Keselamatan Kebakaran

Efektivitas Program Edukasi Keselamatan Kebakaran Berbasis Sekolah

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Keselamatan kebakaran merupakan bagian integral dari mitigasi risiko bencana, terutama bagi anak-anak yang sering kali kurang memiliki pemahaman yang memadai mengenai bahaya api. Penelitian ini menggunakan metode rapid evidence assessment, yaitu teknik analisis literatur yang mengumpulkan dan menganalisis berbagai penelitian ilmiah yang relevan dengan topik edukasi keselamatan kebakaran untuk anak-anak. Dari 90 sumber yang diidentifikasi, sebanyak 51 studi memenuhi kriteria inklusi, yang mencakup:

  • Studi akademik atau industri yang dipublikasikan antara 2000 dan 2020.
  • Berbahasa Inggris.
  • Menilai program keselamatan kebakaran bagi anak-anak usia 0–17 tahun.
  • Merupakan strategi pencegahan primer.

Hasil penelitian ini mengungkapkan 25 praktik berbasis bukti yang dikategorikan dalam tujuh tema utama: teori perubahan, target, pendekatan, konten, sumber daya, implementasi, dan evaluasi. Program keselamatan kebakaran berbasis sekolah umumnya didasarkan pada asumsi bahwa anak-anak memiliki kapasitas terbatas dalam memahami risiko kebakaran dan bereaksi secara rasional dalam keadaan darurat. Oleh karena itu, pendidikan keselamatan kebakaran bertujuan untuk meningkatkan kesadaran anak-anak akan bahaya api dan mendorong mereka mengambil tindakan yang benar saat menghadapi situasi kebakaran.

Studi menunjukkan bahwa pendekatan yang paling efektif adalah menyesuaikan materi edukasi dengan tahap perkembangan anak. Misalnya:

  • Anak-anak usia prasekolah lebih mudah memahami pelajaran berbasis visual dan permainan interaktif.
  • Anak-anak usia sekolah dasar lebih efektif belajar melalui demonstrasi langsung dan simulasi.
  • Remaja dapat menerima pendekatan berbasis teori dan pemecahan masalah.

Pendekatan yang Efektif dalam Program Keselamatan Kebakaran

  • Terintegrasi dalam kurikulum sekolah, sehingga dapat diselaraskan dengan mata pelajaran lain.
  • Melibatkan tenaga pendidik dan petugas pemadam kebakaran, di mana guru memberikan materi dasar, sedangkan petugas pemadam kebakaran memperkuat pembelajaran melalui simulasi.
  • Berbasis Child-Centered Disaster Risk Reduction (CCDRR), yang menempatkan anak sebagai agen perubahan dalam keselamatan kebakaran di rumah dan komunitasnya.

Materi keselamatan kebakaran yang berfokus pada perubahan perilaku lebih efektif dibandingkan pendekatan berbasis teori semata. Beberapa strategi yang digunakan meliputi:

  • Mengajarkan tindakan darurat, seperti "Stop, Drop, Cover, and Roll" jika pakaian terbakar.
  • Latihan evakuasi yang dilakukan secara berulang untuk membentuk kebiasaan.
  • Perencanaan rute evakuasi di rumah dan sekolah guna memastikan respons cepat saat kebakaran terjadi.

Efektivitas edukasi keselamatan kebakaran dapat ditingkatkan dengan penggunaan alat bantu yang lebih nyata, seperti:

  • Simulasi rumah asap untuk melatih anak-anak menghadapi kondisi kebakaran yang sebenarnya.
  • Digital resources, seperti aplikasi berbasis VR (Virtual Reality) untuk melatih anak dalam pengambilan keputusan darurat.
  • Kampanye berbasis media sosial guna meningkatkan jangkauan edukasi ke keluarga dan komunitas.

Program keselamatan kebakaran yang berhasil harus menjadi bagian dari kegiatan rutin di sekolah dan tidak hanya dilakukan sekali atau dua kali dalam setahun.

  • Latihan kebakaran harus dilakukan secara berkala dengan peningkatan tingkat kesulitan setiap sesi.
  • Kolaborasi antara sekolah dan layanan pemadam kebakaran harus diperkuat untuk memastikan implementasi yang berkesinambungan.

Paper ini menekankan pentingnya pengukuran dampak program edukasi keselamatan kebakaran. Beberapa metode evaluasi yang direkomendasikan meliputi:

  • Pre-test dan post-test untuk mengukur peningkatan pengetahuan anak-anak sebelum dan sesudah mengikuti program.
  • Simulasi kebakaran dengan skenario nyata guna menilai apakah anak-anak benar-benar menerapkan keterampilan yang telah diajarkan.
  • Survei kepada orang tua untuk mengetahui apakah anak-anak mentransfer pengetahuan mereka ke lingkungan rumah.

