Perubahan Iklim
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025
Gender, Interseksionalitas, dan Adaptasi Iklim
Isu perubahan iklim dan adaptasi bukan sekadar soal teknis atau ekologi, melainkan juga sangat terkait dengan keadilan sosial, gender, dan kerentanan multidimensi. Studi “Intersectional Approaches to Gender Mainstreaming in Adaptation-Relevant Interventions” yang diterbitkan Adaptation Fund (2022) membedah bagaimana strategi gender mainstreaming dalam program adaptasi iklim harus bertransformasi menjadi lebih interseksional—yaitu, mengakui dan mengatasi tumpang tindih kerentanan dan identitas sosial (gender, usia, etnis, status ekonomi, disabilitas, dll). Artikel ini mengulas isi, data, studi kasus, serta kritik dan rekomendasi praktis dari laporan penting ini.
Konsep Kunci: Dari Gender Mainstreaming Menuju Interseksionalitas
Evolusi Gender Mainstreaming
Mengapa Interseksionalitas Penting dalam Adaptasi Iklim?
Metodologi Studi
Temuan Utama: Praktik & Tantangan Interseksionalitas
1. Interseksionalitas dalam Kebijakan dan Program
2. Studi Kasus: Praktik Interseksional di Lapangan
Tanzania: Toolkit Pamoja Voices
Nepal: GESI dalam Penyuluhan Pertanian
Bangladesh: “Double Vulnerabilities” Gender dan Etnisitas
Analisis Sektor: Interseksionalitas dalam Adaptasi
1. Pertanian & Ketahanan Pangan
2. Kehutanan
3. Pengurangan Risiko Bencana
4. Air, Sanitasi, dan Kesehatan
Tantangan Implementasi: Data, Kapasitas, dan Politik
Nilai Tambah & Rekomendasi Praktis
Nilai Tambah Interseksionalitas
Rekomendasi
Hubungan dengan Tren Global & Industri
Kritik dan Opini
Kelebihan
Kekurangan
Kesimpulan: Interseksionalitas, Gender, dan Adaptasi Iklim—Dari Wacana ke Aksi
Studi Adaptation Fund ini menegaskan bahwa tanpa lensa interseksional, upaya adaptasi iklim berisiko memperkuat ketimpangan lama dan menciptakan kerentanan baru. Dengan mengadopsi pendekatan interseksional dalam gender mainstreaming, program adaptasi dapat menjadi lebih inklusif, adil, dan efektif. Kunci suksesnya adalah data terpilah, pelibatan kelompok rentan, inovasi metode, dan komitmen perubahan struktural. Transformasi ini adalah proses bertahap, namun setiap langkah kecil menuju interseksionalitas akan memperkuat ketahanan masyarakat di era krisis iklim.
Sumber Artikel
Adaptation Fund Board. (2022). A Study on Intersectional Approaches to Gender Mainstreaming in Adaptation-Relevant Interventions. AFB/B.37-38/Inf.1, 17 February 2022.
Perubahan Iklim
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025
Krisis Air dan Adaptasi di Era Perubahan Iklim
Perubahan iklim telah menjadi ancaman nyata bagi ketersediaan air dan ketahanan hidup masyarakat pedesaan, terutama di negara berkembang seperti Tanzania. Studi Theodory & Massoi (2023/24) membedah secara mendalam bagaimana komunitas petani dan pastoral di Distrik Kilosa menghadapi tantangan ini melalui tata kelola air adaptif. Artikel ini mengulas temuan utama, data lapangan, studi kasus, serta mengaitkannya dengan tren global dan tantangan tata kelola air di era iklim ekstrem.
Konteks dan Relevansi: Mengapa Kilosa?
Kilosa, salah satu distrik di Morogoro, Tanzania, dikenal sebagai kawasan rawan konflik petani-penggembala dan sangat rentan terhadap perubahan iklim. Wilayah ini memiliki tiga zona agro-ekologi (dataran tinggi, dataran banjir, pegunungan) dan curah hujan tahunan 600–1400 mm, namun tetap menghadapi kekurangan air kronis akibat perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, dan tekanan lahan.
Kombinasi Data Kualitatif dan Kuantitatif
Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan pendekatan campuran:
Perubahan Iklim: Persepsi dan Bukti Lapangan
Persepsi Masyarakat
“Rains were not sufficient, and they lasted for only a short period of time. We tried to prepare our farms early enough, but it did not rain on time.”
