Menuju Masa Depan Bangunan Hijau: Mengatasi Hambatan Reuse Beton di Industri Konstruksi Swedia

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza

25 April 2025, 15.01

Pexels.com

Pendahuluan: Dari Limbah ke Potensi Bangunan Berkelanjutan

 

Industri konstruksi dikenal sebagai salah satu penyumbang emisi dan limbah terbesar di dunia. Di Swedia sendiri, tercatat pada tahun 2020 sektor ini menghasilkan 14,2 juta ton limbah—mayoritasnya berasal dari pembongkaran bangunan, terutama material beton. Paradigma circular economy menjadi sorotan karena menjanjikan efisiensi sumber daya dan penurunan emisi karbon melalui prinsip daur ulang, penggunaan kembali (reuse), dan rekondisi bahan bangunan.

 

Namun, mengimplementasikan strategi reuse, khususnya pada beton struktural, bukan perkara mudah. Tesis ini hadir dengan fokus utama: mengidentifikasi hambatan utama dalam praktik reuse beton di industri konstruksi Swedia, sekaligus mengeksplorasi potensi solusi melalui studi kasus dan wawancara dengan para ahli industri.

 

 

Konteks Teoritis: Mengapa Beton dan Circularity Jadi Kunci?

 

Beton, sebagai material bangunan paling umum di dunia, menyumbang hingga 30 miliar ton konsumsi tahunan global. Meskipun dikenal tahan lama, produksi komponennya—terutama semen—menyumbang lebih dari 70% emisi karbon dalam sektor konstruksi. Maka reuse elemen struktural beton (seperti balok, kolom, dan panel pracetak) menjadi jalan strategis untuk mengurangi embodied energy dan emisi CO₂.

 

Konsep circular economy sendiri mendorong pendekatan desain dan pembangunan yang memungkinkan komponen dapat dibongkar, disimpan, dan digunakan kembali, alih-alih dibuang ke TPA. Namun, penerapannya masih terbentur berbagai hambatan.

 

 

Metodologi: Pendekatan Studi Lapangan dan Studi Kasus Återhus

 

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui:

  • Tinjauan pustaka tentang hambatan reuse beton.
  • Studi kasus Återhus, proyek kolaboratif di Swedia yang fokus membangun rumah dari rumah lama.
  • Wawancara semi-terstruktur dengan pakar dari RI.SE, akademisi, insinyur beton, arsitek, dan praktisi keberlanjutan.
  • Hasil wawancara mengungkap realitas lapangan yang memperkaya literatur dan menghadirkan perspektif praktis yang sangat relevan.

 

 

Hasil Utama: 5 Kategori Hambatan Utama Reuse Beton

 

1. Hambatan Regulasi dan Standardisasi

 

Swedia belum memiliki standar nasional khusus untuk reuse beton struktural. Ketidakpastian hukum, kurangnya panduan teknis, serta dokumen pengujian menjadi kendala utama. Beberapa pakar menyebut sulitnya memberikan "jaminan mutu" terhadap material hasil bongkaran karena ketidaktahuan akan usia, riwayat kerusakan, atau kualitas struktur lamanya.

 

Catatan penting: Standar seperti EPBD, LCA, dan BREEAM digunakan dalam bangunan baru, namun belum terintegrasi dengan prinsip reuse secara formal.

 

2. Hambatan Ekonomi dan Pasar

 

Biaya tinggi untuk pembongkaran, transportasi, penyimpanan, dan pengujian material reuse.

Beton baru dari bahan mentah masih murah dan melimpah di Swedia, sehingga reuse kalah bersaing dari sisi harga.

Belum adanya model bisnis reuse yang matang, serta minimnya pusat distribusi atau pasar khusus untuk elemen bangunan bekas.

 

 

Studi pendukung: Biaya tambahan reuse bisa mencakup 15–25% lebih mahal dibanding penggunaan beton baru, tergantung kompleksitas proyek dan jenis elemen struktural yang digunakan.

 

3. Hambatan Penanganan Material dan Dokumentasi

 

Tidak adanya katalog material atau "paspor bahan" untuk elemen beton dari bangunan lama.

Proses identifikasi dan pelacakan riwayat material sangat minim.

Penyimpanan elemen besar seperti balok atau panel pracetak memerlukan fasilitas logistik khusus.