Beberapa negara telah menerapkan pendekatan berbasis bukti dalam edukasi keselamatan kebakaran:

  • Australia: Program Fire Ed yang diterapkan di sekolah dasar menunjukkan bahwa 80% anak-anak mampu mengingat prosedur evakuasi dengan benar setelah mengikuti program ini.
  • Amerika Serikat: Studi oleh NFPA (National Fire Protection Association) menemukan bahwa anak-anak yang mengikuti program keselamatan kebakaran memiliki kemungkinan 35% lebih tinggi untuk bertindak dengan benar dalam situasi kebakaran dibandingkan yang tidak mengikuti pelatihan.
  • Jepang: Melalui metode pelatihan simulasi rumah asap, 90% peserta mampu mengikuti rute evakuasi dengan benar dan tanpa kepanikan.

Kesimpulan

  1. Program edukasi keselamatan kebakaran berbasis sekolah merupakan strategi pencegahan paling efektif dalam mengurangi risiko kebakaran bagi anak-anak.
  2. Tidak ada standar global yang diterapkan secara universal, sehingga perlu dikembangkan framework berbasis bukti untuk mengoptimalkan efektivitas program.
  3. Penggunaan teknologi digital dan simulasi nyata dapat meningkatkan pemahaman anak terhadap bahaya kebakaran dan respons yang tepat.
  4. Evaluasi program sangat penting untuk memastikan efektivitas jangka panjang dalam mengubah perilaku anak-anak terhadap keselamatan kebakaran.

Saran

  1. Integrasi lebih luas dalam kurikulum pendidikan nasional, sehingga setiap sekolah memiliki program keselamatan kebakaran yang konsisten.
  2. Peningkatan keterlibatan orang tua dalam edukasi kebakaran, misalnya dengan menyediakan modul pembelajaran di rumah.
  3. Pemanfaatan teknologi berbasis AR dan VR untuk meningkatkan pengalaman belajar anak-anak secara lebih interaktif.
  4. Penguatan regulasi yang mewajibkan latihan kebakaran berkala di sekolah guna membentuk kebiasaan yang lebih kuat dalam menghadapi kebakaran.

Sumber Artikel

Kamarah Pooley, Sonia Nunez, Mark Whybro. Evidence-based Practices of Effective Fire Safety Education Programming for Children. Australian Journal of Emergency Management, Vol. 36, No. 2, April 2021.

Selengkapnya
Efektivitas Program Edukasi Keselamatan Kebakaran Berbasis Sekolah

Keselamatan Kebakaran

Analisis Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Lapangan Penumpukan Terminal Petikemas PT. Nilam Port Terminal Indonesia Tanjung Perak Surabaya

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Kebakaran di terminal petikemas merupakan ancaman serius yang dapat menyebabkan kerugian besar, baik dari segi aset, proses kerja, maupun keselamatan pekerja. PT. Nilam Port Terminal Indonesia (NPTI) sebagai salah satu terminal petikemas di Tanjung Perak, Surabaya, memiliki potensi bahaya kebakaran yang tinggi akibat berbagai faktor seperti muatan berbahaya, lingkungan kerja yang ekstrem, dan instalasi listrik yang kompleks. Paper yang ditulis oleh Imroatul Husna dan Ekka Pujo Ariesanto Akhmad ini membahas sistem tanggap darurat kebakaran di PT. Nilam Port Terminal Indonesia, mengevaluasi implementasi sistem tersebut, serta memberikan rekomendasi untuk peningkatan efektivitasnya.

Menurut penelitian ini, sistem tanggap darurat kebakaran yang efektif mencakup aspek pencegahan, penanggulangan, serta rehabilitasi pasca kebakaran. Sistem yang diterapkan harus sesuai dengan regulasi yang berlaku, seperti Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/2008 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 186/1999.

Sistem ini melibatkan:

  • Pengendalian energi yang dapat menyebabkan kebakaran
  • Pemasangan sistem proteksi aktif seperti alat pemadam api ringan (APAR), hidran, dan alarm kebakaran
  • Penyediaan tempat evakuasi (Assembly Point)
  • Pelatihan rutin bagi pekerja
  • Pembentukan tim tanggap darurat (ERT - Emergency Response Team)

PT. NPTI telah memasang 25 unit APAR di area lapangan penumpukan. Setiap unit RTG (Rubber Tyred Gantry) dilengkapi dengan 5 unit APAR dari jenis powder dan foam. Namun, penempatan beberapa APAR ditemukan tidak sesuai standar, seperti digantung di pagar pembatas tanpa pengaman yang kuat. Selain itu, pemeliharaan APAR hanya dilakukan secara formalitas, tanpa pengecekan mendetail terhadap kondisi fisik dan tekanan alat. Paper ini mencatat bahwa PT. NPTI memiliki empat unit hidran yang terletak di pinggir lapangan penumpukan. Pengujian hidran dilakukan setiap bulan, namun ditemukan kendala berupa kotak hidran yang dikunci. Hal ini dapat memperlambat respons dalam keadaan darurat karena kunci harus dibuka terlebih dahulu, yang bertentangan dengan peraturan keselamatan kerja.

