Riset dan Inovasi

BRIN dan PT Industri Nabati Lestari Memperkuat Kerja Sama Riset untuk Meningkatkan Produksi Produk Turunan Minyak Kelapa Sawit

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 06 Maret 2025


Pemerintah Indonesia terus menggalakkan upaya hilirisasi produk minyak kelapa sawit untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas ini di pasar global. Salah satu langkah yang dilakukan adalah melalui penelitian dan pengembangan (litbang) yang berfokus pada hilirisasi minyak kelapa sawit.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), melalui Organisasi Riset Energi dan Manufaktur (OREM), telah meningkatkan kolaborasi risetnya dengan PT Industri Nabati Lestari (INL) untuk menjalankan program hilirisasi produk minyak kelapa sawit. Kerja sama ini dituangkan dalam penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) di KST BJ Habibie Serpong pada Selasa (14/11).

Kepala OREM BRIN, Haznan Abimanyu, menjelaskan bahwa tujuan kerja sama ini adalah untuk meningkatkan nilai tambah dari produk turunan berbasis kelapa sawit. Haznan berharap bahwa kerja sama MoU yang akan berlangsung selama lima tahun ini akan menghasilkan teknologi baru yang dapat meningkatkan nilai tambah dari produk turunan tersebut.

Direktur PT Industri Nabati Lestari, Hasyim Toriq, menyatakan bahwa kerja sama ini merupakan dukungan terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) dalam hilirisasi komoditi kelapa sawit. Dia menekankan bahwa PT INL berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri dengan melakukan hilirisasi dalam produksi minyak, dengan harapan kerja sama ini dapat memajukan industri ini dan memberikan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat.

PT INL, sebagai anak perusahaan PTPN III dan PTPN IV, telah bergerak di bidang industri minyak goreng kelapa sawit sejak tahun 2014. Saat ini, perusahaan tersebut memiliki dua pabrik minyak goreng di Simalungun, Sumatera Utara, dan berencana untuk membangun pabrik di Gresik, Jawa Timur, sesuai dengan program strategis PTPN Group dalam implementasi hilirisasi komoditi kelapa sawit.

PKS antara PT INL dan Pusat Riset Teknologi Industri Proses dan Manufaktur (PRTIPM) OREM BRIN akan berlangsung selama satu tahun, dengan fokus pada mensinergikan sumber daya dan kompetensi untuk mendukung tugas dan fungsi kedua belah pihak. Harapannya, kerja sama ini akan menghasilkan teknologi baru yang dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi industri hilirisasi kelapa sawit, serta meningkatkan nilai tambah produk turunan berbasis sawit guna mendukung kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.


Sumber: www.brin.go.id

Selengkapnya
BRIN dan PT Industri Nabati Lestari Memperkuat Kerja Sama Riset untuk Meningkatkan Produksi Produk Turunan Minyak Kelapa Sawit

Riset dan Inovasi

Optimasi Produktivitas Kelapa Sawit Melalui Standarisasi Intensifikasi

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 06 Maret 2025


Jakarta – Humas BRIN. Saat ini produktivitas kelapa sawit dunia berkisar 4 ton minyak perhektar pertahun, masih di bawah persyaratan standar nasional yaitu 6 ton perhektar pertahun. Bahkan masih jauh dari perkiraan potensi maksimum sebesar 18,5 ton perhektar pertahun jika mempertimbangkan semua atribut fisiologis optimal ujar Daryono Restu Wahono, Periset Pusat Riset Teknologi Pengujian dan Standar (PR TPS) BRIN. “Salah satu upaya untuk mengoptimalkan mengoptimalkan produksi dan produktivitas sawit rakyat tanpa membuka lebih banyak lahan untuk budidaya adalah melakukan intensifikasi. Metode ini diharapkan bisa menjembatani kesenjangan antara target produksi dan perlindungan lingkungan,” jelas Daryono dalam Diskusi Panel dengan tema “Smart Farming For Subtainable Growth” pada Kamis (16/11).

