Keselamatan Kerja

Meningkatkan Keselamatan dan Keamanan Industri melalui Pendekatan Berkelanjutan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025


Keselamatan industri merupakan aspek kritis yang tidak hanya melindungi pekerja tetapi juga memastikan keberlanjutan operasional dan kepercayaan publik. Buku panduan ini didasarkan pada hasil konferensi internasional yang diselenggarakan oleh UNIDO serta serangkaian webinar yang membahas tantangan dan solusi terkait keselamatan industri. Selain itu, penelitian ini mengacu pada berbagai standar keselamatan global seperti ISO 45001:2018 dan pendekatan Vision Zero.

Peningkatan Kesadaran terhadap Keselamatan Industri

  • Lebih dari 6.500 orang meninggal setiap hari akibat penyakit kerja, sementara lebih dari 1.000 orang meninggal setiap hari akibat kecelakaan kerja (ILO, 2019).
  • Asia memiliki tingkat kematian akibat kecelakaan kerja tertinggi, yakni 71,5% dari total kasus pada tahun 2014.
  • Kesadaran akan pentingnya keselamatan industri masih rendah di beberapa negara, terutama di kawasan dengan tingkat industrialisasi tinggi tetapi regulasi yang lemah.

Model 3C-3P untuk Sistem Keselamatan Industri yang Tangguh

  • 3C (Capacity, Controls, Competency): Fokus pada sumber daya, pengendalian risiko, dan kompetensi pekerja.
  • 3P (People, Process, Product): Memastikan keselamatan pekerja, proses operasional, dan produk yang dihasilkan.

Inspeksi Keselamatan Industri

  • Pandemi COVID-19 menantang metode inspeksi tradisional, sehingga perlu diterapkan inspeksi jarak jauh melalui teknologi digital.
  • Inspeksi berbasis risiko harus diutamakan untuk fasilitas industri berbahaya guna mengoptimalkan sumber daya yang tersedia.

Peran Teknologi dalam Meningkatkan Keselamatan

  • Penggunaan sensor real-time dan kecerdasan buatan membantu mendeteksi potensi bahaya sebelum terjadi kecelakaan.
  • Audit jarak jauh melalui VR dan AR telah diuji di beberapa perusahaan dengan hasil positif.

Keamanan Siber sebagai Bagian dari Keselamatan Industri

  • Serangan siber terhadap infrastruktur industri meningkat, seperti kasus serangan terhadap sistem pengolahan air di Florida, AS.
  • Penerapan ISO 27001 dan model zero-trust menjadi penting dalam mencegah akses tidak sah ke sistem industri.

Implementasi Sistem Keselamatan di Industri Manufaktur

  • Sebuah pabrik di Eropa yang menerapkan model 3C-3P mengalami penurunan kecelakaan kerja sebesar 40% dalam dua tahun.
  • Program pelatihan keselamatan berbasis digital meningkatkan kepatuhan pekerja terhadap prosedur K3 hingga 92%.

Keberhasilan Inspeksi Jarak Jauh selama Pandemi

  • Sebuah perusahaan energi besar berhasil melakukan 80% inspeksi keselamatan tanpa kunjungan fisik, menggunakan teknologi berbasis cloud dan AI.

Mitigasi Serangan Siber di Sektor Industri

  • Sebuah pabrik otomotif di Jerman mengalami serangan ransomware yang hampir menghentikan produksinya. Namun, dengan penerapan sistem keamanan siber yang kuat, mereka berhasil memulihkan operasional dalam waktu kurang dari 48 jam.

Keunggulan:

  1. Pendekatan berbasis data dan teknologi mutakhir dalam keselamatan industri.
  2. Menawarkan solusi praktis yang dapat diterapkan di berbagai sektor industri.
  3. Menyoroti pentingnya sinergi antara keselamatan kerja dan keamanan siber.

