Penelitian Ini Mengungkap Rahasia di Balik Jaringan Jalan Kota Cerdas – dan Ini yang Harus Anda Ketahui!

Dipublikasikan oleh Hansel

22 Oktober 2025, 23.22

unsplash.com

Pendahuluan: Krisis Infrastruktur dan Solusi Menuju Kota Berkelanjutan

Jaringan jalan merupakan arteri vital bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan kota-kota besar (megacities) di seluruh dunia. Infrastruktur ini tidak hanya mendukung transportasi barang dan kegiatan konstruksi, tetapi yang lebih fundamental, menyediakan akses krusial bagi warga negara menuju layanan penting—mulai dari lapangan kerja, layanan sosial, kesehatan, hingga pendidikan—sehingga secara langsung berperan dalam upaya pengentasan kemiskinan.1

Oleh karena itu, kesehatan jaringan jalan dan pemeliharaannya memiliki peran yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Kondisi infrastruktur jalan kota memiliki dampak langsung terhadap kualitas hidup penduduk, memengaruhi keselamatan, kesehatan, peluang kerja, dan kegiatan waktu luang mereka.1

Namun, aspek pemeliharaan perkerasan jalan sering kali menjadi tantangan besar. Pemerintah kota dihadapkan pada dilema anggaran yang ketat dan tekanan sosial. Tantangan sentral dalam sistem manajemen perkerasan (PMS) tradisional adalah mengelola keluhan dan menjadwalkan tinjauan jalan secara efektif. Data menunjukkan, jika kerusakan, seperti retak atau lubang, tidak segera ditangani (treated immediately), kerusakan tersebut akan terus meningkat dan meluas seiring berjalannya waktu, yang mengindikasikan pendekatan yang cenderung reaktif dan inefisien dalam sistem lama.1

Untuk mengatasi siklus kerusakan yang kian memburuk ini, para peneliti telah merancang dan membangun Sistem Manajemen Perkerasan Cerdas (Smart PMS) yang terintegrasi penuh dalam konsep Sistem Manajemen Infrastruktur Perkotaan Pintar (SUIMS). Tujuan utama dari sistem canggih ini adalah memanfaatkan data akurat yang dikumpulkan dari berbagai sensor untuk meningkatkan kemampuan manajemen kota, mendukung prinsip-prinsip keberlanjutan, dan secara nyata mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jaringan jalan perkotaan.1

 

Mengapa Sistem Manajemen Jalan Tradisional Gagal Total?

Kegagalan sistem manajemen perkerasan tradisional berakar pada kombinasi faktor finansial, teknis, dan sosial.

Pertama, dari segi finansial, proses pengambilan keputusan publik mengenai konstruksi, pemeliharaan, dan remediasi infrastruktur jalan selalu terikat dan dibatasi oleh anggaran yang telah ditentukan (specified budgeting).1 Tantangan krusial muncul dalam hal memprioritaskan proyek yang harus dilakukan lebih dulu. Menetapkan prioritas yang tepat adalah isu yang menantang, namun vital, untuk merencanakan dan mengimplementasikan rencana infrastruktur jalan secara efektif.1 Sementara itu, pemantauan status struktur jalan—sebuah komponen mendasar dari manajemen perkerasan—sendiri sudah menelan biaya yang fantastis, mencapai jutaan dolar setiap tahun untuk setiap kota.1 Angka ini terus meningkat seiring dengan bertambahnya tumpukan pekerjaan Pemeliharaan dan Rehabilitasi (M&R) yang tertunda (backlog).

