Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 21 Februari 2025
Isu ekopedagogi, sekolah alam, dan sekolah adiwiyata menjadi penting, karena memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk memperkenalkan generasi muda pada nilai-nilai keberlanjutan. Syahrul Ramadhan, Ketua Kelompok Riset Asesmen dan Pembelajaran, Pusat Riset Pendidikan (Pusrisdik) mengatakan bahwa dengan melibatkan generasi muda dalam pelestarian lingkungan dan mendorong perubahan perilaku, menuju gaya hidup yang lebih berkelanjutan.
“Ini sangat relevan mengingat tantangan lingkungan yang semakin kompleks yang dihadapi oleh Indonesia dan dunia secara keseluruhan,” ungkap Syahrul dalam kegiatan Sharing Session yang berlangsung Rabu (20/3) di Kantor BRIN Kawasan Sains Sarwono Prawirohardjo, Gatot Subroto, Jakarta. Dalam kesempatan itu, Syahrul menyampaikan topik “Potensi dan Tantangan Ecopedagogy, Sekolah Alam, dan Sekolah Adiwiyata di Indonesia” yang menjadi pembahasan kali ini.
Trina Fizzanty, Kepala Pusrisdik BRIN menyebutkan bahwa sharing session ini, merupakan perdana di tahun 2024. “Memang sangat penting karena kita ingin mengangkat isu yang paling menjadi perhatian semua negara tentang aspek lingkungan. Lebih penting lagi, bagaimana pendidikan ini bisa berkontribusi untuk memberikan pemahaman serta literasi yang lebih kuat kepada generasi penerus,” sambung Trina.
Ia lantas menjelaskan hal penting mengenai aspek lingkungan, yaitu perubahan iklim yang kini menjadi perhatian dan bagaimana sektor pendidikan bisa merespon untuk membantu generasi muda memahaminya. Maka pembahasan yang diulas mengenai aspek pedagogy yang ada saat ini apakah sudah cukup memadai untuk bisa memberikan pemahaman yang lebih kuat tentang aspek lingkungan, baik perubahan iklim, sampah plastik, dan polusi. Persoalan tersebut, menurut Trina memungkinkan sebagai poin penting tentang aspek ekopedagogi memberikan kesadaran yang kuat tentang pelestarian lingkungan.
Berto Sitompul, seorang praktisi ekopedagogi dan pendiri Bank Sampah Mengajar menyampaikan paparan berjudul “Urgensi Ekopedagogi (Pendidikan Lingkungan Kritis). Diuraikannya, dalam kerangka Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke 4 tentang kualitas pendidikan, yaitu rekontekstualisasi pendidikan berkelanjutan, ia menunjukkan hasil penelitiannya.
Dijelaskan Berto, walaupun sebagian besar siswa memahami fakta dan menyatakan peduli terhadap isu lingkungan, tetapi mereka tidak menghubungkan fakta itu dengan aksi, dan perilaku mereka. Hal itu disebabkan oleh pendidikan lingkungan secara tradisional masih mengarah pada pendidikan alam. Di samping itu, pendidikan lingkungan juga masih lebih banyak di ruangan kelas tanpa dihubungkan dengan isu lingkungan dan sosial.
Selanjutnya, ia menyampaikan empat sistem pengajaran ekopedagogi. Pertama, pengajaran tentang lingkungan sosial dan alam, yakni menyiapkan teks-teks terkait lingkungan hidup bagi anak-anak. Dengan itu, mereka mampu menyingkapkan isu-isu lingkungan terkini, akar dari isu, serta strategi untuk menanggapi isu, baik secara individu dan kolektif.
Kedua, pengajaran melalui lingkungan sosial dan alam, yakni menuntun para pelajar kepada kesadaran akan relasi mereka dengan lingkungan, baik sosial maupun alam. Ketiga, pengajaran melalui lingkungan sosial dan alam. Yaitu, mengadaptasi tugas-tugas kelas, latihan menulis, kerja kelompok, pengalaman, perjanjian dengan masyarakat, untuk menjelmakan pengetahuan ke dalam aksi sosial, keadilan lingkungan, kesejahteraan, dan keberlanjutan. Keempat, pengajaran tentang saling keterkaitan antar mahluk yang berkelanjutan.
