Mengelola Kompleksitas Perubahan Iklim dengan Adaptive Co-Management
Perubahan iklim menghadirkan tantangan besar bagi kawasan-kawasan sensitif seperti Kawasan Barents, yang meliputi wilayah utara Finlandia, Norwegia, Rusia, dan Swedia. Dampak perubahan iklim seperti mencairnya permafrost, perubahan pola cuaca, dan naiknya permukaan laut berpotensi mengganggu ekosistem, mata pencaharian masyarakat lokal, serta infrastruktur penting. Dalam konteks ini, Ryan Plummer dan Julia Baird (2013) menawarkan pendekatan adaptive co-management (ACM) sebagai strategi tata kelola yang responsif dan kolaboratif untuk menghadapi ketidakpastian dan kompleksitas perubahan iklim di Barents.
Resensi ini akan membahas konsep ACM, studi kasus penerapannya di Niagara, Kanada, serta pertimbangan penting untuk mengimplementasikannya di Barents. Selain itu, artikel ini memberikan analisis kritis dan menghubungkan dengan tren global agar relevan dan menarik bagi pembaca lintas disiplin.
Adaptive Co-Management: Konsep dan Karakteristik Utama
Adaptive co-management merupakan gabungan dari dua tradisi pengelolaan sumber daya alam: pengelolaan kolaboratif (co-management) dan pengelolaan adaptif (adaptive management). Pendekatan ini menekankan:
- Pluralisme dan komunikasi: Melibatkan berbagai aktor dari berbagai level sosial dan sektor untuk membangun pemahaman bersama melalui dialog dan negosiasi. Konflik dianggap sebagai peluang untuk pembelajaran.
- Pengambilan keputusan dan kewenangan bersama: Kekuasaan dan tanggung jawab dibagi di antara para aktor, dengan pengakuan terhadap berbagai sumber pengetahuan.
- Keterhubungan lintas skala: Jaringan aktor yang terhubung secara horizontal dan vertikal, dari komunitas lokal hingga tingkat nasional, dengan mempertahankan otonomi masing-masing.
- Pembelajaran dan adaptasi: Kebijakan dan tindakan dianggap sebagai eksperimen yang dievaluasi secara kolektif untuk pembelajaran berkelanjutan, termasuk perubahan nilai dan tata kelola.
ACM bukanlah proses linear, melainkan siklus dinamis yang terus berkembang, di mana aktor bergerak dari tahap awal yang terpisah menuju kolaborasi yang lebih erat dan aksi bersama yang adaptif.
Studi Kasus Niagara, Kanada: Penerapan ACM dalam Adaptasi Perubahan Iklim
Wilayah Niagara di Kanada, dikenal dengan keindahan Niagara Falls dan statusnya sebagai UNESCO Biosphere Reserve, merupakan sistem sosial-ekologis yang kompleks dengan populasi sekitar 425.000 jiwa. Ekonomi lokal bertumpu pada manufaktur, pertanian, dan pariwisata yang menyumbang pengeluaran wisatawan sebesar $2,3 miliar per tahun.
Dalam menghadapi perubahan iklim yang berpotensi mengganggu sektor-sektor ini, sebuah inisiatif ACM dimulai ketika perencana wilayah Niagara menghubungi peneliti untuk mengembangkan rencana adaptasi iklim. Langkah awal adalah melakukan inventarisasi sosial-ekologis dengan mewawancarai 38 individu dari 33 organisasi untuk memahami aktivitas dan nilai yang ada terkait perubahan iklim.
Selanjutnya, serangkaian empat workshop interaktif digelar untuk berbagi informasi tentang proyeksi iklim dan dampaknya, serta memperkuat interaksi antar peserta. Proses ini menghasilkan pembentukan Niagara Climate Change Network, sebuah jaringan kolaboratif yang menyusun piagam perubahan iklim dan membentuk komite pengarah untuk menggerakkan aksi bersama.
Pelajaran penting dari Niagara adalah bahwa kolaborasi lintas sektor dapat memperkuat pemahaman dan aksi adaptasi, meskipun hasil jangka panjang dari proses ini masih dalam evaluasi. Keberhasilan ini menekankan pentingnya dialog, pembelajaran sosial, dan komitmen jangka panjang dalam ACM.
Pertimbangan Kunci untuk Mengimplementasikan ACM di Kawasan Barents
Kawasan Barents yang luas dan kaya sumber daya alam dihuni oleh sekitar 5,3 juta orang, dengan sekitar 7% penduduknya bergantung pada perburuan, perikanan, peternakan rusa, dan kehutanan. Dampak perubahan iklim di kawasan ini meliputi perubahan suhu, mencairnya permafrost, dan gangguan ekosistem laut serta darat. Selain itu, tekanan dari eksploitasi minyak, gas, dan mineral menambah kompleksitas tata kelola.