Lebih lanjut Daryono menjelaskan bagaimana peranan SNI 8211-2023 sebagai pedoman bagi produsen dan pemulia benih kelapa sawit agar mampu menghasilkan benih unggul kelapa sawit dengan lebih baik. “Perusahaan perkebunan dan pekebun dapat memanfaatkan benih unggul tersebut untuk peremajaan tanaman sawit rakyat dan berumur lebih dari 25 tahun yang mempunyai produktivitas rendah menjadi tanaman sawit rakyat produktivitas tinggi yang berkelanjutan,” lanjutnya. Daryono pun mencontohkan perhitungan matematis terkait proyeksi peningkatan produksi kelapa sawit hingga tahun 2025. “Jika intensifikasi yang dilakukan dengan menggunakan SNI 8211:2023 yang sejalan dengan PP 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia, maka produksi kelapa sawit Indonesia akan mencapai 89,976 juta ton pada tahun 2025,” pungkasnya.

Untuk mendukung terwujudnya hal tersebut Daryono menggarisbawahi bahwa pemerintah wajib mensertifikasi seluruh perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sesuai dengan Perpres 44 Tahun 2020, paling lambat 5 tahun setelah peraturan ini diundangkan. “Adanya persyaratan mutu pada produksi benih bertujuan untuk menjamin bahwa benih kelapa sawit mempunyai mutu yang baik secara genetik maupun fisik. Penggunaan benih kelapa sawit sesuai standar SNI 8211:2023 akan sangat membantu dalam meningkatkan produksi kelapa sawit di Indonesia. Standar tersebut juga mengatur persyaratan mutu benih kelapa sawit hingga pelayanan purna jual. Selain itu dalam standar ini juga terdapat persyaratan pengemasan dan persyaratan benih siap tanam, serta persyaratan penanaman benih kelapa sawit,” terang Daryono.

Diakhir, Daryono menekankan bahwa dengan penggunaan SNI 8211:2023 untuk Benih Kelapa Sawit, akan menghasilkan bibit kelapa sawit berkualitas yang dapat digunakan untuk program intensifikasi. “Untuk mencapai hasil yang maksimal, program intensifikasi kelapa sawit nasional harus menggunakan SNI 8211:2023 untuk Benih Kelapa Sawit. Namun demikian, intensifikasi ini juga harus disertai dengan program sertifikasi yang diwajibkan oleh pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia,” ujar Daryono. Ia pun lanjut menjelaskan bahwa intensifikasi kelapa sawit nasional dengan standar SNI 8211:2023 dapat mengatasi permasalahan pembangunan ekonomi nasional yang diarahkan pada pengentasan kemiskinan, mengatasi pengangguran, peningkatan pendapatan, stabilisasi perekonomian, dan pemerataan Pembangunan, tutupnya.

Senada dengan apa yang dijelaskan Daryono, Analis Standardisasi Badan Standardisasi Nasional, Evan Buwana menyebutkan pentingnya keseimbangan antara standar dan perkembangan teknologi. “Pertanian berkelanjutan membutuhkan keseimbangan yang apik antara standar ketat dan perkembangan terus-menerus dalam inovasi teknologi. Standarisasi dan teknologi itu punya hubungan yang intim sebetulnya. Dengan demikian, penerapan standar ini akhirnya bisa meningkatkan daya saing dan kinerja,” jelas Evan. Diskusi Panel ini merupakan rangkaian dari Bulan Mutu Nasional 2023 yang mengangkat tema “Standardisasi Untuk Pertumbuhan Ekonomi Yang Berkelanjutan”. Gelaran ini dilangsungkan di Jakarta Convention Center.

 

Sumber: www.brin.go.id

Selengkapnya
Optimasi Produktivitas Kelapa Sawit Melalui Standarisasi Intensifikasi

Riset dan Inovasi

BRIN Menekankan Pentingnya Renovasi Kebun Sawit Rakyat Menggunakan Benih Berkualitas

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 06 Maret 2025


Humas BRIN di Jakarta melaporkan bahwa menurut Apkasindo, dari total lahan sawit petani sebesar 6,7 juta hektar, sekitar 2,4 juta hektar di antaranya memerlukan peremajaan karena usia tanaman yang sudah lebih dari 15 tahun. Pemerintah menargetkan peremajaan kebun sawit petani seluas 540.000 hektar hingga tahun 2024.