Kemudian Berto mengatakan, dalam implementasinya, pendidikan berbasis ekopedagogi perlu dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip dan pendekatan secara komprehensif melalui pembelajaran holistik. Hal itu adalah pembelajaran berbasis ekopedagogi pada pengembangan materi yang tidak hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat tekstual, melainkan perlu dikembangkan melalui pendekatan kontekstual.
Menurutnya, pembelajaran harus berorientasi pada keaktifan dan keterlibatan siswa dalam memecahkan masalah secara kooperatif maupun kolaboratif. Selanjutnya, pembelajaran harus berbasis pada pendekatan interdisipliner dalam rangka memperkayapengetahuan dan pemahaman peserta didik secara komprehensif.
Ia juga menyampaikan, tentang Bank Sampah Mengajar yang sudah memberikan edukasi pentingnya seperti pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Hal itu demi bumi lebih bersih dan mengedepankan praktik nyata ketimbang belajar banyak teori. Aksi ini dilakukan bersama warga sekolah dan masyarakat yang kini sudah berjumlah 10.000 peserta didik dengan pendidik pada dua Provinsi dalam 5 Kabupaten/ kota di sejumlah 33 sekolah.
Lisadiyah Marifataini, peneliti Pusrisdik menyampaikan mengenai eksplorasi riset pendidikan di sekolah alam dengan melihat lebih dekat penyelenggaraan pendidikan di sekolah alam Indonesia. Lisa menyampaikan, untuk mengeksplorasi pendidikan pada sekolah alam, pertama yang harus diketahui adalah pengertian dan konsep tentang sekolah alam. Menurutnya, penyelenggaraan sekolah alam sangat unik dan menarik untuk dikaji, karena berbeda dengan penyelenggaraan sekolah regular formal pada umumnya, baik dilihat dari input, proses, maupun output.
Lisa lalu lebih menjelaskan lagi tentang penyelenggaraan Sekolah Alam Indonesia di Depok. Ia menguraikan dengan melihat dari segi input yang berbeda yaitu pada pola pikir (maindset) siswa yang umumnya menginginkan adanya kebebasan dalam belajar (belajar merdeka). Juga penyediaan sarana prasarana yang unik, karena bangunannya berbentuk saung sebagai tempat belajar. Input pembiayaan yang unik juga pada peran orangtua yang menjadi sumber pembiayaan utama dalam memenuhi pembelajaran anak.
Lebih lanjut, Lisa menguraikan, pada aspek proses, keunikan dapat dilihat dari pelaksanaan pembelajarannya yang dilakukan di alam terbuka, dengan dilakukan secara in class dan outing class. Metode pembelajaran yang variarif dan gaya belajarnya yang egaliter, akan memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengembangkan minat, bakat, dan potensinya.
Sedangkan pada aspek output, keunikan terlihat pada lulusannya yang berkarakter, mandiri, memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang bisnis dan wirausaha. Juga sebagian mampu membuka usaha bisnis dan wirausaha. Sebagian lainnya diterima di berbagai perguruan tinggi ternama baik di dalam maupun luar negeri.
Sementara Aldila Rahma yang juga peneliti Pusrisdik memaparkan judul “ Ekoliterasi, dari Visi ke Aksi: Kolaborasi Pengetahuan Tacit, Explicit, dan Empiris untuk Mewujudkan Eco-School Berkelanjutan”. Menurutnya, kemampuan ekoliterasi, yang artinya melek lingkungan, mengacu pada kemampuan untuk memahami posisi manusia dalam lingkungannya. ”Ekoliterasi bertujuan untuk membekali peserta didik dengan keahlian, sikap, dan tindakan agar lebih protektif terhadap lingkungan,” papar Aldila.
Ia kemudian mengungkapkan ada tiga paradigma yang menumbuhkan ekoliterasi, yaitu pendidikan lingkungan, di mana transmisi guru ke siswa. Pendidikan lingkungan ini di mana lingkungan sebagai media pembelajaran sekaligus konservasi lingkungan,” jelasnya.
Selanjutnya, ia juga menerangkan tentang tacit knowledge, yaitu pengetahuan yang ada dalam pikiran seseorang sesuai dengan pemahaman dan pengalamannya, sehingga sifatnya unik dan khas. Sedangkan explicit knowledge yaitu pengetahuan yang dikumpulkan serta diterjemahkan dalam bentuk dokumen sehingga mudah dipahami orang lain.