Pelatihan atau simulasi tanggap darurat dilakukan setiap tiga bulan sekali, sesuai dengan standar Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 186/MEN/1999. Namun, penelitian ini mencatat bahwa tidak semua pekerja aktif berpartisipasi dalam pelatihan, yang dapat mengurangi efektivitas respons dalam keadaan darurat. PT. NPTI telah membentuk tim ERT yang terdiri dari staf kantor, petugas keamanan, operator RTG, dan mekanik. Tim ini bertugas menangani insiden kebakaran di lapangan. Namun, penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesadaran dan kesiapan tim masih perlu ditingkatkan melalui pelatihan yang lebih intensif.

Paper ini juga menyoroti bahwa lapangan penumpukan berisi berbagai jenis muatan, termasuk bahan berbahaya (Dangerous Goods), yang memiliki potensi tinggi untuk menyebabkan kebakaran. Faktor lingkungan seperti cuaca panas ekstrem dan sumber daya listrik dari mesin-mesin berat semakin meningkatkan risiko kebakaran. Secara keseluruhan, sistem tanggap darurat kebakaran di PT. Nilam Port Terminal Indonesia telah berjalan sesuai regulasi, namun masih memiliki beberapa kekurangan dalam implementasi yang perlu segera diperbaiki. Beberapa aspek yang perlu ditingkatkan adalah:

  • Optimalisasi Penempatan APAR: Semua unit APAR harus dipasang sesuai standar keselamatan agar mudah diakses dalam keadaan darurat.
  • Pemeliharaan Peralatan Pemadam Kebakaran: Pemeriksaan rutin harus dilakukan dengan lebih serius, tidak hanya sekadar formalitas.
  • Pelatihan Rutin yang Lebih Intensif: Tingkat partisipasi pekerja dalam pelatihan harus ditingkatkan agar setiap individu memiliki kesadaran tinggi terhadap bahaya kebakaran.
  • Aksesibilitas Hidran: Hidran tidak boleh dikunci agar dapat digunakan segera dalam kondisi darurat.

Penelitian ini memberikan wawasan yang sangat berharga dalam memahami bagaimana sebuah terminal petikemas dapat meningkatkan kesiapsiagaannya terhadap kebakaran. Di era modern ini, penting bagi perusahaan untuk terus memperbarui sistem keselamatan mereka dengan teknologi terbaru, seperti penggunaan sistem deteksi otomatis yang lebih canggih dan integrasi dengan perangkat pintar untuk pemantauan jarak jauh.

Kesimpulan

Paper ini menyajikan analisis yang komprehensif tentang sistem tanggap darurat kebakaran di PT. Nilam Port Terminal Indonesia. Meskipun perusahaan telah menerapkan berbagai langkah mitigasi, masih terdapat beberapa aspek yang harus diperbaiki agar sistem tanggap darurat lebih efektif. Dengan perbaikan dalam penempatan alat pemadam kebakaran, peningkatan kesadaran pekerja, serta optimalisasi pelatihan dan prosedur, PT. NPTI dapat meminimalisir risiko kebakaran di lapangan penumpukan mereka.

Sumber Artikel

Imroatul Husna, Ekka Pujo Ariesanto Akhmad. Analisis Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Lapangan Penumpukan Terminal Petikemas PT. Nilam Port Terminal Indonesia Tanjung Perak Surabaya. Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Volume 11, Nomor 1, September 2020. DOI: 10.30649/japk.v11i1.64.

Selengkapnya
Analisis Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Lapangan Penumpukan Terminal Petikemas PT. Nilam Port Terminal Indonesia Tanjung Perak Surabaya

Keselamatan Kerja

Penilaian Emergency Response Preparedness untuk Proteksi Ledakan pada Area Peleburan Besi di PT. X

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Keselamatan kerja dalam industri peleburan besi menjadi perhatian utama mengingat tingginya potensi bahaya yang dapat terjadi, terutama ledakan dan kebakaran. Penelitian ini dilakukan dengan metode cross-sectional menggunakan pendekatan observasional kuantitatif. Sampel penelitian terdiri dari 72 orang tim tanggap darurat, yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Responden terdiri dari empat staf Safety Health Environment (SHE), satu penanggung jawab Electric Arc Furnace (EAF), serta enam anggota tim darurat. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi lapangan, serta analisis dokumen internal perusahaan terkait sistem tanggap darurat.