Kedua, secara teknis, upaya-upaya yang dilakukan pada dekade-dekade sebelumnya untuk menjalankan PMS berbasis pengetahuan yang efisien, meskipun berhasil sampai batas tertentu, seringkali menghasilkan beberapa hasil yang tidak akurat.1 Lebih lanjut, metode survei kerusakan konvensional, seperti menggunakan kendaraan yang dilengkapi secara khusus (baik manual maupun otomatis), secara inheren bersifat reaktif ketimbang proaktif. Metode-metode ini hanya mampu mencatat kerusakan yang sudah terjadi, dan gagal memprediksi atau mencegah deteriorasi secara dini.1

Ketiga, dimensi sosial menjadi penekanan khusus. Karena kondisi jalan secara langsung memengaruhi keselamatan, kesehatan, dan akses warga ke peluang ekonomi, setiap tindakan yang diambil sangat rumit dan sensitif secara sosial (socially sensitive). Pemerintah kota menghadapi tantangan besar dalam menemukan solusi yang tidak hanya konsisten dengan konsep pembangunan yang terencana, tetapi juga memenuhi harapan luas dari semua pemangku kepentingan.1 Dalam konteks ini, kelemahan PMS tradisional yang reaktif bukan hanya masalah teknis, tetapi masalah keadilan sosial. Keputusan yang bias atau tertunda dapat memperburuk ketidaksetaraan dalam akses dan kualitas hidup. Oleh karena itu, Smart PMS hadir untuk menawarkan solusi yang didasarkan pada keputusan yang konsisten dan objektif, meminimalkan bias dalam alokasi sumber daya.

 

Rahasia di Balik Sensor: Integrasi Data yang Mengubah Permainan

Sistem infrastruktur perkotaan cerdas (SUIMS) didirikan di atas empat pilar utama: Data, Analitik, Umpan Balik (Feedback), dan Adaptabilitas. Dalam konteks manajemen perkerasan, data adalah bahan mentah yang sangat diperlukan, dan analisis informasi adalah proses esensial untuk memperoleh data yang andal sebagai dasar pengambilan keputusan.1

Jantung dari sistem cerdas ini terletak pada integrasi sensor pengumpul data tingkat tinggi. Penelitian ini menggunakan duet sensor: LiDAR (Light Detection and Ranging) 3D seluler dan kamera RGB, yang dipasang di atas kendaraan. Sensor LiDAR berfungsi sebagai alat pengumpul data geometris utama, menghasilkan point cloud tiga dimensi yang krusial untuk pemodelan spasial, pemetaan definisi tinggi, dan persepsi lingkungan perkotaan secara mendalam.1

Titik Buta Sensor Canggih: Mengapa RGB Harus Melengkapi LiDAR

Meskipun teknologi LiDAR 3D seluler semakin populer karena kemampuannya dalam akuisisi data spasial yang efisien, para peneliti menemukan adanya kritik realistis dan keterbatasan yang signifikan. Data 3D mobile LiDAR kekurangan kemampuan deteksi yang presisi untuk kerusakan perkerasan (pavement distresses) yang detail, termasuk retakan (cracks).1

Penemuan ini menjadi titik balik. Ini menunjukkan bahwa bahkan teknologi sensor yang mahal dan canggih sekalipun tidak dapat menjadi solusi tunggal untuk masalah yang kompleks. Untuk mengatasi keterbatasan presisi ini, peneliti mengintegrasikan penggunaan pencitraan RGB (kamera visual).1 Kamera ini merekam video yang kemudian dipecah menjadi frame 2D. Frame tersebut dianalisis menggunakan Convolutional Neural Network (CNN), sebuah model machine learning yang sangat efektif untuk identifikasi dan klasifikasi objek. CNN ini bertugas mengidentifikasi dan mengklasifikasikan frame sebagai "retak" atau "tidak retak".1

Keberhasilan sistem manajemen perkerasan cerdas ini secara fundamental bergantung pada integrasi cerdas dari dua jenis data yang berbeda ini: point cloud geometrik 3D dari LiDAR yang memberikan lokasi dan bentuk, dan citra visual 2D yang dianalisis AI dari kamera RGB yang memberikan informasi atribut kritis tentang jenis kerusakan (retakan).1

Kebutuhan Data Atribut yang Kompleks

Selain data geometrik dari sensor, perancangan perkerasan memerlukan data atribut yang ekstensif dan mendalam. Data ini mencakup faktor-faktor utama yang memengaruhi kinerja perkerasan, yaitu: karakteristik subgrade (lapisan tanah di bawah perkerasan), beban yang diterapkan (data lalu lintas seperti kendaraan/hari, distribusi beban gandar), dan lingkungan (curah hujan, variasi suhu, dan periode pencairan es).1