Sumber: https://brin.go.id/
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 21 Februari 2025
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Material Maju (PRMM) telah berhasil mengembangkan riset dan inovasi untuk mendukung alat utama sistem senjata (alutsista). Yakni, aplikasi bahan smart magnetic atau magnetik pintar yang digunakan sebagai pigmen Cat Antideteksi Radar (CADR).
Karena itu, BRIN, PT. Pindad, dan PT Sigma Utama melakukan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama CADR, di Ruang Auditorium PT. Pindad, Bandung, Rabu (20/3).
Direktur Utama PT. Sigma Utama Benny F Simanjuntak berharap, kerja sama CADR bisa memberikan nilai tambah, bukan untuk mengejar keuntungan saja, tetapi memperkuat pertahanan dan keamanan Indonesia.
Selain itu, pihaknya juga melakukan riset terkait solar panel. “Dalam hal ini, cat yang digunakan pada CADR juga bisa berfungsi sebagai solar panel,” tegas Benny.
Direktur Teknologi dan Pengembangan PT. Pindad Sigit P. Santosa mengingatkan pentingnya semua pihak yang terlibat untuk sama-sama berhitung secara seksama terkait keuntungan dengan melakukan strategi khusus, agar kerja sama tersebut bisa diterapkan dan menjadi prioritas khusus.
“Kerja sama riset ini menjadi capaian luar biasa yang akan menjadi teaching lab dari masing-masing periset yang juga langsung masuk hilirisasi, industri kemitraan, serta dukungan dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP),” ungkapnya.
Lebih lanjut Sigit berharap, kerja sama yang terjalin tidak hanya di sisi science memory saja, tetapi terus berlanjut di item-item produksi di PT Pindad.
Kepala PRMM BRIN Wahyu Bambang Widayatno, mengungkapkan, melalui bermitra dengan industri, akan diketahui sejauh mana kebutuhan dan permasalahan, dari produksi hingga ke pelanggan. Hal tersebut bisa dibawa ke ranah riset di level laboratorium.
“Bagaimana hasil-hasil riset itu bermanfaat bagi masyarakat. Salah satunya mendorong para periset untuk kolaborasi dengan industri,” jelas Wahyu.
Dikatakan Wahyu, BRIN selalu mendorong para perisetnya agar setiap riset yang dihasilkan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Sementara itu, Direktur Fasilitas Riset LPDP Wisnu Sardjono Soenarso berpendapat, riset memang harus sesuai kebutuhan industri.
“Kalau hanya untuk knowledge saja itu sulit bagi perindustrian yang mau commit untuk hilirisasi. Dana penelitian itu selalu ada, tinggal kita bagaimana mencari sumbernya itu dari mana,” kata Sardjono.
“Melalui kerja sama dengan berbagai pihak, artinya kita akan memiliki berbagai sumber daya yang bisa digunakan secara optimum dan bersama-sama mengelola risiko,” tandas dia.
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 21 Februari 2025
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berencana merevitalisasi fasilitas nuklir miliknya. Untuk itu BRIN berupaya meningkatkan pengetahuan perisetnya terkait strategi dekomisioning reaktor nuklir. Demikian diungkapkan Kepala Pusat Riset Teknologi Bahan Nuklir dan Limbah Radioaktif (PRTBNLR) – BRIN, Syaiful Bakhri dalam webinar bertajuk “Karakterisasi Dekomisioning Reaktor Riset Menggunakan PHITS” pada Selasa (19/3).
“Kita akan merevitalisasi beberapa fasilitas ketenaganukliran yang ada di BRIN, mulai dari reaktor riset, fasilitas radioisotop dan radiofarmaka, fasilitas bahan bakar, serta fasilitas pendukung lainnya. Untuk itu perlu metode dan teknologi yang tepat untuk memulihkan dan merevitalisasinya,” ungkap Syaiful.
“Salah satunya dengan melakukan dekontaminasi atau dekomisioning parsial, sehingga fasilitas-fasilitas tersebut bisa digunakan kembali,” lanjutnya.
Syaiful menyampaikan bahwa dekomisioning merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan harus dipersiapkan. “Reaktor riset rata-rata berumur panjang. Punya reaktor itu komitmen seratus tahun. Mulai dari menyiapkan tapaknya, membangun, mengoperasikan sampai dengan dekomisioning. Kita harus menyiapkan programnya, kita siapkan bagaimana dekomisioningnya dari sekarang,” jelasnya.
