Riset dan Inovasi

Menteri Riset dan Teknologi: Dorong Penggunaan Teknologi yang Sesuai untuk Mengikuti Perkembangan Revolusi Industri 4.0

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025


Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang PS Brojonegoro mengharapkan bahwa pembuatan atau pengembangan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan domestik akan mengikuti kemajuan dalam era Revolusi Industri 4.0. Dalam pengumuman dana riset kepada PTNBH, Menristek Bambang menyatakan bahwa tantangan bagi perusahaan dan perguruan tinggi negeri adalah bagaimana memanfaatkan teknologi yang sesuai dengan arus Revolusi Industri 4.0. Acara ini diselenggarakan secara virtual di Jakarta pada hari Selasa.

Bambang menggarisbawahi bahwa banyak masyarakat Indonesia yang tinggal di pedesaan dan bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber utama penghidupan. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan produktivitas pertanian, diperlukan teknologi yang tepat guna. Namun, pengadopsian teknologi ini dalam era Revolusi Industri 4.0 tidaklah mudah. Oleh karena itu, penggunaan teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi di sektor pertanian.

Contohnya, para peneliti tidak hanya mengubah traktor menjadi traktor digital, tetapi juga mengembangkan teknologi untuk mendeteksi kematangan buah mangga menggunakan kecerdasan buatan atau sensor. Tujuan utamanya adalah menciptakan daya saing dan efisiensi dalam kegiatan perekonomian sehari-hari yang berbasis pertanian.

Menurut Direktur BRIN, Indonesia perlu memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan penelitian secara maksimal untuk meningkatkan nilai tambah produk. Kegiatan penelitian dan inovasi di Indonesia bertujuan untuk menghasilkan teknologi tepat guna, menggantikan impor, meningkatkan produk lokal, komersialisasi, peningkatan nilai, dan pengembangan teknologi terkini.


Sumber: www.antaranews.com

Selengkapnya
Menteri Riset dan Teknologi: Dorong Penggunaan Teknologi yang Sesuai untuk Mengikuti Perkembangan Revolusi Industri 4.0

Riset dan Inovasi

Program Studi Teknik Biosistem Menyelenggarakan Studium Generale tentang Penerapan Teknologi Pertanian 4.0

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025


Studi Generale Program Studi Teknik Biosistem di Institut Teknologi Sumatera (ITERA) mengadakan acara yang membahas Penerapan Teknologi untuk Pertanian Presisi secara daring pada Rabu (9/9/2020). Pertanian 4.0 atau pertanian presisi merupakan sistem pertanian yang menggunakan teknologi dan teknik yang tepat untuk menghindari pemborosan sumber daya. Bidang ini menjadi salah satu fokus utama dalam Program Studi Teknik Biosistem di ITERA.

Dalam acara tersebut, dua topik utama dibahas, yaitu Praktik Pertanian Presisi dengan Rasa Lingkungan yang dipelajari melalui studi kasus di Brasil, dan Teknologi Telemonitoring berbasis IoT untuk alat dan mesin pertanian.

Acara Studium Generale dihadiri oleh lebih dari 350 peserta, termasuk dosen, praktisi, akademisi dari berbagai universitas di Indonesia, serta mahasiswa ITERA. Acara ini disiarkan secara daring melalui Zoom dan YouTube. Narasumber yang hadir berasal dari latar belakang yang berbeda, yaitu Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Agustami Sitorus, S.TP, M.Si, dan akademisi dari Fakultas Teknologi IPB University Dr. Ir. Mohamad Solahudin, M.Si. Acara tersebut dimoderatori oleh Dosen Teknik Biosistem ITERA, Budi Priyonggo, S.T., M.Si.

Dr. Ir. Mohamad Solahudin, M.Si, memberikan solusi terkait penerapan pertanian presisi di Indonesia berdasarkan pengalaman sistem pertanian presisi di Brasil. Salah satunya adalah mengusulkan penyatuan luas lahan melalui organisasi kelompok tani atau gabungan kelompok tani sebagai alternatif atas lahan individual yang terbatas.

Tidak hanya itu, pemilihan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan lahan juga perlu disesuaikan dengan skala luas lahan dan ketersediaan sumber daya, serta penerapan metode budidaya yang lebih efisien.