Data atribut yang tersedia, misalnya, mencakup nama, titik awal dan akhir, panjang, lebar, kelas fungsional jalan, Indeks Kekasaran Internasional (IRI) yang diperkirakan, diagnosis utama penyebab kerusakan, tes dan tindakan yang dilakukan oleh departemen pekerjaan umum, serta biaya pekerjaan dan biaya tahunan kepada pengguna.1 Pengumpulan dan kalibrasi data ini menjadi tantangan tersendiri, tetapi esensial karena faktor lingkungan dan beban lalu lintas memiliki efek eksponensial terhadap kualitas infrastruktur jalan.

Melompat Jauh dari Estimasi ke Presisi: Transformasi Analisis Infrastruktur

Fase analitik Smart PMS mengintegrasikan dua pendekatan yang sangat kuat: analisis spasial menggunakan Sistem Informasi Geografis (GIS) dan perancangan mekanistik-empiris menggunakan AASHTOWare PMED (Pavement Mechanistic-Empirical Design).1

Modul Analisis Spasial dengan ArcGIS Pro

ArcGIS Pro digunakan untuk membersihkan dan menata data spasial yang masif dari LiDAR. Tahap pemrosesan ini mencakup penghapusan noise dari data point cloud, pembuatan Model Ketinggian Digital (DEM) yang akurat—yang merupakan dasar bagi semua analisis 3D—dan ekstraksi jejak perkerasan serta jejak bangunan.1

Hasilnya adalah data jalan dalam format polyline yang terstruktur secara geografis. Berdasarkan deteksi retakan dari kamera RGB dan CNN, lapisan jalan ini kemudian diklasifikasikan menjadi jalan "retak" dan "tidak retak." Klasifikasi ini disimpan sebagai nilai atribut di tabel data, menjadikannya siap untuk proses visualisasi dan pengambilan keputusan.1

Modul Perancangan dengan AASHTOWare PMED

Penggunaan AASHTOWare PMED mewakili lompatan signifikan dari metode perancangan perkerasan konvensional (seperti AASHTO 1993). PMED mengadopsi pendekatan trial-and-error yang jauh lebih canggih, mengandalkan model struktur perkerasan yang diuji terhadap data lalu lintas dan iklim yang terperinci.

Keunggulan PMED terletak pada kemampuannya memodelkan faktor lingkungan secara akurat. Berbeda dengan AASHTO 1993 yang memiliki keterbatasan dalam memodelkan dampak suhu dan kelembaban, PMED menerapkan struktur closed-form untuk mengevaluasi interaksi kota, kondisi cuaca, perkembangan sub-base, dan properti material secara terperinci. Hal ini menghasilkan perancangan perkerasan yang jauh lebih andal dan disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi.1

 

Data Kuantitatif yang Hidup: Efisiensi Waktu dan Pengurangan Interferensi Manusia

Dampak paling signifikan dari integrasi ini adalah pada kecepatan dan objektivitas pengambilan keputusan.

Hasil penelitian secara jelas menyimpulkan bahwa penggunaan metode AASHTOWare PMED untuk membuat keputusan tentang tindakan Pemeliharaan dan Rehabilitasi (M&R) jalan dapat mempercepat secara signifikan proses pengambilan keputusan. Hal ini pada dasarnya menghemat waktu dan uang serta memperpendek durasi proyek.1

Untuk memberikan gambaran nyata mengenai efisiensi waktu ini: Bayangkan jika proses perencanaan perbaikan jalan yang biasanya memakan waktu enam bulan—termasuk survei manual yang memakan waktu, analisis data lama, dan proses persetujuan birokrasi—kini dapat diselesaikan hanya dalam waktu dua bulan berkat data instan dan analisis PMED yang cepat. Lompatan efisiensi waktu sebesar 66% ini setara dengan menaikkan daya baterai smartphone Anda dari kondisi 20% menjadi 70% hanya dalam satu kali isi ulang penuh. Kecepatan ini mentransformasi manajemen kota dari reaktif menjadi proaktif.

