Perubahan Iklim

Menguatkan Ketahanan Iklim di Kawasan Pegunungan: Pendekatan dari Uttarakhand dan Pelajaran untuk Kawasan Pegunungan Lain

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 01 Juli 2025


Tantangan Unik Kawasan Pegunungan terhadap Perubahan Iklim

Kawasan pegunungan merupakan wilayah yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim karena karakteristik geografis dan ekosistemnya yang unik. Sekitar 13% populasi dunia, yaitu sekitar 915 juta orang, tinggal di daerah pegunungan, dengan 150 juta di antaranya berada di ketinggian lebih dari 2.500 meter di atas permukaan laut. Pegunungan juga menjadi habitat bagi lebih dari 85% spesies amfibi, burung, dan mamalia dunia, banyak yang endemik dan sangat sensitif terhadap perubahan iklim. Selain itu, pegunungan berfungsi sebagai "menara air" yang menopang kebutuhan air bagi jutaan orang di dataran rendah1.

Namun, kondisi topografi yang terjal dan ekosistem yang rapuh membuat kawasan ini menghadapi risiko bencana yang kompleks, seperti longsor, banjir bandang, dan glacial lake outburst floods (GLOF). Data dari 1985 hingga 2014 menunjukkan bahwa di kawasan Hindu Kush Himalaya terjadi 323 bencana besar dengan kerugian ekonomi mencapai USD 44,7 miliar dan korban jiwa sebanyak 26.991 orang1.

Kerentanan Sosial dan Ekonomi di Pegunungan

Penduduk pegunungan cenderung lebih rentan secara sosial dan ekonomi dibandingkan dengan dataran rendah. Tingkat kemiskinan lebih tinggi, akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur terbatas, serta isolasi geografis memperparah kerentanan mereka. Kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak seringkali paling terdampak, terutama karena keterbatasan akses informasi dan sumber daya. Migrasi penduduk usia produktif ke luar daerah menambah beban bagi perempuan dan lansia yang tertinggal, sehingga memperbesar risiko sosial dan ekonomi1.

Studi Kasus: Ketahanan Iklim di Uttarakhand, India

Uttarakhand merupakan negara bagian di India yang 93% wilayahnya berupa pegunungan Himalaya. Dengan populasi sekitar 10,1 juta jiwa, wilayah ini menjadi sumber dua sungai besar India, Gangga dan Yamuna. Ekonomi utama di sana meliputi pertanian, hortikultura, pariwisata, dan energi hidro1.

Dampak Perubahan Iklim dan Bencana

Uttarakhand telah mengalami bencana besar yang terkait dengan perubahan iklim. Pada Juni 2013, banjir bandang akibat hujan ekstrem dan mencairnya gletser Chorabari menewaskan lebih dari 5.700 orang. Pada Februari 2021, runtuhnya sebagian gletser Nanda Devi menyebabkan lebih dari 100 orang hilang. Kejadian ini menegaskan urgensi penguatan ketahanan iklim di wilayah tersebut1.

Upaya Penguatan Ketahanan Iklim

Pemerintah Uttarakhand telah memperkuat tata kelola dan kapasitas pengurangan risiko bencana melalui:

  • Koordinasi multi-level antara pemerintah pusat, negara bagian, dan komunitas lokal untuk pengelolaan risiko secara terpadu, termasuk pengelolaan sumber daya air dan mitigasi bencana.
  • Pendanaan inovatif, seperti integrasi pertimbangan ketahanan iklim dalam anggaran daerah, pendanaan adaptasi nasional, serta dukungan donor internasional. Contohnya adalah pengembangan asuransi indeks cuaca untuk petani yang menanam jahe, kentang, tomat, dan kacang polong.
  • Pengembangan data dan teknologi, termasuk pemasangan stasiun meteorologi, sistem peringatan dini, dan penggunaan teknologi geospasial untuk pemantauan risiko bencana.
  • Solusi berbasis alam, seperti rehabilitasi hutan untuk mencegah longsor dan restorasi sistem pengelolaan air tradisional, yang juga memberikan manfaat ekologis dan sosial1.

