Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 09 Mei 2025
Pendahuluan: AI dan Revolusi Digital di Konstruksi
Industri konstruksi Australia, meskipun berkontribusi sekitar 9% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dengan proyeksi kenaikan hingga 11,5% dalam lima tahun, masih tertinggal dalam penerapan teknologi canggih dibanding sektor lain. Artificial Intelligence (AI) digadang-gadang sebagai solusi untuk meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya, serta meningkatkan keselamatan di proyek konstruksi.
Namun, seiring potensinya, adopsi AI di industri ini menghadapi tantangan besar: keterbatasan penelitian, resistensi budaya, kekhawatiran keamanan data, hingga ketakutan terhadap hilangnya pekerjaan. Artikel yang dibahas ini menyelidiki persepsi masyarakat Australia terhadap penggunaan AI di sektor konstruksi dengan menggunakan analisis data media sosial, khususnya Twitter.
Metodologi: Analisis Sentimen Media Sosial
Penelitian ini menggunakan analisis data Twitter selama dua tahun (Juli 2019–Juli 2021), menghasilkan 7.906 tweet setelah proses penyaringan dari 11.365 tweet. Data diklasifikasikan berdasarkan:
Metode ini memberikan gambaran real-time tentang bagaimana publik memandang penggunaan AI di lapangan, berbeda dari survei tradisional yang sering bias.
Hasil Utama: Bagaimana Masyarakat Memandang AI di Konstruksi?
A. Persepsi Masyarakat
Catatan Menarik:
B. Teknologi AI Paling Populer
Berdasarkan analisis frekuensi kata, teknologi AI yang paling banyak dibahas meliputi:
Contoh Nyata: Queensland mencatatkan popularitas tertinggi dalam diskusi tentang robotika, tiga kali lebih tinggi dibandingkan Victoria.
C. Peluang Implementasi AI
Peluang yang paling sering dikaitkan dengan AI meliputi:
Misalnya, teknologi IoT sering dipuji karena meningkatkan produktivitas proyek konstruksi dengan konektivitas real-time antar alat berat.
D. Hambatan Implementasi AI
Kendala utama yang diidentifikasi:
Studi Kasus: Banyak tweet mengkhawatirkan bahwa integrasi AI akan meningkatkan ketergantungan pada sistem otomatis tanpa kesiapan sistem keamanan siber yang memadai.
Diskusi dan Analisis Tambahan
A. Dampak Nyata di Lapangan
Sudah ada proyek di Australia yang menggunakan AI, misalnya
Meskipun demikian, adopsi AI tetap terbatas pada perusahaan besar, sedangkan perusahaan kecil-menengah (SME) masih gagap menghadapi perubahan ini.
B. Perbandingan dengan Negara Lain
Jika dibandingkan, negara seperti Singapura dan Amerika Serikat jauh lebih progresif dalam mengadopsi AI di sektor konstruksi. Di Singapura, proyek Smart Construction Sites berbasis AI sudah diterapkan untuk manajemen keselamatan otomatis.
Australia masih berada di tahap awal transformasi digital, dengan adopsi sporadis dan belum menyeluruh.
C. Kritik terhadap Penelitian
Meskipun inovatif, penggunaan Twitter sebagai sumber data memiliki keterbatasan:
Diperlukan penelitian lanjutan yang lebih komprehensif menggunakan data dari berbagai platform seperti LinkedIn atau survei lapangan.
D. Implikasi Praktis
Agar AI dapat diadopsi lebih luas, disarankan:
E. Masa Depan AI di Konstruksi
Dalam 5–10 tahun mendatang, penerapan AI diprediksi akan:
Kesimpulan
AI memiliki potensi revolusioner dalam sektor konstruksi Australia, dengan peluang besar untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Namun, kesuksesan adopsinya bergantung pada kemampuan industri untuk mengatasi hambatan teknis, sosial, dan regulasi.
