Keselamatan Kerja

Hubungan Faktor Personal dengan Perilaku Keselamatan Pekerja di Ruang Terbatas

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 15 Mei 2025


Pekerjaan di ruang terbatas (confined space) memiliki risiko bahaya yang tinggi, sering kali disebut sebagai silent killer karena banyaknya insiden fatal yang terjadi akibat lingkungan kerja yang berbahaya. Penelitian ini menyoroti bahwa perilaku keselamatan (safety behaviour) pekerja dipengaruhi oleh faktor internal individu, seperti tingkat pengetahuan, sikap, keterampilan, dan komitmen terhadap keselamatan kerja. Studi ini dilakukan di PT. X, sebuah perusahaan manufaktur baja yang memiliki banyak proses kerja di ruang terbatas.

Penelitian ini menggunakan desain observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Sampel yang digunakan sebanyak 83 pekerja, dipilih melalui teknik purposive sampling dengan kriteria: Pernah bekerja di ruang terbatas, Memiliki pengalaman minimal dua tahun di perusahaan dan Hadir saat penelitian dilakukan.

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan:

Analisis Univariat untuk melihat distribusi frekuensi variabel penelitian, Analisis Bivariat untuk menguji hubungan antara faktor personal dengan perilaku keselamatan, Korelasi Spearman untuk menilai kekuatan hubungan antar variabel dan SPSS digunakan untuk pengolahan data statistik.

Ruang terbatas memiliki tingkat bahaya yang tinggi. Data dari US Bureau of Statistics mencatat 350 kematian akibat kecelakaan di ruang terbatas selama periode 2000–2009. Di Malaysia, 1.395 kecelakaan terkait ruang terbatas terjadi pada tahun 2010, dengan satu pekerja meninggal dan 37 mengalami cacat permanen.

Di Indonesia, insiden serupa juga terjadi:

Tiga pekerja migas di Balikpapan tewas akibat menghirup gas beracun saat memeriksa tangki air, Seorang karyawan PT. Riau Prima Energi meninggal akibat terpapar Sulfamic Acid Dan Dua pekerja tewas akibat kecelakaan di gorong-gorong ITC Cempaka Mas, Jakarta.

Penelitian ini mengidentifikasi empat faktor personal utama yang mempengaruhi perilaku keselamatan pekerja di ruang terbatas:

  1. Tingkat Pengetahuan, 65% pekerja memiliki tingkat pengetahuan sedang tentang keselamatan kerja, 8% pekerja memiliki pengetahuan rendah, yang meningkatkan risiko kecelakaan Dan Analisis Spearman menunjukkan korelasi positif antara tingkat pengetahuan dan perilaku keselamatan (r = 0.346, p = 0.001), namun hubungan ini masih tergolong lemah.
  2. Tingkat Keterampilan, 61% pekerja memiliki keterampilan sedang dalam menerapkan prosedur keselamatan, Hasil analisis menunjukkan bahwa pekerja dengan keterampilan lebih tinggi memiliki perilaku keselamatan yang lebih baik (r = 0.277, p = 0.011), meskipun korelasinya lemah.
  3. Sikap terhadap Keselamatan, 75% pekerja memiliki sikap positif terhadap keselamatan kerja, Hubungan antara sikap dan perilaku keselamatan cukup signifikan (r = 0.315, p = 0.004), tetapi masih belum cukup kuat untuk menjamin kepatuhan penuh terhadap prosedur keselamatan.
  4. Komitmen terhadap K3, 68% pekerja memiliki komitmen tinggi terhadap keselamatan kerja, 31% pekerja memiliki komitmen sedang, yang berarti masih ada ruang untuk perbaikan dalam kepatuhan terhadap prosedur keselamatan Dan Analisis statistik menunjukkan hubungan positif antara komitmen dan perilaku keselamatan (r = 0.328, p = 0.002).

Di PT. X, meskipun kebijakan keselamatan telah diterapkan, masih terdapat masalah dalam implementasinya:

Beberapa pekerja tidak melaporkan kegiatan mereka di ruang terbatas karena prosedur izin kerja yang dianggap rumit, Masih ada pekerja yang mengandalkan indera penciuman untuk mendeteksi gas berbahaya, bukan menggunakan alat pengukur gas, Pekerja jarang melakukan pemeriksaan berkala terhadap APD, sehingga meningkatkan risiko kecelakaan.