(Wawancara Petani, Mabwerebwere)
Bukti Kuantitatif
Dampak Perubahan Iklim terhadap Air dan Penghidupan
Ketersediaan Air
Dampak pada Pertanian dan Peternakan
Dampak Sosial-Ekonomi
Studi Kasus: Tata Kelola Air Adaptif di Parakuyo dan Mabwerebwere
Parakuyo: Integrasi Adat dan Formal
Mabwerebwere: Tantangan Infrastruktur dan Kesehatan
Collective Action: Kunci Ketahanan
Analisis Kritis: Tata Kelola Adaptif dan Tantangan Lapangan
Dimensi Tata Kelola Air
Kelebihan Sistem Adaptif
Tantangan dan Kesenjangan
Hubungan dengan Tren Global: SDGs, IWRM, dan Adaptasi Lokal
Opini, Kritik, dan Perbandingan
Nilai Tambah Studi
Kritik
Perbandingan dengan Studi Lain
Rekomendasi Kebijakan dan Praktik
Ketahanan Air Dimulai dari Tata Kelola Adaptif
Studi Theodory & Massoi menegaskan bahwa ketahanan air di era perubahan iklim hanya bisa dicapai melalui tata kelola yang adaptif, partisipatif, dan kontekstual. Kunci keberhasilan di Kilosa adalah kolaborasi antara lembaga formal dan adat, aksi kolektif masyarakat, serta pembelajaran berkelanjutan. Tantangan infrastruktur, kualitas air, dan konflik tetap ada, namun dengan penguatan kapasitas lokal dan investasi berkelanjutan, komunitas pedesaan dapat menjadi garda depan ketahanan air dan adaptasi iklim di Afrika dan dunia.
Sumber Artikel
Theodory, T.F., Massoi, L. (2023). Adaptive Water Governance and Climate Change Resilience among Rural Communities in Kilosa District, Tanzania. REPOA, Dar es Salaam.
Perubahan Iklim
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025
Tantangan Ketidakpastian Iklim dalam Perencanaan Air
Perubahan iklim telah menimbulkan tantangan baru dalam perencanaan dan desain proyek sumber daya air. Ketidakpastian terhadap curah hujan, suhu, dan pola hidrologi membuat pendekatan konvensional berbasis data historis menjadi kurang relevan. Laporan World Bank karya Patrick A. Ray dan Casey M. Brown (2015) menawarkan kerangka kerja inovatif—Decision Tree Framework—untuk membantu perencana dan pengambil keputusan menilai, mengelola, dan merancang proyek air yang tangguh terhadap ketidakpastian iklim. Artikel ini mengulas konsep, studi kasus, angka-angka, serta relevansi framework ini terhadap tren global dan praktik industri.
Mengapa Kerangka Baru Diperlukan?
Kelemahan Pendekatan Konvensional
1. Top-down Approach
2. Keterbatasan Analisis Risiko
Decision Tree Framework: Solusi Praktis Berbasis Bottom-Up
Prinsip Utama
Empat Fase Utama Decision Tree
1. Project Screening
2. Initial Analysis
3. Climate Stress Test
4. Climate Risk Management
Studi Kasus: Run-of-the-River Hydropower
Aplikasi Framework
Keunggulan Decision Tree Framework
Tantangan Implementasi
Hubungan dengan Tren Industri & Kebijakan Global
Kritik dan Opini
Kelebihan
Kekurangan
Rekomendasi Praktis
Menuju Infrastruktur Air yang Tangguh dan Adaptif
Decision Tree Framework dari Ray & Brown adalah terobosan penting dalam perencanaan sumber daya air di era perubahan iklim. Dengan pendekatan bottom-up, proporsional, dan fokus pada robustnes, framework ini menjawab kebutuhan praktisi dan pembuat kebijakan untuk menghasilkan proyek air yang tangguh, efisien, dan adaptif. Di tengah ketidakpastian iklim yang makin besar, adopsi framework ini bisa menjadi kunci keberhasilan pembangunan berkelanjutan dan perlindungan masyarakat dari risiko air di masa depan.
Sumber Artikel
Ray, Patrick A., and Casey M. Brown. 2015. Confronting Climate Uncertainty in Water Resources Planning and Project Design: The Decision Tree Framework. Washington, DC: World Bank. doi:10.1596/978-1-4648-0477-9.
Perubahan Iklim
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025
Kota, Air, dan Tantangan Iklim Abad ke-21
Urbanisasi pesat, perubahan iklim, dan pertumbuhan penduduk telah mengubah wajah tantangan pengelolaan air di kota-kota dunia. Dalam 70 tahun terakhir, populasi perkotaan melonjak dari 0,8 miliar (29,6%) pada 1950 menjadi 4,4 miliar (56,2%) pada 2020, dan diproyeksikan mencapai 6,7 miliar (68,4%) pada 2050. Bersamaan dengan itu, konsumsi air meningkat enam kali lipat, terutama didorong kebutuhan pertanian, industri, dan domestik1.