Mekanisme dan Pendekatan Penguatan Ketahanan Iklim di Pegunungan

Penguatan ketahanan iklim di kawasan pegunungan memerlukan pendekatan yang mempertimbangkan karakteristik geografis dan sosial-ekonomi unik wilayah tersebut. Beberapa mekanisme utama meliputi:

  • Tata kelola multi-level dan lintas sektor untuk memastikan kebijakan dan program yang terintegrasi antara wilayah hulu dan hilir, serta melibatkan berbagai pemangku kepentingan termasuk komunitas adat dan organisasi masyarakat sipil.
  • Instrumen kebijakan dan ekonomi, seperti regulasi tata ruang untuk menghindari pembangunan di daerah rawan bencana, serta program pembayaran jasa lingkungan (Payments for Ecosystem Services/PES) yang memberikan insentif bagi konservasi ekosistem oleh masyarakat lokal.
  • Pendanaan yang adaptif dan inovatif, termasuk penggabungan ketahanan iklim dalam perencanaan anggaran, fasilitasi akses ke dana iklim, dan pengembangan skema asuransi yang sesuai dengan kondisi pegunungan.
  • Monitoring, evaluasi, dan pembelajaran yang berkelanjutan untuk menyesuaikan kebijakan dan program berdasarkan data dan pengalaman lapangan.
  • Peningkatan kapasitas dan kesadaran melalui pelatihan, pendidikan, dan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan risiko.
  • Pemanfaatan teknologi, seperti sistem peringatan dini berbasis teknologi informasi dan komunikasi, serta teknologi geospasial untuk pemetaan risiko dan perencanaan adaptasi1.

Pelajaran dari Kawasan Pegunungan Lain

Selain Uttarakhand, kawasan pegunungan di berbagai belahan dunia menghadapi tantangan serupa. Misalnya:

  • Di Andes, petani harus memindahkan lahan pertanian ke ketinggian lebih tinggi, namun tanaman tradisional seperti kentang dan oca terancam punah.
  • Di Afrika Timur, monitoring deforestasi telah mendorong program restorasi hutan yang meningkatkan produktivitas lahan.
  • Di Pegunungan Carpathians, kualitas air menurun akibat pencemaran dan over-eksploitasi, diperparah oleh perubahan iklim1.

Relevansi dan Rekomendasi untuk Indonesia

Indonesia memiliki banyak kawasan pegunungan yang juga rentan terhadap perubahan iklim, seperti di Sumatera, Jawa, Papua, dan Sulawesi. Pelajaran dari Uttarakhand dan kawasan lain dapat menjadi acuan, antara lain:

  • Meningkatkan koordinasi lintas sektor dan wilayah, khususnya antara daerah hulu dan hilir dalam pengelolaan sumber daya air dan mitigasi bencana.
  • Mengembangkan dan memperluas program asuransi indeks cuaca dan pembayaran jasa lingkungan berbasis komunitas.
  • Memperkuat kapasitas data dan teknologi, termasuk pemasangan stasiun cuaca dan sistem peringatan dini yang mudah diakses masyarakat.
  • Mendorong solusi berbasis alam yang mengintegrasikan pengetahuan lokal dan tradisional.
  • Meningkatkan literasi iklim dan teknologi di sekolah dan komunitas pegunungan untuk membangun kesadaran dan kapasitas adaptasi.
  • Memastikan pendanaan yang memadai dan inovatif untuk mendukung program adaptasi dan mitigasi di pegunungan1.

Penutup

Ketahanan iklim di kawasan pegunungan menuntut pendekatan yang holistik dan kolaboratif, melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan mengintegrasikan solusi teknis, sosial, dan ekologis. Studi kasus Uttarakhand menunjukkan bahwa penguatan tata kelola, inovasi pendanaan, pemanfaatan teknologi, dan solusi berbasis alam adalah kunci untuk menghadapi tantangan iklim yang semakin kompleks. Indonesia dan negara berkembang lainnya dapat mengadopsi dan mengadaptasi praktik-praktik ini untuk membangun masa depan pegunungan yang lebih tangguh dan berkelanjutan.

