Lebih dari Sekadar Helm: Mengapa Praktik Keselamatan di Konstruksi Malaysia Gagal dan Apa yang Bisa Kita Lakukan

Dipublikasikan oleh Raihan

24 September 2025, 13.55

Analisis Kritis dan Jalur Riset Berkelanjutan untuk Manajemen Keselamatan Konstruksi

Pendahuluan: Konteks Ilmiah dan Signifikansi Riset

Di seluruh dunia, industri konstruksi secara konsisten menempati peringkat sebagai salah satu sektor paling berisiko tinggi. Di Malaysia, situasi ini sangat mengkhawatirkan. Menurut laporan yang disajikan dalam makalah ini, data dari Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (DOSH) menunjukkan bahwa dari tahun 2011 hingga 2013, total 187 pekerja konstruksi meninggal akibat kecelakaan di lokasi kerja.1 Angka yang mengejutkan ini menggarisbawahi urgensi untuk melakukan perombakan menyeluruh terhadap praktik keselamatan yang ada. Laporan Dayang dan Gloria (2011) yang dikutip dalam makalah juga mencatat adanya kecelakaan besar yang terjadi setiap tahun antara 2005 hingga 2008, termasuk insiden tragis di mana kabel lift pekerja putus yang mengakibatkan kematian dua pekerja dan melukai sepuluh lainnya.1 Fakta-fakta ini secara kolektif menempatkan industri konstruksi sebagai sektor kritis yang memerlukan intervensi riset dan praktik yang berkelanjutan.

Dalam konteks inilah, makalah yang diulas ini memiliki relevansi yang substansial. Tujuan utamanya adalah untuk mengkaji praktik keselamatan yang berlaku di lokasi konstruksi Malaysia, mengidentifikasi masalah-masalah terkait, dan merumuskan strategi untuk mengatasinya.1 Untuk mencapai tujuan ini, penelitian ini menggunakan metodologi studi kasus kualitatif, yang melibatkan wawancara semi-terstruktur dengan petugas keselamatan di dua proyek pembangunan bertingkat tinggi di Kuala Lumpur.1 Pemilihan proyek-proyek ini dianggap tepat karena risiko keselamatan yang secara inheren tinggi pada bangunan bertingkat, yang juga menuntut implementasi praktik keselamatan yang ketat untuk melindungi pekerja dan publik di sekitarnya.

Alur Temuan Riset: Analisis Praktik, Masalah, dan Strategi

Praktik Keselamatan yang Diterapkan: Standar vs. Realita di Lapangan

Makalah ini mengawali alur logisnya dengan meninjau praktik-praktik keselamatan yang diakui secara luas dalam literatur ilmiah. Tinjauan ini mencakup praktik-praktik fundamental seperti adanya kebijakan keselamatan, program pendidikan dan pelatihan, inspeksi dan audit rutin, pertemuan keselamatan, dan penggunaan alat pelindung diri (APD).1 Secara teoritis, sistem ini merupakan kerangka kerja yang komprehensif untuk memastikan lingkungan kerja yang aman.

Melalui studi kasus kualitatif, makalah ini menemukan bahwa kedua kontraktor proyek yang diteliti telah menerapkan sebagian besar praktik ini dengan baik dan terstruktur.1 Mereka memiliki kebijakan keselamatan yang jelas, menyelenggarakan berbagai jenis pelatihan seperti pelatihan induksi harian dan pelatihan khusus pekerjaan, serta secara teratur melakukan inspeksi dan audit keselamatan. Pelaksanaan praktik ini terperinci; misalnya, audit dilakukan dua kali setahun oleh perwakilan DOSH dan komite keselamatan, dan pelatihan induksi untuk pekerja baru mencakup orientasi penggunaan APD dan prosedur darurat.1 Namun, terlepas dari keberadaan sistem formal yang tampaknya kokoh ini, makalah ini mengidentifikasi adanya paradoks utama: masalah-masalah substansial masih saja terjadi di lapangan. Keberadaan kebijakan dan jadwal pelatihan tidak secara otomatis menghasilkan budaya keselamatan yang kuat atau kepatuhan yang konsisten di kalangan pekerja. Hal ini menunjukkan kesenjangan kritis antara apa yang ada di atas kertas dan bagaimana hal itu benar-benar diimplementasikan.

