Kemaritiman

Perkuat Pertahanan Laut: TNI AL Peroleh Dua Fregat Arrowhead 140 Terbaru dari Produksi PT PAL

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 25 Februari 2025


LONDON, KOMPAS.com – Menteri Pertahanan (Menhan) RI Prabowo Subianto didampingi Dubes RI untuk Inggris Desra Percaya menghadiri pameran industri pertahanan terbesar di Inggris pada Kamis (16/9/2021). 

Pameran bernama Defence and Security Equipment Internasional (DSEI) tersebut bertempat di ExCel London dan berlangsung sejak 14 hingga 17 September. 

Kedatangan Prabowo dan delegasi RI dalam DSEI disambut Direktur Department for International Trade Defence and Security Organisation (DIT DSO) serta anggota Parlemen Inggris Richard Graham. 

Dalam rombongan delegasi Indonesia, ada Dirut PT PAL Kaharuddin Djenod serta beberapa pejabat Kementerian Pertahanan RI. 

Djenod menandatangani kontrak komersial antara PT PAL dengan Babcock International dalam pengadaan kapal fregat Type 31 Arrowhead 140 untuk TNI AL.

Penandatanganan bersejarah tersebut dilakukan diatas kapal perang Inggris HMS Argyll sebagaimana rilis yang diterima Kompas.com. 

Dalam kontrak tersebut, Indonesia akan mendapatkan lisensi desain kapal. Kemudian, PT PAL akan membangun dua fregat untuk TNI AL. 

Penandatangan perjanjian itu disaksikan oleh Prabowo dan Menhan Inggris Ben Wallace. 

Dalam kesempatan tersebut, Prabowo mengunjungi berbagai stand alutsista serta bertemu pimpinan perusahaan dari industri pertahanan dalam pameran itu 
Perusahaan-perusahaan tersebut merupakan penggagas dalam industri pertahanan yang telah digunakan oleh angkatan bersenjata di berbagai negara

Sumber: www.kompas.com
 

Selengkapnya
Perkuat Pertahanan Laut: TNI AL Peroleh Dua Fregat Arrowhead 140 Terbaru dari Produksi PT PAL

Kemaritiman

Menembus Tantangan: Industri Pertahanan Menghadapi Tiga Hambatan dalam Membangun Alutsista

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 25 Februari 2025


JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi) Rizal Darma Putra mencatat tiga tantangan yang dihadapi industri pertahanan dalam membangun kekuatan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI. 

"Sekarang bagi industri pertahanan kita memiliki tantangan, yakni dari sisi kualitas, jaminan nilai jual dan ketepatan waktu," ujar Rizal, dalam diskusi virtual, Kamis (24/6/2021).

Menurutnya, industri pertahanan juga perlu mendapatkan dukungan besar dari pemerintah. dalam rangka membangun kekuatan pertahanan. 

Misalnya, dukungan dana dari pemerintah dan perbankan yang berkelanjutan. Ia menilai, eksistensi industri pertahanan membutuhkan dukungan besar dari dua komponen tersebut "Itu yang harus saling berkaitan satu sama lain," kata Rizal. 

Di sisi lain, Rizal menilai bahwa untuk membangun kekuatan pertahanan juga bisa dilakukan dengan mendatangkan alutsista dari luar negeri. 

Hanya saja, catatan yang perlu dipegang yakni mengenai transparansi pengadaan alutsista. 
"Pengadaan alutsista harus memiliki transparansi dalam perencanaan pengadaan," tutur dia. 

Rizal menambahkan, alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpalhankam) dalam negeri sendiri sebagian besar berasal dari produk luar negeri. 

Dengan demikian, penting bagi pemangku kebijakan agar pengadaan alpalhankam juga memperhatikan partisipasi negara produsen dalam membangun industri pertahanan. 

"Ya kita boleh menggunakan produk luar negeri tentu dengan syarat harus ikut partisipasi dalam industri pertahanan," tegas dia. 

Sebelumnya, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) berencana membeli alutsista dengan anggaran Rp 1.700 triliun. 

Rencana pengadaan alutsista senilai Rp 1.700 triliun tertuang dalam dokumen Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Tahun 2020-2024. 

Berdasarkan rancangan tersebut, pengadaan alutsista ini bisa dilakukan dengan skema peminjaan dana asing alias utang. 

Namun demikian, Menhan Prabowo Subianto memastikan bahwa nilai pengadaan alutsista itu dan pembahasan rancangan tersebut belum final.