Sumber asli:
Kato, T., M. Rambali and V. Blanco-Gonzalez (2021), “Strengthening climate resilience in mountainous areas”, OECD Development Co-operation Working Papers, No. 104, OECD Publishing, Paris.

Selengkapnya
Menguatkan Ketahanan Iklim di Kawasan Pegunungan: Pendekatan dari Uttarakhand dan Pelajaran untuk Kawasan Pegunungan Lain

Kebijakan Infrastruktur Air

Smart Water Utility Tingkatkan Efisiensi dan Inovasi Pengelolaan Air Global

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 30 Juni 2025


Pendahuluan

Dalam dunia yang semakin kompleks, kebutuhan akan pengelolaan air yang cerdas menjadi keharusan. Buku Smart Water Utilities: Complexity Made Simple karya Pernille Ingildsen dan Gustaf Olsson memberikan pendekatan revolusioner terhadap utilitas air dengan menyederhanakan kompleksitas tersebut. Buku ini bukan sekadar teori; ia menawarkan solusi nyata melalui konsep M-A-D (Measure – Analyse – Decide) yang dirancang untuk mengoptimalkan pengambilan keputusan di semua tingkatan pengelolaan air.

Konteks Global dan Relevansi

Dengan prediksi 75% penduduk dunia akan tinggal di kota pada 2050, dan kebutuhan air terus meningkat, efisiensi dan keandalan sistem air menjadi isu krusial. Buku ini menjawab tantangan ini melalui konsep Smart Water, yang tidak hanya mengandalkan teknologi, tetapi juga membangun kesadaran sistemik—mengintegrasikan sains, teknologi, dan kebijakan dalam satu kerangka.

Konsep Inti: M-A-D – Measure, Analyse, Decide

1. Measure (Pengukuran)

Pengukuran real-time adalah dasar dari sistem air pintar. Sensor yang dapat mengukur kualitas dan kuantitas air secara langsung memungkinkan data dikumpulkan secara otomatis dan berkelanjutan.

2. Analyse (Analisis)

Penggunaan model matematika dan alat analisis kontekstual memungkinkan data mentah diubah menjadi informasi yang dapat ditindaklanjuti. Analisis ini mencakup pola harian konsumsi, prediksi gangguan sistem, hingga simulasi kebocoran.

3. Decide (Keputusan)

Keputusan dibuat dalam tiga tingkat:

  • Otomatis: Melalui pengendalian sistem.
  • Operasional: Pengaturan set point.
  • Strategis: Perencanaan dan pengelolaan sumber daya jangka panjang.

Studi Kasus dan Praktik Terbaik

1. Kalundborg Utility – Denmark

Utilitas ini menerapkan circular water economy, menggabungkan pengolahan air minum, air limbah, dan energi panas distrik. Mereka juga membuka kolaborasi dengan startup untuk menguji inovasi teknologi air.

2. Penggunaan Sensor dan Online Model

  • Implementasi sensor DO (dissolved oxygen) untuk pengendalian biologis air limbah.
  • Model matematika real-time digunakan untuk mengatur aliran berdasarkan prediksi cuaca.

3. Penerapan Global

Buku mencakup studi kasus dari 11 negara, termasuk:

  • China: Tantangan air bersih di wilayah utara.
  • India: Polusi air permukaan dan tanah.
  • Meksiko: Kota Meksiko mengalami penurunan tanah akibat ekstraksi air tanah.
  • USA: Penurunan air di Lake Mead mempengaruhi pembangkit Hoover Dam.

Kritik dan Analisis Tambahan

Nilai tambah utama buku ini adalah kemampuannya mendekatkan konsep teknis dengan pendekatan manusiawi dan strategis. Bahkan, analogi yang digunakan dengan psikologi Carl Jung dan sistem saraf manusia menunjukkan bahwa pengendalian air tidak hanya soal teknologi, tetapi juga soal persepsi, pengalaman, dan pembelajaran sistemik.