Dr. Mohamad Solahudin menambahkan bahwa pemanfaatan teknologi monitoring dan control berbasis IoT harus melibatkan tenaga mekanis secara selektif. Oleh karena itu, pelatihan penggunaan alat dan mesin yang menggunakan teknologi Pertanian Presisi dan penyuluhan mengenai manfaatnya dalam meningkatkan hasil produksi, mengurangi penggunaan input, dan menjaga keberlanjutan lingkungan sangat diperlukan.

Dukungan dari kebijakan pemerintah setempat terkait dengan penyediaan infrastruktur pertanian, termasuk kebijakan finansial terkait dengan paket kredit untuk memiliki peralatan, baik secara individu maupun dalam kelompok, juga memengaruhi kesuksesan pertanian presisi.

"Penerapan praktik pertanian dengan alat yang efisien dan ekonomis, didukung oleh teknologi informasi dan metode konservasi tanah dan air yang baik, akan meningkatkan produksi dan kualitas berbagai hasil pertanian, yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing di pasar global," kata Dr. Solahudin.

Teknologi Telemonitoring

Sementara itu, Agustami Sitorus, S.TP, M.Si dari LIPI, membahas tentang pemanfaatan teknologi telemonitoring berbasis IoT untuk alat dan mesin pertanian, yang menekankan perbedaan antara telemonitoring dan telekontroling. Perbedaan utama antara keduanya adalah bahwa dalam telemonitoring, outputnya berupa informasi data yang terus-menerus, sementara dalam telekontroling, selain informasi data, juga dapat menghasilkan informasi tertentu dan melakukan tindakan tertentu.

Menurut Agustomi M.Si., dengan memanfaatkan IoT, dapat diketahui bagaimana cara mengolah data sesuai dengan kebutuhan agar menjadi informasi yang lebih cepat dan akurat untuk melakukan pemantauan di berbagai lingkungan, baik itu rumah tanaman maupun lahan pertanian terbuka.


Sumber: www.itera.ac.id

Selengkapnya
Program Studi Teknik Biosistem Menyelenggarakan Studium Generale tentang Penerapan Teknologi Pertanian 4.0

Riset dan Inovasi

Peneliti BRIN Terhormat Terpilih Sebagai Duta Sains Asia Tahun 2021

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025


Tiga peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terpilih menjadi Science Diplomats of Asia 2021. Ketiganya adalah dr Eddy Kurniawan. Masteria Yunovirsa Putra dan Dr. Indri Badria Adilina. Hal tersebut diumumkan pada acara ``Pengumuman Pemenang 2021'' yang diadakan secara online pada Jumat sore, 1 Oktober. ASIAN Science Diplomats (ASD) merupakan jaringan ilmuwan muda Asia, khususnya di ASEAN, yang mempunyai misi untuk mendorong perkembangan ilmu pengetahuan di kawasan Asia Tenggara.

“Saya bersyukur telah terpilih menjadi salah satu dari 28 penerima Asia Science Diplomat Award 2021 dari negara-negara ASEAN. Masteria Putra dan Indri Badria Adilina turut membenarkan penghargaan tersebut, sedangkan Eddy Kurniawan mengatakan, “Para pemenang penghargaan diharapkan dapat berperan sebagai duta perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan di negaranya masing-masing.”

Edi Kurniawan, seorang peneliti di Pusat Penelitian Fisika, Badan Riset dan Inovasi (BRIN), lahir di Pemalang pada tanggal 15 Agustus 1982. Ia menyelesaikan studi doktoralnya di Swinburne University of Technology, Australia. Sepanjang karirnya, Edi telah menulis berbagai publikasi internasional dan menjadi pembicara di berbagai seminar ilmiah. Dia memegang tidak kurang dari sepuluh paten selama satu dekade terakhir, salah satunya berkaitan dengan sistem pemantauan drone untuk menjaga jarak di keramaian.