Evaluasi kesiapan tanggap darurat dilakukan dengan mengacu pada International Safety Rating System (ISRS), yang mencakup beberapa elemen:

  • Administrasi dan Manajemen Tanggap Darurat
  • Analisis Risiko dan Sistem Proteksi
  • Kesiapsiagaan Keadaan Darurat di Luar Perusahaan
  • Pengendalian Sumber Energi
  • Sistem Perlindungan dan Penyelamatan
  • Tim Tanggap Darurat dan Pelatihan
  • Komunikasi dan Koordinasi Darurat

Dari 670 poin harapan dalam ISRS, PT. X memperoleh skor 620 poin (92,5%), menunjukkan bahwa sistem tanggap darurat perusahaan telah cukup baik, namun masih memerlukan perbaikan pada beberapa aspek. Rincian hasil evaluasi adalah sebagai berikut:

  • Analisis Keadaan Darurat – 140 poin (96,5%)
  • Sistem Perlindungan dan Penyelamatan – 141 poin (94%)
  • Tim Tanggap Darurat – 40 poin (90%)
  • Pertolongan Pertama pada Kecelakaan – 78,5 poin (98,1%)
  • Perencanaan Pasca Kejadian – 20 poin (100%)
  • Komunikasi Keadaan Darurat – 20 poin (100%)
  • Kesiapsiagaan di Luar Perusahaan – 43 poin (71,7%), kategori ini masih perlu ditingkatkan karena belum ada sistem komunikasi dengan masyarakat sekitar.

Penelitian ini mengidentifikasi beberapa faktor risiko utama yang berpotensi menyebabkan ledakan dan kebakaran di area Electric Arc Furnace (EAF), antara lain:

  1. Konsleting listrik akibat lonjakan arus.
  2. Scrap basah yang dapat menyebabkan ledakan uap air ketika dipanaskan.
  3. Scrap yang mudah meledak karena komposisi material yang tidak stabil.
  4. Kesalahan dalam proses screening scrap, yang menyebabkan kontaminasi bahan peleburan.
  5. Korosi pada shell furnace, yang dapat mengakibatkan kebocoran material panas.
  6. Lapisan shell yang terpapar langsung oleh burner, meningkatkan risiko kebakaran.

Pada tahun 2004, terjadi ledakan besar di area peleburan besi PT. X yang menyebabkan 13 pekerja mengalami luka berat, satu di antaranya meninggal dunia. Insiden ini disebabkan oleh scrap yang mengandung kadar air tinggi, yang bereaksi dengan logam cair dan menghasilkan gas hidrogen yang mudah meledak. Selain itu, banyak pekerja saat itu tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan standar keselamatan. Setelah kejadian tersebut, perusahaan mulai menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berbasis OHSAS 18001, yang terintegrasi dengan ISO 14001 dan ISO 9001. Perusahaan juga meningkatkan prosedur tanggap darurat dengan latihan evakuasi berkala dan pemantauan suhu furnace secara real-time.

Saat ini, pelatihan bagi tim tanggap darurat di PT. X sudah cukup baik, tetapi perlu ditingkatkan dalam beberapa aspek:

  • Pelatihan penanganan bahan berbahaya dan tumpahan bahan kimia.
  • Latihan simulasi ledakan skala penuh dengan melibatkan seluruh pekerja.
  • Pelatihan pemakaian APD secara ketat, terutama bagi pekerja di area EAF.

Salah satu kelemahan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah kurangnya sistem komunikasi darurat yang efektif dengan masyarakat sekitar. Perusahaan perlu mengembangkan:

  • Sistem peringatan dini yang dapat menginformasikan warga sekitar tentang potensi bahaya.
  • Saluran komunikasi khusus dengan pemadam kebakaran lokal dan pihak berwenang.
  • Penyediaan jalur evakuasi yang lebih jelas untuk pekerja dan komunitas sekitar.

Beberapa rambu dan alat proteksi di PT. X mengalami kerusakan dan perlu diperbaiki. Rekomendasi dalam aspek ini meliputi:

  • Pemeriksaan berkala terhadap sistem alarm kebakaran dan detektor gas.
  • Penggantian dan pemeliharaan APAR serta hydrant.
  • Pemasangan pelindung korosi pada shell furnace untuk mencegah kebocoran.

Kesimpulan

  1. Sistem Emergency Response Preparedness di PT. X sudah cukup baik dengan skor 92,5% dalam ISRS, namun masih ada beberapa aspek yang perlu ditingkatkan, terutama dalam kesiapsiagaan di luar perusahaan.
  2. Faktor risiko utama ledakan dan kebakaran berasal dari scrap basah, lonjakan listrik, serta kegagalan struktur furnace akibat korosi.
  3. Studi kasus insiden ledakan tahun 2004 menunjukkan perlunya peningkatan pemakaian APD dan pengawasan scrap sebelum peleburan.
  4. Perusahaan perlu meningkatkan latihan simulasi darurat, komunikasi dengan masyarakat, dan pemeliharaan sistem keamanan agar sistem tanggap darurat lebih optimal.

Sumber Artikel

Putri Anggitasari, M. Sulaksmono. Penilaian Emergency Response Preparedness untuk Proteksi Ledakan pada Area Peleburan Besi pada PT. X. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 3, No. 1, Jan-Jun 2014, 71-81.