Koordiantor Reaktor Non Daya - Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir (P2STPIBN) – Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Anggoro Septilarso mengungkapkan pentingnya dilakukan karakterisasi dalam program dekomisioning dan tahapannya.
“Dalam dekomisioning ada tahapan karakterisasi, salah satunya adalah melakukan estimasi inventori limbah radioaktif. Kita juga melakukan estimasi manajemen parameter, seperti biaya, pekerja, jumlah radioaktif, jenis radioaktif dan lain-lain,” paparnya.
“Kemudian kita membuat beberapa skenario dekomisioning, dan yang terakhir akan kita pilih skenario terbaik berdasarkan sudut pandang tertentu,” lanjut Anggoro.
Lebih lanjut Anggoro menjelaskan mengenai karakterisasi yang dilakukan sepanjang siklus dari fasilitas ketenaganukliran, mulai dari desain, pengoperasian dan dekomisioning. Tujuan karakterisasi dan apa yang dikarakterisasi dalam setiap tahapan siklus berbeda-beda.
“Dokumen karakterisasi mulai dari desain hingga pengoperasian disimpan untuk keperluan dekomisioning. Karakterisasi bisa dilakukan dengan kajian historis, survei, sampling, pengecekan dokumen kemudian melakukan perhitungan atau analisis pada komponen tertentu,” jelasnya.
Anggoro mengatakan bahwa secara umum ada dua kategori inventaris sisa radionuklida reaktor nuklir setelah dimatikan, yaitu bahan yang diaktifkan neutron (aktivasi oleh neutron) dan bahan yang terkontaminasi (kontaminasi radioaktif).
“Salah satu metode karakterisasi yang bisa digunakan dalam menghitung distribusi fluks neutron adalah dengan menggunakan software aplikasi PHITS (Particle and Heavy Ion Transport Code System) sebagai alat bantunya,” sebutnya.
Menurut Anggoro, tahapan awal karakterisasi merupakan syarat perizinan dilakukannya dekomisioning. “Hal ini juga diperlukan untuk menyusun dokumen rencana awal dekomisioning. Hal penting lainnya yang dijadikan syarat perizinan adalah perkiraan biaya dekomisioning,” imbuhnya.
Anggoro berharap karakterisasi bisa segera mulai dilakukan dari sekarang dan didokumentasikan meskipun belum tahu kapan dekomisioning akan dilakukan. Dia juga berharap ada transfer ilmu yang memadai kepada generasi muda yang kelak akan mendekomisioning fasilitas tersebut. “Jangan sampai kita meninggalkan fasilitas yang sudah tidak bisa dimanfaatkan oleh generasi mendatang,” ujarnya.
Sumber: https://brin.go.id/
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 21 Februari 2025
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset (PR) Geoinformatika mengembangkan sistem BRIN Fire Hotspot berbasis data satelit pengindraan jauh.
Kepala PR Geoinformatika BRIN Rokhis Khomarudin menjelaskan, sistem ini secara otomatis menerima dan memproses data titik api dan kebakaran hutan dari ground station.
“Data tersebut disimpan dan ditampilkan langsung di website, dan sistem mengirim data kepada pengguna," jelas Rokhis, dalam Bincang Sains Kawasan Bandung Garut, secara daring, Selasa (19/3).
Rokhis menyampaikan, BRIN Fire Hotspot merupakan prototipe dari salah satu program kegiatan Geoinformatika Multi Input Multi Output (Geomimo). Ini merupakan konsep yang memungkinkan banyak data dapat dimasukkan dalam satu mesin, dilengkapi dengan berbagai plugin yang terspesialisasikan. Setiap plugin dirancang untuk menghasilkan output yang beragam, disebut sebagai multi output.
“Tantangan bagi para peneliti geoinformatika adalah untuk mengembangkan plugin-plugin ini agar dapat menghasilkan produk dengan cepat, akurat, dan biaya terjangkau. Dengan demikian, Geomimo dapat menjadi solusi efektif dalam pengolahan dan analisis data geografis yang kompleks,” katanya.
Dalam pengembangan Geomimo, jelas Rokhis, prototipe ini akan menjadi plugin sendiri yang terus diperbarui sesuai dengan perkembangan zaman dan ketersediaan data.