Penelitian berbasis media sosial seperti ini memberi pandangan awal yang berharga tentang persepsi publik, tetapi perlu diimbangi dengan pendekatan lebih luas untuk memahami dinamika transformasi digital sektor ini.
Referensi
Massimo Regona, Tan Yigitcanlar, Bo Xia, Rita Yi Man Li. (2022). Artificial Intelligent Technologies for the Construction Industry: How Are They Perceived and Utilized in Australia?. Journal of Open Innovation: Technology, Market, and Complexity, 8(1), 16. DOI:10.3390/joitmc8010016
Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 09 Mei 2025
Pendahuluan: Menjawab Tantangan Lingkungan Lewat Inovasi Material
Dengan menyumbang sekitar 8–10% dari emisi karbon global, industri semen menjadi salah satu penyumbang terbesar gas rumah kaca. Dalam konteks ini, disertasi karya Muhamad Azim Fitri bin Abdul Muis (2016) dari Universiti Teknologi PETRONAS menawarkan solusi inovatif: memanfaatkan rumput laut sebagai bahan pengganti semen dalam campuran mortar. Penelitian ini tidak hanya mengedepankan prinsip keberlanjutan, tetapi juga menunjukkan potensi teknis rumput laut untuk meningkatkan kekuatan beton.
Latar Belakang dan Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah mengevaluasi sejauh mana rumput laut, khususnya jenis Gracilaria changii, dapat menggantikan sebagian semen dalam campuran beton. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan mengidentifikasi kandungan senyawa rumput laut yang bersifat semenit (cementitious), menguji kekuatan tekan mortar, dan mengkaji mikrostruktur hasil campuran tersebut.
Metodologi: Dari Pemrosesan Rumput Laut hingga Uji Laboratorium
a. Proses Awal:
Sampel rumput laut dikumpulkan dari Pulau Sayak, Kedah.
Dicuci hingga pH netral, lalu dikeringkan dalam oven (100°C, 24 jam).
b. Perlakuan dan Karakterisasi:
Sebagian sampel diuji langsung, sisanya direndam HCl 0,1 M dan dibakar pada suhu 600°C, 700°C, dan 800°C untuk menghasilkan abu silika.
Karakterisasi dilakukan melalui XRD, FESEM, BET, dan EDX.
c. Desain Campuran:
Mortar dibuat dengan variasi penggantian semen: 0,1%, 0,5%, 1,0%, dan 2,5%.
Uji kekuatan tekan dilakukan pada hari ke-3, ke-7, ke-14, dan ke-28.
Hasil Kunci: Kekuatan Tekan dan Kemiripan dengan Semen
1. Karakteristik Kimia dan Fisik
Hasil XRD menunjukkan bahwa sampel terbakar pada 600°C memiliki kemiripan paling besar dengan semen Portland, terutama kandungan CaO, SiO2, dan Al2O3.
Uji BET menunjukkan bahwa abu rumput laut memiliki luas permukaan spesifik jauh lebih besar (138,25 m2/g) dibanding semen (1,49 m2/g), artinya berpotensi tinggi mengisi pori dan meningkatkan ikatan antar partikel.
2. Kekuatan Tekan Mortar
Campuran dengan 0,5% abu rumput laut terbakar menunjukkan hasil terbaik: 40,97 MPa pada hari ke-28.
Sebagai pembanding, campuran kontrol hanya mencapai 28,07 MPa.
Bahkan 0,1% rumput laut kering (tanpa pembakaran) mencapai 34,10 MPa.
Artinya, rumput laut—dengan perlakuan tertentu—dapat meningkatkan kekuatan mortar hingga hampir 46%.
Studi Kasus dan Tren Industri: Potensi Luas Biokomposit
Biokomposit dari rumput laut juga telah diuji dalam berbagai aplikasi seperti:
Interior otomotif (seaweed/PP composite).
Dinding dan pelapis bangunan dengan sifat tahan panas dan api.