Sementara itu, Dr. Masteria Yunovilsa Putra, peneliti bidang Bioteknologi Kesehatan di Pusat Penelitian Bioteknologi, BRIN, lahir di Padang pada tanggal 16 November 1984. Beliau telah mempelajari senyawa aktif dari keanekaragaman hayati laut yang berpotensi sebagai antikanker, antibakteri, dan antivirus. Upaya yang sedang dilakukannya berfokus pada pengungkapan potensi senyawa aktif dalam bahan alam untuk tujuan pengobatan. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Koordinator Penelitian Penemuan dan Pengembangan Obat dan Koordinator Kegiatan Uji Klinis Imunomodulator Herbal untuk Penanganan COVID-19 di LIPI. Sepanjang karir penelitiannya, Masteria telah mempublikasikan tidak kurang dari 43 artikel di jurnal internasional, 8 makalah konferensi, dan memperoleh 2 paten.

Indri Badria Adilina, peneliti di Pusat Penelitian Kimia, BRIN, menguasai bahasa Inggris, Jepang, Jerman, dan Prancis. Beliau memiliki spesialisasi dalam penelitian di bidang kimia, khususnya kimia hijau, katalisis, dan biomassa. Indri menyelesaikan studi doktoralnya di Universitas Chiba, Jepang, pada tahun 2013. Sebagai seorang peneliti, Indri telah menerima berbagai penghargaan nasional dan internasional, termasuk AONSA Young Research Fellowship (2020), ISIS Impact Awards (2019), L'Oreal-UNESCO for Women in Science National Fellowship (2013), dan Chiba University Environmental Award (2012).

Menurut Masteria, setiap negara membutuhkan ilmuwan yang dapat menjadi panutan bagi generasi muda. "Oleh karena itu, pemilihan ASD yang berusia di bawah 45 tahun merupakan salah satu langkah untuk mencari ilmuwan-ilmuwan potensial di tingkat ASEAN," ujarnya.

Lebih lanjut Indri Badria Adilina menjelaskan bahwa jaringan ASD juga berfungsi sebagai platform untuk menumbuhkan pemahaman yang erat di antara para ilmuwan di negara-negara ASEAN. "Di Asia Tenggara banyak sekali ilmuwan-ilmuwan yang handal, terutama ilmuwan muda. Oleh karena itu, diperlukan sebuah wadah untuk memfasilitasi diskusi yang lebih produktif di antara mereka, untuk bersama-sama mencari solusi dari berbagai isu global yang sedang kita hadapi," ujar Indri.

ASD juga memberikan kesempatan bagi para peneliti untuk belajar bagaimana mengkomunikasikan hasil penelitian mereka secara efektif kepada para pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan. Menurut Indri, tujuan akhirnya adalah agar para peneliti dapat berkontribusi dalam membuat kebijakan berbasis sains untuk mengatasi isu-isu global.

"ASD Award memberikan wadah untuk memilih peneliti-peneliti handal di bidang keilmuan masing-masing yang juga berpotensi menjadi diplomat sains. Kami akan dilatih lebih lanjut mengenai diplomasi sains dan bagaimana berkontribusi dalam pembuatan kebijakan berbasis sains dengan para pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan," pungkas Indri.

 

Sumber: brin.go.id

Selengkapnya
Peneliti BRIN Terhormat Terpilih Sebagai Duta Sains Asia Tahun 2021

Riset dan Inovasi

Penemuan Terbaru: Identifikasi Spesies Cecak Jarilengkung Hamidyi di Kalimantan

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025


Para peneliti kembali berhasil menemukan dan mengindetifikasikan spesies cecak baru yakni cecak jarilengkung hamidy dari pulau terbesar ketiga di dunia yakni Pulau Kalimantan (Borneo), Indonesia. Cecak jarilengkung hamidy ini memiliki nama ilmiah Cyrtodactylus hamidyi (C. hamidyi). Peneliti Zoologi dari Museum Zoologicum Bogoriense, Awal Riyanto, mengatakan, setelah serangkaian panjang penelitiannya, akhirnya hasil penemuan terbaru ini telah dipublikasikan dalam jurnal Zootaxa pada 25 Agustus 2021. Riyanto dalam keterangan tertulisnya di laman Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjelaskan, penemuan cecak jenis baru ini bermula dari pemeriksaan detail spesimen Cyrtodactylus dari Kalimantan yang tersimpan di Museum Zoologicum Bogoriense (MZB), Cibinong, Jawa Barat.