Contoh diagnosis sistem kontrol air digambarkan layaknya penyakit psikologis:

  • Amnesia: Tidak menyimpan data historis.
  • ADHD: Tidak menyelesaikan sistem kontrol.
  • Schizophrenia: Tujuan sistem yang bertentangan di berbagai bagian jaringan air.

Analogi ini menyederhanakan pemahaman teknis sekaligus menyampaikan urgensi akan sistem air yang adaptif, terukur, dan terkontrol.

Tren dan Tantangan Masa Depan

Buku ini menyebutkan 10 tren utama dalam pengembangan Smart Water Utility, termasuk:

  • Pemanfaatan energi dari air limbah.
  • Peningkatan reusabilitas air.
  • Peningkatan peran operator melalui edukasi berbasis data.
  • Kolaborasi antar sektor: industri, akademisi, pemerintah.

Namun, terdapat tantangan besar seperti:

  • Kurangnya standar integrasi teknologi.
  • Keterbatasan kapasitas SDM dalam memahami data.
  • Biaya investasi awal yang tinggi.

Hubungan dengan Tren Industri dan SDGs

Smart Water Utility memiliki peran vital dalam mencapai SDGs, terutama Tujuan 6 (Akses Air Bersih dan Sanitasi) dan Tujuan 11 (Kota dan Permukiman Berkelanjutan). Penerapan konsep M-A-D memungkinkan kota merespons cepat krisis air, efisiensi energi, dan kebutuhan populasi perkotaan.

Dalam konteks Indonesia, urbanisasi pesat di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung menuntut transformasi sistem air menuju versi 2.0 seperti yang dikemukakan dalam buku ini. Penerapan Smart Water bukan pilihan, tapi keniscayaan.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Buku Smart Water Utilities: Complexity Made Simple berhasil memberikan peta jalan menuju masa depan pengelolaan air yang lebih pintar dan berkelanjutan. Pendekatannya yang sistematis, analogis, dan praktis menjadikannya bahan bacaan wajib bagi manajer utilitas, pembuat kebijakan, dan insinyur air.

Rekomendasi kebijakan dan praktik:

  • Pemerintah dan utilitas air harus berinvestasi dalam pendidikan SDM berbasis teknologi air.
  • Perlu insentif fiskal untuk adopsi sensor, pemodelan matematis, dan kontrol otomatis.
  • Perusahaan startup teknologi air harus didorong sebagai bagian dari ekosistem inovasi.

Sumber : Ingildsen, P., & Olsson, G. (2020). Smart Water Utilities: Complexity Made Simple. IWA Publishing.

Selengkapnya
Smart Water Utility Tingkatkan Efisiensi dan Inovasi Pengelolaan Air Global

Kebijakan Infrastruktur Air

Denmark Bangun Masa Depan Bersih Lewat Riset Teknologi Air

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 30 Juni 2025


Pendahuluan

Denmark telah lama dikenal sebagai salah satu pemimpin global dalam inovasi berkelanjutan. Salah satu area yang berkembang pesat adalah water tech research—riset dan pengembangan teknologi air—yang berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim, pengelolaan air bersih, dan efisiensi energi. Laporan "Water Tech Research in Denmark" yang diterbitkan Januari 2024 oleh IRIS Group dan didukung Grundfos Foundation menyajikan pemetaan menyeluruh terhadap lingkungan riset air di Denmark. Artikel ini merangkum isi laporan tersebut dengan penekanan pada analisis kritis, data kuantitatif, studi kasus, serta relevansi global dalam konteks kebijakan dan industri.

Peta Riset Teknologi Air di Denmark

1. Cakupan Riset:
Riset teknologi air yang dianalisis meliputi siklus air perpipaan: identifikasi sumber daya, pemurnian, distribusi, pengelolaan air limbah, pemulihan sumber daya, serta pengendalian air hujan. Area seperti oseanografi atau solusi berbasis alam tidak termasuk.