Selengkapnya
Penilaian Emergency Response Preparedness untuk Proteksi Ledakan pada Area Peleburan Besi di PT. X

Keselamatan Kebakaran

Strategi Meningkatkan Kesiapsiagaan Respons Darurat Kebakaran di Infrastruktur Kritis

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Keselamatan kebakaran dalam infrastruktur kritis merupakan aspek penting dalam mencegah bencana besar yang dapat mengancam nyawa dan aset berharga. Dalam analisis ini, penulis membandingkan sistem tanggap darurat di Amerika Serikat dengan wilayah lain serta menyarankan langkah-langkah mitigasi yang dapat diterapkan dalam berbagai sektor, khususnya di terminal minyak dan gas.

Penelitian ini mengidentifikasi lima tantangan utama yang dihadapi dalam kesiapsiagaan respons darurat kebakaran di sektor infrastruktur kritis:

  1. Kurangnya Sistem Cadangan Air Pemadam
    • Banyak terminal tidak memiliki cadangan air pemadam yang memadai, sehingga tidak dapat menangani kebakaran besar.
    • Tidak adanya tangki penyimpanan air yang terhubung ke sistem pemadam utama.
  2. Kurangnya Pelatihan dan Standarisasi IMS (Incident Management System)
    • Minimnya latihan dan simulasi untuk menguji efektivitas sistem tanggap darurat.
    • Dampak pandemi COVID-19 menghambat pelaksanaan pelatihan reguler.
    • Tidak adanya sistem komando insiden yang seragam antara terminal dan departemen pemadam kebakaran.
  3. Kurangnya Sumber Daya dan Kolaborasi Antarinstansi
    • Terminal-terminal bekerja secara independen tanpa berbagi sumber daya, keahlian, atau informasi saat terjadi kebakaran.
    • Minimnya perjanjian kerja sama antara terminal dengan rumah sakit, kepolisian, atau ahli kimia untuk menangani insiden darurat.
  4. Keterlambatan Respons Akibat Kurangnya Pusat Kontrol Darurat
    • Tidak adanya ruang kontrol pemantauan kebakaran yang dapat segera mengirimkan bantuan pemadam kebakaran.
    • Ketidakefisienan dalam koordinasi respons insiden.
  5. Hambatan Akses dan Kendala Infrastruktur
    • Jalan masuk ke terminal terlalu sempit atau tidak memadai untuk mobil pemadam kebakaran.
    • Lalu lintas padat memperlambat respons tim pemadam.

Strategi untuk Meningkatkan Keselamatan Kebakaran

1. Instalasi Sistem Pemadam Kebakaran yang Terintegrasi

  • Membangun sistem pemadam kebakaran berbasis cincin yang dapat memasok air secara merata ke semua terminal.
  • Menambahkan pompa pemadam kebakaran dan sistem tekanan operasional untuk menjaga ketersediaan air.
  • Standarisasi konektor pemadam kebakaran di semua terminal agar kompatibel dengan peralatan pemadam kebakaran setempat.

2. Peningkatan Pelatihan dan Simulasi Tanggap Darurat

  • Mendirikan pusat pelatihan kebakaran industri untuk melatih tim pemadam dan staf terminal.
  • Mengadakan latihan meja (tabletop exercises) secara virtual menggunakan platform seperti Zoom atau Microsoft Teams.
  • Melaksanakan latihan darurat antarinstansi untuk menguji keefektifan sistem respons kebakaran.

3. Penguatan Kerja Sama dan Perjanjian Kolaboratif

  • Membangun kemitraan dengan rumah sakit, kepolisian, dan lembaga terkait untuk meningkatkan kesiapsiagaan tanggap darurat.
  • Mengembangkan nota kesepahaman (MoU) antara terminal dan pemadam kebakaran untuk berbagi sumber daya.

4. Pembentukan Pusat Komando Insiden dan Ruang Kontrol Darurat

  • Mendirikan pusat kontrol insiden utama di kawasan industri untuk mempercepat koordinasi saat terjadi kebakaran.
  • Membentuk tim manajemen krisis yang terdiri dari perwakilan semua terminal.

5. Optimalisasi Infrastruktur Akses Darurat

  • Mendesain ulang jalur akses untuk memastikan kendaraan pemadam kebakaran dapat mencapai area insiden dengan cepat.
  • Berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk membangun jalur darurat khusus bagi kendaraan pemadam kebakaran.

Penelitian ini menyoroti keunggulan sistem komando insiden (Incident Command System/ICS) yang diterapkan di Amerika Serikat. Sistem ini memungkinkan penyatuan semua sumber daya, tenaga kerja, dan informasi dalam satu pusat komando. Hal ini sangat kontras dengan banyak wilayah lain yang masih mengandalkan sistem independen tanpa koordinasi antarinstansi. Contohnya, pada kebakaran besar di fasilitas minyak dan gas di Texas, keberadaan pusat komando yang terpusat memungkinkan alokasi sumber daya yang cepat dan efisien, sehingga kebakaran dapat dikendalikan dalam waktu lebih singkat dibandingkan dengan kasus serupa di Timur Tengah yang mengalami keterlambatan respons akibat kurangnya koordinasi.