Semula, Riyanto fokus untuk mengungkap diversitas marga cecak jarilengkung Indonesia dan bagaimana biogeografi serta evolusinya. Namun, Riyanto bersama dengan beberapa peneliti lainnya dari Kyoto University dan University of Hyogo, Jepang, La Sierra University USA serta Universitas Brawijaya kemudian mengidentifikasi beberapa spesies baru. Saat pemeriksaan spesimen koleksi marga cecak jarilengkung dari Kalimantan, mereka menemukan spesies baru, salah satunya C. hamidy ini.  "C. hamidyi semula adalah empat spesimen berlabel C.baluensis dan dikoleksi tahun 2011 dari Kalimantan Timur," ujar Riyanto. Sementara itu, tiga spesies baru lainnya sedang dalam tahap finalisasi penulisan manuskripnya.

Untuk diketahui, ketiga spesimen tersebut berasal dari Tawau, Sabah, Malaysia. Riyanto menjelaskan bahwa sebagai peneliti, dia tentu tidak bisa bersikap tertutup dalam dunia ilmu pengetahuan. Seorang peneliti harus mempunyai koneksi yang luas untuk menembus batas administrasi antar negara untuk berdiskusi dalam bidang yang sama. Hal ini dibuktikannya dalam mempelajari spesimen dari Tawau ini. Tanpa berangkat ke Institute for Tropical Biology and Conservation, University Malaysia Sabah, yang merupakan tempat di mana spesimen dari Tawau dideposit atau pun Osaka Museum of Natural History Jepang, data yang dibutuhkan tetap dapat diperoleh Riyanto.

Alasan Penamaan C. Hamidyi

Menurut Riyanto, nama hamidy disematkan dalam penemuan tersebut sebagai penghormatan dan penghargaan kepada Dr Amir Hamidy, salah satu herpetologis Indonesia. Sebagai informasi, herpetologis adalah pakar atau ahli yang berfokus dalam bidang keilmuan reptilia dan amfibia.

Dr Amir Hanidy sendiri pada saat ini masih bertugas sebagai peneliti Zoologi di BRIN. Ia juga aktif mengajarkan dan memasyarakatkan herpetologi kepada generasi muda Indonesia, serta berkontribusi terhadap pengungkapan keanekaragaman dankonservasi herpetofauna Indonesia.

Ciri Khas Morfologi Cecak Jarilengkung

Riyanto menjelaskan bahwa secara morfologi, C. hamidy memiliki kemiripan dengan C. matsuii. Kedua populasi ini tidak menunjukkan adanya perbedaan karakter diagnostik.  "Meskipun didokumentasikan dari dua tempat yang berbeda, yaitu Nunukan dan Tawau dengan jarak sekitar 80 km di antara keduanya. Kedua populasi tidak menunjukkan adanya perbedaan karakter diagnostik," jelasnya.

Akan tetapi, hal yang paling membedakan kedua jenis cecak ini adalah jumlah tuberkular punggung, pori-pori percloacal dan jumlah baris sisi vetral. Perbedaan tersebut sesuai dengan variasi populasi karena jarak geografis. "Namun demikian, bila di kemudian hari analisis molekuler menunjukkan sebaliknya (karakter diagnostik keduanya), itu bisa saja terjadi. Inilah namanya ilmu pengetahuan nothing absolute truths," tegasnya.

Berikut adalah ciri khas dari C. hamidy: 

  1. Panjang tubuh 63 mm,
  2. Warna dasar tubuh coklat,
  3. Corak semilunar pada bagian belakang kepala,
  4. Garis melintang coklat gelap pada punggung yang dibatasi oleh pola jaringan putih,
  5. Garis melintang tersebut terkadang membentuk garis vertebral,
  6. Ekor dengan pola melintang coklat gelap bergantian dengan putih.
     

