Pendidikan Teknik Bangunan

Membawa Praktik Batu Beton ke Era Digital: Dari Jobsheet ke E-Modul Interaktif

Dipublikasikan oleh Raihan pada 24 September 2025


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan pengembangan bahan ajar di mata kuliah Praktik Batu Beton pada Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan UNJ. Survei dilakukan melalui kuesioner daring kepada 45 mahasiswa angkatan 2016, 2017, dan 2018. Temuan utama adalah bahwa 39 mahasiswa menyatakan bahan ajar yang digunakan masih berupa jobsheet tradisional, sedangkan 36 mahasiswa menyatakan bahwa e-modul dengan video tutorial adalah bentuk bahan ajar yang paling sesuai untuk mendukung pembelajaran praktik lebih lanjut, 42 dari 45 responden menyetujui penggunaan e-modul sebagai solusi yang efektif. Temuan ini menunjukkan adanya kebutuhan jelas untuk transisi dari bahan ajar cetak konvensional menuju bahan ajar digital berbasis modul elektronik interaktif, yang mampu mengintegrasikan teks, gambar, dan video tutorial untuk mempermudah proses praktik.

Sorotan Data:

  • 39/45 mahasiswa: bahan ajar masih jobsheet konvensional.
  • 36/45 mahasiswa: merekomendasikan e-modul dengan video tutorial.
  • 42/45 mahasiswa: menyetujui e-modul sebagai solusi pembelajaran.

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Penelitian ini memperkuat argumen bahwa digitalisasi bahan ajar dalam bentuk e-modul diperlukan dalam praktik kejuruan. Kontribusinya terletak pada penyediaan data kebutuhan riil mahasiswa, sehingga rancangan e-modul tidak sekadar berbasis tren teknologi, melainkan berakar pada masalah nyata yang dihadapi mahasiswa dalam pembelajaran praktik batu beton.

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Keterbatasan riset ini adalah analisis berhenti pada tahap kebutuhan, belum sampai pengembangan penuh atau pengujian efektivitas e-modul dalam kelas praktik. Pertanyaan terbuka yang muncul: Bagaimana efektivitas e-modul dengan video tutorial dibanding jobsheet dalam meningkatkan keterampilan praktik? Apakah ada pengaruh signifikan terhadap hasil ujian praktik dan motivasi mahasiswa?

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan

  1. Eksperimen Lapangan: Bandingkan hasil belajar mahasiswa yang menggunakan jobsheet versus e-modul interaktif dengan video.
  2. Integrasi Multimedia: Tambahkan simulasi 3D interaktif ke dalam e-modul untuk memvisualisasikan teknik pemasangan bata dan keramik.
  3. Evaluasi Efisiensi Waktu: Teliti apakah e-modul mempercepat penguasaan keterampilan praktik dibanding metode konvensional.
  4. Studi Multikampus: Terapkan uji coba e-modul di berbagai perguruan tinggi vokasi teknik untuk mengukur generalisasi hasil.
  5. Riset Longitudinal: Amati dampak penggunaan e-modul terhadap kesiapan kerja mahasiswa setelah lulus.

Ajakan Kolaboratif

Kolaborasi dengan Fakultas Teknik UNJ, politeknik teknik bangunan, dan lembaga pelatihan konstruksi sangat diperlukan untuk memperluas uji coba e-modul. Keterlibatan industri konstruksi akan memastikan bahan ajar sesuai standar praktik lapangan.

Selengkapnya
Membawa Praktik Batu Beton ke Era Digital: Dari Jobsheet ke E-Modul Interaktif

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Lebih dari Sekadar Helm: Mengapa Praktik Keselamatan di Konstruksi Malaysia Gagal dan Apa yang Bisa Kita Lakukan

Dipublikasikan oleh Raihan pada 24 September 2025


Analisis Kritis dan Jalur Riset Berkelanjutan untuk Manajemen Keselamatan Konstruksi

Pendahuluan: Konteks Ilmiah dan Signifikansi Riset

Di seluruh dunia, industri konstruksi secara konsisten menempati peringkat sebagai salah satu sektor paling berisiko tinggi. Di Malaysia, situasi ini sangat mengkhawatirkan. Menurut laporan yang disajikan dalam makalah ini, data dari Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (DOSH) menunjukkan bahwa dari tahun 2011 hingga 2013, total 187 pekerja konstruksi meninggal akibat kecelakaan di lokasi kerja.1 Angka yang mengejutkan ini menggarisbawahi urgensi untuk melakukan perombakan menyeluruh terhadap praktik keselamatan yang ada. Laporan Dayang dan Gloria (2011) yang dikutip dalam makalah juga mencatat adanya kecelakaan besar yang terjadi setiap tahun antara 2005 hingga 2008, termasuk insiden tragis di mana kabel lift pekerja putus yang mengakibatkan kematian dua pekerja dan melukai sepuluh lainnya.1 Fakta-fakta ini secara kolektif menempatkan industri konstruksi sebagai sektor kritis yang memerlukan intervensi riset dan praktik yang berkelanjutan.

Dalam konteks inilah, makalah yang diulas ini memiliki relevansi yang substansial. Tujuan utamanya adalah untuk mengkaji praktik keselamatan yang berlaku di lokasi konstruksi Malaysia, mengidentifikasi masalah-masalah terkait, dan merumuskan strategi untuk mengatasinya.1 Untuk mencapai tujuan ini, penelitian ini menggunakan metodologi studi kasus kualitatif, yang melibatkan wawancara semi-terstruktur dengan petugas keselamatan di dua proyek pembangunan bertingkat tinggi di Kuala Lumpur.1 Pemilihan proyek-proyek ini dianggap tepat karena risiko keselamatan yang secara inheren tinggi pada bangunan bertingkat, yang juga menuntut implementasi praktik keselamatan yang ketat untuk melindungi pekerja dan publik di sekitarnya.

Alur Temuan Riset: Analisis Praktik, Masalah, dan Strategi

Praktik Keselamatan yang Diterapkan: Standar vs. Realita di Lapangan

Makalah ini mengawali alur logisnya dengan meninjau praktik-praktik keselamatan yang diakui secara luas dalam literatur ilmiah. Tinjauan ini mencakup praktik-praktik fundamental seperti adanya kebijakan keselamatan, program pendidikan dan pelatihan, inspeksi dan audit rutin, pertemuan keselamatan, dan penggunaan alat pelindung diri (APD).1 Secara teoritis, sistem ini merupakan kerangka kerja yang komprehensif untuk memastikan lingkungan kerja yang aman.

Melalui studi kasus kualitatif, makalah ini menemukan bahwa kedua kontraktor proyek yang diteliti telah menerapkan sebagian besar praktik ini dengan baik dan terstruktur.1 Mereka memiliki kebijakan keselamatan yang jelas, menyelenggarakan berbagai jenis pelatihan seperti pelatihan induksi harian dan pelatihan khusus pekerjaan, serta secara teratur melakukan inspeksi dan audit keselamatan. Pelaksanaan praktik ini terperinci; misalnya, audit dilakukan dua kali setahun oleh perwakilan DOSH dan komite keselamatan, dan pelatihan induksi untuk pekerja baru mencakup orientasi penggunaan APD dan prosedur darurat.1 Namun, terlepas dari keberadaan sistem formal yang tampaknya kokoh ini, makalah ini mengidentifikasi adanya paradoks utama: masalah-masalah substansial masih saja terjadi di lapangan. Keberadaan kebijakan dan jadwal pelatihan tidak secara otomatis menghasilkan budaya keselamatan yang kuat atau kepatuhan yang konsisten di kalangan pekerja. Hal ini menunjukkan kesenjangan kritis antara apa yang ada di atas kertas dan bagaimana hal itu benar-benar diimplementasikan.