Aplikasi akustik dan insulasi termal, berkat sifat fibrilnya.
Di tengah krisis iklim dan keterbatasan bahan baku konvensional, industri kini mulai menoleh ke sumber daya terbarukan seperti rumput laut, yang mudah tumbuh tanpa lahan subur, cepat terurai, dan menyerap karbon.
Analisis Mikrostruktur: Mengapa Abu 600°C Lebih Baik?
Hasil uji FESEM menunjukkan bahwa abu hasil pembakaran 600°C mampu mengisi celah antara pasir dan semen dengan optimal, memperkuat interlocking dan mengurangi porositas. Sebaliknya, sampel oven dried masih terbungkus selulosa yang membuatnya rapuh dan kurang efektif dalam memperkuat struktur mortar.
Kritik dan Opini Kritis
Penelitian ini menyajikan landasan kuat bagi pengembangan beton ramah lingkungan. Namun, terdapat beberapa catatan:
Rekomendasi Praktis dan Aplikasi
Gunakan abu rumput laut 600°C pada kadar 0,5% untuk hasil optimal dalam kekuatan tekan.
Cocok diterapkan pada proyek bangunan hijau, hunian ringan, panel pracetak, dan paving blok.
Kombinasi dengan bahan tambahan lain seperti fly ash atau silika fume dapat dikaji untuk meningkatkan performa lebih lanjut.
Kesimpulan: Menuju Beton Berbasis Alam
Disertasi ini membuktikan bahwa rumput laut bukan sekadar sumber pangan atau energi terbarukan, tetapi juga material konstruksi masa depan. Dengan pendekatan ilmiah yang komprehensif dan hasil empiris yang kuat, penggunaan rumput laut sebagai bahan pengganti semen layak diperhitungkan sebagai bagian dari strategi global pengurangan emisi karbon dan pembangunan berkelanjutan.
Sumber:
Azim Fitri, M. (2016). Potential Application of Biocomposite from Seaweed as a Green Construction Material. Universiti Teknologi PETRONAS.
Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 09 Mei 2025
Pendahuluan: Menjawab Ancaman Karbon dari Industri Konstruksi
Industri konstruksi dunia tengah menghadapi krisis: di satu sisi menjadi tulang punggung pembangunan infrastruktur, di sisi lain menyumbang sekitar 8–10% emisi karbon global, terutama dari produksi semen. Dalam situasi inilah muncul kebutuhan akan material alternatif yang lebih ramah lingkungan, berkelanjutan, dan ekonomis. Salah satu kandidat inovatif yang dikaji dalam disertasi karya Oh Jia Wei (2017) adalah rumput laut—lebih tepatnya spesies Gracilaria—yang dimanfaatkan sebagai bahan pengganti sebagian semen dalam mortar.
Disertasi ini tidak hanya memaparkan potensi teoritis biokomposit rumput laut, tetapi juga menyajikan uji laboratorium yang ketat: dari kuat tekan, karakterisasi termal, hingga serapan air. Dengan pendekatan eksperimental menyeluruh, penelitian ini menandai langkah nyata menuju material konstruksi hijau yang terjangkau dan adaptif.
Apa Itu Biokomposit Rumput Laut?
Biokomposit adalah material campuran antara polimer (baik alami maupun sintetis) dengan serat penguat alami. Dalam konteks ini, rumput laut (Gracilaria sp.) berfungsi sebagai bahan pengganti sebagian semen dalam campuran mortar. Rumput laut dipilih karena karakteristiknya:
Namun, sebelum rumput laut dapat digunakan sebagai bahan bangunan, ia harus diproses menjadi bentuk granula atau abu melalui pengeringan dan pembakaran.