Namun, Daryono Restu Wahono dari Pusat Riset Teknologi Pengujian dan Standar BRIN menyoroti bahwa realisasi program peremajaan sawit rakyat (PSR) hingga Juni 2022 baru mencapai 256.744 hektar, menurut data BPDPKS. Daryono menekankan pentingnya peremajaan menggunakan bibit unggul hasil pemuliaan tanaman yang telah melalui uji keturunan dengan metode yang telah diuji dalam SNI 8211:2023.

Penelitian melalui uji keturunan dengan metode yang teruji ilmiah akan menghasilkan kemurnian tidak kurang dari 98% kecambah kelapa sawit Tenera (cangkang tipis). Skema persilangan antarpopulasi melalui uji keturunan dengan metode yang diuji memungkinkan eksploitasi heterosis yang meningkatkan kinerja persilangan kedua populasi tanaman.

Daryono menambahkan bahwa intensifikasi menggunakan benih standar SNI 8211:2023 sesuai dengan PP 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia dapat meningkatkan produksi kelapa sawit Indonesia menjadi 89,976 juta ton pada 2025. 

Dalam produksi benih, ada persyaratan mutu untuk memastikan benih kelapa sawit memiliki mutu yang baik secara genetik dan fisik. Salah satu alternatif menarik adalah merakit varietas unggul dengan tingkat pertumbuhan batang lambat, yang merupakan tantangan bagi pemulia kelapa sawit.

Selain bibit, Daryono juga menjelaskan ciri-ciri perkebunan kelapa sawit sistem intensif, termasuk pemilihan benih unggul, pengelolaan lahan yang benar, pemupukan berimbang, pengairan yang baik, pemberantasan hama/penyakit, pemanenan, dan pengolahan pasca panen.

Daryono berharap intensifikasi kelapa sawit nasional dengan standar SNI 8211:2023 dapat membantu mengatasi masalah pembangunan ekonomi nasional, termasuk pengentasan kemiskinan, mengatasi pengangguran, peningkatan pendapatan, stabilisasi perekonomian, dan pemerataan pembangunan.


Sumber: www.brin.go.id

Selengkapnya
BRIN Menekankan Pentingnya Renovasi Kebun Sawit Rakyat Menggunakan Benih Berkualitas

Riset dan Inovasi

Inovasi dan Standarisasi: Fondasi Pertanian Berkelanjutan di Indonesia

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 06 Maret 2025


Humas BRIN. Diskusi Smart Farming for Sustainable Growth di Jakarta Convention Center pada Kamis (16/11) menyoroti peranan esensial standarisasi dan inovasi dalam memperkuat dasar pertanian yang berkelanjutan dengan meningkatkan efisiensi dan produktivitas sektor tersebut. Pertanian yang berkelanjutan memerlukan keseimbangan yang baik antara standar yang ketat dan terus berkembangnya inovasi teknologi, seperti yang diungkapkan oleh Evan Buwana, Analis Standardisasi dari Badan Standardisasi Nasional.

Menurut Evan, hubungan antara standarisasi dan teknologi sangatlah erat. Dengan menerapkan standar yang sesuai, dapat meningkatkan daya saing dan kinerja sektor pertanian. Standardisasi dalam sektor pertanian memiliki peran penting dalam menjaga kualitas. Daryono Restu Wahono, Peneliti Utama dari Pusat Riset Teknologi Pengujian dan Standar di Badan Riset dan Inovasi Nasional, menjelaskan bahwa produktivitas kelapa sawit di seluruh dunia saat ini masih di bawah standar nasional Indonesia dan memiliki potensi maksimum yang belum tercapai. Implementasi Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam produksi benih unggul kelapa sawit berperan penting dalam meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani.