2. Statistik Utama:

  • 175 FTE peneliti aktif di 17 lingkungan riset di 6 institusi.
  • Fokus utama riset: pengolahan air limbah (56%), suplai air (19%), air hujan (19%), dan sumber daya air (7%).
  • Tiga institusi terbesar: DTU, Aarhus University (AU), dan Aalborg University (AAU).
  • Penurunan signifikan di DTU (dari 63 FTE pada 2018 menjadi 43 FTE di 2023), meskipun ada rencana perekrutan baru.

Kekuatan dan Tantangan Sistemik

Kekuatan:

  • Denmark memimpin dunia dalam jumlah publikasi per juta penduduk di bidang teknologi air.
  • Kolaborasi terbuka dengan perusahaan utilitas air menjadi best practice, mendukung uji coba skala penuh dan pengembangan teknologi langsung di lapangan.
  • Infrastruktur laboratorium canggih (seperti Smart Water Lab di AAU dan fasilitas membran di SDU dan DTU).

Tantangan:

  • Fragmentasi: Riset tersebar, tergantung pada segelintir profesor senior. Jika mereka pindah, lingkungan riset berisiko melemah.
  • Pendanaan stagnan: 846 juta DKK diberikan selama 2013–2022, tetapi tidak tumbuh signifikan meski kebutuhan meningkat.
  • Kompetisi pendanaan domestik: Menghambat kolaborasi antaruniversitas.
  • Kesenjangan TRL (Technology Readiness Level): Fokus pendanaan beralih ke TRL tinggi (5–7), meninggalkan riset strategis (TRL 2–4) yang krusial untuk transisi teknologi dari laboratorium ke industri.

Studi Kasus: Proyek Unggulan

  1. Hi-PreM (2020, 25 juta DKK)
    Kolaborasi DTU, Danfoss, dan SaltPower untuk mengembangkan membran tekanan tinggi untuk energi hijau dan pengolahan air.
  2. Cost Efficient Reduction of Micropollutants (2022, 15 juta DKK)
    AAU dan Køge Afløb A/S mengembangkan teknologi pengurangan PFAS dan obat-obatan dari air limbah.
  3. DRIP Partnership (2015–2021)
    Proyek lintas sektor untuk efisiensi air di industri makanan, menghasilkan penghematan air tahunan 905.400 m³ dan potensi tambahan 535.000 m³.

Perbandingan Global: Denmark dan Dunia

Meskipun Denmark masih unggul, negara seperti Swedia, Singapura, dan Belanda menunjukkan peningkatan signifikan dalam output akademik, mengancam posisi Denmark. Sementara jumlah publikasi Denmark stagnan sejak 2016 (~115 artikel/tahun), Singapura dan Belanda mencatat pertumbuhan yang cepat.

Strategi Masa Depan: Rekomendasi Utama

  1. Strategi nasional jangka panjang: Untuk mengatasi fragmentasi dan ketidakpastian pendanaan.
  2. Pendanaan riset strategis (TRL 2–4): Mengisi celah antara riset dasar dan demonstrasi teknologi.
  3. Insentif riset untuk institusi: Skema MUDP perlu reformasi karena dianggap kurang menarik oleh akademisi.
  4. Reformasi regulasi utilitas air: Agar investasi R&D lebih memungkinkan di tengah tuntutan efisiensi.
  5. Penguatan basis talenta: Usulan program PhD lintas institusi khusus bidang teknologi air.

Kritik & Analisis Tambahan

Walau laporan menyoroti pencapaian Denmark, terlihat jelas bahwa keunggulan historis dapat terkikis tanpa pembaruan sistemik. Kompetitor global menggabungkan kebijakan nasional, konsorsium riset yang kuat, dan pendanaan yang lebih strategis. Denmark berisiko menjadi follower jika hanya mengandalkan reputasi masa lalu.