Sumber: www.kompas.com

Selengkapnya
Penemuan Terbaru: Identifikasi Spesies Cecak Jarilengkung Hamidyi di Kalimantan

Riset dan Inovasi

Teknologi Inovatif Mendorong Percepatan Digitalisasi

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025


Perguruan tinggi menjadi awal terciptanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu mendorong percepatan transformasi digital. Kampus dengan latar belakang teknologi informasi dan komputer, menjadi salah satu motivator utama dalam pelaksanaan tranformasi digital tersebut. Universitas Nusa Mandiri (UNM) merupakan perguruan tinggi berbasis inovasi teknologi infomasi didukung dengan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dunia industri, yang sedang berkembang saat ini. Dalam perannya menjadi penyelenggara utama kegiatan Rakornas Aptikom (Asosiasi Pendidikan Tinggi Informatika dan Komputer) 2021, tentunya berharap dapat terus berkolaborasi dengan seluruh perguruan tinggi lainnya, yang ada di Indonesia untuk mendukung akselerasi tranformasi digital.

Dr Dwiza Riana, rektor Universitas Nusa Mandiri (UNM) mengatakan, Aptikom merupakan wadah bagi seluruh perguruan tinggi yang aktif di bidang teknologi informasi dan komputer. Bersama bersinergi memberi peran demi mewujudkan automatisasi dan digitalisasi di segala aspek kehidupan masyarakat. “Inovasi di bidang teknologi, saat ini telah berkembang cukup pesat, seiring dengan kebutuhan masyarakat yang kian berkembang. Tentunya, perguruan tinggi yang senantiasa mengunggulkan inovasi di bidang teknologi, akan mengambil peran cukup penting pada seluruh peluang yang ada,” katanya pada media, Rabu (3/11).

Oleh karena itu, lanjutnya, Universitas Nusa Mandiri (UNM) siap mengambil peran tersebut guna menyiapkan SDM-SDM unggul di bidang teknologi informasi. Agar percepatan tranformasi digital ini dapat dicapai dengan cukup baik. “Berbagai upaya UNM telah mulai berjalan, seperti berkolaborasi dengan dunia industri guna menyiapkan lulusan yang berkualitas dan berkompeten, melalui kerja sama magang bersertifikat, menjalin kerja sama dengan beberapa perguruan tinggi luar negeri, guna melaksanakan program pertukaran pelajar. Dengan kegiatan ini, akan memberi pengalaman dan pengetahuan yang sangat berharga bagi mahasiswa,” tandasnya.

UNM pun, imbuhnya, telah memiliki beberapa wadah pembinaan secara internal di Universitas Nusa Mandiri (UNM) guna memotivasi dan membimbing mahasiswa agar lebih siap lagi menghadapi tantangan perkembangan teknologi. Seperti wadah Nusamandiri Entrepreneur Center (NEC), Nusamandiri Career Center (NCC), Nusamandiri Inovation Center (NIC), dan Nusamandiri Startup Center (NSC). “Wadah-wadah untuk membina dan mendorong mahasiswa dalam upaya menumbuhkan semangat berinovasi dan meningkatkan kreativitas, agar mahasiswa terbiasa dengan perkembangan teknologi digital yang tumbuh begitu cepat. Sehingga, diharapkan mahasiswa mampu dan siap menjawab segala tantangan yang ada,” ujarnya.

Peran serta Universitas Nusa Mandiri (UNM), ungkapnya dalam kegiatan Rakornas Aptikom 2021 ini memantapkan visi misi Universitas Nusa Mandiri (UNM) dalam upaya menciptakan lulusan yang berkualitas dan unggul di bidang teknologi digital. “Sinergi dengan tujuan dari Aptikom dalam upaya melaksanakan percepatan tranformasi digital, Universitas Nusa Mandiri (UNM) telah merancang semua kurikulum yang dibutuhkan guna mendukung tujuan tersebut,” tutupnya.


Sumber: www.republika.co.id

Selengkapnya
Teknologi Inovatif Mendorong Percepatan Digitalisasi

Riset dan Inovasi

Mengatasi Deforestasi Illegal dengan Peran Teknologi Digital

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025


Mulai dari 1 Desember 2021, Indonesia telah mengambil alih Presidensi G20, sebuah forum global yang terdiri dari negara-negara yang menyumbang 80 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) dunia. Selama masa kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo bertekad untuk memimpin upaya kerja sama dalam menghadapi perubahan iklim dan menjaga lingkungan secara berkelanjutan melalui tindakan konkret.