Kelebihan 

Menggunakan pendekatan statistik yang kuat untuk menganalisis hubungan antara faktor personal dan perilaku keselamatan, Studi kasus yang konkret memberikan wawasan mendalam mengenai praktik keselamatan di lapangan, Menyoroti pentingnya pelatihan dan pengawasan dalam meningkatkan kepatuhan pekerja terhadap prosedur keselamatan.

Kekurangan K3

Tidak mengeksplorasi faktor psikologis yang lebih dalam, seperti stres kerja dan budaya keselamatan, Tidak ada perbandingan dengan perusahaan lain untuk menilai efektivitas kebijakan keselamatan yang diterapkan, Tidak membahas dampak ekonomi dari kecelakaan kerja terhadap produktivitas perusahaan.

Rekomendasi untuk Implementasi 

  1. Peningkatan Edukasi Keselamatan, Mengadakan pelatihan rutin berbasis simulasi VR untuk meningkatkan kesadaran pekerja. Menggunakan media visual seperti poster dan video untuk meningkatkan pemahaman pekerja terhadap prosedur keselamatan.
  2. Optimalisasi Penggunaan Teknologi, Memanfaatkan sensor gas otomatis untuk mendeteksi kondisi berbahaya secara real-time. Menggunakan sistem digital untuk mempercepat proses izin kerja di ruang terbatas.
  3. Peningkatan Pengawasan dan Kepatuhan, Mengadakan inspeksi keselamatan yang lebih ketat dan audit berkala. Meningkatkan keterlibatan manajemen dalam memastikan kepatuhan pekerja terhadap kebijakan keselamatan.

Faktor personal seperti tingkat pengetahuan, keterampilan, sikap, dan komitmen memiliki hubungan dengan perilaku keselamatan pekerja di ruang terbatas, meskipun hubungan tersebut tergolong lemah. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang lebih efektif dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pekerja terhadap prosedur keselamatan, baik melalui pelatihan, teknologi, maupun pengawasan yang lebih ketat.

Sumber Artikel

Gultom, G. O., & Widajati, N. (2018). Hubungan Personal Factor dengan Safety Behaviour Pekerja Confined Space PT. X. Universitas Airlangga.

Selengkapnya
Hubungan Faktor Personal dengan Perilaku Keselamatan Pekerja di Ruang Terbatas

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Analisis Prosedur dan Implementasi K3 dalam Ruang Terbatas di Area Boiler PLTU X Jawa Timur

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 15 Mei 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam ruang terbatas (confined space) menjadi perhatian utama di berbagai industri berisiko tinggi, termasuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Paper ini bertujuan untuk menilai kepatuhan prosedur K3 dalam pekerjaan di ruang terbatas dengan mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 11 Tahun 2023. Dengan pendekatan deskriptif kualitatif, penelitian ini mengevaluasi klasifikasi ruang terbatas, izin masuk, prosedur kerja aman, perlengkapan keselamatan, serta peran personel K3 dalam memastikan lingkungan kerja yang aman dan sesuai regulasi.

Evaluasi dilakukan berdasarkan enam parameter standar K3 di ruang terbatas sesuai Permenaker No. 11 Tahun 2023:

  1. Penetapan klasifikasi ruang terbatas
  2. Pembatasan akses masuk ruang terbatas
  3. Izin masuk ruang terbatas
  4. Prosedur kerja aman
  5. Peralatan dan perlengkapan keselamatan
  6. Personel K3 yang bertugas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi prosedur K3 dalam ruang terbatas boiler PLTU X telah dilakukan dengan optimal, meskipun terdapat beberapa ketidaksesuaian pada aspek tertentu. Berikut hasil evaluasinya:

  • Penetapan klasifikasi ruang terbatas – 100% (Sangat Baik)
    • Perusahaan telah mengklasifikasikan ruang terbatas dengan baik melalui analisis potensi bahaya dan penerapan prosedur keselamatan.
  • Pembatasan akses masuk – 100% (Sangat Baik)
    • Akses masuk dikontrol dengan tanda larangan dan pengamanan pasif.
  • Izin masuk ruang terbatas – 89.7% (Baik)
    • Sebagian besar prosedur izin telah diterapkan, namun beberapa aspek seperti pemeriksaan tegangan listrik dan pemantauan durasi kerja belum sepenuhnya terdokumentasi.
  • Prosedur kerja aman – 96.7% (Sangat Baik)
    • Pengujian gas, isolasi energi, ventilasi, dan rencana tanggap darurat telah diterapkan, tetapi masih perlu penyempurnaan pada pemantauan atmosfer selama pekerjaan berlangsung.
  • Peralatan dan perlengkapan – 96.3% (Sangat Baik)
    • Semua peralatan utama tersedia, tetapi prosedur terkait APD belum terdokumentasi dengan jelas.
  • Personel K3 – 87.4% (Baik)
    • Masih terdapat pekerja yang belum memiliki lisensi K3 untuk pekerjaan ruang terbatas.