Paper ini memberikan rekomendasi yang sangat berharga bagi sektor infrastruktur kritis, khususnya dalam industri minyak dan gas. Namun, ada beberapa aspek yang dapat dikembangkan lebih lanjut:

  • Pemanfaatan Teknologi AI dan IoT dalam Deteksi Kebakaran: Sistem pemantauan berbasis sensor dan kecerdasan buatan dapat membantu mendeteksi kebakaran lebih dini.
  • Peningkatan Kesadaran Keselamatan di Lingkungan Kerja: Selain pelatihan teknis, perusahaan harus meningkatkan budaya keselamatan di kalangan pekerja agar mereka lebih proaktif dalam mengenali risiko kebakaran.
  • Penyusunan Standar Internasional untuk Kesiapsiagaan Darurat: Setiap negara memiliki regulasi yang berbeda. Perlu adanya standar internasional yang mengatur kesiapsiagaan kebakaran di sektor infrastruktur kritis.

Paper Emergency Response Preparedness oleh Sibanda dan Hansen memberikan wawasan mendalam mengenai tantangan dan solusi dalam meningkatkan kesiapsiagaan respons darurat kebakaran di sektor infrastruktur kritis. Dengan menerapkan strategi seperti pembangunan sistem pemadam kebakaran yang terintegrasi, peningkatan pelatihan, serta pembentukan pusat komando insiden, risiko kebakaran dapat diminimalisir secara signifikan. Sistem komando insiden yang telah berhasil diterapkan di Amerika Serikat dapat menjadi model bagi negara lain dalam meningkatkan efektivitas tanggap darurat kebakaran. Penerapan teknologi modern serta kerja sama lintas sektor juga menjadi faktor kunci dalam membangun sistem keselamatan yang lebih tangguh dan adaptif terhadap tantangan masa depan.

Sumber Artikel

Sibanda, M. & Hansen, C.T. (2022). Emergency Response Preparedness; Fourteen Strategies to Increase Fire Safety in Critical Infrastructure Sectors in Response to the Five Discovered Challenges. University of Applied Research & Development, Auckland.

Selengkapnya
Strategi Meningkatkan Kesiapsiagaan Respons Darurat Kebakaran di Infrastruktur Kritis

Keselamatan Kebakaran

Pembelajaran dari Kegagalan Respons Darurat dalam Industri Proses

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Keselamatan industri adalah elemen penting dalam operasi di fasilitas berisiko tinggi, seperti industri kimia dan nuklir. Namun, dalam berbagai kasus kecelakaan industri, kegagalan dalam respons darurat telah menyebabkan kerugian jiwa dan materi yang besar. Penelitian ini menggunakan pendekatan berbasis kasus dengan menganalisis kegagalan respons darurat dalam berbagai kecelakaan industri besar. Data diperoleh dari beberapa sumber publik, termasuk:

  • European Commission’s Major Accidents Reporting System (eMARS)
  • French Bureau for Analysis of Industrial Risks and Pollutions (BARPI – ARIA Database)
  • U.S. Chemical Safety and Hazard Investigation Board (CSB)
  • Japanese Failure Knowledge Database

Empat kasus kecelakaan besar dipilih untuk dianalisis secara mendalam, dengan fokus pada kesalahan dalam respons darurat serta pelajaran yang dapat dipetik.

Pada 25 Juli 2013, serangkaian ledakan terjadi di area penyimpanan produk jadi sebuah pabrik kembang api. Ledakan awal terjadi di sekitar dua gudang penyimpanan, menyebabkan kematian empat orang, termasuk seorang petugas pemadam kebakaran. Investigasi menunjukkan bahwa:

  • Rencana darurat tidak diaktifkan dengan segera.
  • Evakuasi terlambat dilakukan, menyebabkan korban jiwa tambahan.
  • Panggilan pertama ke layanan darurat dilakukan oleh warga sekitar, bukan oleh operator pabrik.

Kesalahan utama dalam insiden ini adalah kurangnya sistem komunikasi yang efektif antara perusahaan dan layanan darurat.

Pada 17 April 2013, kebakaran terjadi di fasilitas distribusi pupuk West Fertilizer Company di Texas, AS. Beberapa saat setelah pemadam kebakaran tiba, terjadi ledakan besar yang menewaskan 14 orang, termasuk 12 petugas pemadam kebakaran, serta merusak lebih dari 150 bangunan di sekitar lokasi kejadian. Faktor-faktor penyebabnya meliputi:

  • Petugas pemadam tidak menyadari potensi bahaya ledakan pupuk ammonium nitrat.
  • Tidak adanya sistem komando insiden yang jelas.
  • Kurangnya pelatihan bagi pemadam kebakaran dalam menangani bahan kimia berbahaya.