Kelemahan:

  • Kurangnya pembahasan spesifik tentang tantangan implementasi di negara berkembang.
  • Masih terbatasnya studi kasus dari industri kecil dan menengah (IKM).
  • Tidak cukup membahas aspek sosial dan psikologis keselamatan kerja, seperti stres akibat lingkungan kerja yang tidak aman.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Keselamatan Industri

  1. Peningkatan Regulasi dan Standar Keselamatan
    • Pemerintah perlu memperkuat implementasi standar internasional seperti ISO 45001 dan ISO 27001.
    • Pengawasan lebih ketat terhadap industri yang memiliki potensi risiko tinggi.
  2. Adopsi Teknologi dalam Keselamatan Kerja
    • Perusahaan harus mulai memanfaatkan sensor pintar dan AI untuk memprediksi potensi kecelakaan.
    • Sistem pemantauan berbasis IoT dapat digunakan untuk mengawasi kondisi lingkungan kerja secara real-time.
  3. Penguatan Budaya Keselamatan di Tempat Kerja
    • Pelatihan rutin bagi pekerja untuk meningkatkan kesadaran terhadap risiko kerja.
    • Mendorong kepemimpinan yang proaktif dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman.

Wawasan mendalam tentang strategi keselamatan industri modern. Dengan menggabungkan teknologi, regulasi yang ketat, dan budaya keselamatan yang kuat, industri dapat mencapai lingkungan kerja yang lebih aman dan berkelanjutan. Ke depan, perusahaan harus lebih adaptif dalam menghadapi tantangan baru, termasuk risiko siber dan perubahan kondisi kerja akibat disrupsi global.

Sumber: United Nations Industrial Development Organization, Rostechnadzor, & British Standards Institution. Ensuring Industrial Safety and Security. Vienna, Austria, Agustus 2021

Selengkapnya
Meningkatkan Keselamatan dan Keamanan Industri melalui Pendekatan Berkelanjutan

Keselamatan Kerja

Peningkatan Prinsip Manajemen Risiko dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan elemen kunci dalam memastikan kesejahteraan pekerja dan meningkatkan produktivitas perusahaan. Namun, masih banyak organisasi yang menghadapi tantangan dalam menerapkan manajemen risiko yang efektif. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis teoritis dan statistik untuk mengidentifikasi kelemahan dalam penerapan standar ISO 45001:2018, IEC/ISO 31010:2019, dan ISO 31000:2018. Beberapa metode yang digunakan meliputi:

  • Analisis literatur mengenai regulasi dan standar internasional terkait K3.
  • Metode probabilistik dan statistika untuk menilai efektivitas penerapan standar.
  • Teori proses Markov dalam mengukur ketidakpastian risiko kerja.
  • Metode formal untuk evaluasi risiko guna memastikan implementasi PDCA yang lebih objektif.

Penelitian ini mengidentifikasi beberapa masalah utama dalam penerapan PDCA di sistem manajemen K3:

  • Ketidakjelasan prosedur dalam ISO 45001:2018, terutama dalam tujuan, urutan, dan hasil setiap tahap PDCA.
  • Kurangnya dukungan metodologis untuk tahap Plan, sehingga sulit untuk menentukan langkah-langkah konkret.
  • Kesulitan dalam implementasi tahap Do, Check, dan Act secara objektif, yang menyebabkan banyak perusahaan hanya menjalankan standar secara formal tanpa efektivitas nyata.

Sebagai solusi, studi ini mengusulkan pendekatan manajemen risiko proaktif, yang mencakup:

  • Penggunaan dua siklus kecil dalam proses PDCA untuk memastikan hubungan yang jelas antara setiap tahapan.
  • Manajemen risiko berbasis parameter, yang memungkinkan kontrol lebih baik terhadap faktor negatif di tempat kerja.
  • Identifikasi hubungan sebab-akibat antara parameter risiko dan kecelakaan kerja, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan yang lebih efektif.

Untuk meningkatkan efektivitas implementasi, studi ini menyarankan penggunaan sistem otomatisasi yang dapat:

  • Mendeteksi bahaya kerja secara real-time menggunakan sensor dan perangkat lunak berbasis kecerdasan buatan.
  • Mengelola dampak faktor risiko terhadap pekerja dengan pemantauan parameter yang lebih akurat.
  • Meningkatkan efisiensi evaluasi risiko melalui pendekatan berbasis data.