Metodologi Penelitian: Dari Laut ke Mortar
Proses Pra-Pengolahan
1. Pengumpulan sampel dilakukan di Pulau Sayak, Kedah, Malaysia.
2. Pencucian & penetralan pH: Sampel rumput laut dicuci hingga mencapai pH netral (~6.5–6.9).
3. Pengeringan:
4. Pembakaran: Sebagian sampel dikalsinasi di muffle furnace pada suhu 600°C selama 3 jam untuk menghasilkan abu (seaweed ash).
5. Karakterisasi material dilakukan melalui:
Uji Kuat Tekan dan Serapan Air
Mortar disiapkan dalam tiga variasi:
Hasil Utama: Data, Analisis, dan Temuan Penting
1. Kuat Tekan Meningkat pada 15% Abu Rumput Laut
Sampel 15% seaweed ash menunjukkan kuat tekan tertinggi 30.76 MPa pada hari ke-28, bahkan melampaui kontrol (29.60 MPa).
Granula rumput laut (baik sun dried maupun oven dried) cenderung memiliki performa lebih rendah dari kontrol, namun tetap menunjukkan kekuatan signifikan.
2. Serapan Air Lebih Rendah pada Abu Rumput Laut
Mortar dengan seaweed ash menunjukkan volume void total yang lebih rendah, artinya lebih padat dan tahan terhadap infiltrasi air.
Hal ini mendukung ketahanan jangka panjang terhadap cuaca dan kondisi lembap.
3. Performa Termal yang Baik
Analisis DSC menunjukkan bahwa abu rumput laut memiliki stabilitas termal tinggi, menjadikannya cocok untuk aplikasi di wilayah tropis.
Studi Kasus: Potensi Penerapan di Dunia Nyata
A. Malaysia
Sebagai negara penghasil rumput laut dan semen, Malaysia berpotensi besar mengadopsi material ini dalam proyek perumahan bersubsidi, khususnya di daerah pesisir seperti Sabah dan Sarawak.
B. Indonesia
Kepulauan Indonesia sangat kaya akan spesies rumput laut seperti Eucheuma cottonii. Pemanfaatan lokal bisa menekan biaya produksi sekaligus mengurangi ketergantungan pada impor semen.
C. Jerman & Inggris
Studi terdahulu di Eropa telah menunjukkan bahwa seaweed bisa digunakan sebagai insulasi termal dan penguat bata tanah liat tanpa pembakaran. Hal ini membuka potensi diversifikasi fungsi material rumput laut.
Nilai Tambah dan Kritik
Kelebihan:
Kekurangan:
Perbandingan dengan Penelitian Lain
Penelitian oleh Zahra Ghinaya dan Alias Masek (2021) dalam ASEAN Journal of Science and Engineering menemukan bahwa seaweed mortar meningkatkan kuat tekan hingga 12%.
Hasil Jia Wei membuktikan peningkatan lebih tinggi pada kadar dan bentuk tertentu (yakni seaweed ash 15%).
Ini mengindikasikan bahwa pra-perlakuan dan pembakaran adalah kunci utama dalam memaksimalkan performa biokomposit ini.
Implikasi Industri dan Rekomendasi
1. Skalabilitas & Komersialisasi
Pemerintah dapat menggandeng startup material lokal untuk memproduksi mortar campuran rumput laut dalam skala industri.
2. Standardisasi dan Sertifikasi Diperlukan standar khusus untuk komposisi dan metode pra-perlakuan agar material ini bisa digunakan dalam proyek konstruksi publik.
3. Peluang Penelitian Lanjut Perlu eksplorasi lebih lanjut terhadap:
Kesimpulan: Inovasi Hijau yang Siap Menantang Beton Konvensional?
Disertasi Oh Jia Wei menghadirkan satu pesan kuat: rumput laut bukan hanya makanan, tetapi juga masa depan material bangunan hijau. Dengan performa tekan yang mampu menyamai—bahkan melampaui—mortar biasa, serta manfaat lingkungan yang signifikan, inovasi ini memiliki peluang nyata untuk menggeser dominasi semen di masa depan.