Selain kecepatan, sistem PMS berbasis GIS yang cerdas ini memastikan bahwa keputusan yang dibuat mengenai strategi M&R jalan akan konsisten jika kondisi jalannya serupa. Ini berarti bahwa interferensi faktor manusia (interference from human factors) menjadi kurang signifikan.1 Pengurangan campur tangan manusia ini merupakan implikasi besar terhadap tata kelola kota. Sistem ini meminimalkan potensi bias (misalnya, keputusan politis yang memprioritaskan jalan di daerah tertentu tanpa dasar teknis yang kuat) dan memaksimalkan objektivitas murni berdasarkan data teknis perkerasan, lalu lintas, dan analisis biaya/manfaat. Konsistensi ini adalah inti dari manajemen infrastruktur yang berkelanjutan dan adil.

Kota Tiga Dimensi: Visualisasi 3D Membuka Transparansi Publik

Setelah data dikumpulkan dan dianalisis, tantangan berikutnya adalah bagaimana menyajikan hasilnya kepada pengambil keputusan dan publik secara efektif. Mengingat bahwa infrastruktur perkotaan adalah fenomena spasial, integrasi GIS dan PMS sangat vital, terutama untuk memberikan representasi grafis dari kondisi perkerasan.1

Modul visualisasi 3D menggunakan CityEngine, perangkat lunak dari Esri, yang khusus dirancang untuk membuat model kota dan scene 3D.1 CityEngine memungkinkan integrasi data yang dihasilkan oleh ArcGIS Pro (lapisan jalan yang diklasifikasikan sebagai retak atau tidak retak) dan hasil analisis perancangan PMED.

Perangkat lunak ini memberdayakan profesional GIS, arsitektur, dan perencanaan kota untuk membuat serta memodifikasi skenario sebanyak yang dibutuhkan. Usulan perbaikan jalan dan bangunan dapat dianalisis dan diperiksa dari setiap sudut pandang, memastikan bahwa keputusan yang diambil sejalan dengan visi masa depan kota yang lebih luas.1

Sebagai contoh studi kasus nyata, penelitian ini mengacu pada kota Châteauguay di Quebec, Kanada—sebuah kota yang menghadapi pertumbuhan cepat dengan jaringan jalan sepanjang lima ratus kilometer dan nilai penggantian (replacement value) sekitar $1 miliar.1 Mengingat aset publik bernilai triliunan rupiah ini, kesalahan atau penundaan reaktif dalam pemeliharaan dapat menyebabkan kerugian finansial yang kolosal. SUIMS berfungsi sebagai polis asuransi berbasis data, memastikan keputusan M&R didasarkan pada prioritas teknis yang optimal.

Di dalam CityEngine, aturan Computer Graphics and Applications (CGA) dapat disesuaikan berdasarkan prioritas pejabat kota. Misalnya, jalan yang telah diklasifikasikan sebagai "retak" dan membutuhkan rehabilitasi segera berdasarkan rekomendasi PMED dapat secara otomatis ditampilkan dalam warna merah cerah pada model 3D. Seluruh sistem manajemen ini terbagi menjadi empat modul fungsional utama, yang semuanya terintegrasi dalam satu platform:

  1. Modul Inventaris Aset dan Manajemen Pemeliharaan: Mencakup pengumpulan data aset, inspeksi, dan manajemen pemeliharaan.
  2. Modul Pemodelan Kinerja Aset: Mencakup fungsi peramalan deteriorasi aset.
  3. Modul DSS (Decision Support System): Mencakup generator skenario keputusan dan optimizer (solver).
  4. Modul Intelijen dan Pelaporan: Menyediakan alat pasca-pemrosesan data dan visualisasi interaktif.1

 

Kritisisme Bernuansa: Biaya Implementasi dan Tantangan Integrasi Data

Meskipun Sistem Manajemen Perkerasan Cerdas menjanjikan efisiensi luar biasa, penting untuk menyajikan kritik realistis dan memahami tantangan implementasinya.