Masalah Kunci dan Akar Permasalahannya

Makalah ini berhasil mengidentifikasi sejumlah masalah utama yang menghambat efektivitas praktik keselamatan, yang sebagian besar berpusat pada faktor-faktor non-prosedural. Masalah-masalah yang disorot adalah: ketidakpedulian pekerja terhadap prosedur kerja, kurangnya alokasi dana, kurangnya kesadaran di kalangan pekerja, dan hambatan bahasa antara supervisor dan pekerja.1

Analisis yang lebih mendalam menunjukkan bahwa masalah-masalah ini bukanlah entitas yang berdiri sendiri, melainkan saling terkait. Contohnya, "ketidakpedulian" dan "kurangnya kesadaran" di kalangan pekerja bukanlah sifat bawaan, melainkan hasil dari faktor-faktor kausal yang lebih dalam.1 Wawancara dengan petugas keselamatan mengungkapkan bahwa banyak pekerja yang berfokus untuk "menyelesaikan pekerjaan lebih cepat untuk mendapatkan upah".1 Ini menyoroti adanya konflik insentif: insentif finansial untuk kecepatan sering kali berbenturan dengan insentif keselamatan untuk kepatuhan. Hambatan bahasa juga bukan sekadar masalah komunikasi verbal, tetapi merupakan masalah fundamental dalam akses informasi dan efektivitas pelatihan. Ketika pekerja tidak memahami instruksi atau materi pelatihan, mereka tidak dapat mempraktikkan prosedur keselamatan yang benar, terlepas dari niat baik yang ada.1 Masalah lain yang ditekankan adalah kurangnya alokasi anggaran yang memadai untuk manajemen keselamatan, yang menjadi akar masalah yang mendalam.1 Banyak kontraktor yang menganggap uang lebih baik dialokasikan untuk "kebutuhan" daripada untuk pelatihan keselamatan. Meskipun praktik keselamatan seperti pengadaan APD atau papan buletin memerlukan investasi, makalah ini menemukan bahwa banyak pelaku industri hanya memberikan alokasi yang minim, atau bahkan tidak sama sekali, untuk implementasi keselamatan di lapangan.1

Strategi yang Direkomendasikan: Solusi untuk Kesenjangan Implementasi

Sebagai respons terhadap masalah yang diidentifikasi, makalah ini mengusulkan serangkaian strategi yang logis. Strategi-strategi ini mencakup penyediaan pelatihan yang lebih efektif (misalnya, menggunakan video dan animasi), alokasi anggaran yang memadai, komitmen penuh dari manajemen puncak, dan penyediaan materi keselamatan multibahasa seperti buku saku.1 Makalah ini mengklaim bahwa buku saku multibahasa di salah satu studi kasus "terbukti efektif".1

Meskipun usulan ini relevan, makalah ini tidak menyajikan data kuantitatif yang membuktikan efektivitasnya secara empiris. Klaim mengenai "keefektifan" materi multibahasa, misalnya, didasarkan pada laporan kualitatif dari narasumber, bukan pada metrik terukur seperti penurunan insiden atau peningkatan skor pemahaman. Ketergantungan pada data kualitatif tanpa validasi kuantitatif membuka jalan untuk penelitian lanjutan yang lebih ketat, yang akan menjadi fondasi untuk rekomendasi yang lebih kuat dan berbasis bukti.

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Makalah ini memberikan beberapa kontribusi yang signifikan bagi bidang manajemen keselamatan konstruksi. Pertama, ia memberikan validasi empiris di lingkungan Malaysia untuk praktik-praktik keselamatan yang telah lama dikenal di literatur.1 Ini adalah langkah maju yang penting dari sekadar tinjauan teoretis, menyediakan kasus nyata tentang bagaimana kebijakan dan prosedur diterjemahkan (atau tidak diterjemahkan) di lapangan.

Kontribusi terpentingnya adalah identifikasi kesenjangan kritis antara keberadaan kebijakan keselamatan formal dan efektivitas implementasi praktisnya.1 Alih-alih hanya berfokus pada "apa yang harus dilakukan," makalah ini menyoroti "mengapa yang sudah ada tidak berjalan," yang menggeser fokus riset dari masalah kepatuhan prosedural menjadi masalah budaya dan perilaku. Temuan ini mengarahkan peneliti untuk mempertimbangkan bahwa keselamatan bukanlah semata-mata masalah teknis, melainkan masalah interaksi kompleks antara kebijakan, komitmen manajemen, dan insentif perilaku pekerja. Makalah ini secara implisit menunjukkan adanya hubungan antara faktor-faktor non-teknis ini dengan hasil keselamatan, menggarisbawahi potensi besar untuk objek penelitian baru yang dapat menjembatani kesenjangan tersebut.

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun kontribusinya berharga, penelitian ini memiliki keterbatasan metodologis yang harus diakui.

Pertama, cakupannya sangat sempit, didasarkan pada hanya dua studi kasus di Kuala Lumpur.1 Temuan ini, oleh karena itu, tidak dapat digeneralisasi ke seluruh industri konstruksi Malaysia, yang memiliki keragaman yang jauh lebih besar dalam skala dan jenis proyek.