Kuncinya adalah skala produksi, standardisasi mutu, dan dukungan industri. Jika ketiga elemen ini dipenuhi, maka seaweed biocomposite bukan lagi sekadar eksperimen akademik, tetapi solusi konkret untuk industri konstruksi berkelanjutan.
Sumber:
Oh Jia Wei. (2017). Seaweed Biocomposite as a Green Construction Material. Universiti Teknologi PETRONAS.
Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 09 Mei 2025
Pendahuluan: Menggugat Beton dan Menatap Masa Depan Hijau
Di tengah krisis iklim dan ancaman pemanasan global, sektor konstruksi menjadi salah satu terdakwa utama. Industri ini menyumbang sekitar 40% konsumsi energi dunia dan 21% emisi CO₂ di sektor perumahan di negara maju seperti Prancis. Mengingat mayoritas material konstruksi konvensional—seperti beton dan semen—berbasis sumber daya alam tidak terbarukan, kebutuhan akan solusi alternatif yang lebih ramah lingkungan menjadi sangat mendesak.
Salah satu pendekatan menjanjikan adalah penggunaan material berbasis biomassa—yaitu bahan bangunan yang berasal dari sumber daya terbarukan seperti serat tanaman, limbah pertanian, dan alga laut. Paper ini mengulas secara komprehensif bagaimana biomassa memengaruhi daya tahan, karakteristik mekanik, serta perilaku higrotermal dari material bangunan.
Mengapa Biomassa?
Kelebihan Utama:
Tantangan:
Tinjauan Serat Biomassa Populer: Data, Analisis, dan Potensinya
1. Hemp (Ganja industri)
Kandungan selulosa tinggi (70–74%) membuat hemp cocok untuk insulasi.
Daya serap air tinggi: 247%, namun konduktivitas termal rendah: 0.05–0.06 W/mK.
Kekuatan tekan 0.25–1.15 MPa, cukup untuk aplikasi dinding bukan struktural.
Cocok digunakan dalam bentuk hempcrete (campuran serat hemp, kapur, dan air).
2. Flax (Rami)
Sering digunakan dalam bentuk flax shives sebagai agregat.
Daya serap air 200–300%, konduktivitas termal 0.057–0.064 W/mK.
Flax concrete cocok sebagai insulasi suara & termal untuk atap atau dinding sekat.
3. Seaweed (Alga Laut)
Brown algae seperti Sargassum muticum dapat dicampur dengan tanah liat.
Memiliki sifat isolasi yang kuat, namun kekuatan mekanik rendah.
Penambahan 0.1–0.5% seaweed powder dalam mortar meningkatkan kekuatan tekan.
4. Miscanthus
Tumbuhan energi asal Eropa dengan daya insulasi tinggi.
Tantangan: kandungan gula & selulosa tinggi menyebabkan reaksi dengan semen → bisa melemahkan daya rekat.
Cocok untuk beton ringan (lightweight concrete), tetapi perlu pre-treatment.
5. Date Palm & Loofah
Kurang umum namun menunjukkan potensi. Serat kurma meningkatkan insulasi tetapi menurunkan kekuatan.
Cocok untuk aplikasi non-struktural dengan iklim panas dan kering.
Studi Kasus: Penggunaan Biomassa dalam Konstruksi Nyata
Prancis
Indonesia (Potensi)
Kritik dan Perbandingan
Paper ini menawarkan tinjauan sangat luas dan berbasis data, namun masih terbatas pada review, belum banyak mengkaji aplikasi lapangan secara langsung atau kendala implementasi di negara berkembang.
Dibandingkan dengan penelitian lain, seperti studi oleh Pacheco-Torgal (2020) tentang bio-concrete, paper ini lebih unggul dalam cakupan variasi biomassa, tetapi kurang mendalam dalam studi jangka panjang terkait ketahanan cuaca ekstrem dan siklus beku-cair.