 

Solusi potensial: Pemanfaatan Building Information Modeling (BIM) untuk menciptakan material passport digital sejak tahap desain awal.

 

4. Hambatan Pengetahuan dan Budaya Industri

 

Kurangnya pemahaman di kalangan pelaku konstruksi, perancang, dan bahkan pengambil kebijakan.

Resistensi terhadap perubahan karena kekhawatiran atas kualitas, ketahanan, dan estetika produk reuse.

Budaya kerja yang masih linier dan terbiasa pada sistem "bangun-hancurkan-bangun lagi".

 

Komentar kritis: Edukasi berkelanjutan dan insentif bagi proyek percontohan reuse perlu lebih digalakkan.

 

5. Hambatan Teknis dan Struktural

 

Keterbatasan dalam pengujian material reuse, terutama untuk komponen struktural seperti balok atau kolom.

Banyak metode pengujian bersifat destruktif dan merusak elemen reuse.

Variasi ekspose dan desain elemen struktural dari masa lalu menyulitkan standar ulang.

 

Contoh konkret: Salah satu elemen hollow core slab diuji menggunakan metode rebound hammer dan pencitraan ultrasonik non-destruktif untuk menilai kepadatan dan ketahanan—prosedur ini masih dalam tahap pengembangan di Swedia.

 

 

Studi Kasus Återhus: Membangun Rumah dari Rumah

 

Proyek Återhus menjadi titik terang dalam praktik reuse beton di Swedia. Proyek ini menggandeng 14 mitra lintas sektor, seperti RISE, Akademiska Hus, NCC, dan Tyresö Municipality, serta didanai oleh Vinnova, lembaga inovasi pemerintah Swedia.

 

Fitur unggulan proyek:

  • Menerapkan reuse pada elemen struktural berat seperti balok dan panel beton.
  • Menyusun metode dan alat untuk evaluasi struktur bekas pakai.
  • Menjalankan uji coba reuse dalam 6 proyek skala besar.
  • Menerapkan pendekatan "design for disassembly" untuk konstruksi masa depan.

Insight menarik: Proyek ini berhasil mengidentifikasi jenis elemen struktural dengan potensi reuse tertinggi berdasarkan nilai karbon dan kemudahan pembongkaran—yakni hollow core slab dan panel dinding modular.

 

 

Analisis Tambahan: Apa yang Perlu Dilakukan Selanjutnya?

 

Potensi Solusi:

  • Standardisasi reuse dalam dokumen peraturan bangunan nasional.
  • Pusat distribusi reuse seperti "bank material" atau marketplace online.
  • Insentif fiskal untuk proyek reuse dari pemerintah.
  • Desain bangunan modular untuk memudahkan bongkar pasang dan pemanfaatan kembali.

 

 

Perbandingan dengan Studi Lain:

 

Dibanding studi Bertin et al. (2019) tentang reuse di Prancis, Swedia punya keunggulan dalam sistem riset, namun tertinggal dari sisi infrastruktur pasar reuse.

Dengan target Swedia yang baru 3,4% sirkular (data RISE 2023), potensi pertumbuhan reuse sangat besar.

 

 

Simpulan: Mewujudkan Bangunan Cerdas Energi lewat Beton yang Digunakan Ulang

 

Penelitian ini menegaskan bahwa reuse elemen beton bukan sekadar opsi ramah lingkungan, tapi kebutuhan strategis dalam menghadapi perubahan iklim dan keterbatasan sumber daya. Walau tantangan besar—baik teknis, ekonomi, hingga budaya—masih membayangi, proyek seperti Återhus menunjukkan bahwa transformasi ini bukan mustahil.

 

Upaya membentuk pasar reuse, menciptakan standar baru, dan merancang bangunan masa depan yang siap dibongkar dan dipakai ulang adalah langkah realistis yang dapat diterapkan dengan kolaborasi lintas sektor.

 

Opini akhir: Di tengah tuntutan efisiensi karbon dan keterbatasan lahan, reuse bukanlah pilihan alternatif—tapi strategi utama menuju konstruksi yang benar-benar berkelanjutan.

 

 

Sumber Asli

 

John, B. & Krishnakumar, P. (2024). Energy Smart Innovation in the Built Environment: Study on Barriers to Reuse of Concrete in the Swedish Construction Industry. Master's Thesis, Halmstad University.

Link: https://www.diva-portal.org/smash/record.jsf?pid=diva2:1869373