Di sisi lain, pendekatan kolaboratif dengan utilitas dan lembaga teknologi seperti DHI dan Danish Technological Institute dapat menjadi modal unik. Namun, pelibatan industri besar (misalnya Grundfos dan AVK) masih rendah. Translasi riset ke industri perlu diperkuat agar hasil riset tidak hanya akademik, tetapi berdampak ekonomi langsung.

Kesimpulan

Denmark telah menciptakan fondasi riset teknologi air kelas dunia. Namun, untuk mempertahankan kepemimpinan global, perlu ada reformasi mendasar dalam pendanaan, kolaborasi strategis, dan arah riset nasional. Jika dilakukan, bukan hanya target netralitas karbon 2030 yang bisa tercapai, tetapi juga peluang ekspor teknologi air dapat digandakan dari 20 miliar DKK (2019) ke 40 miliar DKK pada 2030, seperti target dalam strategi lintas kementerian.

Sumber: IRIS Group (2024). Water Tech Research in Denmark: Mapping and analysis of trends, specialisation, strongholds, and collaboration in Danish water technology research environments. Water Valley Denmark & Grundfos Foundation.

Selengkapnya
Denmark Bangun Masa Depan Bersih Lewat Riset Teknologi Air

Kebijakan Infrastruktur Air

Manajemen Air Pintar Dorong Kota Tangguh dan Hemat Energi di Masa Depan

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 30 Juni 2025


Manajemen air pintar (smart water management) menjadi kunci utama dalam mewujudkan jaringan air berkelanjutan dan kota tangguh iklim. Dalam artikel “Smart Water Management towards Future Water Sustainable Networks”, Ramos et al. (2020) menekankan bahwa solusi digital seperti smart sensor, metering otomatis, SCADA, hingga cloud computing, telah berhasil memberikan efisiensi sistem air secara teknis, ekonomi, dan lingkungan.

Latar Belakang: Mengapa Kita Butuh Manajemen Air Pintar?

Sektor air menghadapi tantangan berat:

  • Pertumbuhan penduduk perkotaan
  • Perubahan iklim & kekeringan
  • Infrastruktur tua dan kerugian air tinggi (Non-Revenue Water/NRW)
  • Krisis keuangan operator air

Solusinya bukan hanya membangun lebih banyak pipa, melainkan mengelola air secara cerdas, dengan teknologi sebagai penguat efisiensi dan transparansi.

Apa Itu Manajemen Air Pintar?

Smart Water Management adalah penerapan teknologi ICT (Information and Communication Technology), monitoring real-time, dan analitik data untuk mengendalikan sistem air secara efisien dan berkelanjutan. Manfaat utamanya:

  • Deteksi kebocoran & koneksi ilegal
  • Pengurangan tagihan air (hingga 30%)
  • Peningkatan kualitas air
  • Penghematan energi operasional

Studi Kasus: Reference System (RS) dan Correlation Model Case (CMC)

RS: Sistem Distribusi Air di Kota Eropa (Nama dirahasiakan)

  • 1400 km pipa, 100.000 sambungan
  • NRW tahun 2004: 30,4 juta m³ (23,9%)
  • Target 2016: Turun di bawah 9%
  • Hasil 2016: NRW turun 67,85% jadi 8,1%

CMC: Kota Lain dengan 152.000 pelanggan

  • Target NRW 2025: 10%
  • Estimasi Investasi: €9,5 juta
  • Penghematan: >2,6 juta m³ air & jutaan euro

Teknologi Kunci yang Digunakan

  1. Smart Pipe & Sensor Wireless
    Pemantauan tekanan, aliran, dan kualitas air secara otomatis tanpa intervensi manusia.
  2. Smart Metering & AMI (Advanced Metering Infrastructure)
    Memungkinkan pembacaan konsumsi air jarak jauh dan real-time.
  3. GIS (Geographic Information System)
    Integrasi spasial jaringan air untuk manajemen zonasi dan prediksi kerusakan.
  4. SCADA & Cloud Computing
    Supervisi otomatis dan penyimpanan data berbasis awan untuk efisiensi operasional.
  5. Optimisasi & Model Keputusan
    Menggunakan simulated annealing, fuzzy logic, dan genetic algorithm untuk perencanaan jaringan.