Implikasi Industri & Rekomendasi
Kesimpulan: Biomassa, Masa Depan Konstruksi Hijau?
Dengan meningkatnya tekanan terhadap industri konstruksi untuk menekan jejak karbon, material berbasis biomassa hadir sebagai solusi inovatif yang menjanjikan. Meskipun masih menghadapi tantangan dari sisi kekuatan mekanik dan standar teknis, potensi insulasi termal dan keberlanjutan jangka panjang menjadikannya layak diperhitungkan.
Penggunaan hempcrete, flax panels, atau campuran algae-mortar bisa menjadi game changer dalam pembangunan hijau, terutama jika didukung oleh kebijakan pemerintah dan industri yang adaptif.
Sumber:
Affan, H., El Haddaji, B., Ajouguim, S., & Khadraoui, F. (2024). A Review—Durability, Mechanical and Hygrothermal Behavior of Building Materials Incorporating Biomass. Eng, 5(2), 992–1027. https://doi.org/10.3390/eng5020055
Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 08 Mei 2025
Pendahuluan: Mengapa Konstruksi Perlu AI?
Meskipun industri konstruksi Australia menyumbang sekitar AUD 360 miliar per tahun dan hampir 9% dari PDB nasional, tingkat produktivitasnya hanya tumbuh 1% selama dua dekade terakhir. Ketertinggalan ini menjadi alasan utama eksplorasi teknologi baru seperti kecerdasan buatan (AI) dalam meningkatkan efisiensi. Paper berjudul "Artificial Intelligent Technologies for the Construction Industry: How Are They Perceived and Utilized in Australia" oleh Regona et al. (2022) mengkaji bagaimana publik Australia menanggapi dan memanfaatkan AI dalam sektor konstruksi.
Metodologi Unik: Analisis Sentimen dari Twitter
Berbeda dari studi konvensional, penelitian ini menggunakan analisis media sosial untuk memahami persepsi publik terhadap AI di konstruksi. Data sebanyak 7906 tweet dari Australia dikumpulkan selama dua tahun (Juli 2019–2021). Peneliti menerapkan:
Analisis sentimen
Analisis konten menggunakan NVivo
Visualisasi spasial dengan ArcGIS
Pendekatan ini mencerminkan perspektif masyarakat secara luas, termasuk pekerja industri, akademisi, dan pengamat publik.
Temuan Utama: Teknologi AI Paling Populer di Australia
Teknologi AI yang Paling Banyak Disebut:
Robotik (931 tweet)
Internet of Things/IoT (562 tweet)
Machine Learning (522 tweet)
Big Data (457 tweet)
Automation (475 tweet)
Negara bagian dengan cuitan terbanyak adalah:
New South Wales (NSW) – 2997 tweet
Victoria (VIC) – 2214 tweet
Queensland (QLD) – 1540 tweet
Contoh Nyata:
Salah satu tweet menyebutkan penggunaan AI untuk memantau proyek konstruksi secara transparan, sementara lainnya menyoroti kekhawatiran kehilangan pekerjaan akibat otomatisasi.
Analisis Sentimen: Positif Tapi Waspada
49% tweet bersentimen positif
37% negatif
14% netral
New South Wales dan Queensland mendominasi sentimen positif. Northern Territory mencatatkan sentimen negatif tertinggi (74%). Tweet positif fokus pada efisiensi, keselamatan kerja, dan inovasi. Sementara yang negatif membahas ancaman terhadap lapangan kerja dan risiko proyek.
Prospek Teknologi AI di Konstruksi
Penelitian ini mengidentifikasi 12 prospek utama, antara lain:
Digitalisasi (767 tweet)
Inovasi (691 tweet)
Penghematan waktu (294 tweet)
Produktivitas (232 tweet)
Efisiensi (109 tweet)
Studi Kasus:
Perusahaan BMD di Queensland menggunakan sistem Octant berbasis AI yang menghemat waktu hingga 30% dalam pengembangan proyek urban. Hal ini memperlihatkan dampak nyata AI dalam mempercepat tahapan konstruksi.