Masalah Kunci dan Akar Permasalahannya

Makalah ini berhasil mengidentifikasi sejumlah masalah utama yang menghambat efektivitas praktik keselamatan, yang sebagian besar berpusat pada faktor-faktor non-prosedural. Masalah-masalah yang disorot adalah: ketidakpedulian pekerja terhadap prosedur kerja, kurangnya alokasi dana, kurangnya kesadaran di kalangan pekerja, dan hambatan bahasa antara supervisor dan pekerja.1

Analisis yang lebih mendalam menunjukkan bahwa masalah-masalah ini bukanlah entitas yang berdiri sendiri, melainkan saling terkait. Contohnya, "ketidakpedulian" dan "kurangnya kesadaran" di kalangan pekerja bukanlah sifat bawaan, melainkan hasil dari faktor-faktor kausal yang lebih dalam.1 Wawancara dengan petugas keselamatan mengungkapkan bahwa banyak pekerja yang berfokus untuk "menyelesaikan pekerjaan lebih cepat untuk mendapatkan upah".1 Ini menyoroti adanya konflik insentif: insentif finansial untuk kecepatan sering kali berbenturan dengan insentif keselamatan untuk kepatuhan. Hambatan bahasa juga bukan sekadar masalah komunikasi verbal, tetapi merupakan masalah fundamental dalam akses informasi dan efektivitas pelatihan. Ketika pekerja tidak memahami instruksi atau materi pelatihan, mereka tidak dapat mempraktikkan prosedur keselamatan yang benar, terlepas dari niat baik yang ada.1 Masalah lain yang ditekankan adalah kurangnya alokasi anggaran yang memadai untuk manajemen keselamatan, yang menjadi akar masalah yang mendalam.1 Banyak kontraktor yang menganggap uang lebih baik dialokasikan untuk "kebutuhan" daripada untuk pelatihan keselamatan. Meskipun praktik keselamatan seperti pengadaan APD atau papan buletin memerlukan investasi, makalah ini menemukan bahwa banyak pelaku industri hanya memberikan alokasi yang minim, atau bahkan tidak sama sekali, untuk implementasi keselamatan di lapangan.1

Strategi yang Direkomendasikan: Solusi untuk Kesenjangan Implementasi

Sebagai respons terhadap masalah yang diidentifikasi, makalah ini mengusulkan serangkaian strategi yang logis. Strategi-strategi ini mencakup penyediaan pelatihan yang lebih efektif (misalnya, menggunakan video dan animasi), alokasi anggaran yang memadai, komitmen penuh dari manajemen puncak, dan penyediaan materi keselamatan multibahasa seperti buku saku.1 Makalah ini mengklaim bahwa buku saku multibahasa di salah satu studi kasus "terbukti efektif".1

Meskipun usulan ini relevan, makalah ini tidak menyajikan data kuantitatif yang membuktikan efektivitasnya secara empiris. Klaim mengenai "keefektifan" materi multibahasa, misalnya, didasarkan pada laporan kualitatif dari narasumber, bukan pada metrik terukur seperti penurunan insiden atau peningkatan skor pemahaman. Ketergantungan pada data kualitatif tanpa validasi kuantitatif membuka jalan untuk penelitian lanjutan yang lebih ketat, yang akan menjadi fondasi untuk rekomendasi yang lebih kuat dan berbasis bukti.

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Makalah ini memberikan beberapa kontribusi yang signifikan bagi bidang manajemen keselamatan konstruksi. Pertama, ia memberikan validasi empiris di lingkungan Malaysia untuk praktik-praktik keselamatan yang telah lama dikenal di literatur.1 Ini adalah langkah maju yang penting dari sekadar tinjauan teoretis, menyediakan kasus nyata tentang bagaimana kebijakan dan prosedur diterjemahkan (atau tidak diterjemahkan) di lapangan.

Kontribusi terpentingnya adalah identifikasi kesenjangan kritis antara keberadaan kebijakan keselamatan formal dan efektivitas implementasi praktisnya.1 Alih-alih hanya berfokus pada "apa yang harus dilakukan," makalah ini menyoroti "mengapa yang sudah ada tidak berjalan," yang menggeser fokus riset dari masalah kepatuhan prosedural menjadi masalah budaya dan perilaku. Temuan ini mengarahkan peneliti untuk mempertimbangkan bahwa keselamatan bukanlah semata-mata masalah teknis, melainkan masalah interaksi kompleks antara kebijakan, komitmen manajemen, dan insentif perilaku pekerja. Makalah ini secara implisit menunjukkan adanya hubungan antara faktor-faktor non-teknis ini dengan hasil keselamatan, menggarisbawahi potensi besar untuk objek penelitian baru yang dapat menjembatani kesenjangan tersebut.

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun kontribusinya berharga, penelitian ini memiliki keterbatasan metodologis yang harus diakui.

Pertama, cakupannya sangat sempit, didasarkan pada hanya dua studi kasus di Kuala Lumpur.1 Temuan ini, oleh karena itu, tidak dapat digeneralisasi ke seluruh industri konstruksi Malaysia, yang memiliki keragaman yang jauh lebih besar dalam skala dan jenis proyek.

Kedua, penelitian ini memiliki bias subyektif yang signifikan, karena data dikumpulkan secara eksklusif dari perspektif petugas keselamatan. Sudut pandang pekerja, manajemen senior, atau pihak berwenang seperti DOSH tidak dipertimbangkan. Ini menciptakan pandangan yang kemungkinan besar mencerminkan kebijakan resmi perusahaan dan bukan pengalaman atau persepsi nyata dari semua pemangku kepentingan di lokasi kerja.

Ketiga, sifat kualitatifnya, meskipun ideal untuk eksplorasi dan pembentukan hipotesis, tidak memungkinkan untuk membuktikan hubungan kausal atau korelasi statistik. Klaim seperti "buku saku multibahasa efektif" tetap bersifat anekdotal dan tidak didukung oleh data numerik yang dapat membuktikan hubungan sebab-akibat.

Keterbatasan ini meninggalkan banyak pertanyaan riset yang belum terjawab, yang menjadi lahan subur untuk investigasi di masa depan. Sebagai contoh, apakah ada hubungan kuantitatif yang dapat diukur antara alokasi anggaran keselamatan dan tingkat kecelakaan, produktivitas, dan profitabilitas proyek? Bagaimana budaya organisasi memengaruhi perilaku keselamatan di luar kebijakan formal yang ada? Seberapa besar dampak dari sistem penalti dan penghargaan terhadap kepatuhan jangka panjang, dan apakah ada perbedaan dampak pada pekerja lokal dibandingkan dengan pekerja migran?

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan

Berdasarkan temuan dan keterbatasan yang teridentifikasi dalam makalah ini, lima jalur riset berkelanjutan berikut ini diusulkan untuk komunitas akademik, peneliti, dan penerima hibah riset.