Prosedur K3 telah diterapkan dengan baik, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi:

  • Tidak semua pekerja memiliki lisensi K3 ruang terbatas, dengan hanya 59% pekerja yang telah tersertifikasi.
  • Pemantauan atmosfer belum dilakukan secara berkelanjutan, sehingga ada risiko akumulasi gas beracun selama pekerjaan berlangsung.
  • Pencatatan dan dokumentasi prosedur keselamatan masih perlu diperbaiki, terutama dalam aspek permit to work dan daftar petugas K3 penyelamat.

Namun, beberapa keberhasilan juga dicatat:

  • Selama periode penelitian, tidak ada kecelakaan kerja yang terjadi di area boiler PLTU X.
  • Identifikasi bahaya telah dilakukan sebelum pekerjaan dimulai, memastikan kesiapan alat dan kondisi lingkungan kerja.
  • Penggunaan APD telah diterapkan dengan baik di lapangan, meskipun belum sepenuhnya terdokumentasi dalam SOP perusahaan.

Kelebihan 

Menggunakan pendekatan berbasis data dengan evaluasi langsung di lapangan. Studi kasus konkret memberikan gambaran nyata implementasi K3 dalam industri pembangkit listrik. Mengacu pada regulasi terbaru (Permenaker No. 11 Tahun 2023), memastikan hasil penelitian relevan dengan standar keselamatan nasional.

Kekurangan

Belum mengeksplorasi faktor perilaku pekerja dalam kepatuhan terhadap prosedur keselamatan. Tidak ada perbandingan dengan implementasi K3 di perusahaan lain untuk menilai efektivitas relatif. Kurangnya analisis ekonomi terkait dampak implementasi prosedur keselamatan terhadap efisiensi kerja dan biaya operasional.

Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa langkah perbaikan yang direkomendasikan adalah:

  1. Meningkatkan Kepemilikan Sertifikasi K3 bagi Pekerja
    • Memastikan 100% pekerja di ruang terbatas memiliki sertifikasi sesuai regulasi.
    • Mengadakan pelatihan berkala untuk memperbarui pemahaman pekerja mengenai prosedur keselamatan.
  2. Optimalisasi Pemantauan Atmosfer Ruang Terbatas
    • Menggunakan sensor gas real-time untuk mendeteksi perubahan atmosfer.
    • Melakukan pengukuran atmosfer berkala, bukan hanya sebelum pekerjaan dimulai.
  3. Perbaikan Dokumentasi dan SOP K3
    • Menyempurnakan formulir izin kerja (Permit to Work) sesuai dengan regulasi terbaru.
    • Menambahkan daftar lengkap petugas K3 penyelamat dalam dokumen prosedural.
  4. Peningkatan Kesadaran Keselamatan melalui Simulasi dan Pelatihan
    • Mengadakan simulasi keadaan darurat untuk meningkatkan kesiapsiagaan pekerja.
    • Menyediakan media edukasi seperti video instruksional dan modul pelatihan interaktif.

Komprehensif tentang implementasi prosedur K3 dalam ruang terbatas di area boiler PLTU X. Secara keseluruhan, prosedur K3 telah diterapkan dengan baik, namun masih ada ruang untuk perbaikan dalam aspek sertifikasi pekerja, pemantauan atmosfer, dan dokumentasi keselamatan.

Dengan menerapkan rekomendasi yang disarankan, PLTU X dapat meningkatkan kepatuhan terhadap standar keselamatan nasional dan mengurangi risiko kecelakaan kerja di ruang terbatas.

Sumber Artikel

Ainudin, J. A., Arini, S. Y., Ernawati, M., & Imaduddin, A. (2024). Analisis Prosedur dan Pelaksanaan K3 Ruang Terbatas di Area Boiler PLTU X Jawa Timur. Jurnal Promotif Preventif, 7(2), 310-319.