Tiga pertimbangan utama dalam menerapkan ACM di Barents adalah:
- Memiliki ekspektasi yang realistis terhadap ACM
Meskipun ACM diharapkan dapat meningkatkan ketahanan sosial-ekologis dan orientasi keberlanjutan, pengalaman menunjukkan hasilnya bervariasi. Ada kasus di mana ACM tidak meningkatkan kepatuhan, memperburuk konflik, atau bahkan memperkuat marginalisasi kelompok tertentu. ACM bukan solusi ajaib dan tidak selalu cocok di semua konteks. Contohnya, kebijakan Uni Eropa yang mengharuskan fasilitas pemotongan hewan tertentu telah memaksa peternak rusa di Barents melakukan perjalanan lebih jauh, menunjukkan bagaimana kebijakan tingkat tinggi dapat menimbulkan tantangan di tingkat lokal. - Menyesuaikan ACM dengan konteks lokal untuk meningkatkan adaptabilitas
Tidak ada formula tunggal untuk ACM; pendekatan harus disesuaikan dengan karakteristik sosial, budaya, dan ekologis setempat. Misalnya, peternakan rusa di Barents sangat terkait erat dengan ekosistem lokal dan budaya masyarakat adat Sami. Perubahan iklim dan kebijakan yang tidak sensitif dapat menimbulkan disonansi antara pengetahuan tradisional dan kondisi baru, serta menimbulkan stres mental dan kekhawatiran akan masa depan. - Memusatkan perhatian pada kondisi pendukung keberhasilan ACM
Keberhasilan ACM dipengaruhi oleh sejumlah kondisi, seperti sistem sumber daya yang jelas, skala pengelolaan yang sesuai, entitas sosial dengan kepentingan bersama, hak kepemilikan yang jelas, akses ke alat manajemen yang adaptif, komitmen jangka panjang, sumber daya dan pelatihan, kepemimpinan yang kuat, pengakuan terhadap berbagai jenis pengetahuan, serta dukungan kebijakan di berbagai level pemerintahan. Memperkuat dan membangun kondisi-kondisi ini sangat penting untuk meningkatkan peluang keberhasilan ACM di Barents.
Studi Kasus dan Data Penting dari Kawasan Barents dan Niagara
Di Barents, sekitar 7% penduduk bergantung pada mata pencaharian tradisional seperti peternakan rusa, perikanan, dan kehutanan. Perubahan kebijakan Uni Eropa terkait fasilitas pemotongan hewan memaksa peternak rusa melakukan perjalanan lebih jauh, menambah beban ekonomi dan sosial. Kasus komunitas Pomor di pesisir Laut Putih menunjukkan bagaimana kebijakan federal yang mendorong industrialisasi dan pariwisata dapat mengancam praktik perikanan berkelanjutan tradisional.
Di Niagara, 38 individu dari 33 organisasi terlibat dalam inventarisasi sosial-ekologis yang menjadi dasar pembentukan jaringan adaptasi iklim. Dengan 30 juta wisatawan per tahun dan ekonomi senilai $2,3 miliar, kawasan ini sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, sehingga ACM menjadi pendekatan yang relevan untuk mengelola risiko tersebut.
Analisis Kritis dan Hubungan dengan Tren Global
Adaptive co-management bukan solusi universal. Studi-studi sebelumnya menunjukkan bahwa tanpa sensitivitas terhadap konteks sosial-politik dan etika, ACM bisa menjadi sekadar "hiasan" yang menyembunyikan masalah kekuasaan dan ketidakadilan yang sudah ada. ACM juga sering efektif pada skala lokal atau regional, tetapi dapat tertindas oleh kebijakan dan kekuatan di tingkat nasional atau internasional.
Namun, ACM memiliki keunggulan dibandingkan model pengelolaan tradisional yang kaku, karena menggabungkan kolaborasi lintas sektor dan pembelajaran adaptif. Tren global dalam tata kelola sumber daya alam dan adaptasi iklim semakin mengarah pada model tata kelola hibrid dan multi-level yang melibatkan masyarakat adat dan lokal sebagai aktor kunci.
Industri dan kebijakan global juga mulai mengadopsi prinsip ekonomi sirkular dan inovasi sosial yang menekankan kolaborasi, pembelajaran, dan adaptasi berkelanjutan—sejalan dengan prinsip ACM.
Rekomendasi untuk Implementasi ACM di Barents dan Wilayah Serupa
- Mulai dengan dialog dan inventarisasi sosial-ekologis untuk memahami aktor, nilai, dan jaringan yang ada serta membangun kepercayaan.
- Kembangkan jaringan dan identitas bersama yang dapat menjadi motor aksi adaptasi, seperti yang terlihat di Niagara.
- Pastikan dukungan kebijakan dan sumber daya dari tingkat lokal hingga nasional agar kolaborasi dapat berjalan efektif.
- Lakukan evaluasi dan adaptasi berkelanjutan untuk menyesuaikan strategi dengan dinamika sosial-ekologis yang terus berubah.
Adaptive co-management menawarkan kerangka tata kelola yang fleksibel, partisipatif, dan adaptif untuk menghadapi tantangan perubahan iklim di kawasan kompleks seperti Barents. Keberhasilannya bergantung pada ekspektasi yang realistis, penyesuaian dengan konteks lokal, dan pemenuhan kondisi pendukung yang telah terbukti. ACM bukan solusi instan, melainkan proses jangka panjang yang menuntut komitmen dan kolaborasi lintas sektor.
Bagi pembuat kebijakan, praktisi, dan komunitas lokal, ACM layak dijadikan pendekatan utama dalam adaptasi perubahan iklim, dengan penyesuaian yang cermat agar sesuai dengan karakteristik unik setiap wilayah.
Sumber Artikel :
Plummer, R., & Baird, J. (2013). Adaptive Co-Management for Climate Change Adaptation: Considerations for the Barents Region. Sustainability, 5(2), 629-642.