Di sisi lain, Purwadi Kasino Putro, Direktur PT. Teknologi Sirkular Biru, mengungkapkan inovasi baterai sebagai alternatif penyimpanan energi yang dapat menggantikan minyak dalam alat pertanian. Baterai tersebut dapat didaur ulang sehingga mendukung pertanian berkelanjutan. Adopsi teknologi dalam pertanian harus sejalan dengan regulasi, namun tetap mendukung petani dalam memperoleh teknologi terbaru untuk meningkatkan ketahanan pangan. Pertanian berkelanjutan membutuhkan keseimbangan yang baik antara standar ketat dan inovasi teknologi.

Yovita Sutanto dari Bayer Crop Science menyatakan bahwa modifikasi genom merupakan salah satu tren terbaru dalam pengembangan tanaman yang lebih baik melalui penyuntingan genom yang presisi. Dengan standar yang jelas dan teknologi inovatif, pertanian dapat menjadi lebih efisien, produktif, dan berkelanjutan, memastikan ketersediaan pangan bagi populasi yang terus bertambah sambil memperhatikan kelestarian lingkungan.
 

Sumber: www.brin.go.id

Selengkapnya
Inovasi dan Standarisasi: Fondasi Pertanian Berkelanjutan di Indonesia

Riset dan Inovasi

BRIN Berupaya Mengurangi Biaya Produksi Green Diesel dari Bahan Baku Minyak Nabati yang Tidak Bersaing dengan Pangan.

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 06 Maret 2025


Humas BRIN. Melalui Pusat Penelitian Teknologi Manufaktur Industri Proses (PRTIPM) dan Research Organization for Energy Manufacturing (OREM), tengah mengembangkan solar ramah lingkungan dari minyak nabati non-edible melalui proses dekarboksilasi hidrotermal. Tujuan dari pengembangan ini adalah untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor bahan bakar fosil serta mengurangi emisi gas rumah kaca.

Energi terbarukan merupakan solusi untuk mengatasi masalah perubahan iklim dan lingkungan dengan mengurangi ketergantungan pada energi bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil menghasilkan emisi karbon dioksida yang besar, yang menjadi penyebab utama pemanasan global.

Studi yang dilakukan oleh PRTIPM merupakan respons terhadap Perjanjian Paris yang ditandatangani oleh Indonesia. Perjanjian tersebut bertujuan untuk memerangi perubahan iklim, di mana Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi sebesar 29% pada tahun 2030, dengan sebagian besar upaya berasal dari inisiatif internal dan dukungan kolaboratif.

Dalam webinar Transisi Energi Berkelanjutan pada tanggal 17 November, fokus dibahas tentang peningkatan akses terhadap energi ramah lingkungan. Meskipun produksi green diesel telah dikomersialkan, namun biaya produksi yang masih tinggi menjadi tantangan. Hal ini disebabkan oleh penggunaan hidrogen eksternal dalam proses produksi untuk menghilangkan komponen oksigen dari asam lemak dan minyak.

Sebagai solusi, kelompok penelitian ini mengembangkan teknologi inovatif untuk menghasilkan solar ramah lingkungan dari minyak nabati yang tidak dapat dimakan melalui proses dekarboksilasi hidrotermal, dengan tujuan menurunkan biaya produksi dan membuatnya lebih terjangkau. Green solar adalah bahan bakar solar yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewani melalui proses kimia. Keunggulan green diesel meliputi ramah lingkungan, bebas emisi gas rumah kaca, dan lebih ekonomis.

Penelitian ini akan dilakukan setiap tahun selama tiga tahun. Hingga tahun 2023, 90% dari kegiatan tersebut telah terlaksana. Hasil penelitian akan didokumentasikan dalam bentuk paten dan jurnal internasional. Kedepannya, penelitian ini akan diperluas untuk mendapatkan katalis yang lebih efektif dan ekonomis serta kondisi proses yang optimal, sehingga dapat digunakan dan dikembangkan dalam skala industri. Harapannya, kegiatan ini dapat dikembangkan ke tahap komersial dan teknologi katalis serta prosesnya dapat dipatenkan dan dilisensikan.