Di tengah krisis ini, paper karya Vinagre dkk. (2023) menyoroti pentingnya integrasi antara pengelolaan air perkotaan (urban water management) dan perencanaan kota (city planning) sebagai kunci adaptasi perubahan iklim. Melalui tinjauan sistematis literatur, artikel ini mengidentifikasi konsep, tren, tantangan, dan peluang kolaborasi lintas sektor yang dapat memperkuat ketahanan air perkotaan di era iklim ekstrem.
Metodologi: Tinjauan Sistematis dan Analisis Bibliometrik
Penulis menggunakan pendekatan systematic literature review berbasis PRISMA untuk menelusuri, menyeleksi, dan menganalisis 39 artikel ilmiah utama dari total 524 publikasi terkait tema “climate change”, “sustainable urban water management”, dan “city planning” hingga 2022. Proses seleksi melibatkan kombinasi kata kunci, iterasi pencarian, dan snowballing untuk memastikan cakupan dan relevansi1.
Hasil utama:
Konsep Kunci: Evolusi Paradigma Pengelolaan Air Perkotaan
Dari Sentralisasi Menuju Hybridisasi Sistem
Sejak abad ke-19, sistem air kota didesain terpusat untuk menjamin kesehatan dan sanitasi. Namun, sistem ini kini menghadapi tantangan besar:
Paradigma baru yang berkembang:
Konsep dan Praktik SUWM (Sustainable Urban Water Management)
Berbagai konsep dan pendekatan telah dikembangkan:
Studi Kasus:
Analisis Vektor Adaptasi: Sinergi dan Tantangan
1. Vektor Operasional
2. Vektor Organisasi & Institusi
3. Vektor Ekonomi
4. Vektor Perilaku
5. Vektor Teknologi
6. Vektor Perencanaan Kota
Studi Kasus Global: Implementasi dan Pelajaran
Israel: Daur Ulang Air untuk Pertanian
California Selatan: Hybridisasi Sistem
China: Sponge City dan Urban Flooding
Diskusi: Gap, Tantangan, dan Arah Masa Depan
Gap Pengetahuan dan Praktik
Tantangan Utama
Peluang dan Rekomendasi
Hubungan dengan Tren Industri dan Kebijakan Global
Kritik dan Opini
Kelebihan
Kekurangan
Kesimpulan: Adaptasi Bersama, Kota Tangguh Masa Depan
Paper ini menegaskan bahwa adaptasi perubahan iklim di kota hanya bisa berhasil jika pengelolaan air dan perencanaan kota berjalan seiring. Kolaborasi, inovasi teknologi, edukasi publik, dan pendekatan sistemik menjadi kunci. Kota masa depan harus mampu mengintegrasikan solusi teknis, sosial, dan kelembagaan untuk membangun ketahanan air dan kualitas hidup yang berkelanjutan.
Sumber Artikel
Vinagre, V.; Fidélis, T.; Luís, A. How Can We Adapt Together? Bridging Water Management and City Planning Approaches to Climate Change. Water 2023, 15, 715.
Perubahan Iklim
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025
Kota sebagai Arena Utama Transformasi Iklim
Kota-kota dunia kini berada di garis depan dalam menghadapi krisis iklim. Dengan lebih dari separuh populasi dunia tinggal di wilayah urban, kota menjadi pusat emisi gas rumah kaca sekaligus korban utama dampak perubahan iklim seperti banjir, gelombang panas, dan kenaikan permukaan laut. Namun, kota juga menyimpan potensi besar sebagai laboratorium inovasi untuk mitigasi dan adaptasi iklim.
Disertasi Katharina Hölscher (2019) menawarkan analisis mendalam tentang bagaimana kota dapat mengubah tata kelola iklimnya agar lebih transformatif. Dengan membedah dua studi kasus—Rotterdam (Belanda) dan New York City (AS)—penelitian ini membangun kerangka kapasitas tata kelola yang dapat direplikasi di kota-kota lain di dunia.
Kerangka Teoritis: Transformative Climate Governance
Mengapa Butuh Pendekatan Transformatif?
Hölscher menegaskan bahwa perubahan iklim bukan sekadar masalah lingkungan, melainkan gejala dan pemicu dari ketergantungan jalur pembangunan kota yang tidak berkelanjutan. Oleh karena itu, solusi parsial atau reaktif tidak cukup. Diperlukan perubahan sistemik—baik dalam tata kelola, perilaku, maupun institusi—yang mampu mengintegrasikan mitigasi, adaptasi, dan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Empat Kapasitas Kunci Tata Kelola Transformatif
Penelitian ini merumuskan empat kapasitas utama yang harus dimiliki kota untuk mewujudkan tata kelola iklim yang transformatif:
Studi Kasus: Rotterdam dan New York City
Rotterdam: Kota Delta yang Tangguh
Angka Kunci:
New York City: Resiliensi Pasca Sandy
Angka Kunci:
Analisis Perbandingan: Bagaimana Kapasitas Tata Kelola Terbentuk?