Selengkapnya
Analisis Prosedur dan Implementasi K3 dalam Ruang Terbatas di Area Boiler PLTU X Jawa Timur

Industri Minyak dan Gas

Revolusi Praktik Keselamatan dalam Pekerjaan Ruang Terbatas di Industri Minyak dan Gas

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 15 Mei 2025


Industri minyak dan gas dikenal sebagai sektor dengan tingkat risiko tinggi, terutama dalam aktivitas di ruang terbatas (confined spaces). Dengan menggunakan metode survei dan analisis statistik, penelitian ini memberikan wawasan penting mengenai langkah-langkah mitigasi risiko yang dapat diterapkan oleh manajemen dan pekerja untuk mengurangi angka kecelakaan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja di lingkungan kerja yang berbahaya.

Penelitian ini menemukan bahwa antara tahun 2009 hingga 2019, terdapat 46 kasus kematian akibat kecelakaan di ruang terbatas di Malaysia. Penyebab utama kematian adalah Kekurangan oksigen (asphyxiation), Keracunan gas beracun, Kecelakaan akibat tertimpa atau terjebak dan Ledakan dan kejutan listrik. Dari survei terhadap 50 pekerja di GPK, ditemukan bahwa 16% pekerja pernah mengalami kecelakaan saat bekerja di ruang terbatas, sementara 28% menyaksikan insiden di tempat kerja.

Analisis korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara insiden kecelakaan dan masalah kesehatan pekerja (r = 0.831, p < 0.05). Beberapa dampak kesehatan yang dilaporkan oleh pekerja meliputi: 2% mengalami kesulitan bernapas akibat paparan gas berbahaya, 10% mengalami gangguan pendengaran akibat kebisingan tinggi di ruang terbatas dan 30% mengalami nyeri pada anggota tubuh akibat posisi kerja yang tidak ergonomis.

Langkah-langkah keselamatan yang saat ini diterapkan di industri minyak dan gas, termasuk:

Pengujian gas sebelum masuk ke ruang terbatas, Pemeriksaan medis berkala untuk pekerja, Pelatihan dan sertifikasi keselamatan kerja, Sistem izin kerja (Permit to Work/PTW) dan Prosedur tanggap darurat. Meskipun langkah-langkah ini telah diterapkan, penelitian ini menemukan bahwa tidak semua pekerja memahami atau mematuhi protokol keselamatan secara konsisten. Hal ini menunjukkan perlunya perbaikan dalam transparansi pelaporan insiden dan pelatihan keselamatan.

Kelebihan 

Menyediakan data empiris yang kuat dari survei dan catatan kecelakaan, Menggunakan metode statistik yang valid untuk menganalisis hubungan antara kecelakaan dan faktor kesehatan dan Memberikan rekomendasi intervensi keselamatan berbasis data.

Kekurangan 

Tidak mengeksplorasi faktor psikososial pekerja dalam kepatuhan terhadap prosedur keselamatan, Tidak ada perbandingan dengan industri serupa di luar Malaysia dan Kurangnya analisis ekonomi tentang dampak kecelakaan terhadap produktivitas perusahaan.

Berdasarkan temuan penelitian ini, beberapa langkah perbaikan yang dapat diterapkan meliputi:

  1. Transparansi dalam Pelaporan Insiden, Membuat sistem pelaporan insiden yang lebih terbuka dan dapat diakses oleh pekerja. Menyediakan opsi pelaporan anonim untuk meningkatkan jumlah laporan insiden.
  2. Peningkatan Kualitas Pelatihan Keselamatan, Menerapkan metode pelatihan berbasis simulasi dan virtual reality (VR) untuk meningkatkan pemahaman pekerja. Menyelenggarakan pelatihan supervisor guna memastikan kepatuhan pekerja terhadap prosedur keselamatan.
  3. Optimalisasi Pertemuan Keselamatan (Toolbox Meeting), Mengadakan briefing keselamatan sebelum setiap pekerjaan ruang terbatas. Menguji pemahaman pekerja terhadap prosedur keselamatan sebelum mereka diizinkan bekerja.
  4. Penerapan Teknologi untuk Pemantauan Keselamatan, Menggunakan sensor gas pintar untuk mendeteksi kadar oksigen dan gas berbahaya secara real-time. Memanfaatkan sistem AI dan IoT untuk analisis prediktif terhadap potensi kecelakaan.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini, diharapkan risiko kecelakaan dalam pekerjaan ruang terbatas dapat dikurangi secara signifikan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan dan keselamatan pekerja di industri minyak dan gas.