Menurut Rokhis, tantangan selanjutnya adalah mengurangi ketergantungan pada sumber data asing. Diperlukan upaya untuk membangun sumber data dan infrastruktur sendiri, termasuk satelit untuk mendukung riset geoinformatika dengan baik.
Sumber: https://brin.go.id/
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 21 Februari 2025
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Elektronika dan Informatika tengah fokus melakukan penelitian terkait geoinformatika.
“Banyak permasalahan saat ini, seperti perubahan lingkungan dan ketahanan pangan yang dapat diatasi dengan geoinformatika,” ungkap Plt. Kepala Pusat Riset (PR) Geoinformatika BRIN Rokhis Khomarudin, dalam Bincang Sains Kawasan Bandung Garut, secara daring, Selasa (19/3).
Rokhis menjelaskan, geoinformatika merupakan sebuah disiplin yang menggabungkan ilmu dan teknologi komputer, sistem informasi, dan ilmu geografi. Ilmu ini telah menjadi kunci dalam menjawab permasalahan kompleks di bidang kebumian dengan data yang besar.
Data besar yang dimaksud adalah data kebumian, seperti yang dihasilkan dari pengindraan jauh menggunakan satelit.
“Pada ketahanan pangan, kita dapat memonitor pertumbuhan tanaman pangan di seluruh Indonesia. Ini memungkinkan kita untuk dapat mengidentifikasi gangguan yang mungkin terjadi dalam memantau produksi serta kondisi tanaman tersebut,” kata Rokhis.
Informasi diperoleh dengan cara mengambil gambar permukaan bumi dari satelit, yang kemudian menjadi sumber utama dalam bidang geoinformatika.
“Selain itu, terdapat data seperti pengukuran GPS, data yang dihasilkan dari penggunaan drone, dan data spasial lainnya yang penting dari sumber daya kebumian dalam konteks geoinformatika,” tuturnya.
Dalam bidang geoinformatika, lanjut dia, informasi geografis tidak hanya berasal dari satelit pengindraan jauh saja. Namun, dimungkinkan untuk menggabungkan dengan data sosial ekonomi yang tersedia untuk diintegrasikan dalam informasi spasial dan peta.
Pemetaan data kebumian dengan penambahan data sosial ekonomi, tambah Rokhis, memungkinkan dalam pengambilan keputusan yang lebih baik.
“Hal ini memungkinkan kita untuk tidak hanya memantau pertumbuhan tanaman, tetapi aspek lainnya seperti daya beli masyarakat, distribusi, dan lain sebagainya. Informasi dapat disajikan dalam satu peta atau rangkaian informasi yang komprehensif, sehingga dapat memberikan jawaban pada permasalahan,” jelasnya.
Pihaknya fokus membangun ilmu komputer untuk menjawab tantangan permasalahan data yang semakin besar dan kompleks. Proses akusisi, penyimpanan, pengolahan data, pengembangan model atau metode, dan visualisasi dalam riset geoinformatika menjadi penting.
Perkembangan teknologi big data, machine learning, dan artificial intelligence telah mengubah lanskap ilmu ini, memungkinkan solusi yang cepat, akurat, dan terjangkau.
“Kita dapat menggunakannya, mengotomatisasikan, dan bisa berjalan cepat, akurat, dengan biaya yang murah,” tegasnya.
Empat Kelompok Riset
Lebih rinci dijelaskan Rokhis, ada empat kelompok riset (kelris) di PR Geoinformatika. Pertama, Kelris Geodata, bertanggung jawab untuk menyiapkan data dengan standar riset. Sehingga, data tersebut siap untuk digunakan. Kedua, Kelris Geokomputasi, membangun komputasi dan metode atau model pengolahan data pengindraan jauh maupun data lapangan.
Ketiga, Kelris Geoinformasi, menyajikan data dalam bentuk GIS untuk pengambilan keputusan, sementara. Dan keempat, Kelris Geovisulisasi dan Infrastruktur Geoinformatika, bertugas menghasilkan visualisasi data, agar dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
Sumber: https://brin.go.id/
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 21 Februari 2025
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggandeng PT. Inti Konten Indonesia untuk hilirisasi produk inovasinya berupa aplikasi pemilu elektronik (e-voting). Pemanfaatan aplikasi e-voting untuk pemilu akan menjadi bagian dari kemajuan yang signifikan dalam demokrasi berbasis digital.