  1. Studi Kuantitatif: Analisis Regresi tentang Anggaran dan Hasil Keselamatan.
    • Justifikasi Ilmiah: Makalah ini menunjukkan "kurangnya alokasi dana" sebagai masalah utama. Mengalokasikan anggaran keselamatan secara terpisah dapat meningkatkan praktik, tetapi hubungan kausalnya masih spekulatif dan tidak didukung oleh data kuantitatif.1
    • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Mengumpulkan data kuantitatif dari sampel yang lebih besar, misalnya lebih dari 50 proyek yang berbeda, yang mencakup metrik alokasi anggaran keselamatan (seperti persentase dari total biaya proyek) dan metrik hasil keselamatan (seperti tingkat insiden dan jumlah hari kerja yang hilang). Analisis regresi dapat digunakan untuk mengukur hubungan ini.
    • Kebutuhan Penelitian Lanjutan: Penelitian ini akan menghasilkan koefisien korelasi yang dapat diinterpretasikan secara jelas, misalnya: temuan hipotetis ini menunjukkan hubungan kuat antara alokasi anggaran dan pengurangan insiden dengan koefisien -0.78 — menunjukkan potensi kuat untuk objek penelitian baru. Hasilnya dapat digunakan untuk meyakinkan manajemen puncak dan pemberi hibah bahwa investasi finansial dalam keselamatan memiliki imbalan yang terukur dan signifikan.
  2. Riset Tindakan (Action Research): Implementasi dan Evaluasi Program Pelatihan Multibahasa.
    • Justifikasi Ilmiah: Makalah ini menunjukkan "hambatan bahasa" sebagai masalah kunci dan mengusulkan "buku saku multibahasa" sebagai solusi yang diklaim efektif.1 Namun, keefektifan ini belum divalidasi secara kuantitatif.
    • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Merancang studi kuasi-eksperimental di beberapa lokasi proyek. Kelompok perlakuan akan menerima pelatihan dan materi keselamatan dalam bahasa asli mereka (misalnya, Myanmar atau Bangladesh), sementara kelompok kontrol menerima pelatihan standar. Variabel yang akan diukur secara longitudinal selama 6-12 bulan adalah tingkat pemahaman prosedur keselamatan (melalui kuis) dan tingkat kepatuhan terhadap prosedur, serta tingkat insiden minor.
    • Kebutuhan Penelitian Lanjutan: Penelitian ini akan memberikan bukti empiris yang kuat tentang dampak langsung dari komunikasi yang efektif. Hasilnya dapat menjadi dasar untuk mengembangkan model pelatihan yang optimal yang dapat diimplementasikan di seluruh industri konstruksi Malaysia dan negara-negara lain dengan populasi pekerja migran yang besar.
  3. Analisis Kualitatif Mendalam: Peran Budaya Organisasi dan Komitmen Manajemen Puncak.
    • Justifikasi Ilmiah: Makalah ini secara berulang menyebut "kurangnya kesadaran" dan "komitmen manajemen" sebagai masalah, menunjukkan bahwa keselamatan adalah masalah budaya, bukan hanya masalah prosedur.1
    • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Melakukan serangkaian wawancara mendalam dan observasi lapangan yang terperinci dengan responden dari berbagai tingkat hierarki (pekerja, supervisor, manajer proyek, manajemen puncak). Metodologi etnografi dapat digunakan untuk memahami norma-norma tidak tertulis dan perilaku harian yang memengaruhi keputusan terkait keselamatan.
    • Kebutuhan Penelitian Lanjutan: Hasilnya akan menjelaskan mengapa praktik keselamatan yang ada gagal dan akan membantu merancang intervensi yang menargetkan akar masalah budaya, bukan hanya gejala. Riset ini akan menjembatani kesenjangan antara ilmu manajemen dan rekayasa keselamatan.
  4. Riset Terapan: Pengembangan dan Uji Coba Sistem Insentif/Disinsentif.
    • Justifikasi Ilmiah: Makalah ini menyebutkan adanya sistem penghargaan (pemberian sertifikat apresiasi) dan sistem penalti (pemotongan upah atau denda) di kedua studi kasus, yang menunjukkan adanya potensi untuk menggunakan insentif perilaku.1
    • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Mengembangkan dan mengimplementasikan program percontohan yang secara eksplisit menghubungkan kepatuhan keselamatan (misalnya, kepatuhan penggunaan APD, partisipasi pelatihan) dengan sistem penghargaan (misalnya, bonus bulanan kecil atau pengakuan) dan disinsentif (misalnya, denda kecil, catatan pada kartu hijau). Menggunakan metode pengujian kelompok perlakuan dan kontrol untuk mengukur dampak program ini pada metrik kepatuhan.
    • Kebutuhan Penelitian Lanjutan: Penelitian ini akan menghasilkan model praktis untuk mengelola perilaku pekerja di lokasi konstruksi, yang dapat diadaptasi oleh kontraktor manapun. Ini akan mengubah pendekatan dari sekadar kepatuhan pasif menjadi keterlibatan aktif, yang berpotensi menghasilkan manfaat signifikan dalam tingkat insiden dan produktivitas.
  5. Studi Komparatif: Penyelidikan Peran Otoritas Penegakan (DOSH).
    • Justifikasi Ilmiah: Makalah ini mengutip Shim (2006) yang mengklaim bahwa meskipun Malaysia memiliki "hukum yang sangat baik tentang kebijakan keselamatan," ada "kurangnya penegakan dari pihak berwenang".1
    • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Melakukan studi komparatif antara proyek-proyek yang memiliki tingkat audit dan inspeksi DOSH yang tinggi versus yang rendah. Mengumpulkan data kualitatif dan kuantitatif tentang frekuensi audit, jenis pelanggaran yang ditemukan, dan tindakan yang diambil, serta membandingkannya dengan tingkat insiden proyek.
    • Kebutuhan Penelitian Lanjutan: Penelitian ini akan memberikan pemahaman yang bernuansa tentang peran dan dampak penegakan peraturan eksternal terhadap perilaku keselamatan di lokasi proyek. Hasilnya dapat memberikan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah untuk meningkatkan efektivitas regulasi tanpa secara tidak proporsional membebani industri.

 

Kesimpulan: Sintesis dan Ajakan Kolaboratif

Secara keseluruhan, makalah ini berhasil memberikan pemahaman empiris yang berharga tentang status praktik keselamatan di lokasi konstruksi Malaysia. Kontribusi utamanya adalah mengidentifikasi secara jelas kesenjangan yang ada antara kerangka kerja keselamatan yang ideal dan tantangan implementasi praktisnya, yang sebagian besar disebabkan oleh masalah perilaku, budaya, dan alokasi sumber daya. Dengan mengakui keterbatasan metodologisnya, seperti ruang lingkup yang sempit dan bias subyektif, makalah ini membuka jalan untuk investigasi ilmiah yang lebih ketat dan dapat digeneralisasi.

Kelima rekomendasi riset yang diusulkan—mulai dari studi kuantitatif hingga riset tindakan—menghadirkan jalur yang terperinci untuk mengatasi pertanyaan-pertanyaan terbuka yang belum terjawab. Eksplorasi jalur ini sangat penting untuk memajukan pemahaman kita dari deskriptif menjadi prediktif dan dari preskriptif menjadi transformatif. Pada akhirnya, tujuannya adalah untuk beralih dari sekadar mendokumentasikan masalah menjadi merancang solusi yang dapat diterapkan secara efektif.

Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi riset terkemuka, departemen pemerintah seperti DOSH, dan asosiasi industri seperti Master Builders Association Malaysia (MBAM) untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil. Hanya melalui kolaborasi multi-pihak, kita dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik, dan pada akhirnya, menciptakan lokasi kerja yang benar-benar aman bagi semua pekerja.

Sumber dari Paper: Chin Keng, Tan & Abdul Razak, Nadeera. (2014). Case Studies on the Safety Management at Construction Site. Journal of Sustainability Science and Management. 9. 90-108.

Selengkapnya
Lebih dari Sekadar Helm: Mengapa Praktik Keselamatan di Konstruksi Malaysia Gagal dan Apa yang Bisa Kita Lakukan

Manajemen Proyek

Mengukur Kematangan Kemitraan: Kunci Peningkatan Kinerja Proyek Konstruksi di Indonesia.

Dipublikasikan oleh Raihan pada 24 September 2025


Pengantar dan Intisari Penelitian

Industri konstruksi secara alami bersifat kompleks dan dinamis, sering kali menghadapi tantangan kronis seperti produktivitas yang rendah, tingginya pemborosan, dan fragmentasi di antara para peserta proyek.1 Berbagai faktor disinyalir berkontribusi pada masalah ini, mulai dari pengerjaan yang buruk, kurangnya ketersediaan material, hingga koordinasi yang tidak memadai di antara tim manajemen profesional.1 Di tengah kompleksitas tersebut, konsep kemitraan (partnering) muncul sebagai filosofi manajemen yang diyakini mampu meningkatkan nilai dan kinerja proyek dalam hal biaya, waktu, kualitas, keselamatan, dan lingkungan.1

Namun, penelitian sebelumnya belum sepenuhnya menjelaskan bagaimana kemitraan dapat diterapkan secara efektif dalam proyek konstruksi untuk menghasilkan nilai bagi setiap pemangku kepentingan.1 Temuan-temuan terdahulu cenderung hanya berfokus pada faktor-faktor kemitraan, tingkatan, interaksi, tantangan, atau manfaat spesifik seperti pengurangan limbah dan risiko keuangan.1 Dengan demikian, celah penelitian yang signifikan telah teridentifikasi: kebutuhan akan alat dan teknik praktis untuk mengukur kedalaman dan kematangan kemitraan.1

Paper ini bertujuan untuk mengisi kekosongan tersebut dengan mengembangkan Indikator Kinerja Utama (KPIs) yang berfungsi sebagai alat ukur kuantitatif untuk menilai kematangan kemitraan dalam proyek konstruksi berbasis kemitraan.1 Penelitian ini mengadopsi pendekatan metodologi campuran (mixed method), yang secara sistematis mengintegrasikan analisis kualitatif dan kuantitatif.1 Alur logis penelitian dimulai dengan tinjauan literatur skematis untuk mengidentifikasi indikator-indikator yang relevan.1 Proses ini dilanjutkan dengan validasi dan penyempurnaan indikator melalui tiga putaran Metode Delphi, yang melibatkan panel sembilan ahli yang kompeten dan heterogen dari berbagai peran dalam industri, termasuk pemilik, desainer, kontraktor, dan akademisi.1 Setelah KPI ditetapkan, alat ini kemudian diterapkan dalam simulasi pada enam proyek Design and Build (DB) di Indonesia untuk memvalidasi utilitasnya dalam menilai tingkat kematangan kemitraan.1