Studi ini menunjukkan bahwa pelatihan khusus dalam menangani bahan berbahaya sangat penting untuk mencegah kecelakaan serupa di masa depan. Pada 16 April 1947, kebakaran kecil terdeteksi di kapal Grandcamp yang membawa ammonium nitrat di pelabuhan Texas City, AS. Upaya untuk memadamkan api dengan uap menyebabkan tekanan meningkat, yang akhirnya memicu ledakan besar. Akibatnya:

  • 500 orang tewas, 3.500 lainnya luka-luka.
  • Kapal lain yang membawa sulfur ikut meledak, memperburuk situasi.
  • Tidak adanya regulasi yang mengatur transportasi pupuk berbahaya saat itu.

Studi ini menyoroti pentingnya regulasi yang lebih ketat dalam penyimpanan dan transportasi bahan kimia berbahaya. Gempa bumi berkekuatan 9,0 SR dan tsunami pada 11 Maret 2011 menyebabkan bencana nuklir di Fukushima Daiichi, Jepang. Sistem pendingin reaktor gagal, menyebabkan pelepasan radiasi dalam skala besar. Faktor utama kegagalan respons darurat meliputi:

  • Tidak adanya prosedur darurat untuk bencana alam dan kecelakaan nuklir secara bersamaan.
  • Kurangnya koordinasi antara operator, pemerintah, dan tim darurat.
  • Evakuasi pekerja yang tidak terorganisir, menghambat upaya mitigasi awal.

Bencana ini menunjukkan pentingnya kesiapsiagaan terhadap kejadian multi-bencana yang dapat terjadi secara bersamaan.

Kesimpulan

  1. Kesalahan dalam respons darurat dapat memperburuk dampak kecelakaan industri. Kasus-kasus yang dianalisis menunjukkan bahwa respons yang tidak terkoordinasi menyebabkan peningkatan jumlah korban jiwa dan kerugian ekonomi.
  2. Pentingnya sistem komunikasi dan koordinasi yang efektif. Dalam banyak insiden, kegagalan dalam mengomunikasikan informasi kepada otoritas dan masyarakat sekitar menjadi faktor utama keterlambatan respons darurat.
  3. Pelatihan dan simulasi yang kurang memadai bagi tim tanggap darurat. Banyak petugas pemadam kebakaran dan pekerja industri tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang bahaya bahan kimia dan prosedur respons yang tepat.
  4. Pentingnya regulasi yang lebih ketat untuk penyimpanan dan transportasi bahan berbahaya. Sejumlah kecelakaan terjadi karena kurangnya standar keamanan yang diterapkan sebelum insiden terjadi.
  5. Manajemen risiko harus mempertimbangkan kemungkinan skenario multi-bencana. Bencana Fukushima menunjukkan bahwa perencanaan darurat harus mencakup berbagai kemungkinan kejadian yang dapat terjadi bersamaan.

Saran

  1. Meningkatkan pelatihan bagi petugas pemadam kebakaran dan pekerja industri terkait respons terhadap bahan kimia berbahaya.
  2. Menerapkan sistem peringatan dini yang lebih efektif, termasuk jalur komunikasi yang lebih baik dengan masyarakat sekitar.
  3. Mewajibkan simulasi tanggap darurat yang lebih sering dan berbasis skenario nyata.
  4. Memperketat regulasi terkait penyimpanan dan transportasi bahan kimia berbahaya untuk mengurangi risiko kecelakaan besar.
  5. Mengembangkan kebijakan yang mempertimbangkan kejadian multi-bencana untuk memastikan kesiapsiagaan yang lebih baik di masa depan.

Sumber Artikel

Zsuzsanna Gyenes. Learning from Emergency Response in the Process Industries. Hazards 28, Symposium Series No. 163, 2018, IChemE.

Selengkapnya
Pembelajaran dari Kegagalan Respons Darurat dalam Industri Proses

Keselamatan Kebakaran

Evaluasi dan Pengembangan Keselamatan Kebakaran di Perusahaan X

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Keselamatan kebakaran merupakan aspek krusial dalam operasional perusahaan, terutama bagi industri yang melibatkan ritel, perawatan, dan distribusi seperti yang dibahas dalam studi Assessing and Developing Fire Safety at Company X oleh Roosa Hellgrén. Paper ini mengevaluasi kesiapsiagaan kebakaran di Perusahaan X, mengidentifikasi kelemahan dalam latihan kebakaran dan pelatihan karyawan, serta memberikan rekomendasi perbaikan.

Tujuan utama penelitian ini adalah meninjau sistem keselamatan kebakaran di lokasi perusahaan, mengidentifikasi celah dalam kesiapsiagaan darurat, serta memberikan solusi yang dapat meningkatkan respons terhadap keadaan darurat kebakaran. Dengan pendekatan metodologis berupa wawancara, tinjauan dokumen, dan inspeksi langsung (safety walk), studi ini memberikan wawasan praktis mengenai kondisi aktual di tempat kerja.