Tantangan keselamatan dalam pekerjaan ruang terbatas di industri minyak dan gas, dengan fokus pada fasilitas Gas Processing Kertih. Meskipun berbagai langkah keselamatan telah diterapkan, masih terdapat celah dalam pemahaman dan kepatuhan pekerja terhadap protokol keselamatan.

Dengan transparansi dalam pelaporan insiden, peningkatan pelatihan, optimalisasi pertemuan keselamatan, dan penerapan teknologi pemantauan, industri minyak dan gas dapat mencapai tingkat keselamatan yang lebih tinggi dan mengurangi angka kecelakaan di ruang terbatas secara signifikan.

Sumber Artikel

Fazri, M. A. A., & Ismail, S. (2024). Revolutionizing Confined Space Work Practices in Thriving Oil and Gas Industry of Kertih, Terengganu. Journal of Advanced Mechanical Engineering Applications, 5(1), 46-54.

Selengkapnya
Revolusi Praktik Keselamatan dalam Pekerjaan Ruang Terbatas di Industri Minyak dan Gas

Keselamatan Kerja

Penerapan Lean Occupational Health and Safety (Lean-OHS) dalam Laboratorium Farmasi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 15 Mei 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menjadi isu yang semakin krusial, terutama di era Revolusi Industri 4.0, di mana teknologi dan model bisnis yang terus berkembang menuntut karyawan bekerja lebih cepat dan fleksibel. Dalam makalah "A Case Study on Lean Occupational Safety" oleh Mesut Ulu dan Semra Birgün, diterbitkan dalam Sigma Journal of Engineering and Natural Sciences (2024), penulis mengusulkan model Lean-OHS sebagai pendekatan inovatif dalam meningkatkan keselamatan kerja. Studi kasus ini diterapkan pada laboratorium farmasi di sebuah universitas, dengan hasil yang menunjukkan perbaikan signifikan dalam kondisi kerja dan pengurangan risiko kecelakaan.

Lean-OHS mengadopsi prinsip Lean Manufacturing yang bertujuan untuk mengurangi pemborosan dan meningkatkan efisiensi. Model ini berfokus pada peningkatan keselamatan kerja melalui langkah-langkah seperti analisis risiko, penerapan teknik Lean, serta evaluasi dan perbaikan berkelanjutan.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi dan Farmakologi di sebuah universitas. Dari lima laboratorium yang ada, laboratorium ini dipilih karena memiliki peralatan analisis yang digunakan bersama oleh berbagai laboratorium serta kurangnya tindakan K3 yang memadai. Dengan lebih dari 500 bahan kimia berbeda yang tersimpan, terdapat berbagai potensi bahaya yang harus diatasi.

Langkah-langkah utama yang diterapkan dalam model Lean-OHS meliputi:

  1. Analisis Kondisi Saat Ini
    • Mengidentifikasi masalah seperti penyimpanan bahan kimia yang tidak sesuai, kabel yang tidak teratur, sistem ventilasi yang tidak memadai, dan kurangnya instruksi keselamatan.
  2. Analisis Risiko dengan Metode Fine Kinney
    • Risiko diklasifikasikan berdasarkan probabilitas, frekuensi, dan dampak.
    • Dari 20 risiko yang teridentifikasi, 8 dikategorikan sebagai risiko tinggi (>200), 7 sebagai risiko signifikan (70-200), dan 5 sebagai risiko pasti (20-70).
  3. Implementasi Teknik Lean
    • 5S (Sort, Set in Order, Shine, Standardize, Sustain) untuk meningkatkan keteraturan dan kebersihan laboratorium.
    • Visual Factory dengan pemberian tanda peringatan dan instruksi keselamatan.
    • Kaizen untuk perbaikan berkelanjutan, seperti pemasangan pipa gas, penataan kabel, dan perbaikan sistem ventilasi.
  4. Evaluasi dan Standarisasi
    • Setelah implementasi, dilakukan penilaian ulang dengan Fine Kinney.
    • Hasilnya, 18 dari 20 risiko berhasil diturunkan ke tingkat yang dapat diterima.