Sumber:nasional.kompas.com

 

Selengkapnya
Menembus Tantangan: Industri Pertahanan Menghadapi Tiga Hambatan dalam Membangun Alutsista

Kemaritiman

Terobosan Energi Terbaru: PLN dan PT PAL Kolaborasi Hadirkan Pembangkit Listrik Kapal Berkapasitas 60 MW

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 25 Februari 2025


Liputan6.com, Surabaya - PT PLN (Persero) melalui anak usahanya PT Indonesia Power berkolaborasi dengan PT PAL Indonesia berhasil membangun Pembangkit Listrik Kapal atau Mobile Power Plant (MPP) modern yang diberi nama BMPP Nusantara 1 dan berkapasitas 60 Megawatt (MW). Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan khusus di wilayah timur Indonesia keberadaan MPP tipe Barge Mounted Power Plant menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan listrik daerah terpencil.

"Pencanangan program ini dalam rangka memenuhi pasokan listrik dalam waktu yang singkat dan bersifat sementara," ujarnya di dermaga bandar barat Divisi Kapal Niaga PT PAL di Surabaya Jumat (28/01). Selain itu, lanjut Darmawan, hadirnya MPP ini bakal mendorong reserve margin dan menaikkan rasio elektrifikasi secara cepat serta memungkinkan untuk dipindahkan ke tempat yang lebih memerlukan.

"Sebut saja seperti pada remote area yang dominan banyak tersebar di wilayah kepulauan Indonesia timur," ucapnya. Di wilayah Ambon, kata Darmawan, selama ini mempunyai kebutuhan listrik 63,6 MW. "Dengan masuknya BMPP Nusantara 1 maka sistem kelistrikan di wilayah Ambon akan semakin solid karena sepenuhnya akan dikelola oleh PLN Group," ujar Darmawan.

Darmawan mengungkapkan, pembangkit listrik kapal ini berkapasitas 60 MW dan dilengkapi dengan teknologi dual fuel dalam mengakomodir fleksibilitas ketersediaan bahan bakar. Dengan daya yang besar maka menjadi solusi untuk melistriki area atau wilayah yang mengalami defisit tenaga listrik.

"Kami harapkan BMPP Nusantara 1 dapat beroperasi dengan handal efisien dan tepat waktu, dalam mendukung system kelistrikan wilayah Ambon," ucap Darmawan. Dirinya menargetkan, proyek bernilai investasi Rp 997 miliar ini bakal beroperasi secara komersil/ commercial on date (COD) pada Maret 2022. Kedepan, Darmawan menegaskan, PLN tidak hanya berhenti sampai disini. PLN bersama PAL juga akan melanjutkan perakitan BMPP ini untuk unit ke dua dan ketiga dengan total kapasitas 150 MW.

"Berikutnya akan berlanjut dengan BMPP Nusantara 2 dan BMPP Nusantara 3 dengan total kapasitas 150 MW. Operasional dan maintenance pun sepenuhnya dilaksanakan oleh PT Indonesia Power, sehingga tidak ada lagi ketergantungan pasokan listrik dari pihak luar," ujar Darmawan.

Tantangan Pandemi

Direktur Utama PT PAL Kaharuddin Djenod menambahkan, proyek pembangunan BMPP Nusantara 1 60 MW yang dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19 menjadikan tantangan yang signifikan terhadap produktivitas dan capaian kinerja.

"PT PAL juga berkomitmen untuk terus meningkatkan TKDN dari BMPP ini. Pembangunan BMPP ini memang melibatkan banyak pihak. Kami terus berusaha untuk meningkatkan TKDN dari proyek ini untuk BMPP ke 2 dan 3," jelas Kaharuddin. Dirinya juga optimistis terhadap target COD dari BMPP Nusantara 1. Meski berada dalam situasi pandemi, PT PAL terus berusaha untuk tetap menjalankan proyek ini dengan aman dan optimal.

Sumber: www.liputan6.com

 

Selengkapnya
Terobosan Energi Terbaru: PLN dan PT PAL Kolaborasi Hadirkan Pembangkit Listrik Kapal Berkapasitas 60 MW

Perindustrian

Gresik Merajut Sejarah: Dibangun Pabrik Pengolahan Tembaga Terbesar di Dunia

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 25 Februari 2025


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Freeport Indonesia tengah melakukan pembangunan pabrik peleburan dan pengolahan tembaga. Pabrik yang terletak di Kabupaten Gresik, Jawa Timur ini bakal menjadi yang terbesar di dunia. Hal tersebut diungkapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam acara peletakan batu pertama atau groundbreaking smelter Freeport pada Selasa (12/10/2021).