 

Sorotan Data Kuantitatif

Penelitian ini menyajikan temuan kuantitatif yang mengesankan, terutama dalam proses validasi faktor dan analisis kinerja proyek. Pada Putaran 3 metode Delphi, para ahli diminta untuk menilai utilitas dari 26 faktor yang diidentifikasi dari tinjauan literatur.1 Analisis menunjukkan bahwa 24 dari 26 faktor memiliki skor utilitas di atas nilai ambang batas 2.5 pada skala 1-5.1 Hanya dua faktor, yaitu "Pertumbuhan biaya" dan "Kerugian akibat kecelakaan proyek", yang tidak memenuhi konsensus dan tidak digunakan sebagai KPI.1 Konsensus yang kuat ini, di mana deviasi absolut dari respons para ahli kurang dari 5% dari median, mengonfirmasi relevansi dan kegunaan mayoritas faktor yang diidentifikasi oleh para ahli industri.1

Selain itu, analisis deskriptif pada enam proyek Design and Build (DB) menunjukkan hubungan yang jelas antara tingkat kematangan kemitraan dan kinerja proyek.1 Data statistik dari proyek-proyek tersebut menunjukkan variasi kinerja yang signifikan. Proyek DB "A" dan DB "B", yang diklasifikasikan pada tingkat kemitraan Dasar (Basic) berdasarkan wawancara mendalam, menunjukkan kinerja yang kurang optimal.1 Data statistik kinerja pada proyek ini menunjukkan deviasi negatif dari rata-rata (mean) sebesar -0.7% dan -0.3%.1 Temuan ini secara kuat mendukung deskripsi kualitatif bahwa kurangnya kemitraan dalam proyek ini menyebabkan kinerja yang buruk, dengan para pihak yang masih berada dalam posisi "kompetitif" dan saling mengawasi.1

Sebaliknya, proyek DB "C" dan DB "E" mencapai tingkat kematangan Terinstitusionalisasi (Institutionalized), di mana strategi dan pemetaan kemitraan telah menjadi bagian dari budaya organisasi sejak awal proyek.1 Meskipun paper tidak menyajikan data numerik eksplisit untuk perbandingan langsung, simulasi menunjukkan bahwa proyek-proyek ini "memberikan nilai yang lebih baik" dan memiliki implementasi yang lebih matang.1 Korelasi ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat kematangan kemitraan, semakin baik pula kinerja proyek yang dapat dicapai.

 

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Penelitian ini memberikan kontribusi yang substansial pada bidang manajemen proyek konstruksi, tidak hanya secara teoretis tetapi juga praktis.1

1. Mengisi Kesenjangan Literatur dengan Alat Ukur Kuantitatif: Kontribusi terpenting adalah pengembangan model KPI yang spesifik untuk mengukur kedalaman kemitraan. Para penulis sendiri mengakui adanya kekosongan dalam penelitian sebelumnya yang hanya berfokus pada faktor dan tantangan kemitraan tanpa menyediakan alat ukur praktis.1 KPI ini, yang disesuaikan untuk setiap fase siklus hidup proyek, memberikan kerangka kerja yang solid dan dapat ditindaklanjuti bagi para praktisi untuk mengevaluasi dan meningkatkan kolaborasi mereka.1

2. Penerapan Metodologi Hibrida yang Kuat: Penelitian ini memadukan tinjauan literatur yang sistematis dengan konsensus ahli (metode Delphi) dan analisis data empiris lapangan dari proyek-proyek nyata.1 Penggunaan Metode Delphi yang melibatkan sembilan ahli heterogen dari berbagai peran dalam industri memastikan bahwa KPI yang dikembangkan tidak hanya kokoh secara teoretis tetapi juga relevan dan praktis di lapangan.1 Pendekatan ini adalah model yang patut dicontoh dalam riset manajemen proyek, menunjukkan bagaimana riset dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik.

3. Strukturisasi Faktor Kemitraan Berdasarkan Siklus Hidup Proyek: Paper ini secara unik memetakan indikator kematangan kemitraan ke dalam setiap fase siklus proyek—inisiasi, desain, konstruksi, dan penutupan.1 Strukturisasi ini memberikan panduan yang terperinci dan dapat ditindaklanjuti bagi organisasi, memungkinkan mereka untuk secara proaktif mengelola kemitraan di setiap tahap kritis, yang merupakan inovasi praktis yang signifikan. Pendekatan ini berbeda dari studi sebelumnya yang cenderung menganggap kemitraan sebagai entitas tunggal yang statis.

 

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun penelitian ini memberikan kontribusi yang signifikan, terdapat beberapa keterbatasan yang diakui oleh penulis dan juga pertanyaan terbuka yang muncul dari analisis terhadap temuan.1

1. Spesifisitas Ruang Lingkup Proyek: Keterbatasan utama yang diakui secara eksplisit oleh penulis adalah bahwa KPI yang dikembangkan dan divalidasi dirancang secara khusus untuk proyek Design and Build (DB).1 Paper ini tidak menguji validitasnya pada sistem pengiriman proyek lainnya, seperti

Design-Bid-Build (DBB) atau Integrated Project Delivery (IPD) yang memiliki dinamika kemitraan, struktur kontrak, dan pembagian risiko yang berbeda.1 Keterbatasan ini membatasi generalisasi temuan pada spektrum yang lebih luas.

2. Generalisasi Temuan Empiris: Analisis kuantitatif didasarkan pada simulasi enam proyek yang berlokasi di Indonesia dengan nilai proyek di atas IDR 100 miliar.1 Pertanyaan terbuka muncul mengenai validitas eksternal temuan ini. Seberapa representatif sampel ini untuk seluruh industri konstruksi Indonesia, atau bahkan untuk industri konstruksi secara global? Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menguji generalisasi model ini di berbagai skala proyek, jenis, dan lokasi geografis.

3. Kausalitas dan Variabel Kualitatif Tak Terukur: Meskipun paper ini mengklaim bahwa "proyek dengan kemitraan mendalam mencapai kinerja yang lebih baik" 1 dan mengaitkan tingkat kematangan dengan data statistik proyek, penelitian ini bersifat deskriptif dan korelasional, bukan kausal. Paper ini juga menggarisbawahi pentingnya elemen kualitatif seperti "kepercayaan" dan "budaya organisasi" dalam kemitraan yang mendalam 1, namun tidak menyediakan metodologi yang eksplisit untuk mengukur atau memodelkan pengaruh variabel-variabel tersebut secara kuantitatif. Mekanisme dan proses transisional dari kemitraan dasar ke yang terinstitusionalisasi tidak dijelaskan secara rinci.

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (dengan Justifikasi Ilmiah)

Berdasarkan temuan yang disajikan dan keterbatasan yang teridentifikasi, berikut adalah lima rekomendasi riset berkelanjutan yang dapat memajukan bidang ini:

  1. Validasi dan Adaptasi Model KPI pada Sistem Pengiriman Proyek Lain: Berangkat dari keterbatasan paper yang jelas menyatakan bahwa KPI dirancang untuk proyek DB 1, penelitian lanjutan harus mengadaptasi dan menguji model KPI pada proyek dengan sistem pengiriman yang berbeda, seperti
    Design-Bid-Build (DBB) atau Integrated Project Delivery (IPD). Pengujian ini harus melibatkan FGD dengan para ahli di bidang spesifik tersebut untuk memodifikasi faktor-faktor yang relevan. Justifikasinya adalah menguji validitas eksternal model KPI ini akan memperluas aplikabilitasnya di seluruh spektrum industri konstruksi, memastikan bahwa temuan tidak terbatas pada satu jenis kontrak saja.
  2. Analisis Longitudinal untuk Membangun Hubungan Kausal: Paper ini menunjukkan korelasi antara tingkat kematangan kemitraan dan kinerja proyek 1, tetapi tidak membuktikan kausalitas. Penelitian lanjutan dapat menggunakan studi longitudinal, melacak proyek dari inisiasi hingga penutupan. Dengan mengukur tingkat kematangan kemitraan secara berkala (misalnya, triwulanan) dan mengaitkannya dengan metrik kinerja (
    Cost Performance Index, Schedule Performance Index), peneliti dapat membuktikan secara definitif bagaimana peningkatan kematangan kemitraan secara langsung menyebabkan peningkatan kinerja proyek.
  3. Pengembangan Model Prediktif untuk Manajemen Proaktif: KPI yang dikembangkan oleh paper ini dapat mengukur tingkat kematangan kemitraan.1 Berdasarkan data yang dikumpulkan dari survei yang lebih luas, peneliti dapat mengembangkan model regresi berganda atau model pembelajaran mesin. Model ini akan memprediksi kinerja proyek di masa depan (misalnya, potensi pembengkakan biaya atau keterlambatan jadwal) berdasarkan skor kematangan kemitraan yang diukur pada fase-fase awal proyek. Alat prediktif seperti ini akan menjadi instrumen manajemen yang sangat berharga, memungkinkan pemangku kepentingan untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah kemitraan sejak dini, sebelum masalah tersebut berdampak pada kinerja proyek.
  4. Studi Komparatif Global tentang Faktor Kemitraan Berbasis Budaya: Penelitian ini berfokus pada proyek di Indonesia, di mana budaya kolaborasi mungkin berbeda dari negara lain.1 Lakukan studi komparatif dengan proyek di negara lain (misalnya, di Amerika Serikat atau Eropa) menggunakan metodologi yang serupa. Penelitian ini harus mencakup wawancara mendalam untuk mengidentifikasi bagaimana faktor-faktor budaya, sistem hukum, dan norma industri memengaruhi keberhasilan kemitraan. Ini akan mengidentifikasi faktor-faktor mana yang bersifat universal dalam kemitraan proyek dan mana yang spesifik secara budaya, memberikan wawasan yang lebih bernuansa tentang implementasi kemitraan di kancah global.
  5. Analisis Kualitatif Mendalam tentang Budaya Organisasi dan Kemitraan: Kesimpulan paper ini menyatakan bahwa kemitraan institusional menjadi "bagian dari budaya organisasi".1 Menggunakan metodologi kualitatif seperti studi kasus mendalam atau wawancara semi-terstruktur dengan manajer proyek, eksekutif, dan personel lapangan dapat mengungkap mekanisme dan praktik tidak formal yang memfasilitasi transisi dari kemitraan dasar ke kemitraan yang terinstitusionalisasi. Pendekatan ini akan memberikan pemahaman yang lebih kaya dan mendalam tentang "bagaimana" kemitraan mendalam dibangun, melengkapi temuan kuantitatif paper ini dengan wawasan tentang proses interpersonal dan budaya yang sulit diukur.

Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi akademik, entitas pemerintah, dan kontraktor terkemuka di Indonesia untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil, terutama dalam mengadaptasi dan memvalidasi model ini di berbagai konteks proyek. Kolaborasi antar-lembaga seperti Universitas Diponegoro, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Tarumanagara, yang telah memiliki jejak rekam riset yang kuat di bidang ini, sangat disarankan.

Baca paper aslinya di sini https://doi.org/10.3390/buildings14061494

Selengkapnya
Mengukur Kematangan Kemitraan: Kunci Peningkatan Kinerja Proyek Konstruksi di Indonesia.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Mengurai Ancaman, Merumuskan Masa Depan: Resensi Kritis Bahaya Keselamatan Konstruksi untuk Komunitas Akademik.

Dipublikasikan oleh Raihan pada 24 September 2025


Pendahuluan: Konteks dan Relevansi Kritis

Meskipun laju kemajuan teknologi dan metode konstruksi terus meningkat, industri ini secara historis tetap menjadi salah satu yang paling berbahaya di seluruh dunia. Paparan terhadap lingkungan kerja yang dinamis dan selalu berubah, yang melibatkan pergerakan konstan kru, material, dan peralatan, secara signifikan meningkatkan kerentanan pekerja terhadap cedera yang dapat dicegah.1 Data kuantitatif menegaskan realitas yang suram ini: pekerja konstruksi di Amerika Serikat, yang hanya merupakan persentase kecil dari angkatan kerja, menjadi korban 9% dari semua cedera fatal dan 20% dari semua cedera non-fatal di tempat kerja.1 Secara global, lebih dari 60.000 fatalitas terkait konstruksi dilaporkan setiap tahun.1

Dalam menghadapi tantangan yang terus-menerus ini, makalah tinjauan ini bertujuan untuk mengatasi celah riset yang signifikan. Penelitian sebelumnya tentang keselamatan konstruksi seringkali terfragmentasi, membatasi fokusnya pada satu atau beberapa bahaya saja.1 Dengan demikian, pemahaman yang komprehensif tentang seluruh spektrum bahaya yang ada di lokasi kerja menjadi sulit bagi para pemangku kepentingan.1 Makalah ini berupaya mengisi celah tersebut dengan menyajikan sintesis yang terorganisir dan menyeluruh dari literatur yang ada. Tinjauan ini mengidentifikasi 18 bahaya keselamatan utama, mengklasifikasikannya berdasarkan dampak fisiologis dan sektor konstruksi, serta merumuskan strategi mitigasi terkait.1

Laporan ini, yang ditujukan untuk komunitas akademik, peneliti, dan penerima hibah riset, berfungsi sebagai analisis kritis terhadap makalah tinjauan tersebut. Tujuannya adalah untuk menggali kontribusi substantif dari penelitian yang ada, mengidentifikasi keterbatasan dan pertanyaan terbuka yang tersirat di dalamnya, serta secara eksplisit menyusun arah riset yang eksplisit dan berbasis bukti untuk inisiatif penelitian di masa depan. Analisis ini melampaui ringkasan belaka untuk menyediakan peta jalan bagi pengembangan pengetahuan lebih lanjut di bidang K3 konstruksi.

 

Jalur Logis Temuan: Sintesis Sistematis dari Literatur

Makalah ini didasarkan pada metodologi tinjauan literatur sistematis yang ketat, yang memberikan fondasi ilmiah yang kuat untuk temuannya. Para peneliti mengumpulkan database ekstensif yang terdiri dari jurnal, tesis, laporan teknis, dan makalah konferensi.1 Proses penyaringan yang cermat, yang mencakup peninjauan 463 artikel awal, menghasilkan total 236 publikasi yang relevan untuk analisis mendalam.1 Analisis ini difokuskan pada literatur yang diterbitkan antara tahun 2002 dan Maret 2023, memastikan bahwa hasil yang disajikan mencerminkan minat dan wacana riset terkini.1

 

Identifikasi dan Klasifikasi Bahaya

Melalui tinjauan komprehensif ini, penelitian berhasil mengidentifikasi 18 bahaya keselamatan yang lazim di lokasi konstruksi.1 Bahaya-bahaya ini kemudian dikelompokkan ke dalam empat kategori utama berdasarkan dampak fisiologisnya: Bahaya Primer, Bahaya Fisik, Bahaya Kimia, dan Bahaya Ergonomi/Lainnya.1 Kerangka klasifikasi ini adalah alat yang berguna untuk secara sistematis mengidentifikasi bahaya, yang mengurangi kemungkinan mengabaikan risiko potensial di lokasi kerja.

 

Analisis Kuantitatif Frekuensi Bahaya dan Implikasinya

Salah satu aspek terpenting dari makalah ini adalah analisis peringkat bahaya berdasarkan frekuensi sitasi mereka dalam literatur yang ditinjau. Temuan ini secara efektif memetakan area perhatian utama komunitas riset. Bahaya yang paling sering disitasi adalah jatuh dari ketinggian, penanganan material dan peralatan, serta mesin berat.1 Frekuensi sitasi yang tinggi untuk bahaya-bahaya ini mengindikasikan bahwa para peneliti secara konsisten berfokus pada risiko-risiko ini, yang mungkin disebabkan oleh hubungannya yang kuat dengan cedera dan fatalitas.