Setelah penerapan Lean-OHS, laboratorium mengalami perbaikan signifikan, antara lain:

  • Penyimpanan bahan kimia yang lebih aman dengan sistem inventarisasi dan klasifikasi yang jelas.
  • Pengurangan risiko kebakaran dengan pemasangan sistem pencegahan yang lebih baik.
  • Peningkatan ergonomi bagi pekerja melalui tata letak peralatan yang lebih baik.
  • Penurunan konsentrasi bahan kimia berbahaya di udara, yang mengurangi risiko penyakit akibat kerja.

Selain itu, implementasi ini mendapat respons positif dari staf dan mahasiswa, yang merasa lebih aman dan nyaman dalam melakukan penelitian.

Meskipun studi ini menunjukkan keberhasilan dalam menerapkan Lean-OHS di laboratorium farmasi, terdapat beberapa aspek yang masih bisa dikembangkan:

  • Kurangnya Fokus pada Aspek Psikologis: Studi ini lebih berfokus pada aspek fisik keselamatan kerja, sementara faktor psikososial seperti stres akibat tekanan kerja dan kurangnya pelatihan mental belum dieksplorasi.
  • Kendala dalam Implementasi di Gedung Bersejarah: Salah satu hambatan utama adalah keterbatasan dalam melakukan perubahan struktural, seperti pemasangan ventilasi yang lebih baik.
  • Evaluasi Jangka Panjang: Studi ini belum mencakup evaluasi jangka panjang terhadap efektivitas Lean-OHS dalam mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja secara berkelanjutan.

Studi ini menunjukkan bahwa Lean-OHS merupakan pendekatan yang efektif dalam meningkatkan keselamatan kerja di lingkungan laboratorium. Dengan mengadopsi prinsip Lean, risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dikurangi secara signifikan. Namun, untuk optimalisasi lebih lanjut, diperlukan pendekatan holistik yang mencakup aspek psikososial serta evaluasi jangka panjang.

Sumber Asli

Ulu M, Birgün S. A case study on lean occupational safety. Sigma J Eng Nat Sci 2024;42(2):534-548.

 

Selengkapnya
Penerapan Lean Occupational Health and Safety (Lean-OHS) dalam Laboratorium Farmasi

Keselamatan Kerja

Peran Dewan Direksi dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Perusahaan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 15 Mei 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan aspek krusial dalam manajemen perusahaan modern. Paper berjudul “Boards of Directors’ Influences on Occupational Health and Safety: A Scoping Review of Evidence and Best Practices” oleh David Ebbevi, Ulrica Von Thiele Schwarz, Henna Hasson, Carl Johan Sundberg, dan Mandus Frykman mengulas bagaimana peran dewan direksi mempengaruhi implementasi dan efektivitas K3 di perusahaan. Artikel ini menyoroti kesenjangan penelitian terkait keterlibatan dewan direksi dalam strategi dan kebijakan K3 serta dampaknya terhadap kesejahteraan karyawan.

Penelitian ini merupakan tinjauan sistematis (scoping review) yang menggunakan sumber dari berbagai database akademik seperti PubMed, EMBASE, Web of Science, dan lain-lain. Dari 49 studi yang disaring, mayoritas berisi data empiris (57%), sementara sisanya bersifat normatif atau teoretis.

Beberapa poin penting yang ditemukan dalam penelitian ini antara lain:

  • Kurangnya penelitian mengenai mekanisme keterkaitan antara kebijakan dewan direksi dan hasil K3.
  • Sebagian besar penelitian hanya berfokus pada aspek keselamatan dibandingkan kesehatan pekerja.
  • Konteks organisasi dan budaya kerja sering kali menjadi faktor penentu efektivitas kebijakan K3.

Penelitian ini mengidentifikasi beberapa faktor utama yang mempengaruhi efektivitas peran dewan direksi dalam K3:

  1. Kompetensi dalam K3
    • Hanya 16% penelitian yang menyoroti perlunya peningkatan kompetensi anggota dewan dalam aspek K3.
    • Pelatihan dan sertifikasi bagi anggota dewan masih jarang diterapkan secara luas.
  2. Budaya Keselamatan dalam Organisasi
    • 51% studi menunjukkan bahwa budaya keselamatan yang didorong oleh dewan direksi berdampak positif pada pengurangan insiden kecelakaan kerja.
    • Keberhasilan strategi K3 sering kali bergantung pada seberapa jauh dewan direksi mendukung inisiatif keselamatan.
  3. Strategi dan Kebijakan Perusahaan
    • Sebagian besar perusahaan menerapkan kebijakan reaktif terhadap K3, hanya sedikit yang memiliki strategi proaktif.
    • Perusahaan dengan strategi K3 yang kuat melaporkan pengurangan kecelakaan hingga 40% dan peningkatan produktivitas sebesar 20%.
  4. Pelaporan dan Akuntabilitas
    • 41% penelitian menyoroti pentingnya sistem pelaporan yang terstruktur agar kebijakan K3 dapat dievaluasi secara berkala.
    • Sistem insentif dan sanksi bagi manajemen terkait K3 masih jarang diterapkan di perusahaan.