"Smelter yang akan dibangun ini dengan desain single line, terbesar di dunia karena mampu mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun," ungkapnya. Ia menjelaskan, dari kemampuan pengolahan 1,7 juta ton tersebut, smelter ini juga akan menghasilkan 480.000 ton logam tembaga. Jokowi menilai, ini potensi yang sangat besar untuk dimanfaatkan Indonesia.

“Bisa bayangkan 1,7 juta ton, itu kalau dinaikkan truk yang kecil itu, yang bisa mengangkut 3-4 ton berarti berapa truk yang akan berjejer di sini. Itu berarti akan ada 600.000 truk berjejer, bayangkan. Ini gede sekali,” katanya.

Jokowi pun berharap, dengan kehadiran smelter Freeport di dalam negeri, maka akan semakin memperkuat hilirisasi industri tembaga. Oleh sebab itu, ia ingin langkah pembangunan smelter ini diikuti oleh seluruh perusahaan tambang. Dengan demikian, ke depannya Indonesia tak lagi mengekspor hasil tambang berbentuk barang mentah atau raw material, melainkan yang sudah bernilai tambah karena lebih dahulu diolah di dalam negeri.

“Ini akan memberikan nilai tambah bagi negara, artinya memberikan income (pemasukan) yang lebih tinggi pada negara.

Kemudian juga menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan," ungkap dia. Terkait serapan tenaga kerja, Jokowi mengatakan, setidaknya dalam masa konstruksi pembangunan smelter Freeport akan melibatkan 40.000 pekerja.

"Artinya lapangan pekerjaan akan terbuka banyak sekali di Kabupaten Gresik dan di Provinsi Jawa Timur. Belum lagi nanti, kalau sudah beroperasi,” ujarnya. (Yohana Artha Uly)

Sumber: www.tribunnews.com

 

Selengkapnya
Gresik Merajut Sejarah: Dibangun Pabrik Pengolahan Tembaga Terbesar di Dunia

Kemaritiman

Kendala Ekspansi: Pelaku Industri Maritim Indonesia Belum Maksimal dalam Menggarap Pasar Internasional

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 25 Februari 2025


KOMPAS.com - Industri maritim di Tanah Air lemah untuk orientasi luar negeri karena berbagai arus jasa bisnis maritim di dalam negeri faktanya tetap didominasi pemain asing. 

Diduga, fokus para pemain di industri maritim masih ke dalam negeri lantaran kue pasarnya memang cukup besar. Sehingga, para pemain merasa lebih nyaman dengan pangsa pasar yang pasti tersebut (captive-market). 

Selain itu, diduga pemain industri maritim Indonesia kurang membangun kekuatan untuk orientasi luar negeri tersebut. Termasuk untuk urusan pengangkutan impor minyak dan gas (migas). 

Hal itu disampaikan pakar kemaritiman dari Institut Teknologi 10 November Surabaya, Raja Oloan Saut Gurning, melalui rilis ke Kompas.com, Sabtu (22/5/2021).

Menurut dia, bisnis maritim secara prinsip adalah klaster bisnis yang mensyaratkan kondisi usaha dengan lingkungan yang terbuka dan global, termasuk dalam bisnis pelayaran khususnya usaha pelayaran minyak dan gas (migas).

Dalam bisnis ini, baik operator kapal, penyewa, unit manajemen kapal, awak kapal, galangan kapal dan manajemen kepemilikan kapal atau operasi pelayaran dapat dilakukan dengan berbagai pola yang melibatkan banyak pihak yang memiliki kompetensinya masing-masing. 

Oleh sebab itu, Saut menilai positif langkah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyiapkan PT Pertamina International Shipping (PIS) untuk melakukan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) tahun ini.

Menurut dia, rencana aksi korporasi PIS yang akan melakukan IPO pada tahun ini merupakan upaya untuk menjadikan biaya angkutan minyak mentah dan gas nasional menjadi efisien.

“Ini adalah pola praktis dan dilakukan banyak entitas global,” katanya. “Tidak hanya pengoperasian dan biaya logistik migas internasional kita yang lebih murah, dan juga berbagai manfaat turunan lainnya baik dampak tidak langsung kepada berbagai usaha terkait, pembukaan lapangan kerja dan pajak kepada negara.” 