Dampak Ekonomi dan Lingkungan

Dalam 12 tahun (RS Case Study):

  • Hemat air: 200 juta m³ → €60 juta
  • Hemat energi: 65 GWh → €6,5 juta
  • Total hemat: €66 juta
  • Investasi: €20 juta (hanya 30% dari total pendapatan)
  • Penurunan emisi CO₂: 47.385 ton

Rasio efisiensi investasi sangat tinggi, menjadikan manajemen air pintar layak diterapkan di berbagai kota.

Strategi Implementasi

  1. DMA (District Metering Areas)
    RS membagi jaringan menjadi 150 DMA, yang masing-masing diawasi secara intensif.
  2. Pengumpulan data otomatis
    Sensor dikombinasikan dengan modem untuk mengirim data tekanan, aliran, dan kualitas.
  3. Model Korelasi Ekonomi
    Memprediksi investasi dan hasil pengurangan NRW melalui regresi polinomial derajat 3 (akurasi R² > 0,6).

Transformasi: Dari Kota Biasa ke Kota Paling Efisien

RS naik dari peringkat 20 menjadi peringkat ke-5 kota paling efisien di dunia dalam pengelolaan air, dengan:

  • Penerapan sistem pemantauan real-time
  • Optimasi energi pompa dan tekanan
  • Strategi investasi berbasis indikator NRW

Rekomendasi Kebijakan

  • Adopsi teknologi pintar berbasis data untuk pengambilan keputusan
  • Insentif investasi awal untuk sistem digital & sensor
  • Peningkatan literasi teknis SDM air melalui pelatihan ICT
  • Kebijakan tarif air adaptif berbasis efisiensi konsumsi
  • Evaluasi indikator kinerja secara berkala (IEE, IAE, IEC)

Potensi Lanjutan: Mikrohidro & Integrasi Energi

Studi juga merekomendasikan pemanfaatan pembangkit mikrohidro dari tekanan air berlebih, terutama di PRV (Pressure Reducing Valve), untuk menghasilkan energi ramah lingkungan di jaringan air.

Kesimpulan: Air Pintar untuk Masa Depan Tangguh

Artikel ini membuktikan bahwa teknologi bukan sekadar alat, tapi strategi pembangunan. Dengan manajemen air pintar:

  • Kota lebih hemat
  • Sistem lebih tahan bencana
  • Emisi berkurang
  • Masyarakat lebih terlayani

Inilah arah baru kota berkelanjutan berbasis air yang sejalan dengan prinsip Smart City dan SDG 6 (Air Bersih dan Sanitasi).

Sumber : Ramos, H. M., McNabola, A., López-Jiménez, P. A., & Pérez-Sánchez, M. (2020). Smart water management towards future water sustainable networks. Water, 12(1), 58. 

Selengkapnya
Manajemen Air Pintar Dorong Kota Tangguh dan Hemat Energi di Masa Depan

Kebijakan Infrastruktur Air

Meningkatkan Ketahanan Infrastruktur Air dengan Pendekatan Sistem Sosial-Ekologis-Teknis

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 30 Juni 2025


Ketahanan infrastruktur air telah menjadi urgensi global seiring meningkatnya bencana alam, tekanan urbanisasi, dan serangan siber. Artikel ini merangkum pendekatan sistem sosial–ekologis–teknis untuk memperkuat ketahanan layanan air minum, limbah, dan air hujan (DWS). Fokusnya adalah pada bagaimana sistem air merespons tiga ancaman utama: kenaikan muka laut, gempa bumi, dan serangan digital.

Mengapa Ketahanan Air Itu Penting?