Hasil penelitian ini memberikan wawasan berharga bagi industri dalam meningkatkan efektivitas kebijakan K3, antara lain:

  1. Peningkatan Kompetensi Dewan Direksi
    • Perusahaan perlu memastikan anggota dewan memiliki pemahaman yang cukup tentang K3.
    • Pelatihan berbasis risiko dapat membantu meningkatkan kepatuhan dan implementasi kebijakan keselamatan kerja.
  2. Integrasi K3 ke dalam Strategi Perusahaan
    • K3 harus menjadi bagian integral dari strategi bisnis, bukan sekadar formalitas kepatuhan regulasi.
    • Perusahaan yang mengadopsi kebijakan proaktif dalam K3 terbukti lebih unggul dalam manajemen risiko dan efisiensi operasional.
  3. Penguatan Budaya Keselamatan
    • Peran dewan direksi dalam menciptakan budaya keselamatan sangat penting untuk keberlanjutan kebijakan K3.
    • Komitmen kepemimpinan terhadap keselamatan dapat mengurangi tingkat kecelakaan kerja secara signifikan.
  4. Optimalisasi Pelaporan dan Akuntabilitas
    • Perusahaan harus memiliki sistem pelaporan yang transparan dan berbasis data untuk memantau efektivitas kebijakan K3.
    • Insentif bagi perusahaan yang berhasil mengurangi insiden kecelakaan dapat meningkatkan kepatuhan terhadap standar keselamatan.

Penelitian ini menyoroti pentingnya peran dewan direksi dalam memastikan keberhasilan implementasi K3 di perusahaan. Dengan strategi yang lebih proaktif, peningkatan kompetensi, serta sistem pelaporan yang lebih baik, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan produktif.

Untuk penelitian selanjutnya, direkomendasikan eksplorasi lebih lanjut mengenai efektivitas berbagai model kepemimpinan dewan direksi dalam implementasi K3 serta bagaimana kebijakan yang berbasis bukti dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja.

Sumber Artikel:
Ebbevi, D., Von Thiele Schwarz, U., Hasson, H., Sundberg, C. J., & Frykman, M. (2021). Boards of Directors’ Influences on Occupational Health and Safety: A Scoping Review of Evidence and Best Practices. International Journal of Workplace Health Management, 14(1), 64-86.

 

Selengkapnya
Peran Dewan Direksi dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Perusahaan

Safety

Analisis Faktor Keselamatan Industri dengan Pendekatan Statistik

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 15 Mei 2025


Keselamatan industri merupakan salah satu aspek yang sangat krusial dalam dunia kerja. Dalam paper berjudul “A Factorial Analysis of Industrial Safety” oleh Cordelia Ochuole Omoyi dan Samuel Ayodeji Omotehinse, dibahas bagaimana berbagai faktor berkontribusi terhadap keselamatan kerja di sektor industri. Paper ini menggunakan metode statistik seperti Principal Component Analysis (PCA) dan Kendall’s Coefficient of Concordance (KCC) untuk mengidentifikasi faktor-faktor utama yang mempengaruhi keselamatan kerja.

Untuk memahami variabel yang berkontribusi terhadap kecelakaan industri dan mengklasifikasikannya berdasarkan standar Kesehatan, Keselamatan, dan Lingkungan (Health, Safety, and Environment - HSE). Metode penelitian yang digunakan meliputi:

  • Kendall’s Coefficient of Concordance (KCC): Digunakan untuk mengukur tingkat kesepakatan antara para penilai terhadap faktor risiko industri.
  • Principal Component Analysis (PCA): Membantu mereduksi 32 variabel faktor risiko menjadi 5 faktor utama yang berkontribusi terhadap keselamatan industri.