Sebuah pabrik baja di Ukraina menerapkan sistem manajemen risiko berbasis PDCA yang diperbarui, dengan hasil sebagai berikut:

  • Tingkat kecelakaan kerja turun 35% dalam dua tahun pertama implementasi.
  • Penerapan alat pelindung diri (APD) meningkat dari 70% menjadi 92%.
  • Inspeksi keamanan menjadi lebih terstruktur dan berbasis data, bukan hanya prosedur administratif.

Sebuah perusahaan energi menggunakan sistem berbasis AI untuk memantau risiko kerja, dengan hasil:

  • Deteksi dini terhadap potensi kecelakaan meningkat 50%.
  • Respon terhadap insiden menjadi lebih cepat, dengan waktu penanganan rata-rata turun dari 20 menit menjadi 7 menit.

Keunggulan:

  1. Mengusulkan pendekatan inovatif dalam implementasi PDCA yang lebih sistematis.
  2. Menggabungkan konsep kecerdasan buatan dan otomasi untuk meningkatkan efektivitas manajemen risiko.
  3. Memberikan solusi berbasis data untuk mengatasi kelemahan dalam standar ISO 45001:2018.

Kelemahan:

  • Masih terbatas pada sektor industri tertentu, sehingga perlu pengujian lebih lanjut di sektor lain.
  • Tidak membahas aspek psikososial dalam K3, seperti stres kerja dan kesejahteraan mental.
  • Memerlukan investasi tinggi dalam teknologi otomatisasi, yang mungkin sulit diterapkan di UKM.

Rekomendasi untuk Peningkatan Manajemen Risiko dalam K3

  1. Peningkatan Standar ISO 45001:2018
    • Standar ini perlu diperbarui dengan panduan yang lebih jelas mengenai implementasi PDCA.
    • Harus ada pendekatan yang lebih fleksibel untuk UKM agar dapat mengadopsi standar ini dengan lebih mudah.
  2. Integrasi Teknologi dalam Manajemen Risiko
    • Perusahaan harus mulai memanfaatkan sensor pintar dan AI untuk mendeteksi bahaya kerja lebih awal.
    • Penggunaan big data dalam evaluasi risiko dapat meningkatkan akurasi dan efektivitas pengambilan keputusan.
  3. Pelatihan dan Kesadaran K3 bagi Pekerja
    • Pelatihan rutin harus diberikan kepada pekerja agar mereka memahami risiko kerja dan cara menghindarinya.
    • Perusahaan harus menciptakan budaya keselamatan kerja, di mana pekerja lebih proaktif dalam menjaga keamanan diri mereka.

Tantangan utama dalam implementasi manajemen risiko dalam K3 serta mengusulkan solusi berbasis teknologi dan pendekatan proaktif. Dengan menerapkan sistem otomatisasi, perusahaan dapat meningkatkan efektivitas dalam mendeteksi dan menangani risiko kerja. Selain itu, pembaruan standar ISO 45001:2018 serta peningkatan pelatihan bagi pekerja menjadi langkah penting untuk meningkatkan keselamatan kerja secara keseluruhan.

Sumber: Bochkovskyi, A. Improvement of Risk Management Principles in Occupational Health and Safety. Naukovyi Visnyk Natsionalnoho Hirnychoho Universytetu, Vol. 4, 2020, Hal. 94-102.

Selengkapnya
Peningkatan Prinsip Manajemen Risiko dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Keselamatan Kerja

Kesadaran dan Praktik Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Fasilitas Kesehatan di Uasin Gishu, Kenya

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan aspek krusial dalam industri kesehatan karena tenaga medis menghadapi berbagai risiko pekerjaan, mulai dari paparan penyakit menular hingga cedera akibat alat medis. Penelitian ini menggunakan metode survei deskriptif dengan 191 responden, yang terdiri dari tenaga kesehatan di 6 rumah sakit sub-kabupaten dan satu rumah sakit rujukan di Uasin Gishu. Data dikumpulkan melalui kuesioner dan dianalisis menggunakan statistik deskriptif serta korelasi inferensial untuk mengukur hubungan antara kesadaran K3 dan praktik yang diterapkan.