Sebuah analisis yang lebih mendalam terhadap data kuantitatif makalah ini mengungkapkan dinamika yang menarik. Makalah ini menunjukkan bahwa distribusi artikel berdasarkan kategori bahaya menunjukkan bahwa bahaya kimia menjadi fokus terbesar, dengan 24% dari total publikasi yang ditinjau, sedangkan bahaya primer mencakup 22%.1 Namun, ketika beralih ke bahaya individu, bahaya primer jatuh dari ketinggian memiliki frekuensi sitasi tertinggi secara signifikan, yaitu 107 sitasi, jauh lebih tinggi dari bahaya lainnya.1 Hal ini menunjukkan bahwa, sementara ada beragam isu yang dieksplorasi dalam kategori bahaya kimia, perhatian riset dalam kategori bahaya primer sangat terkonsentrasi pada bahaya fatalitas tunggal yang paling signifikan—jatuh dari ketinggian. Korelasi yang jelas antara bahaya yang paling sering disitasi dan tingkat fatalitas yang dilaporkan mengindikasikan bahwa para peneliti memberikan perhatian yang tepat pada bahaya yang paling mematikan.

 

Strategi Mitigasi: Paradigma Baru dari Tradisional ke Digital

Makalah ini mengidentifikasi bahwa sebagian besar bahaya dapat dimitigasi melalui penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yang tepat, pelatihan yang efektif, dan pengawasan yang memadai.1 Namun, makalah ini juga melampaui pendekatan tradisional dan secara eksplisit menyoroti peran teknologi mutakhir sebagai strategi mitigasi modern. Misalnya, makalah ini menyinggung bagaimana teknologi seperti Building Information Modeling (BIM), Virtual Reality (VR), dan sensor yang dapat dipakai (wearable sensors) dapat digunakan untuk mengurangi risiko.1 Makalah ini menguraikan bagaimana simulasi BIM dapat digunakan untuk mendeteksi bahaya jatuh atau bagaimana pemodelan dapat mengoptimalkan tata letak lokasi untuk memitigasi polusi debu.1

 

Pengidentifikasian strategi mitigasi berbasis teknologi menunjukkan bahwa makalah ini mengakui bahwa industri konstruksi berada pada titik infleksi yang penting. Fakta bahwa fatalitas terus terjadi pada tingkat tinggi—lebih dari 60.000 per tahun secara global—mencerminkan keterbatasan metode tradisional. Hal ini menunjukkan bahwa metode-metode tersebut, meskipun penting, tidak sepenuhnya efektif dalam mengatasi sifat kompleks dan terus berubah dari lingkungan konstruksi. Pengenalan dan advokasi teknologi ini menyiratkan perlunya pergeseran paradigma dari intervensi reaktif (menanggapi insiden yang terjadi) ke pendekatan proaktif dan prediktif yang didukung oleh data real-time dan simulasi. Ini adalah pengakuan bahwa solusi masa depan terletak pada penggunaan data untuk mencegah bahaya, bukan hanya mengelolanya setelah teridentifikasi.

 

Faktor Manusia sebagai Variabel Laten

Sepanjang makalah, analisis terhadap bahaya dan strategi mitigasi secara konsisten mengaitkan insiden dengan faktor perilaku manusia. Makalah ini berulang kali menyebut "kecenderungan mengambil risiko individu," "kurangnya pengalaman," dan "kurangnya kesadaran akan bahaya" sebagai faktor utama yang memperburuk semua jenis bahaya, dari jatuh hingga tertabrak.1 Misalnya, makalah ini mencatat bahwa lebih dari 80% pekerja yang terluka akibat jatuh dari perancah melaporkan tidak adanya atau penggunaan APD yang salah.1 Demikian pula, kecelakaan struck-by dikaitkan dengan kurangnya pelatihan keselamatan, pengawasan yang tidak memadai, dan kurangnya kesadaran situasional.1 Hal ini mengungkapkan bahwa di bawah lapisan bahaya fisik, kimia, dan ergonomis, terdapat variabel yang lebih dalam yang memengaruhi bagaimana bahaya tersebut bermanifestasi. Variabel laten ini adalah psikologi dan perilaku pekerja, yang dapat menyebabkan mereka mengabaikan protokol keamanan yang sudah ada. Hal ini menunjukkan bahwa riset masa depan tidak boleh hanya berfokus pada identifikasi bahaya atau penerapan teknologi, tetapi juga pada pemahaman dan modifikasi perilaku manusia, yang seringkali menjadi akar dari banyak insiden.

 

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Makalah ini memberikan kontribusi signifikan terhadap bidang keselamatan konstruksi dalam beberapa cara:

  • Sintesis Komprehensif: Dengan mensintesis temuan dari 236 publikasi yang relevan, makalah ini menawarkan pandangan holistik dan terorganisir tentang bahaya keselamatan konstruksi. Ini mengatasi masalah fragmentasi yang lazim dalam literatur dan menyediakan fondasi yang kokoh untuk pemahaman dan riset di masa depan.1
  • Kerangka Klasifikasi yang Inovatif: Makalah ini menyajikan dua kerangka klasifikasi yang sangat berguna bagi praktisi dan peneliti: pengelompokan bahaya ke dalam empat kategori fisiologis dan, yang lebih penting, klasifikasi bahaya berdasarkan sektor konstruksi (komersial, berat, industri, dan residensial).1 Kerangka ini menyediakan alat praktis untuk identifikasi bahaya yang spesifik untuk proyek di tingkat makro dan mikro, yang merupakan peningkatan dari tinjauan sebelumnya.
  • Pemetaan Minat Riset: Dengan meranking bahaya berdasarkan frekuensi sitasi dalam literatur, makalah ini secara efektif memetakan tren dan perhatian komunitas riset dalam dua dekade terakhir. Korelasi yang kuat antara sitasi tinggi dan fatalitas (misalnya, jatuh dari ketinggian) menunjukkan bahwa komunitas riset memiliki fokus yang tepat pada bahaya yang paling mematikan.

 

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun makalah ini merupakan tinjauan yang komprehensif, ada beberapa keterbatasan yang perlu diakui, yang juga membuka jalan untuk penelitian di masa depan:

  • Batasan Cakupan: Makalah ini mengakui batasan dari periode tinjauan (2002-2023).1 Meskipun ini memastikan relevansi, hal ini mungkin mengecualikan riset dasar yang relevan dari periode sebelumnya yang bisa memberikan konteks historis yang lebih kaya.
  • Kurangnya Data Kuantitatif Efektivitas: Berdasarkan materi yang tersedia, makalah ini mengidentifikasi berbagai strategi mitigasi, dari penggunaan APD hingga teknologi canggih.1 Namun, makalah ini tidak menyajikan data kuantitatif yang mengukur seberapa efektif intervensi tersebut dalam mengurangi insiden.1 Makalah ini mengidentifikasi "apa" yang harus dilakukan, tetapi tidak memberikan "seberapa baik" cara itu dilakukan. Ini adalah celah riset yang signifikan.
  • Pertanyaan Terbuka yang Belum Terjawab:
    • Efektivitas Terukur Teknologi: Seberapa efektifkah integrasi BIM, VR, atau sensor wearable dalam mengurangi insiden K3 di lapangan secara terukur? Makalah ini mengusulkan penggunaannya, tetapi tidak dapat memberikan bukti empiris mengenai dampaknya terhadap tingkat insiden.
    • Motivasi Perilaku: Mengapa pekerja konstruksi, meskipun memiliki pengetahuan tentang bahaya, tetap memiliki "kecenderungan mengambil risiko individu" dan mengabaikan protokol keamanan? Makalah ini mengidentifikasi masalah, tetapi tidak mendalami penyebab psikologis atau sosiologisnya.

 

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan

Berdasarkan temuan dan keterbatasan yang teridentifikasi, berikut adalah lima rekomendasi riset yang dapat menyusun arah penelitian di masa depan, yang semuanya didukung oleh justifikasi ilmiah.

