Dalam dunia yang semakin didorong oleh teknologi dan inovasi, kita sering lupa bahwa pelaku utama dalam dunia teknik adalah manusia. Artikel ini membawa gagasan bahwa religiositas bukan hanya bagian dari ranah pribadi, tetapi dapat menjadi struktur penting dalam membentuk keputusan, etika, dan arah profesionalisme insinyur di Indonesia.
Penelitian oleh Ruslan Moh. Yunus, M. Yusuf Wibisono, dan Dody S. Truna mencoba mengurai bagaimana nilai-nilai keislaman dapat diintegrasikan secara sistematis dalam praktik keinsinyuran melalui model struktural religiositas berbasis pendekatan worldview. Fokus utamanya adalah bagaimana religiositas insinyur Muslim dapat mengurangi risiko teknologi dan meningkatkan kualitas pengambilan keputusan etis.
Kerangka Penelitian: Dimensi-Dimensi Religiositas Insinyur
Penelitian melibatkan 45 insinyur profesional alumni Program Profesi Insinyur di Sulawesi Tengah dan Selatan. Metode yang digunakan adalah SEM-PLS 3.0, memungkinkan pemodelan hubungan laten antara dimensi religiositas dan tindakan profesional.
Enam Dimensi Religiositas
- Kesadaran universal
- Pandangan hidup
- Nilai inti
- Identitas
- Perilaku teramati
- Budaya institusional
Dimensi ini dipetakan dari kajian literatur keislaman dan dikonstruksi secara menyeluruh, tidak hanya mencakup ritual, tetapi juga sikap, pandangan hidup, dan praktik profesional.
Studi Kasus: Insinyur dan Risiko Teknologi
Penelitian ini menekankan pentingnya kesadaran terhadap risiko teknologi. Insinyur dilihat sebagai agen moral yang harus peka terhadap kemungkinan dampak negatif dari ciptaannya.
Contoh relevan adalah bencana lumpur Lapindo. Ketika nilai-nilai kehati-hatian dan kesadaran terhadap dampak sosial-lingkungan diabaikan, konsekuensinya sangat merugikan.
Model religiositas yang diajukan bertujuan menjadi sistem pendukung pengambilan keputusan moral—dimana tafakkur, tadabbur, dan tadzakkur menjadi mekanisme reflektif untuk menyelaraskan profesi dan spiritualitas.
Fakta dan Angka: Validasi Model
- Mayoritas responden menunjukkan kesadaran tinggi terhadap nilai tauhid, namun rendah pada budaya institusional.
- Perilaku seperti siddiq, amanah, tabligh, dan fathanah berpengaruh besar terhadap persepsi profesionalisme.
- Hanya 37,8% responden yang mengaku aktif menanamkan nilai agama dalam proses perencanaan proyek.
Hal ini menunjukkan adanya jarak antara pemahaman religiositas dan implementasi profesionalnya.
Kritik dan Perbandingan
Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang fokus pada pelatihan teknis dan kode etik, studi ini menambahkan dimensi spiritualitas aktif. Model ini juga tidak hanya teoritis, tapi dapat diukur dan diterapkan.
Tantangan utama adalah aplikabilitas dalam lingkungan kerja multikultural dan sekuler, di mana nilai spiritual tidak selalu menjadi rujukan utama.
Implikasi dalam Dunia Industri dan Pendidikan
Di industri, model ini mendorong perusahaan untuk menyeimbangkan profit dan etika, serta mengadopsi sistem nilai berbasis religiositas universal.
Dalam pendidikan, Program Profesi Insinyur bisa menjadikan model ini sebagai dasar pembentukan karakter profesional yang lebih utuh.
Kesimpulan
Artikel ini tidak hanya menyajikan model teoritis, tetapi membuka jalan untuk perubahan paradigma dalam dunia keinsinyuran Indonesia. Dengan menyatukan religiositas dan profesionalisme, artikel ini menegaskan bahwa insinyur sejati tidak hanya cakap secara teknis, tetapi juga memiliki nurani yang tajam dan komitmen terhadap nilai kemanusiaan.
Sumber: Yunus, Ruslan Moh., Wibisono, M. Yusuf, & Truna, Dody S. (2024). Structural Model of Religiosity of the Engineering Profession of the Indonesian Engineers Association. Hanifiya: Journal of the Study of Religions, 7(2), 263–284.