 

Sumber: www.brin.go.id

Selengkapnya
BRIN Berupaya Mengurangi Biaya Produksi Green Diesel dari Bahan Baku Minyak Nabati yang Tidak Bersaing dengan Pangan.

Riset dan Inovasi

Pertanian Berkelanjutan dan Penerapan Ekonomi Sirkular di Kabupaten Kobar

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 06 Maret 2025


Humas BRIN. Industri perkebunan kelapa sawit merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) Kalimantan Tengah. Saat ini banyak tanaman sawit milik petani yang umurnya lebih dari 25 tahun, artinya produktivitas tanaman akan turun karena umur tanaman tersebut sudah diatas umur produktivitas maksimal rata-rata kelapa sawit dan saatnya untuk dilakukan peremajaan melalui replanting. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah Tengah menggalakkan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Program ini merupakan salah satu program Strategis Nasional sebagai upaya Pemerintah dalam meningkatkan produktivitas tanaman perkebunan kelapa sawit nasional. Pemerintah menargetkan peremajaan (replanting) kebun sawit milik petani seluas 540.000 hektar hingga tahun 2024. Tak terkecuali Kab. Kobar juga menerima alokasi anggaran untuk kegiatan replanting dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Dampak proses peremajaan sendiri tidak bisa langsung dirasakan, mengingat tanaman sawit mulai berproduksi aktif sekitar umur 4-5 tahun. Untuk itu diperlukan pertumbuhan sumber-sumber ekonomi baru. Kepala Sistem Produksi Berkelanjutan dan Penilaian Daur Hidup (PR SPBPDH) BRIN, Nugroho Adi Sasongko menyebut bahwa BRIN saat initTengah melakukan penelitian terkait ekonomi sirkular sebagai alternatif waktu tunggu masa peremajaan sawit. “Riset ini terkait optimalisasi pemanfaatan area replanting sawit untuk pengembangan jagung dan ternak unggas guna mewujudkan ekonomi sirkular masyarakat di Kab. Kobar,” ujar Nugroho saat membuka kegiatan sosialisasi pemaparan hasil riset tersebut pada Minggu, (26/11). Menurut Nugroho, kegiatan ekonomi sirkular adalah kegiatan ekonomi yang berwawasan lingkungan, yaitu melalui pengembangan industri hijau. Model yang digunakan adalah dengan berupaya memperpanjang siklus hidup dari suatu produk, bahan baku, dan sumber daya yang ada agar dapat dipakai selama mungkin. Implementasi ekonomi sirkular di lapangan adalah pengurangan timbunan limbah dan polusi, ungkapnya.

Kegiatan penelitian yang dilaksanakan terkait dengan kegiatan pertanian terpadu (integrated farming) yang berorientasi lingkungan. Saat ini permasalahan lingkungan menjadi isu yang strategis tak terkecuali pada sektor pertanian. Karena lingkungan merupakan suatu ekosistem yang memang harus dijaga kelestasiannya. Selain itu perubahan iklim global juga selalu menjadi isu sentral di bidang pertanian. “Menyikapi dinamika tersebut konsep pertanian berkelanjutan dipandang sebagai solusi dan salah satu contohnya adalah kegiatan integrated farming yang sedang kami lakukan di Kab. Kobar ini dengan memunculkan kegiatan ekonomi sirkular pedesaan,” pungkas Nugroho.

Dalam kesempatan yang sama, periset PR SPBPDH, Ermin Widjaja menyampaikan, bahwa riset ini baru berjalan satu tahun, tapi idealnya untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, setidaknya riset berjalan selama dua tahun, namun demikian hasil sementara yang diperoleh sudah dapat memberikan gambaran prospek dari kegiatan tersebut. Tersedianya lahan sela sangat luas di area replanting bisa dimanfaatkan untuk pengembangan komoditas lain baik berupa tanaman pangan maupun tanaman hortikultura selagi tanaman sawit belum berbuah (umur 3-4 tahun). Sehingga dapat memunculkan kegiatan ekonomi baru selama tanaman sawit belum menghasilkan. “Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan rintisan kegiatan ekonomi sirkular kelompok tani sawit peserta PSR yang mampu meningkatkan pendapatan lebih dari 50%. Di sini kami tidak sendiri, tetapi berkolaborasi dengan pusat riset lainnya di BRIN, yaitu Pusat Riset Veteriner, Pusat Riset Mikrobiologi Terapan, Pusat Riset Tanaman Pangan, dan Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan,” papar Ermin.