Kepala Organisasi Riset Elektronika dan Informatika (OREI) Budi Prawara menjelaskan perjalanan pengembangan aplikasi e-voting telah dimulai sejak 2010. Guna memastikan keandalan aplikasi tersebut, telah dilakukan uji coba dengan melibatkan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.
"Keberhasilan uji coba di berbagai daerah memberikan bukti bahwa aplikasi ini tidak terlepas dari kontribusi kelompok riset digital dalam pengembangan aplikasi tersebut," kata Prawara pada penandatanganan perjanjian lisensi hak cipta aplikasi pemilu elektronik di Gedung B.J. Habibie, Jl. M.H. Thamrin, Jakarta, Selasa (19/03).
Prawaran menekankan pentingnya keamanan, kepercayaan, dan transparansi dalam pengembangan sistem e-voting, serta pentingnya memperhatikan aspek sosial dan dampaknya terhadap masyarakat.
“Dengan inovasi ini, kita akan terus berusaha untuk menyempurnakannya. Karena yang namanya produk riset tentu selalu membutuhkan improvement. E-voting juga saat ini sedang menjadi salah satu hot topic, karena kebetulan Indonesia juga baru selesai melaksanakan Pemilu,” terangnya.
Prawara berharap adanya kerjasama lisensi aplikasi e-voting dengan PT Inti Konten Indonesia akan memberi peluang besar bagi kedua belah pihak. Dengan menghasilkan produk riset yang berkualitas, ia meyakini produk riset Indonesia dapat bersaing tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di pasar internasional.
Dalam kesempatan yang sama, Perekayasa Ahli Utama dari Pusat Riset Sains Data dan Informasi sekaligus sebagai ketua tim pengembangan aplikasi e-voting Andrari Grahitandaru penjelasan perkembangan aplikasi e-voting. Dia menjelaskan bahwa aplikasi ini telah diujicobakan dalam pemilihan kepala desa (pilkades).
Sebelumnya, dijelaskan Andrari, aplikasi e-voting telah melewati uji materi yang dilakukan di Mahkamah Konstitusi (MK). Pengembang e-voting memastikan kesesuaian teknologi dengan regulasi yang berlaku.
Dalam Putusan MK Nomor 147/PUU-VII/2009 menyebutkan bahwa metode e-voting dapat diartikan sama dengan metode mencoblos. Untuk itu diperlukan kesiapan terhadap lima komponen yaitu teknologi, legalitas undang-undang, penyelenggara, masyarakat, dan asas luber jurdil.
Berbeda dengan negara lain yang mengadopsi e-voting secara online, e-voting Indonesia didesain agar tidak terhubung ke internet secara langsung. Selain itu, sistemnya dapat berjalan terus meskipun terjadi pemadaman listrik, dengan kemampuan untuk memulai kembali tanpa kehilangan data.
“Walaupun tiba-tiba terjadi pemadaman listrik, sistemnya ini akan nyambung terus sehingga tidak memulai dari awal, karena Pemilu itu kan tidak boleh putus di tengah jalan, harus berjalan terus” jelas Andrari.
Dia menjelaskan mekanisme pelaksanaan e-voting, pemilih akan diberikan smart card yang berguna untuk mengidentifikasi status pemilih. "Smart card ini juga dimanfaatkan untuk mendeteksi apakah pemilih mempunyai hak suara di wilayah tersebut atau tidak," jelasnya
Smart card digunakan pemilih dalam bilik suara untuk menentukan pilihannya. Menurutnya, selama proses pemilihan, perangkat e-voting tidak tersambung dengan Internet, sehingga mengurangi potensi dihack oleh mereka yang tidak bertanggung jawab.
"Perangkat e-voting akan tersambung dengan internet ketika data dikirimkan ke pusat data nasional langsung dari Tempat Pemungutan Suara (TPS). Tampilan hasil pemungutan suara akan disampaikan dalam bentuk tahapan berjenjang seperti per kabupaten, per provinsi, dan lain-lain," jelasnya.
Andrari berharap, momentum penandatanganan lisensi hak cipta e-voting ini menjadi langkah besar dalam memperkenalkan demokrasi digital di Indonesia dan siap mengubah wajah pemilihan umum di Tanah Air.
Sumber: https://brin.go.id/