Kedua, penelitian ini memiliki bias subyektif yang signifikan, karena data dikumpulkan secara eksklusif dari perspektif petugas keselamatan. Sudut pandang pekerja, manajemen senior, atau pihak berwenang seperti DOSH tidak dipertimbangkan. Ini menciptakan pandangan yang kemungkinan besar mencerminkan kebijakan resmi perusahaan dan bukan pengalaman atau persepsi nyata dari semua pemangku kepentingan di lokasi kerja.

Ketiga, sifat kualitatifnya, meskipun ideal untuk eksplorasi dan pembentukan hipotesis, tidak memungkinkan untuk membuktikan hubungan kausal atau korelasi statistik. Klaim seperti "buku saku multibahasa efektif" tetap bersifat anekdotal dan tidak didukung oleh data numerik yang dapat membuktikan hubungan sebab-akibat.

Keterbatasan ini meninggalkan banyak pertanyaan riset yang belum terjawab, yang menjadi lahan subur untuk investigasi di masa depan. Sebagai contoh, apakah ada hubungan kuantitatif yang dapat diukur antara alokasi anggaran keselamatan dan tingkat kecelakaan, produktivitas, dan profitabilitas proyek? Bagaimana budaya organisasi memengaruhi perilaku keselamatan di luar kebijakan formal yang ada? Seberapa besar dampak dari sistem penalti dan penghargaan terhadap kepatuhan jangka panjang, dan apakah ada perbedaan dampak pada pekerja lokal dibandingkan dengan pekerja migran?

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan

Berdasarkan temuan dan keterbatasan yang teridentifikasi dalam makalah ini, lima jalur riset berkelanjutan berikut ini diusulkan untuk komunitas akademik, peneliti, dan penerima hibah riset.

  1. Studi Kuantitatif: Analisis Regresi tentang Anggaran dan Hasil Keselamatan.
    • Justifikasi Ilmiah: Makalah ini menunjukkan "kurangnya alokasi dana" sebagai masalah utama. Mengalokasikan anggaran keselamatan secara terpisah dapat meningkatkan praktik, tetapi hubungan kausalnya masih spekulatif dan tidak didukung oleh data kuantitatif.1
    • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Mengumpulkan data kuantitatif dari sampel yang lebih besar, misalnya lebih dari 50 proyek yang berbeda, yang mencakup metrik alokasi anggaran keselamatan (seperti persentase dari total biaya proyek) dan metrik hasil keselamatan (seperti tingkat insiden dan jumlah hari kerja yang hilang). Analisis regresi dapat digunakan untuk mengukur hubungan ini.
    • Kebutuhan Penelitian Lanjutan: Penelitian ini akan menghasilkan koefisien korelasi yang dapat diinterpretasikan secara jelas, misalnya: temuan hipotetis ini menunjukkan hubungan kuat antara alokasi anggaran dan pengurangan insiden dengan koefisien -0.78 — menunjukkan potensi kuat untuk objek penelitian baru. Hasilnya dapat digunakan untuk meyakinkan manajemen puncak dan pemberi hibah bahwa investasi finansial dalam keselamatan memiliki imbalan yang terukur dan signifikan.
  2. Riset Tindakan (Action Research): Implementasi dan Evaluasi Program Pelatihan Multibahasa.
    • Justifikasi Ilmiah: Makalah ini menunjukkan "hambatan bahasa" sebagai masalah kunci dan mengusulkan "buku saku multibahasa" sebagai solusi yang diklaim efektif.1 Namun, keefektifan ini belum divalidasi secara kuantitatif.
    • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Merancang studi kuasi-eksperimental di beberapa lokasi proyek. Kelompok perlakuan akan menerima pelatihan dan materi keselamatan dalam bahasa asli mereka (misalnya, Myanmar atau Bangladesh), sementara kelompok kontrol menerima pelatihan standar. Variabel yang akan diukur secara longitudinal selama 6-12 bulan adalah tingkat pemahaman prosedur keselamatan (melalui kuis) dan tingkat kepatuhan terhadap prosedur, serta tingkat insiden minor.
    • Kebutuhan Penelitian Lanjutan: Penelitian ini akan memberikan bukti empiris yang kuat tentang dampak langsung dari komunikasi yang efektif. Hasilnya dapat menjadi dasar untuk mengembangkan model pelatihan yang optimal yang dapat diimplementasikan di seluruh industri konstruksi Malaysia dan negara-negara lain dengan populasi pekerja migran yang besar.
  3. Analisis Kualitatif Mendalam: Peran Budaya Organisasi dan Komitmen Manajemen Puncak.
    • Justifikasi Ilmiah: Makalah ini secara berulang menyebut "kurangnya kesadaran" dan "komitmen manajemen" sebagai masalah, menunjukkan bahwa keselamatan adalah masalah budaya, bukan hanya masalah prosedur.1
    • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Melakukan serangkaian wawancara mendalam dan observasi lapangan yang terperinci dengan responden dari berbagai tingkat hierarki (pekerja, supervisor, manajer proyek, manajemen puncak). Metodologi etnografi dapat digunakan untuk memahami norma-norma tidak tertulis dan perilaku harian yang memengaruhi keputusan terkait keselamatan.
    • Kebutuhan Penelitian Lanjutan: Hasilnya akan menjelaskan mengapa praktik keselamatan yang ada gagal dan akan membantu merancang intervensi yang menargetkan akar masalah budaya, bukan hanya gejala. Riset ini akan menjembatani kesenjangan antara ilmu manajemen dan rekayasa keselamatan.
  4. Riset Terapan: Pengembangan dan Uji Coba Sistem Insentif/Disinsentif.
    • Justifikasi Ilmiah: Makalah ini menyebutkan adanya sistem penghargaan (pemberian sertifikat apresiasi) dan sistem penalti (pemotongan upah atau denda) di kedua studi kasus, yang menunjukkan adanya potensi untuk menggunakan insentif perilaku.1
    • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Mengembangkan dan mengimplementasikan program percontohan yang secara eksplisit menghubungkan kepatuhan keselamatan (misalnya, kepatuhan penggunaan APD, partisipasi pelatihan) dengan sistem penghargaan (misalnya, bonus bulanan kecil atau pengakuan) dan disinsentif (misalnya, denda kecil, catatan pada kartu hijau). Menggunakan metode pengujian kelompok perlakuan dan kontrol untuk mengukur dampak program ini pada metrik kepatuhan.
    • Kebutuhan Penelitian Lanjutan: Penelitian ini akan menghasilkan model praktis untuk mengelola perilaku pekerja di lokasi konstruksi, yang dapat diadaptasi oleh kontraktor manapun. Ini akan mengubah pendekatan dari sekadar kepatuhan pasif menjadi keterlibatan aktif, yang berpotensi menghasilkan manfaat signifikan dalam tingkat insiden dan produktivitas.
  5. Studi Komparatif: Penyelidikan Peran Otoritas Penegakan (DOSH).
    • Justifikasi Ilmiah: Makalah ini mengutip Shim (2006) yang mengklaim bahwa meskipun Malaysia memiliki "hukum yang sangat baik tentang kebijakan keselamatan," ada "kurangnya penegakan dari pihak berwenang".1
    • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Melakukan studi komparatif antara proyek-proyek yang memiliki tingkat audit dan inspeksi DOSH yang tinggi versus yang rendah. Mengumpulkan data kualitatif dan kuantitatif tentang frekuensi audit, jenis pelanggaran yang ditemukan, dan tindakan yang diambil, serta membandingkannya dengan tingkat insiden proyek.
    • Kebutuhan Penelitian Lanjutan: Penelitian ini akan memberikan pemahaman yang bernuansa tentang peran dan dampak penegakan peraturan eksternal terhadap perilaku keselamatan di lokasi proyek. Hasilnya dapat memberikan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah untuk meningkatkan efektivitas regulasi tanpa secara tidak proporsional membebani industri.