Tantangan dan Hambatan Implementasi
Meski menjanjikan, AI menghadapi berbagai hambatan:
Keamanan data (156 tweet)
Kurangnya kemampuan SDM (110 tweet)
Lingkungan kerja yang tidak terstruktur (95 tweet)
Kompleksitas sistem (96 tweet)
Tweet dari Tasmania dan Northern Territory banyak menyoroti kendala biaya awal dan kesiapan infrastruktur.
Perbandingan dengan Studi Lain
Berbeda dengan studi yang berfokus pada teknologi spesifik (misal BIM atau AR), penelitian ini menyajikan peta menyeluruh dari persepsi sosial dan teknologi AI dalam konstruksi. Kombinasi metode kuantitatif dan kualitatif dari media sosial memberikan dimensi baru dalam riset adopsi teknologi.
Dampak Nyata dan Implikasi Kebijakan
Penelitian ini memberi masukan penting bagi:
Pemerintah: merancang strategi AI nasional berbasis persepsi publik
Perusahaan: memilih teknologi sesuai respons pasar
Akademisi: merancang pelatihan dan kurikulum berbasis kebutuhan industri
Rekomendasi kebijakan meliputi:
Subsidi pelatihan teknologi digital
Kolaborasi antar sektor
Penyesuaian regulasi keselamatan kerja dalam konteks otomatisasi
Kesimpulan: AI Bukan Ancaman, Tapi Peluang
AI dalam konstruksi Australia dipandang secara luas sebagai alat transformasi, bukan pengganti manusia. Studi Regona et al. menunjukkan bahwa dengan strategi yang tepat, AI dapat meningkatkan produktivitas tanpa mengorbankan kesejahteraan pekerja. Tantangannya ada, tapi peluangnya jauh lebih besar.
Sumber
Regona, M., Yigitcanlar, T., Xia, B., & Li, R.Y.M. (2022). Artificial Intelligent Technologies for the Construction Industry: How Are They Perceived and Utilized in Australia? Journal of Open Innovation: Technology, Market, and Complexity, 8(1), 16. https://doi.org/10.3390/joitmc8010016
Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 08 Mei 2025
Pendahuluan: Ketertinggalan Sektor Konstruksi dalam Era Digital
Industri konstruksi adalah penyumbang besar bagi ekonomi global dengan nilai mencapai lebih dari $10 triliun per tahun. Namun, sektor ini menghadapi masalah produktivitas yang stagnan selama bertahun-tahun. Dibandingkan sektor lain seperti manufaktur, industri konstruksi tertinggal dalam adopsi teknologi digital. Paper berjudul "Implementation of technologies in the construction industry: a systematic review" oleh Chen et al. (2021) mengupas sistematis tentang 26 teknologi yang telah diimplementasikan dalam proyek konstruksi global dan manfaat yang diperoleh darinya.
Metodologi Kajian Sistematis
Penelitian ini menggunakan pendekatan systematic review berbasis protokol PRISMA, meninjau 175 artikel dari 2001 hingga 2020. Penulis mengkategorikan teknologi berdasarkan fungsi menjadi lima kelompok:
Akuisisi data
Analitik data
Visualisasi data
Komunikasi
Otomatisasi desain dan konstruksi
Teknologi seperti BIM (Building Information Modeling), RFID, dan AR/VR menjadi fokus utama karena kontribusi mereka terhadap efisiensi dan kolaborasi proyek.
Pemetaan Teknologi dan Penerapannya
1. BIM: Teknologi Andalan
BIM muncul dalam 30% dari seluruh artikel dan sering dikombinasikan dengan teknologi lain seperti GIS, LiDAR, atau nD modeling. Studi menunjukkan bahwa BIM mampu mengurangi waktu proyek hingga 7%, biaya proyek hingga 40%, dan waktu estimasi biaya sebesar 80%.