Kesadaran akan K3 di Fasilitas Kesehatan

  • 84% responden mengetahui adanya program K3, tetapi masih ada 16% yang tidak menyadari keberadaannya.
  • 88% responden menyatakan bahwa pedoman K3 tersedia di fasilitas mereka, namun sebagian besar merasa bahwa pemahamannya masih perlu ditingkatkan.

Sumber Informasi K3

  • 40% tenaga medis mendapatkan informasi K3 melalui seminar dan lokakarya.
  • 35% mempelajari K3 dari pelatihan di sekolah medis.
  • 17% mendapatkan informasi dari poster di fasilitas kesehatan.
  • Hanya 1% yang memperoleh informasi dari media elektronik dan internet, menunjukkan kurangnya pemanfaatan teknologi dalam penyebaran informasi K3.

Jenis Bahaya di Fasilitas Kesehatan

Penelitian ini mengidentifikasi beberapa kategori bahaya utama yang dihadapi tenaga medis:

  • Bahaya Biologis:
    • 65% tenaga kesehatan terpapar penyakit yang ditularkan melalui udara.
    • 63% mengalami cedera akibat benda tajam seperti jarum suntik.
    • 50% berisiko tertular infeksi dari pasien.
    • 39% mengalami luka akibat kontaminasi spesimen medis.
  • Bahaya Non-Biologis:
    • 64% mengalami stres kerja yang tinggi.
    • 51% terpapar tumpahan bahan kimia di tempat kerja.
    • 50% mengalami alergi akibat paparan zat tertentu.
    • 38% mengalami pelecehan verbal dan fisik dari pasien atau keluarga pasien.

Tingkat Praktik Keselamatan di Tempat Kerja

  • 89% perawat, 17% dokter, dan 21% tenaga laboratorium mengetahui pedoman K3, tetapi penerapannya masih belum optimal.
  • Ada korelasi positif antara kesadaran K3 dan praktik keselamatan, seperti frekuensi mencuci tangan (r=0.321, p<0.01) dan penggunaan sarung tangan saat bekerja (r=0.374, p<0.01).
  • Sebagian besar tenaga kesehatan melaporkan insiden kecelakaan kerja, tetapi pelaporan resmi masih rendah.

Efektivitas Pelatihan K3 di Rumah Sakit Rujukan Uasin Gishu

  • Sejak diterapkannya pelatihan K3 secara berkala, insiden cedera akibat benda tajam berkurang 30% dalam dua tahun terakhir.
  • Penggunaan alat pelindung diri (APD) meningkat dari 70% menjadi 90% di kalangan tenaga medis.

Dampak Stres Kerja terhadap Kinerja di Fasilitas Kesehatan

  • 64% tenaga kesehatan melaporkan mengalami stres kerja yang berdampak pada produktivitas mereka.
  • Kelelahan dan kurangnya waktu istirahat meningkatkan risiko kesalahan medis.

Kurangnya Penggunaan Prosedur Pencegahan Infeksi di Klinik Pedesaan

  • Hanya 50% klinik di wilayah pedesaan memiliki sistem pembuangan limbah medis yang sesuai.
  • Pelatihan terkait penggunaan APD lebih jarang diberikan dibandingkan di rumah sakit perkotaan.

Keunggulan:

  1. Menggunakan data empiris dengan sampel yang cukup besar untuk mendapatkan gambaran yang akurat tentang kondisi K3 di sektor kesehatan Kenya.
  2. Membahas berbagai aspek K3 secara komprehensif, mulai dari kesadaran hingga implementasi praktik keselamatan.
  3. Menawarkan solusi berbasis kebijakan yang dapat diadopsi oleh pemerintah daerah dan otoritas kesehatan.

Kelemahan:

  • Kurangnya analisis terhadap kebijakan nasional Kenya terkait K3 di sektor kesehatan, sehingga sulit untuk melihat efektivitas regulasi yang ada.
  • Minimnya perbandingan dengan negara lain, yang bisa menjadi acuan bagi perbaikan sistem K3 di Kenya.
  • Tidak menyoroti penggunaan teknologi dalam meningkatkan keselamatan kerja, seperti sistem pemantauan otomatis atau aplikasi digital untuk pelaporan insiden.