Tantangan dalam Keselamatan Kebakaran

  1. Ketidakefektifan Latihan Kebakaran
  2. Kurangnya Pelatihan Keselamatan bagi Karyawan
  3. Hambatan dalam Evakuasi
  4. Kurangnya Pemeliharaan Peralatan Keselamatan
  5. Minimnya Kesadaran akan Risiko Kebakaran pada Kendaraan Listrik

Metodologi yang Digunakan

  1. Wawancara.
  2. Tinjauan Dokumen.
  3. Inspeksi Langsung (Safety Walk).

Hasil dan Temuan Studi

  • Karyawan A (Sekretaris/Resepsionis)
    • Menyatakan bahwa ia merasa yakin akan tindakan yang harus dilakukan saat terjadi kebakaran.
    • Mengetahui lokasi titik kumpul tetapi kurang mampu menjelaskan jalur evakuasi dengan jelas.
    • Mengamati bahwa pada latihan kebakaran terakhir, beberapa pelanggan tidak diarahkan keluar dengan benar.
  • Karyawan B (Mekanik di Bengkel Perawatan)
    • Mengingat adanya dua hingga tiga latihan kebakaran selama masa kerja.
    • Mengatakan bahwa alarm kebakaran masih terdengar meskipun menggunakan pelindung telinga.
    • Mengaku memperlakukan kendaraan listrik dengan lebih hati-hati karena risiko kebakaran yang lebih tinggi.

2. Hasil Tinjauan Dokumen

  • Rencana darurat perusahaan sudah cukup memadai, tetapi perlu diperbarui dengan informasi lebih detail tentang tanggung jawab individu dalam situasi darurat.
  • Manual operasional memiliki instruksi yang terlalu umum tanpa ada pembagian tanggung jawab yang jelas.
  • Frekuensi latihan kebakaran tidak tercatat dengan baik, sehingga sulit untuk memastikan kepatuhan terhadap standar keselamatan.

3. Hasil Inspeksi Langsung (Safety Walk)

  • Kondisi positif: Inspeksi alat pemadam kebakaran cukup baik.
  • Kelemahan yang ditemukan:
    • Salah satu tanda keluar darurat tidak menyala.
    • Peta jalur evakuasi tidak mencantumkan semua pintu keluar.
    • Area parkir sering kali menghalangi akses kendaraan pemadam kebakaran.

Strategi Perbaikan Keselamatan Kebakaran

  1. Peningkatan Latihan Kebakaran
    • Menjadwalkan latihan kebakaran minimal setahun sekali dan mendokumentasikan hasilnya.
    • Menggunakan skenario realistis agar latihan lebih efektif.
  2. Pelatihan Karyawan yang Lebih Intensif
    • Setiap karyawan harus menjalani pelatihan rutin tentang lokasi alat pemadam dan jalur evakuasi.
    • Pelatihan khusus untuk menangani kebakaran yang berasal dari kendaraan listrik.
  3. Perbaikan Infrastruktur Keselamatan
    • Memastikan tanda keluar darurat berfungsi dengan baik dan terlihat jelas.
    • Menyediakan jalur evakuasi yang tidak terhalang dan memperbarui peta evakuasi di seluruh area kerja.
  4. Peningkatan Pemeliharaan dan Inspeksi
    • Mengatur inspeksi berkala terhadap alat pemadam kebakaran dan sistem pemadam otomatis.
    • Menugaskan personel khusus untuk mengecek pemeliharaan rutin peralatan keselamatan.
  5. Implementasi Protokol Khusus untuk Kendaraan Listrik
    • Menyediakan prosedur khusus dalam menangani kebakaran kendaraan listrik.
    • Melatih karyawan tentang bahaya baterai lithium-ion dan langkah mitigasi jika terjadi kebakaran.

Paper Assessing and Developing Fire Safety at Company X memberikan wawasan mendalam mengenai tantangan dan solusi dalam meningkatkan keselamatan kebakaran di lingkungan kerja. Meskipun Perusahaan X telah memiliki sistem darurat yang cukup baik, terdapat beberapa aspek yang masih memerlukan perbaikan, khususnya dalam latihan kebakaran, pelatihan karyawan, dan pemeliharaan peralatan keselamatan. Dengan menerapkan rekomendasi yang diberikan dalam penelitian ini, Perusahaan X dapat meningkatkan kesiapsiagaannya dalam menghadapi kebakaran, meminimalisir risiko, serta melindungi karyawan dan aset perusahaan secara lebih efektif.

Sumber Artikel

Hellgrén, R. (2024). Assessing and Developing Fire Safety at Company X. Laurea University of Applied Sciences.

Selengkapnya
Evaluasi dan Pengembangan Keselamatan Kebakaran di Perusahaan X
« First Previous page 433 of 1.353 Next Last »