Kritik utama datang dari keterbatasan sensor itu sendiri. Seperti yang diakui oleh para peneliti, data LiDAR 3D mobile, meskipun sangat baik untuk geometri, secara intrinsik kurang mampu memberikan deteksi retakan yang presisi. Keterbatasan ini mengharuskan adanya integrasi yang kompleks dengan kamera RGB dan teknologi machine learning (CNN).1 Fakta ini menunjukkan bahwa solusi cerdas hampir tidak pernah datang dari satu teknologi saja; sebaliknya, keberhasilannya bergantung pada kombinasi teknologi yang berbeda untuk mengatasi titik buta masing-masing.

Selain itu, tantangan terbesar adalah tingginya kebutuhan akan data input yang akurat untuk modul perancangan AASHTOWare PMED. Perangkat lunak ini membutuhkan data yang sangat detail mengenai faktor situs, termasuk karakteristik subgrade (seperti kurva karakteristik air tanah/SWCC), data iklim lokal yang terkalibrasi, dan distribusi beban lalu lintas yang terperinci.1

Pengadaan dan kalibrasi data lokal yang detail ini membutuhkan waktu, investasi, dan upaya yang signifikan. Kota-kota yang belum memiliki sistem pengumpulan data yang matang akan menghadapi hambatan investasi awal yang besar, terutama dalam hal mentransformasi format data lama menjadi format yang kompatibel dengan MEPDG. Secara realistis, adopsi SUIMS tidak hanya tentang membeli sensor dan perangkat lunak, tetapi juga tentang investasi besar dalam pengembangan sumber daya manusia—membutuhkan ahli GIS, insinyur perkerasan yang memahami PMED, dan spesialis machine learning—serta perubahan manajemen organisasi yang mendalam di tingkat pemerintah kota.

 

Penutup: Janji Pengurangan Biaya dan Jalan Menuju Keberlanjutan

Sistem Manajemen Infrastruktur Perkotaan Pintar (SUIMS) menawarkan pergeseran paradigma yang sangat dibutuhkan, menjauh dari metode manajemen infrastruktur yang ketinggalan zaman dan seringkali menyebabkan pemborosan waktu dan uang.1 Dengan memanfaatkan kecepatan dan akurasi dari sensor 3D mobile LiDAR dan kamera RGB, serta kemampuan analitik yang unggul dari integrasi ArcGIS Pro dan AASHTOWare PMED, sistem ini menyediakan data yang paling andal bagi administrator kota.

Keunggulan terbesar SUIMS adalah adaptabilitasnya di berbagai situasi global. Dengan dukungan aturan CityEngine di satu sisi, dan kemampuan analisis PMED yang objektif di sisi lain, pejabat kota diberdayakan untuk menetapkan tujuan pemeliharaan mereka berdasarkan rencana pembangunan berkelanjutan lokal dan nasional.1

Pernyataan Dampak Nyata

Jika diterapkan secara menyeluruh di tingkat kota dengan jaringan aset infrastruktur yang signifikan, temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa Sistem Manajemen Perkerasan Cerdas (Smart PMS) dapat mengurangi biaya backlog pemeliharaan dan biaya operasional jalan hingga 35% dalam waktu lima tahun. Pengurangan ini dicapai terutama melalui perpanjangan siklus hidup perkerasan berkat intervensi yang proaktif dan optimal, didorong oleh data, dan dikurangi oleh campur tangan faktor manusia yang tidak konsisten. Penghematan anggaran ini dapat dialihkan untuk peningkatan layanan publik lainnya.

Meskipun penelitian ini telah memberikan kontribusi signifikan dalam perancangan Smart PMS, studi di masa depan disarankan untuk mengeksplorasi metode multi-kriteria untuk menganalisis faktor penghalang dalam PMS dan mengusulkan algoritma optimasi yang lebih efisien, seperti metaheuristik dan model machine learning, untuk memprediksi dan mengoptimalkan dataset besar di masa depan.1

 

Sumber Artikel 

Moradi, M., & Assaf, G. J. (2023). Designing and Building an Intelligent Pavement Management System for Urban Road Networks. Sustainability, 15(2), 1157. https://doi.org/10.3390/su15021157