Rekomendasi untuk Peningkatan K3

  1. Peningkatan Pelatihan dan Kesadaran K3
    • Pemerintah daerah dan rumah sakit harus mengadakan pelatihan rutin bagi tenaga kesehatan.
    • Kampanye kesadaran K3 harus diperluas melalui media sosial dan platform digital.
  2. Penyediaan Fasilitas dan Peralatan Kesehatan yang Lebih Baik
    • Rumah sakit harus memastikan ketersediaan APD yang cukup untuk semua tenaga medis.
    • Sistem pembuangan limbah medis harus ditingkatkan, terutama di daerah pedesaan.
  3. Peningkatan Pengawasan dan Regulasi K3
    • Otoritas kesehatan harus melakukan inspeksi rutin di fasilitas kesehatan untuk memastikan kepatuhan terhadap standar K3.
    • Pemerintah perlu memperbarui regulasi K3 agar lebih sesuai dengan kondisi di lapangan.

Kesadaran akan K3 di fasilitas kesehatan di Uasin Gishu cukup tinggi (84% tenaga medis menyadari pentingnya K3), implementasi praktik keselamatan masih menghadapi berbagai tantangan. Dengan peningkatan pelatihan, penyediaan fasilitas yang lebih baik, dan penguatan regulasi, sistem K3 di sektor kesehatan Kenya dapat ditingkatkan secara signifikan. Implementasi yang lebih baik akan membantu mengurangi cedera kerja, meningkatkan kesejahteraan tenaga medis, dan pada akhirnya meningkatkan kualitas layanan kesehatan bagi masyarakat.

Sumber: Bett, D. K., Njogu, P., & Karanja, B. Assessment of Occupational Safety and Health Awareness and Practices in Public Health Facilities Uasin Gishu County, Kenya. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences, Vol. 18, No. 8, 2019, Hal. 42-50.

Selengkapnya
Kesadaran dan Praktik Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Fasilitas Kesehatan di Uasin Gishu, Kenya

Ilmu dan Teknologi Hayati

Pencemaran udara yang diakibatkan oleh produksi senjata pada tahun 1942 di Alabama

Dipublikasikan oleh Anisa pada 11 Maret 2025


Pencemaran atau polusi telah menjadi momok menakutkan dalam ekosistem global, merusak keseimbangan alam dan mengancam keberlangsungan hidup semua makhluk hidup di planet ini. Dari limbah industri hingga sampah rumah tangga, berbagai aktivitas manusia telah menciptakan kondisi lingkungan yang tidak lagi mendukung kehidupan yang sehat. Artikel ini akan mengulas lebih dalam tentang pencemaran lingkungan, dampaknya, dan upaya pencegahannya.

Pencemaran lingkungan tidak hanya sekadar mengubah komposisi air atau udara, tetapi juga merusak ekosistem secara keseluruhan. Dampaknya tidak hanya terasa oleh manusia, tetapi juga oleh flora dan fauna yang menghuni bumi ini.

Pencemaran merusak keseimbangan alam, mengubah kondisi lingkungan yang semula sehat menjadi tidak stabil. Sungai yang tercemar limbah industri contohnya, menjadi tidak lagi layak untuk mendukung kehidupan. Air keruh dan berbau amis tidak hanya merugikan lingkungan, tetapi juga mengancam kesehatan manusia dan biota air lainnya.

Flora dan fauna merupakan bagian integral dari ekosistem. Ketika lingkungan mereka tercemar, beberapa spesies dapat punah karena tidak lagi dapat bertahan hidup dalam kondisi yang tidak sesuai.

Penggunaan insektisida yang berlebihan merupakan salah satu penyebab penurunan kesuburan tanah. Tanah yang tercemar akan kehilangan kemampuannya untuk mendukung pertumbuhan tanaman, mengancam ketahanan pangan.

Lautan yang tercemar limbah industri, pertanian, dan perumahan membahayakan kehidupan laut. Organisme invasif dan partikel kimia beracun dapat mengganggu rantai makanan laut, mengancam keberlanjutan sumber daya ikan dan keanekaragaman hayati.