2. RFID: Pengawasan Material dan Tenaga Kerja
Dengan kemampuan melacak material dan personel secara real-time, RFID menonjol dalam logistik konstruksi. Contohnya, penggunaan RFID dalam pembuatan pipa beton memungkinkan pemantauan kemajuan kerja dan pengiriman bahan secara tepat waktu.
3. Visualisasi Interaktif: AR/VR/nD
Teknologi ini digunakan untuk perencanaan ruang, pelatihan keselamatan kerja, dan komunikasi antara pemangku kepentingan. Game berbasis VR digunakan sebagai simulasi pelatihan K3 untuk pekerja lapangan.
4. AI dan Big Data: Tren yang Masih Berkembang
Walau belum masif digunakan, AI dan big data menunjukkan potensi besar dalam perencanaan proyek dan estimasi risiko. Studi tentang penerapan neural networks untuk prediksi biaya dan durasi proyek menjadi sorotan.
5. Teknologi Otomatisasi: 3D Printing dan Robotik
Walau masih terbatas, 3D printing beton dan robot perakit struktur baja telah mulai diadopsi pada proyek berskala besar. Teknologi ini berpotensi mempercepat konstruksi dan mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja manual.
Manfaat Implementasi Teknologi
Penelitian ini menemukan lima manfaat utama dari teknologi konstruksi:
Efisiensi kerja (83%)
Kesehatan dan keselamatan (52%)
Produktivitas (49%)
Kualitas proyek (33%)
Keberlanjutan (11%)
BIM dan RFID termasuk teknologi yang memberikan manfaat lintas kategori tersebut. Integrasi BIM dan RFID bahkan digunakan untuk pelacakan dalam ruangan secara real-time.
Studi Kasus dan Tren Global
USA dan China menjadi pemimpin dalam publikasi riset teknologi konstruksi.
Negara-negara Asia menyumbang 45% artikel dalam tinjauan.
Visualisasi dan akuisisi data adalah kategori teknologi paling populer sejak 2011.
Studi seperti proyek rumah sakit oleh Khanzode dkk. menggunakan nD-BIM untuk mengkoordinasi sistem MEP secara efisien.
Tantangan dan Hambatan Implementasi
Beberapa tantangan utama:
Biaya awal investasi tinggi
Kurangnya pelatihan tenaga kerja
Masalah interoperabilitas antar platform
Solusi yang disarankan termasuk penguatan regulasi, peningkatan edukasi dan pelatihan, serta insentif dalam pengadaan proyek publik.
Perbandingan dengan Studi Lain
Berbeda dari studi sebelumnya yang hanya menyoroti satu jenis teknologi, paper ini menghadirkan pandangan holistik. Kombinasi teknologi seperti BIM-GIS dan BIM-RFID menunjukkan tren kolaboratif antarteknologi yang meningkat.
Implikasi Praktis dan Strategi ke Depan
Perusahaan konstruksi dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk:
Menyusun roadmap digitalisasi
Menentukan prioritas investasi teknologi
Rekomendasi penulis juga mencakup pentingnya peran pemerintah dan lembaga pendidikan dalam mendukung ekosistem teknologi konstruksi.
Penutup
Transformasi digital di sektor konstruksi bukan sekadar wacana, melainkan kebutuhan mendesak. Dengan memilih dan menerapkan teknologi yang tepat, proyek dapat lebih efisien, aman, dan berkelanjutan. Studi Chen dkk. menjadi acuan penting untuk memahami lanskap teknologi global dalam industri ini.
Sumber
Chen, X., Chang-Richards, A.Y., Pelosi, A. et al. (2021). Implementation of technologies in the construction industry: a systematic review. Engineering, Construction and Architectural Management. https://doi.org/10.1108/ECAM-02-2021-0172