Ermin lalu melanjutkan bahwa dampak ekonomi sirkular ini kemudian diukur melalui riset yang telah berjalan satu tahun. Namun, Ia menyebut bahwa idealnya untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, setidaknya riset berjalan selama dua tahun. “Namun demikian hasil sementara yang diperoleh sudah dapat memberikan gambaran prospek dari kegiatan ekonomi sirkular tersebut. Tersedianya lahan sela sangat luas di area replanting bisa dimanfaatkan untuk pengembangan komoditas lain baik berupa tanaman pangan maupun tanaman hortikultura selagi tanaman sawit belum berbuah (umur 3-4 tahun). Sehingga dapat memunculkan kegiatan ekonomi baru selama tanaman sawit belum menghasilkan,” lanjut Ermin.

Rintisan kegiatan ekonomi sirkular yang juga dijadikan sebagai percontohan dilakukan dengan melibatkan 20 anggota kelompok tani yang berada di Kab. Kobar. “Kegiatan yang dilakukan meliputi budidaya jagung di area replanting sawit berumur 1 tahun seluas 20 ha. Lalu juga ada pembuatan pupuk organik yang diperkaya dengan mikroba, dengan bahan dasar limbah pabrik kelapa sawit seperti abu boiler, solid sawit, serat perasan buah/fiber, kotoran ayam dan decomposer. Selain itu ada budidaya ayam petelur sebanyak 1000 ekor dengan menggunakan campuran pakan lokal untuk menekan harga pakan pabrik yang mahal,” ungkap Ermin

Ermin menyebut bahwa dari kegiatan tersebut memberikan sumber penghasilan baru untuk petani sawit yang terintegrasi dengan usaha lainnya, sehingga menghasilkan ekonomi sirkular yang menambah pendapatan petani, dengan sumber pendapatan berupa produksi jagung, produksi telur dan produksi pupuk organik yang memiliki pangsa pasar bagus. Kegiatan ini dapat dilakukan pada masyarakat sawit yang sudah berkelompok dan tergabung pada kelembagaan yang memiliki modal seperti KUD. Hal ini dikarenakan modal yang diperlukan cukup besar untuk kegiatan replanting yang terintegrasi dengan komoditas jagung dan ternak unggas secara terpadu dan berkelanjutan, sehingga memerlukan dukungan dari pemerintah.

Ermin berharap, kegiatan ini bisa menjadi model dan bisa direplikasi lokasi lain yang memiliki potensi yang serupa dan komoditasnya (tanaman pangan, hortikultura, peternakan, dan lain-lain) disesuaikan dengan peluang kegiatan bisnis di lokasi tersebut. Mengingat hasil kegiatan pertanian terpadu yaitu produksi tanaman sela jagung, produksi pupuk organik dan produksi telur dari budidaya ayam petelur dengan pakan introduksi dapat meningkatkan pendapatan lebih dari 100%. “Untuk mengetahui keberlanjutan kegiatan integrasi ini secara terukur dilakukan analisis dengan menggunakan metode Multidimension Scale (MDS) dengan hasil indek keberlanjutannya masuk dalam kategori baik (good sustainability). Analisis dampak lingkungannya dilakukan dengan Life Cycle Assessment (LCA) dan emisi gas rumah kaca sedang dalam pelaksanaan,” terang Ermin. Dengan demikian, kegiatan pertanian yang berkelenjutan dengan kegiatan ekonomi sirkular yang menjadi tujuannya bisa menjadi penggerak ekonomi wilayah dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, pungkasnya.
 

Sumber: www.brin.go.id

Selengkapnya
Pertanian Berkelanjutan dan Penerapan Ekonomi Sirkular di Kabupaten Kobar
« First Previous page 3 of 14 Next Last »