  1. Studi Eksperimental tentang Efektivitas Intervensi Berbasis Teknologi.
    • Justifikasi Ilmiah: Makalah ini menunjukkan bahwa teknologi seperti BIM, VR, dan sensor wearable adalah alat mitigasi yang menjanjikan, tetapi tidak memberikan data tentang efektivitasnya secara kuantitatif.1 Studi lanjutan sangat dibutuhkan untuk mengukur dampak nyata dari teknologi ini terhadap tingkat insiden.
    • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Penelitian harus dirancang sebagai studi quasi-eksperimental atau studi kasus longitudinal di lokasi konstruksi nyata. Variabel independennya adalah penerapan teknologi spesifik (misalnya, program pelatihan VR atau sistem monitoring BIM), sedangkan variabel dependennya adalah tingkat insiden, tingkat kepatuhan APD, atau data near-miss yang dicatat. Penelitian harus dilakukan di proyek-proyek dari berbagai sektor untuk mengukur efektivitasnya secara in-situ.
  2. Analisis Psikologis dan Sosiologis Perilaku Pengabaian Risiko.
    • Justifikasi Ilmiah: Makalah ini berulang kali mengaitkan kecelakaan dengan "kecenderungan mengambil risiko" dan "kurangnya kesadaran" pada pekerja.1 Untuk mengatasi akar masalah ini, dibutuhkan pendekatan yang melampaui teknik sipil dan manajemen.
    • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Penelitian harus menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dari ilmu perilaku, seperti wawancara mendalam, focus group discussion, dan survei psikometri. Variabel yang akan dieksplorasi termasuk persepsi risiko, locus of control, norma sosial di tempat kerja, dan dampak stres. Studi ini harus melibatkan pekerja dari berbagai tingkat pengalaman dan peran (pekerja, mandor, manajer).
  3. Pemodelan Prediktif Dinamis untuk Identifikasi Bahaya Real-Time.
    • Justifikasi Ilmiah: Makalah ini menggarisbawahi sifat dinamis dan terus berubah dari lokasi konstruksi.1 Identifikasi bahaya statis tidaklah cukup. Ada kebutuhan untuk model yang dapat memprediksi insiden sebelum terjadi.
    • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Riset harus mengembangkan model machine learning yang mengintegrasikan data real-time dari sensor IoT, data lokasi (misalnya, dari UAV), dan data historis (laporan insiden). Variabel masukan dapat mencakup posisi peralatan berat, lokasi pekerja, kondisi cuaca, dan tingkat kebisingan. Model ini akan menghasilkan "peta panas risiko" yang dinamis untuk area-area yang rentan terhadap insiden struck-by atau caught-in-between.
  4. Eksplorasi Dampak Jangka Panjang dari Bahaya Non-Fatal.
    • Justifikasi Ilmiah: Makalah ini berfokus pada bahaya yang menyebabkan fatalitas atau cedera akut. Namun, makalah juga menyebutkan bahaya jangka panjang seperti paparan debu, kebisingan, dan getaran.1 Dampak kesehatan non-fatal, seperti penyakit pernapasan, gangguan pendengaran, dan gangguan muskuloskeletal, seringkali terabaikan namun memiliki implikasi sosio-ekonomi yang besar bagi pekerja dan sistem kesehatan.
    • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Diperlukan studi longitudinal skala besar yang melacak kesehatan kohort pekerja konstruksi selama bertahun-tahun. Variabel yang akan dianalisis termasuk durasi paparan, jenis bahaya non-fatal, dan korelasi dengan biaya perawatan kesehatan serta hilangnya produktivitas.
  5. Pengembangan Kerangka Kerja Kolaboratif Global untuk Manajemen Data Keselamatan.
    • Justifikasi Ilmiah: Makalah ini menyoroti bahwa masalah keselamatan konstruksi adalah isu global (lebih dari 60.000 fatalitas per tahun) dan bahwa beberapa negara (AS, Tiongkok, Korea) memiliki tingkat cedera tertinggi.1 Namun, pengumpulan data dan protokol keselamatan seringkali tidak terstandarisasi.
    • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Perlu ada inisiatif riset untuk mengembangkan kerangka kerja berbasis blockchain atau cloud yang aman untuk berbagi data insiden keselamatan secara anonim dan terstandarisasi antar negara dan institusi. Ini akan memungkinkan analisis Big Data yang lebih luas untuk mengidentifikasi tren global, membandingkan efektivitas kebijakan di berbagai yurisdiksi, dan mengukur dampak faktor budaya pada praktik keselamatan.

 

Kesimpulan

Makalah tinjauan ini tidak hanya berfungsi sebagai ringkasan literatur yang komprehensif, tetapi juga sebagai peta jalan yang sangat berharga untuk riset masa depan. Dengan mengidentifikasi 18 bahaya, mengklasifikasikannya, dan merankingnya berdasarkan sitasi, makalah ini telah menyediakan fondasi yang kokoh bagi pemahaman di bidang K3 konstruksi. Namun, seperti yang terungkap dalam analisis ini, makalah tersebut juga secara implisit menyoroti celah yang signifikan—kurangnya data kuantitatif tentang efektivitas mitigasi, kebutuhan untuk memahami faktor manusia, dan potensi yang belum dimanfaatkan dari teknologi baru. Laporan ini mendorong komunitas riset untuk tidak hanya membangun di atas temuan makalah ini, tetapi juga secara kritis menantang paradigma yang ada dan berinvestasi dalam penelitian yang berfokus pada prediksi, intervensi berbasis data, dan akar perilaku dari bahaya keselamatan.

Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi dari berbagai disiplin ilmu, seperti teknik sipil, ilmu data, dan psikologi industri untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil, serta menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik.

Baca Selengkapnya disini: https://doi.org/10.3390/buildings14020526

Selengkapnya
Mengurai Ancaman, Merumuskan Masa Depan: Resensi Kritis Bahaya Keselamatan Konstruksi untuk Komunitas Akademik.

Manajemen Konstruksi

Menajamkan Cara Pikir Kritis: Peran Activity on Arrow dalam Pembelajaran Teknik

Dipublikasikan oleh Raihan pada 24 September 2025


Studi ini adalah studi literatur yang mengkaji peran metode Activity on Arrow (AOA) dalam pembelajaran mata kuliah Manajemen Konstruksi. Berdasarkan tinjauan pustaka, AOA dinilai sangat penting dalam melatih mahasiswa berpikir sistematis, logis, kritis, dan kreatif dalam menyusun jadwal proyek konstruksi. AOA diperkenalkan sebagai metode awal (pra-syarat) sebelum mempelajari metode jaringan kerja selanjutnya, Precedence Diagramming Method (PDM), sehingga dapat meningkatkan prinsip pembelajaran tuntas secara berkelanjutan dalam mata kuliah tersebut. Dengan demikian, studi ini menegaskan bahwa integrasi AOA ke dalam kurikulum Teknik Sipil dapat memperkuat landasan kompetensi mahasiswa dalam perencanaan proyek sebelum masuk ke konsep yang lebih kompleks.

Sorotan Data: Kajian pustaka ini bersifat kualitatif tanpa menyajikan data kuantitatif eksperimental. Namun, temuan kajian menyatakan bahwa penerapan AOA secara konsisten dapat meningkatkan keterampilan analitis mahasiswa dalam manajemen proyek (walaupun tidak ada statistik yang dilaporkan).

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Studi ini memberikan konfirmasi konseptual tentang signifikansi penggunaan AOA dalam pendidikan teknik sipil. Dengan menyajikan sintesis literatur, penelitian ini menegaskan bahwa AOA berperan sebagai fondasi pembelajaran dalam mata kuliah Manajemen Konstruksi, yang mengembangkan pola pikir kritis dan analitis mahasiswa. Sumbangan utamanya adalah membangun argumen bahwa penerapan AOA sebagai metode pengajaran awal dapat memudahkan pemahaman konsep penjadwalan proyek secara mendalam. Penelitian ini juga mempromosikan pembelajaran berbasis masalah di bidang konstruksi, karena AOA memperkuat penguasaan konsep sebelum melanjutkan ke metode lanjutan (PDM).

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Keterbatasan utama penelitian ini adalah metodologi kajian pustaka, tanpa eksperimen atau observasi di lapangan. Dengan demikian, hasil temuan masih bersifat teori dan belum diuji efektivitasnya dalam praktik kelas atau konstruksi riil. Penelitian ini juga tidak membandingkan AOA dengan metode lain secara kuantitatif, sehingga tidak menampilkan seberapa besar peningkatan hasil belajar yang dihasilkan oleh penggunaan AOA. Pertanyaan terbuka meliputi sejauh mana AOA dapat diintegrasikan ke dalam praktik pembelajaran modern (misalnya e-learning) serta bagaimana pengaruhnya terhadap hasil belajar dan kinerja lapangan mahasiswa. Selain itu, dampak AOA pada variabel motivasi atau soft-skill mahasiswa belum terjelaskan, menjadi agenda riset selanjutnya.