Pencegahan merupakan langkah yang paling efektif dalam mengatasi pencemaran lingkungan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain pengaturan baku mutu lingkungan, pengelolaan sampah yang efektif, remediasi tanah terkontaminasi, dan peningkatan kesadaran masyarakat.

Pencemaran lingkungan bukanlah masalah yang dapat diabaikan. Dengan adanya kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan dan langkah-langkah pencegahan yang tepat, kita dapat melindungi planet ini untuk generasi mendatang. Mari bergandengan tangan dalam upaya menjaga kelestarian alam agar bumi tetap menjadi tempat yang layak untuk dihuni oleh semua makhluk hidup.

Sumber:

https://id.wikipedia.org

Selengkapnya
Pencemaran udara yang diakibatkan oleh produksi senjata pada tahun 1942 di Alabama

Teori Belajar

Apa yang Dimaksud dengan Kognisi?

Dipublikasikan oleh Anisa pada 11 Maret 2025


Kognisi adalah "tindakan mental atau proses memperoleh pengetahuan dan pemahaman melalui pemikiran, pengalaman, dan indra". Ini mencakup semua aspek fungsi dan proses intelektual seperti: persepsi, perhatian, pemikiran, imajinasi, kecerdasan, pembentukan pengetahuan, memori dan memori kerja, penilaian dan evaluasi, penalaran dan komputasi, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, pemahaman dan produksi bahasa. Proses kognitif menggunakan pengetahuan yang ada dan menemukan pengetahuan baru.

Proses kognitif dianalisis dari perspektif berbeda dalam konteks berbeda, terutama di bidang linguistik, musikologi, anestesi, ilmu saraf, psikiatri, psikologi, pendidikan, filsafat, antropologi, biologi, sistematika, logika, dan ilmu komputer. Pendekatan ini dan pendekatan lain terhadap analisis kognisi (seperti kognisi yang diwujudkan) disintesis dalam bidang ilmu kognitif yang sedang berkembang, suatu disiplin akademis yang semakin otonom.

Meskipun kata kognitif sendiri sudah ada sejak abad ke-15, perhatian terhadap proses kognitif sudah muncul lebih dari delapan belas abad sebelumnya, dimulai sejak Aristoteles (384–322 SM) dan ketertarikannya pada cara kerja batin serta pengaruhnya terhadap proses kognitif. pengalaman manusia. Aristoteles berfokus pada bidang kognitif yang berkaitan dengan memori, persepsi, dan gambaran mental. Dia sangat mementingkan memastikan bahwa studinya didasarkan pada bukti empiris, yaitu informasi ilmiah yang dikumpulkan melalui observasi dan eksperimen yang cermat. Dua milenium kemudian, dasar bagi konsep kognisi modern diletakkan pada masa Pencerahan oleh para pemikir seperti John Locke dan Dugald Stewart yang berupaya mengembangkan model pikiran di mana ide-ide diperoleh, diingat, dan dimanipulasi. Pada awal abad kesembilan belas model kognitif dikembangkan baik dalam filsafat—khususnya oleh para penulis yang menulis tentang filsafat pikiran—dan dalam bidang kedokteran, terutama oleh para dokter yang berupaya memahami cara menyembuhkan kegilaan. Di Inggris, model ini dipelajari di akademi oleh para sarjana seperti James Sully di University College London, dan bahkan digunakan oleh politisi ketika mempertimbangkan Undang-Undang Pendidikan Dasar nasional tahun 1870. Ketika psikologi muncul sebagai bidang studi yang berkembang di Eropa, dan juga mendapatkan pengikut di Amerika, ilmuwan seperti Wilhelm Wundt, Herman Ebbinghaus, Mary Whiton Calkins, dan William James akan menawarkan kontribusi mereka dalam studi kognisi manusia.

Studi awal

Aristoteles (384–322 SM) berjasa membawa perhatian pada proses kognitif lebih dari delapan belas abad sebelum kata "kognitif" diciptakan. Aristoteles tertarik pada cara kerja pikiran dan bagaimana pengaruhnya terhadap pengalaman manusia. Aristoteles berkonsentrasi pada aspek kognisi termasuk persepsi, gambaran mental, dan memori. Ia sangat berhati-hati untuk memastikan bahwa data ilmiah yang ia gunakan untuk penyelidikannya berasal dari pengujian dan observasi yang cermat, atau bukti empiris. Landasan teori kognisi kontemporer didirikan dua milenium kemudian oleh filsuf seperti John Locke dan Dugald Stewart, yang bertujuan untuk menciptakan model pikiran yang mencakup proses perolehan ide, memori, dan manipulasi.