Stewarding Capacity
Unlocking Capacity
Transformative Capacity
Orchestrating Capacity
Tantangan dan Kesenjangan
Kesenjangan Implementasi
Hambatan Sosial dan Politik
Studi Kasus Mikro: Benthemplein Water Square & Living Breakwaters
Benthemplein Water Square (Rotterdam)
Living Breakwaters (NYC)
Opini & Kritik: Apa yang Bisa Dipelajari Kota Lain?
Nilai Tambah Penelitian
Kritik
Hubungan dengan Tren Global & Industri
Rekomendasi Praktis untuk Kota Menuju Transformasi Iklim
Menuju Kota Tahan Iklim yang Inklusif dan Inovatif
Transformasi tata kelola iklim kota bukan sekadar soal teknologi atau kebijakan, tetapi tentang membangun kapasitas kolektif untuk berinovasi, berkolaborasi, dan beradaptasi secara berkelanjutan. Studi Rotterdam dan New York City menunjukkan bahwa perubahan nyata dimulai dari keberanian bereksperimen, keterbukaan pada kolaborasi lintas sektor, dan komitmen jangka panjang. Kota masa depan adalah kota yang mampu belajar, berinovasi, dan menempatkan warganya sebagai aktor utama perubahan.
Sumber Artikel
Hölscher, K. (2019). Transforming urban climate governance: Capacities for transformative climate governance. Doctoral thesis, Erasmus University Rotterdam.
Perubahan Iklim
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Juni 2025
Kekeringan Tantangan Abadi di Mediterania
Kawasan Mediterania, yang mencakup Eropa Selatan, Afrika Utara, dan pesisir Timur Tengah, dikenal sebagai salah satu wilayah semi-kering paling rentan di dunia. Kekeringan di sini bukan sekadar fenomena cuaca, melainkan krisis multidimensi yang mengancam ketahanan pangan, ekonomi, dan stabilitas sosial. Dalam paper terbarunya, Martin-Candilejo dkk. (2024) membedah evolusi, capaian, dan kekurangan tata kelola kekeringan di Mediterania, sekaligus menawarkan kerangka baru berbasis pengelolaan sumber daya bersama dan manajemen risiko.
Gambaran Umum: Mengapa Kekeringan di Mediterania Begitu Kompleks?
Karakteristik Wilayah
Definisi Kekeringan
Menurut World Meteorological Organization, kekeringan adalah “periode cuaca kering abnormal yang cukup lama sehingga menyebabkan ketidakseimbangan hidrologis serius.” Namun, definisi ini harus disesuaikan dengan kondisi lokal, baik dari sisi iklim maupun kebutuhan air masyarakat1.
Evolusi Kebijakan dan Praktik Pengelolaan Kekeringan
Dari Reaktif ke Proaktif
Statistik Publikasi dan Kebijakan
Studi Kasus: Praktik dan Tantangan di Lapangan
Spanyol: Drought Management Plans (DMPs)
Italia dan Yunani: Ketergantungan pada Air Irigasi
Maroko dan Tunisia: Krisis Air dan Ketahanan Sosial
Hambatan Menuju Pengelolaan Kekeringan Berkelanjutan
1. Hambatan Sosial
2. Hambatan Individual
3. Hambatan Ekonomi
4. Hambatan Teknologi
5. Hambatan Lingkungan
Analisis Kritis: Kesenjangan dan Peluang
Kesenjangan Utama
Peluang dan Rekomendasi
Studi Perbandingan dan Tren Global
Belajar dari Luar Mediterania
Tren Industri dan Kebijakan
Studi Kasus: Tensi Individu vs. Kolektif dalam Kekeringan
Ilustrasi Konflik
Peran Otoritas DAS
Menuju Masa Depan: Kerangka Pengelolaan Kekeringan Berkelanjutan
Empat Pilar Transformasi
Kritik dan Opini
Kelebihan Paper
Kekurangan dan Tantangan
Kesimpulan: Dari Krisis Menuju Ketahanan
Pengelolaan kekeringan di kawasan Mediterania telah berkembang, namun masih menghadapi tantangan besar di era perubahan iklim dan tekanan sosial-ekonomi. Paper ini menegaskan pentingnya transformasi dari pendekatan reaktif ke proaktif, penguatan kolaborasi lintas negara, serta integrasi sains sosial dan ekonomi dalam perencanaan. Dengan mengadopsi kerangka adaptif, insentif sukarela, dan koordinasi regional, Mediterania dapat membangun ketahanan air yang berkelanjutan dan inklusif.
Sumber Artikel
Martin-Candilejo, A.; Martin-Carrasco, F.J.; Iglesias, A.; Garrote, L. Heading into the Unknown? Exploring Sustainable Drought Management in the Mediterranean Region. Sustainability 2024, 16, 21. https://doi.org/10.3390/su16010021