Studi ini dilakukan dengan melibatkan 13 panel ahli yang diminta untuk memberi peringkat pada 32 variabel bahaya industri berdasarkan skala Likert 5 poin. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan perangkat lunak StatistiXL untuk menentukan faktor dominan yang berpengaruh terhadap keselamatan industri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada lima faktor utama yang mempengaruhi keselamatan kerja:

  1. Work World Culture (Budaya Kerja Global)
    • Faktor ini mencakup lingkungan kerja, desain ruang kerja, dan tingkat kesadaran pekerja terhadap keselamatan.
    • Variabel utama: kegagalan subsistem (sub-system failure), lingkungan kerja yang buruk, dan kurangnya organisasi personal.
    • Faktor ini memiliki pengaruh signifikan dengan nilai korelasi di atas 0,8 dalam analisis PCA.
  2. Ground Rule Matters (Aturan Dasar Keselamatan)
    • Faktor ini meliputi kesalahan manusia (human error), gangguan konsentrasi, dan kegagalan sistem.
    • Faktor ini memiliki nilai korelasi sebesar 0,74 berdasarkan hasil PCA, yang menunjukkan kontribusi besar terhadap kecelakaan kerja.
  3. Safety Considerations (Pertimbangan Keselamatan)
    • Faktor ini melibatkan penggunaan bahan berbahaya, kegagalan kompleks, dan kesalahan pengemudi.
    • Memiliki pengaruh moderat terhadap keselamatan kerja dengan nilai korelasi sekitar 0,56.
  4. Work Conditions (Kondisi Kerja)
    • Faktor ini terkait dengan lingkungan kerja secara keseluruhan, termasuk desain tata letak tempat kerja dan kondisi operasional.
    • Faktor ini memiliki pengaruh kuat dengan nilai korelasi 0,69 dalam PCA.
  5. Perception of Safety (Persepsi terhadap Keselamatan)
    • Faktor ini mencakup persepsi pekerja terhadap kompleksitas zona kerja dan kesadaran keselamatan.
    • Memiliki pengaruh yang lebih rendah dibandingkan faktor lain, tetapi tetap berkontribusi terhadap keselamatan kerja dengan nilai korelasi sekitar 0,42.

Hasil dari metode KCC menunjukkan bahwa peringkat yang diberikan oleh panel ahli memiliki indeks kesepakatan tinggi (W = 0,958), yang berarti terdapat konsistensi tinggi dalam penilaian faktor risiko keselamatan kerja.

Penelitian ini menunjukkan bahwa keselamatan industri bukan hanya bergantung pada aturan formal, tetapi juga dipengaruhi oleh budaya kerja dan persepsi keselamatan pekerja. Beberapa implikasi dari temuan ini adalah:

  1. Pentingnya Budaya Keselamatan
    • Perusahaan harus membangun budaya keselamatan yang kuat melalui pelatihan dan peningkatan kesadaran pekerja.
  2. Pelatihan dan Evaluasi Rutin
    • Kesalahan manusia dan gangguan konsentrasi dapat dikurangi dengan pelatihan keselamatan yang berkelanjutan.
  3. Penerapan Teknologi dalam Keselamatan Kerja
    • Penggunaan teknologi seperti sensor keamanan dan sistem pemantauan otomatis dapat membantu mendeteksi potensi bahaya sebelum terjadi kecelakaan.
  4. Manajemen Risiko yang Lebih Efektif
    • Menggunakan metode analisis statistik seperti PCA dan KCC dapat membantu dalam mengidentifikasi faktor utama yang berkontribusi terhadap kecelakaan kerja.

Keselamatan kerja dapat dikategorikan dan dianalisis menggunakan pendekatan statistik. Hasil penelitian menyoroti lima faktor utama yang mempengaruhi keselamatan kerja di industri dan bagaimana manajemen yang tepat dapat membantu mengurangi insiden kecelakaan.

Untuk penelitian selanjutnya, disarankan agar metode serupa diterapkan pada berbagai sektor industri lainnya guna memperoleh pemahaman yang lebih luas mengenai faktor-faktor keselamatan kerja.

Sumber Artikel:
Omoyi, C.O. & Omotehinse, S.A. (2022). A Factorial Analysis of Industrial Safety. International Journal of Engineering and Innovative Research, 4(1), 33-43.

 

Selengkapnya
Analisis Faktor Keselamatan Industri dengan Pendekatan Statistik
« First Previous page 169 of 1.096 Next Last »