“Saya kira usaha membuat entitas PIS menjadi perusahaan publik tidak lain supaya lebih terawasi, serta mengejar pemenuhan aspek regulasi internasional lewat kolaborasi dengan berbagai entitas internasional saya pikir baik dan wajar. Mengapa? Karena ini sudah menjadi business practice di dunia pelayaran, termasuk pelayaran migas internasional,” lanjut Saut.

Sebelumnya, Kementerian BUMN meresmikan PIS sebagai suholding shipping pada awal Mei lalu, dengan harapan dapat meningkatkan kinerjanya dengan juga bertransformasi menjadi perusahaan yang mengintegrasikan kegiatan shipping dan marine logistics. 

Ke depan, agar bisa bersaing di kancah global sesuai dengan visinya. 

Wakil Menteri BUMN I Pahala N Mansury mengatakan bahwa dengan melakukan transformasi bisnis, valuasi PIS di pasar saham bisa meningkat dan mengerek nilai jual. 

Bahkan, Pahala berharap dengan adanya transformasi dan diikuti IPO, nilai perusahaan bisa meningkat hingga 10 kali lipat.

Sumber: regional.kompas.com

 

Selengkapnya
Kendala Ekspansi: Pelaku Industri Maritim Indonesia Belum Maksimal dalam Menggarap Pasar Internasional

Kemaritiman

Ancaman Kapal Asing: Pengusaha Kapal Indonesia Khawatir Investasi Asing Mengganggu Industri Maritim

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 25 Februari 2025


JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) tak setuju jika pemerintah mengundang investor asing dalam kepemilikan kapal berbendera Indonesia untuk kegiatan angkutan muatan dalam negeri. 

Sebab, jika hal tersebut terjadi dikhawatirkan akan meredupkan kekuatan industri maritim dalam negeri. Ketua Umum INSA, Carmelita Hartoto mengatakan, penerapan aturan kapal berbendera merah putih atau asas cabotage ditegaskan dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2005 dan Undang-Undang Pelayaran No 17 tahun 2008. Menurutnya, jika asas cabotage dibuka, maka Indonesia akan kehilangan kekuatan potensi maritim nasional di sektor pelayaran. 

“Ini bukan berarti kita anti asing, tapi harusnya laut dan sumber dayanya dioptimalkan untuk kepentingan nasional dengan perdagangan domestiknya dilayani kapal merah putih,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (30/9/2020). Dia menegaskan INSA sepenuhnya mendukung RUU Cipta Kerja, selama kepentingan sektor pelayaran dalam negeri tetap berdaulat di wilayah NKRI. 

Carmelita juga menambahkan, penerapan asas cabotage juga tidak hanya diterapkan di Indonesia. Beberapa negara sudah lebih dulu menerapkannya, seperti Amerika, Jepang, China, dan negara-negara maju lainnya. 

Sementara itu, Sekretaris Umum DPP INSA Budhi Halim menambahkan, investasi asing di industri pelayaran tidak sama dengan investasi di sektor manufaktur dan infrastruktur yang membawa dana dan membuka lapangan pekerjaan. 

Hal ini mengingat investasi asing di industri pelayaran tidak bisa diartikan sebagai bentuk aliran dana masuk, melainkan hanya berupa pencatatan aset di pembukuan. Kapal sebagai aset bergerak sangat mudah dipindahtangankan dan berganti bendera negara. Keuntungan pelayaran asing juga akan dibawa balik ke negara mereka, yang artinya devisa negara akan lari ke luar negeri. Alhasil, kondisi ini juga akan membebani neraca pembayaran Indonesia. 

Alih-alih mendorong perekonomian nasional dan menyerap tenaga kerja, investasi asing di industri pelayaran justru mengancam lapangan kerja dan ekosistem di industri pelayaran nasional.

 “Atas dasar itu, DPP INSA menilai konsistensi penerapan asas cabotage merupakan harga mati dan bersifat wajib untuk negara. Dengan begitu, kedaulatan negara terjaga dan perekonomian nasional dapat terus tumbuh,” ungkapnya. Tidak hanya terkait dengan devisa, kapal asing yang masuk dikhawatirkan akan berpengaruh pada industri galangan kapal dalam negeri.

Ketika kapal asing masuk dan memilih menggunakan galangan luar atau miliknya sendiri, artinya ini sebuah kehilangan bagi industri galangan kapal dalam negeri.

Sumber: money.kompas.com

 

Selengkapnya
Ancaman Kapal Asing: Pengusaha Kapal Indonesia Khawatir Investasi Asing Mengganggu Industri Maritim
« First Previous page 538 of 1.082 Next Last »