin masif. Selain itu, kebijakan pajak karbon (cap and tax) juga disiapkan untuk mengendalikan peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) dan mengubah prilaku aktifitas ekonomi agar dapat menurunkan emisi GRK. 

Pajak karbon akan diterapkan secara terbatas untuk PLTU mulai April 2022. "Pada tahun 2025, pangsa energi terbarukan ditargetkan sebesar 23% dan didominasi oleh Solar PV," kata Arifin.

Dari tahun 2026 hingga 2030, tidak akan ada tambahan kapasitas PLTU karena kapasitas hanya dari yang sudah berkontrak atau sedang dibangun. Solar PV dan kendaraan listrik akan dikembangkan secara masif, ditargetkan untuk mendukung penyediaan 2 juta kendaraan roda empat dan 13 juta roda dua.

Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia dapat dicapai dengan pengurangan emisi di sektor energi sebesar 314 juta ton CO2 pada tahun 2030. "Kami akan memulai tahap pertama penghentian PLTU dan mengurangi penggunaan diesel mulai tahun 2031. Pembangkit energi surya, hydro, dan panas bumi akan mendominasi 57% energi terbarukan pada tahun 2035," ungkap Arifin.

Selanjutnya pada 2036-2040 akan menjadi tahap kedua penghentian PLTU termasuk subcriticalcritical dan sebagian supercritical. Sedangkan porsi EBT akan meningkat menjadi 66% yang didominasi oleh pembangkit surya, hydro, dan bioenergi. Selain itu, dilakukan pengurangan penjualan kendaraan roda dua konvensional.

Dari 2041 hingga 2045, pembangkit arus laut skala besar dan pembangkit nuklir pertama mulai Commercial Operation Date (COD). Peningkatan pemanfaatan energi terbarukan menjadi 93% yang akan didominasi oleh pembangkit surya, hydro, dan bioenergi. Penjualan kendaraan roda empat konvensional juga akan berkurang.

Terakhir, selama 2051 hingga 2060 akan menjadi periode terakhir untuk penghentian PLTU dan hidrogen untuk listrik akan dikembangkan secara besar-besaran. Energi terbarukan yang dikembangkan didominasi oleh pembangkit surya, hydro, dan angin.

"Kami berkomitmen untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca sebesar 29% pada tahun 2030 dengan upaya sendiri atau 41% dengan dukungan internasional," pungkas Arifin.


Sumber Artikel: kontan.co.id

Selengkapnya
Begini Peta Jalan Indonesia Menuju Netral Karbon di 2060
« First Previous page 788 of 1.352 Next Last »