Indonesia telah berhasil menurunkan tingkat deforestasi ke level terendah dalam dua dekade terakhir, sambil mempromosikan rehabilitasi lahan kritis sebanyak 3 juta hektar antara tahun 2010 dan 2019. Upaya tersebut juga telah menghasilkan penurunan sebesar 81 persen dalam kasus kebakaran hutan, dari 1,6 juta hektar pada tahun 2019 menjadi 300 ribu hektar selama tahun 2020. Tentunya, pencapaian ini tidak terlepas dari peran aktif masyarakat dalam mendeteksi dini aktivitas yang berpotensi menyebabkan deforestasi, seperti illegal logging.

Partisipasi masyarakat melibatkan kegiatan patroli terpadu dan independen di hutan adat, hutan nagari, dan hutan kemasyarakatan, di mana mereka memiliki kewenangan hukum untuk mengelola lahan tersebut. Meskipun demikian, sedikit yang menyadari bahwa pengawasan ini didukung oleh sejumlah teknologi modern untuk meningkatkan efektivitas pengawasan. Berikut adalah beberapa teknologi yang telah digunakan dalam upaya pelestarian lingkungan.

Penggunaan Teknologi dalam Pelestarian Hutan Indonesia

Indonesia, sebagai Presiden G20 sejak 1 Desember 2021, telah menegaskan komitmennya untuk memimpin upaya global dalam mengatasi perubahan iklim dan menjaga lingkungan secara berkelanjutan. Salah satu inisiatif penting yang ditekankan adalah penggunaan teknologi untuk memantau dan mencegah kerusakan hutan, seperti penebangan liar dan ekspansi perkebunan sawit.

Teknologi AI untuk Deteksi Dini Penebangan Liar

Teknologi kecerdasan buatan (AI) telah terbukti efektif dalam membantu mengidentifikasi aktivitas penebangan liar. Sebuah inisiatif yang dikenal sebagai 'Guardian', yang dikembangkan oleh Komunitas Konservasi Indonesia Warung Informasi Konservasi (KKI Warsi) bekerja sama dengan Rainforest Connection, menggunakan mikrofon yang dipasang di hutan untuk menangkap suara-suara terkait aktivitas ilegal. Aplikasi ini memilah dan menganalisis berbagai jenis suara, termasuk suara kendaraan, penebangan pohon, dan tembakan, untuk memberikan notifikasi kepada aparat keamanan. Dengan bantuan teknologi ini, deteksi dan respons terhadap aktivitas ilegal menjadi lebih efisien, memungkinkan patroli untuk ditujukan ke lokasi yang tepat dengan cepat.

Analisis Citra Satelit dan Drone untuk Pemantauan Tutupan Lahan

Selain AI, analisis citra satelit dan penggunaan drone juga menjadi alat yang sangat berguna dalam pemantauan hutan. Yayasan Auriga Nusantara telah berhasil menggunakan berbagai jenis citra satelit, seperti Landsat dan Sentinel, untuk mendeteksi dan memetakan tutupan lahan, termasuk area perkebunan sawit. Melalui kerja sama dengan lembaga lain, seperti LAPAN dan BIG, mereka telah menghasilkan data yang penting untuk menginformasikan kebijakan dan tindakan konservasi. Selain itu, penggunaan drone juga membantu dalam pemetaan yang lebih cepat dan detail di lapangan.

Dampak Positif dan Harapan ke Depan

Penggunaan teknologi dalam pelestarian hutan Indonesia telah membawa dampak positif yang signifikan. Misalnya, penggunaan Guardian telah membantu menurunkan aktivitas penebangan liar secara drastis di beberapa daerah. Sementara itu, analisis citra satelit dan drone telah memberikan informasi yang berharga untuk pengambilan keputusan yang lebih baik dalam manajemen lahan.

Ke depan, pengembangan dan penerapan teknologi ini diharapkan akan terus memperkuat upaya pelestarian hutan dan lingkungan secara luas. Dengan sinergi antara pemerintah, lembaga non-profit, dan sektor swasta, Indonesia dapat melangkah maju dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan mengatasi tantangan perubahan iklim.


Sumber: www.viva.co.id

Selengkapnya
Mengatasi Deforestasi Illegal dengan Peran Teknologi Digital
« First Previous page 5 of 14 Next Last »