Pada awal tahun 1700-an, model kognitif dikembangkan di bidang filsafat (terutama oleh para penulis filsafat pikiran) dan kedokteran (terutama oleh para dokter yang mencoba mencari cara untuk mengobati kegilaan). Di Inggris, akademisi seperti James Sully di University College London meneliti metode ini di akademi, dan para legislator bahkan mempertimbangkannya ketika merancang Undang-Undang Pendidikan Dasar tahun 1870 (33 & 34 Vict. c. 75). Ilmuwan termasuk Wilhelm Wundt, Herman Ebbinghaus, Mary Whiton Calkins, dan William James akan berkontribusi pada studi kognisi manusia karena psikologi menjadi subjek studi yang populer di Eropa dan Amerika.

Psikologi

Istilah "kognisi" biasanya digunakan dalam psikologi untuk merujuk pada perspektif pemrosesan informasi mengenai fungsi psikologis seseorang; rekayasa kognitif mengikutinya. Ungkapan “kognisi sosial” digunakan untuk menggambarkan sikap, atribusi, dan dinamika kelompok dalam bidang psikologi sosial. Namun pendekatan yang diwujudkan untuk memahami kognisi juga telah diusulkan oleh penelitian psikologi di bidang ilmu kognitif. Berbeda dengan perspektif komputasional konvensional, kognisi yang diwujudkan menyoroti keterlibatan penting tubuh dalam pengembangan dan pembelajaran kapasitas kognitif.

Kognisi manusia bersifat konseptual dan intuitif, konkret atau abstrak, sadar dan tidak sadar, dan intuitif (seperti pemahaman bahasa). Memori, asosiasi, pengembangan konsep, pengenalan pola, bahasa, perhatian, persepsi, tindakan, pemecahan masalah, dan gambaran mental hanyalah beberapa fungsi yang dimilikinya. Meskipun emosi sebelumnya tidak dianggap sebagai proses kognitif, saat ini banyak penelitian yang dilakukan untuk mempelajari psikologi kognitif emosi. Penelitian ini secara khusus berfokus pada metakognisi, atau kesadaran akan strategi dan proses kognitif diri sendiri. Evolusi disiplin psikologi telah menghasilkan banyak penyesuaian terhadap gagasan kognisi.

Pemrosesan informasi adalah pemahaman paling awal para psikolog mengenai kognisi yang mengatur aktivitas manusia. Tahun 1950-an menjadi saksi munculnya gerakan kognitivisme, yang diambil dari nama gerakan behavioris, yang memandang kognisi sebagai salah satu jenis perilaku. Kognitivisme melihat kesadaran sebagai fungsi eksekutif dan pikiran sebagai mesin, memperlakukan kognisi sebagai jenis komputasi. Namun seiring dengan kemajuan penelitian kognitif dan gagasan yang menekankan perlunya tindakan kognitif sebagai proses yang diwujudkan, diperluas, dan dinamis dalam pikiran, pascakognitivisme mulai terbentuk pada tahun 1990-an. Sebagai hasil eksplorasi psikologi terhadap dinamika antara pikiran dan lingkungan serta asal-usulnya dalam banyak teori, psikologi kognitif muncul, menandai penyimpangan dari paradigma dualis sebelumnya yang menilai kognisi sebagai perhitungan metodis atau hanya sebagai aktivitas perilaku.

Disadur dari:

https://en.wikipedia.org

Selengkapnya
Apa yang Dimaksud dengan Kognisi?

Teori Belajar

Apa yang Dimaksud dengan Ideation?