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan

  1. Studi Eksperimental Perbandingan: Lakukan penelitian kuantitatif menggunakan desain eksperimen untuk membandingkan hasil belajar mahasiswa yang diajarkan dengan AOA versus PDM, mengukur peningkatan nilai ujian dan pemahaman konsep.
  2. Pengembangan Modul Pembelajaran: Kembangkan modul atau simulasi berbasis multimedia (misalnya software jaringan kerja interaktif) yang mengadopsi AOA, lalu uji penerapannya dalam kelas daring maupun luring.
  3. Riset Kelas Inverting: Terapkan metode flipped classroom untuk AOA, di mana mahasiswa belajar konsep AOA secara mandiri (video/tutorial) kemudian diskusi di kelas, menilai efektivitas pendekatan ini.
  4. Kajian Multikonteks: Uji penerapan AOA di jurusan lain (misalnya Teknik Industri atau arsitektur) untuk mengukur adaptabilitas metode ini pada kurikulum sejenis.
  5. Pengukuran Jangka Panjang: Lakukan penelitian longitudinal untuk mengamati apakah pemahaman AOA jangka panjang berdampak pada kecepatan mahasiswa menuntaskan proyek akhir atau kinerja kerja setelah lulus.

Ajakan Kolaboratif

Kami mengundang kolaborasi dengan program studi teknik sipil dan teknik bangunan di universitas lain (misalnya ITS, UNPAD) serta dengan SMK dan industri konstruksi. Kerja sama dengan laboratorium teknik sipil UNJ, asosiasi kontraktor (AKI), dan lembaga pelatihan teknik dapat membantu uji coba lapangan dan implementasi metode AOA di lingkungan nyata. Melalui kolaborasi interdisipliner dan dukungan institusi, inovasi pengajaran ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi lulusan vokasi teknik sipil secara berkelanjutan.

Pelita Sukma, T. C. (2020). BUKU PROSIDING SEMINAR PENELITIAN UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2020 "Inovasi Pembangunan dalam Teknologi dan Pendidikan". Buku Prosiding SPKTS 2020 Jilid 1. 10 - 17 https://doi.org/10.21009/JPENSIL.V8I1.8481

Selengkapnya
Menajamkan Cara Pikir Kritis: Peran Activity on Arrow dalam Pembelajaran Teknik

Teknologi Pendidikan

Dari Slide ke Animasi: Meningkatkan Pembelajaran Drainase Perkotaan dengan Video Animasi

Dipublikasikan oleh Raihan pada 24 September 2025


Penelitian ini memulai pengembangan media pembelajaran video animasi untuk mata kuliah Drainase Perkotaan melalui analisis kebutuhan dengan model R&D 4D (Define, Design, Develop, Disseminate). Pada tahap define, dilakukan survei kuesioner kepada 35 mahasiswa yang telah menempuh mata kuliah tersebut. Hasil survei menunjukkan bahwa kemudahan memahami materi pada media pembelajaran yang ada saat ini cukup rendah (nilai rata-rata 2,45 dari skala 4). Topik-topik seperti pengantar sistem drainase, hidrologi, hidrolika, dan manajemen drainase perkotaan teridentifikasi sulit dipahami. Mayoritas responden (88,57%) menyatakan bahwa video animasi adalah media yang paling sesuai untuk membantu pemahaman mereka. Hasil ini mengindikasikan perlunya pengembangan media video berbasis animasi untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar mahasiswa Drainase Perkotaan. Penelitian ini selanjutnya merancang prototipe video animasi menggunakan Adobe After Effects, dengan anggapan bahwa format visual interaktif memanfaatkan sensor penglihatan dan pendengaran mahasiswa lebih efektif daripada slide konvensional.
Sorotan Data:
- Skor kemudahan pemahaman materi pada media pembelajaran saat ini: 2,45 (skala 4).
- 88,57% responden memilih video animasi sebagai media pembelajaran yang tepat.


Kontribusi Utama terhadap Bidang
Penelitian ini berkontribusi dengan merinci kebutuhan konkrit pengembangan media pembelajaran berbasis video animasi untuk mata kuliah Teknik Sipil (Drainase Perkotaan). Temuan utamanya adalah identifikasi topik-topik yang sulit dipahami oleh mahasiswa, yang menjadi fokus pengembangan animasi video agar pembelajaran lebih efektif. Dengan menggunakan model 4D R&D, studi ini memberikan kerangka sistematis untuk pembuatan media edukatif yang sesuai karakteristik peserta didik era disrupsi. Hasil analisis kebutuhan menegaskan bahwa integrasi teknologi (video animasi) dalam kurikulum Teknik Sipil dapat meningkatkan daya tarik dan efektivitas pembelajaran. Penelitian ini juga menyediakan data dasar (baseline) yang dapat digunakan peneliti dan pengajar lain dalam merancang media sejenis, terutama di bidang pendidikan vokasi teknik.

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka
Penelitian ini menggunakan kuesioner dengan sampel terbatas (35 mahasiswa) dan hanya sampai tahap pengembangan (develop) prototipe media; evaluasi penggunaan (disseminate) serta uji lapangan belum dilakukan. Oleh karena itu, efektivitas media video animasi ini dalam meningkatkan hasil belajar masih belum terukur secara empiris. Selain itu, studi terfokus pada satu mata kuliah dan satu institusi, sehingga generalisasi temuan ke konteks lain (mata kuliah teknik lainnya atau perguruan tinggi berbeda) memerlukan kajian lebih lanjut. Pertanyaan terbuka muncul terkait bagaimana media ini berdampak pada kinerja belajar dalam situasi pembelajaran nyata, dan apakah hasil belajar meningkat signifikan dibanding metode konvensional. Penelitian lanjutan juga harus menilai efektivitas pengajaran dan motivasi mahasiswa dengan menggunakan media animasi ini.
5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan
1.    Uji Eksperimental di Kelas Nyata: Lakukan studi komparatif (misalnya eksperimen terbimbing) di kelas Drainase Perkotaan untuk mengukur efektivitas video animasi terhadap peningkatan hasil belajar dan motivasi mahasiswa.
2.    Pengembangan Konten Lanjut: Kembangkan video animasi interaktif untuk topik spesifik (misal hidrologi, hidrolika) serta integrasikan kuis atau elemen gamifikasi, untuk menilai interaktivitas dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran.
3.    Studi Cross-Disiplin: Terapkan analisis kebutuhan serupa pada mata kuliah Teknik Sipil lainnya (misalnya Teknik Pondasi, Manajemen Konstruksi), untuk melihat kesamaan kesulitan dan preferensi media; bandingkan kebutuhan lintas mata kuliah.
4.    Pendekatan Multi-Metode: Gunakan metode mix-method (kuantitatif + kualitatif) termasuk wawancara dosen dan uji coba laboratorium, untuk mendalami persepsi pengguna terhadap media animasi serta hambatan teknis penerapannya dalam konteks praktikum teknik.
5.    Pengukuran Jangka Panjang: Lakukan studi longitudinal untuk melihat dampak penggunaan media animasi terhadap kelulusan, nilai, dan karir mahasiswa jangka panjang, termasuk adaptasi teknologi baru (AR/VR) dalam media pembelajaran teknik.


Ajakan Kolaboratif
Peneliti mendorong kolaborasi lintas institusi dalam mengembangkan media pembelajaran ini. Kerjasama antara Fakultas Teknik UNJ dengan jurusan Teknik Sipil di universitas lain (misalnya ITS, ITB), serta SMK Teknik Bangunan dan industri konstruksi dapat memperkaya perspektif. Disarankan pula kolaborasi dengan Lembaga Penelitian Pendidikan dan pusat inovasi teknologi (misal LPPM-UNJ, Asosiasi Pendidikan Vokasi Teknik) untuk menguji coba media ini di lingkungan nyata dan memperluas skala implementasi. Kesamaan visi untuk meningkatkan kualitas pendidikan kejuruan dan teknik sipil diharapkan dapat tercapai melalui sinergi riset dan pendanaan bersama.
 

Baca Selengkapnya disini: Pelita Sukma, T. C. (2020). BUKU PROSIDING SEMINAR PENELITIAN UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2020 "Inovasi Pembangunan dalam Teknologi dan Pendidikan". Buku Prosiding SPKTS 2020 Jilid 1. Halaman 1-9 https://doi.org/10.21009/JPENSIL.V8I1.8481 

Selengkapnya
Dari Slide ke Animasi: Meningkatkan Pembelajaran Drainase Perkotaan dengan Video Animasi
page 1 of 1.189 Next Last »