 

Kesimpulan: Sintesis dan Ajakan Kolaboratif

Secara keseluruhan, makalah ini berhasil memberikan pemahaman empiris yang berharga tentang status praktik keselamatan di lokasi konstruksi Malaysia. Kontribusi utamanya adalah mengidentifikasi secara jelas kesenjangan yang ada antara kerangka kerja keselamatan yang ideal dan tantangan implementasi praktisnya, yang sebagian besar disebabkan oleh masalah perilaku, budaya, dan alokasi sumber daya. Dengan mengakui keterbatasan metodologisnya, seperti ruang lingkup yang sempit dan bias subyektif, makalah ini membuka jalan untuk investigasi ilmiah yang lebih ketat dan dapat digeneralisasi.

Kelima rekomendasi riset yang diusulkan—mulai dari studi kuantitatif hingga riset tindakan—menghadirkan jalur yang terperinci untuk mengatasi pertanyaan-pertanyaan terbuka yang belum terjawab. Eksplorasi jalur ini sangat penting untuk memajukan pemahaman kita dari deskriptif menjadi prediktif dan dari preskriptif menjadi transformatif. Pada akhirnya, tujuannya adalah untuk beralih dari sekadar mendokumentasikan masalah menjadi merancang solusi yang dapat diterapkan secara efektif.

Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi riset terkemuka, departemen pemerintah seperti DOSH, dan asosiasi industri seperti Master Builders Association Malaysia (MBAM) untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil. Hanya melalui kolaborasi multi-pihak, kita dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik, dan pada akhirnya, menciptakan lokasi kerja yang benar-benar aman bagi semua pekerja.

Sumber dari Paper: Chin Keng, Tan & Abdul Razak, Nadeera. (2014). Case Studies on the Safety Management at Construction Site. Journal of Sustainability Science and Management. 9. 90-108.