Dipublikasikan oleh Anisa pada 11 Maret 2025


Ideation adalah proses kreatif dalam menghasilkan, mengembangkan, dan mengkomunikasikan ide-ide baru, dimana sebuah ide dipahami sebagai unsur dasar pemikiran yang dapat berbentuk visual, konkrit, atau abstrak. Ideation terdiri dari semua tahapan siklus pemikiran, mulai dari inovasi, pengembangan, hingga aktualisasi. Ide dapat dilakukan oleh individu, organisasi, atau kelompok. Oleh karena itu, ini merupakan bagian penting dari proses desain, baik dalam pendidikan maupun praktik.

Ada banyak metode dan pendekatan untuk menghasilkan ide. Daftar teknik ideasi yang umum adalah sebagai berikut:

  • Brainstorming: Sebuah teknik di mana premis dasarnya adalah mengumpulkan kelompok dan meminta mereka berbagi ide secara bebas, tanpa menghakimi. Tujuannya adalah untuk menghasilkan ide sebanyak mungkin, terlepas dari apakah ide tersebut baik atau buruk. Setelah sesi brainstorming selesai, kelompok dapat mengevaluasi ide-ide dan mempersempitnya menjadi ide-ide terbaik.
  • Pemetaan ide: Proses ini dimulai dengan melakukan brainstorming ide sentral dan kemudian mengembangkan ide tersebut dengan menambahkan konsep dan detail terkait. Hasilnya adalah peta atau diagram yang secara visual menangkap hubungan antar ide. Teknik ini dapat digunakan secara individu dan kelompok, dan merupakan cara yang efektif untuk menghasilkan ide dalam jumlah besar dengan cepat. Pemetaan ide sering digunakan dalam bisnis, teknik, dan desain, dimana kreativitas sangat penting untuk kesuksesan.
  • SCAMPER: SCAMPER adalah akronim untuk tujuh aspek berbeda dari ide yang mendasari ide ini: Pengganti, Gabungkan, Adaptasi, Modifikasi, Gunakan untuk kegunaan lain, Hilangkan, dan Balikkan. Dengan mempertimbangkan masing-masing elemen ini, pada gilirannya, dimungkinkan untuk mengembangkan cara-cara baru untuk mendekati suatu masalah atau tantangan dan memperoleh berbagai ide yang cocok untuk pengembangan lebih lanjut.
  • Teknik 5 Mengapa: Teknik 5 Mengapa adalah alat yang sederhana namun ampuh untuk mengarahkan ke akar penyebab suatu masalah. Dasar dari teknik ini adalah dengan menanyakan “mengapa” sebanyak lima kali untuk mengidentifikasi faktor penyebab utama di balik suatu masalah tertentu. Cocok untuk berbagai kompleksitas masalah dan sering digunakan bersama dengan alat analisis akar permasalahan lainnya, seperti diagram tulang ikan dan tabel sebab-akibat. Meskipun tampak sederhana, 5 Mengapa dapat menjadi alat yang sangat berharga untuk mengungkap masalah tersembunyi dan menghasilkan ide-ide baru.
  • Matriks Pugh
  • Analisis morfologi
  • 6 topi berpikir
  • Metode lokus
  • Bodystorming: Bodystorming adalah proses kreatif yang melibatkan penggunaan tubuh untuk mensimulasikan berbagai tindakan dan mengeksplorasi solusi berbeda terhadap suatu masalah. Istilah ini diciptakan oleh Gijs van Wulfen, yang mengembangkan proses ini sebagai cara untuk mengatasi keterbatasan brainstorming tradisional. Dengan bodystorming, peserta didorong untuk secara fisik memerankan solusi yang mungkin untuk suatu masalah, sehingga memungkinkan eksplorasi solusi potensial yang lebih mendalam dan realistis. Prosesnya dapat digunakan sendiri atau dalam kelompok, dan sering kali digunakan bersama dengan teknik pembuatan ide lainnya seperti permainan peran dan pemetaan pikiran. Bodystorming adalah cara efektif untuk menghasilkan ide-ide baru, dan telah digunakan dalam berbagai bidang termasuk desain produk, arsitektur, dan pemasaran.
  • Penulisan otak

Disadur dari:

https://en.wikipedia.org

Selengkapnya
Apa yang Dimaksud dengan Ideation?
« First Previous page 448 of 1.146 Next Last »