Air merupakan tulang punggung kehidupan. Sistem air menopang kesehatan masyarakat, ekonomi, dan ekosistem. Namun, lebih dari 155.000 sistem air minum dan 16.500 fasilitas pengolahan limbah di Amerika Serikat saja terancam oleh:

  • Infrastruktur usang
  • Bencana alam seperti gempa dan banjir
  • Serangan siber dan perubahan iklim
  • Manajemen silo dan tata kelola usang

Kerangka SETS: Sistem Sosial–Ekologis–Teknis

Kerangka ini menyatukan interaksi kompleks antara:

  • Sistem sosial: masyarakat, kebijakan, institusi
  • Sistem ekologis: sumber daya alam dan siklus air
  • Sistem teknis: jaringan perpipaan, stasiun pompa, dan teknologi digital

Whole-life approach menambahkan perspektif usia infrastruktur, dari perencanaan hingga pembaruan, untuk memastikan keberlanjutan jangka panjang.

Studi Kasus: Ketahanan di Tengah Tantangan

1. Sea-Level Rise (Kenaikan Muka Laut)
Miami-Dade, Florida, melakukan pemodelan limpasan dan banjir dengan proyeksi kenaikan air laut 3 kaki hingga 2075. Mereka merancang infrastruktur air setinggi 20 kaki untuk menghindari dampak badai ekstrem.

2. Earthquake (Gempa Bumi)
San Francisco dan Portland memiliki program penguatan infrastruktur air untuk menghadapi gempa besar. Portland Water Bureau memimpin studi untuk memetakan risiko kegagalan infrastruktur terhadap gempa dan mempercepat pemulihan.

3. Cyberattack (Serangan Digital)
Kota Boca Raton mengalami serangan siber yang menyebabkan shutdown sistem air selama 8 jam. Responsnya adalah penguatan protokol SCADA, pelatihan karyawan, dan penerapan forensik digital untuk mendeteksi malware.

Dimensi Ketahanan yang Terintegrasi

1. Ketahanan Fisik:
Meliputi keandalan struktur perpipaan, stasiun pompa, dan fasilitas pengolahan air untuk menahan dan pulih dari gangguan fisik.

2. Ketahanan Ekologis:
Ekosistem sering kali tidak kembali ke keadaan awal setelah gangguan, tetapi menemukan titik keseimbangan baru. Maka, sistem air perlu mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim dan kontaminasi.

3. Ketahanan Sosial:
Kemampuan masyarakat menyerap dan pulih dari gangguan air seperti banjir dan kelangkaan. Misalnya, komunitas rentan yang terisolasi setelah bencana karena akses air terganggu.

4. Ketahanan Ekonomi:
Evaluasi terhadap biaya pemulihan, kerugian ekonomi, dan hilangnya layanan saat krisis. Investasi di awal untuk ketahanan bisa menghemat hingga $13 untuk setiap $1 yang diinvestasikan (NIBS).

5. Ketahanan Digital:
Ancaman dari cyberattack meningkat. Ketahanan digital mencakup sistem deteksi dini, redundansi data, segmentasi jaringan, dan pelatihan staf untuk menanggulangi serangan.

Transformasi Strategi Perencanaan

Dulu: Fokus pada pemeliharaan berbasis kondisi.
Sekarang: Pergeseran ke manajemen siklus hidup dengan analisis risiko, prioritas sistemik, dan desain redundan.

Contoh:
Di Denmark, penggunaan sistem cloud oleh BlueKolding Utility menghasilkan penghematan energi 23% dan penurunan tekanan puncak 77%. Di Belanda, Waterschapsbedrijf Limburg sukses mengganti sistem IS melalui pilot project yang scalable ke 149 stasiun pompa.

Keterkaitan Resiliensi dan Keberlanjutan

Resiliensi adalah prasyarat untuk keberlanjutan jangka panjang. Infrastruktur air yang tangguh:

  • Lebih cepat pulih dari bencana
  • Mengurangi beban biaya perbaikan
  • Menjamin akses air bersih di masa depan

Paradoks: Peningkatan ketahanan bisa menaikkan biaya. Solusi: subsidi pemerintah, investasi progresif, dan perencanaan berbasis risiko.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Air akan selalu terancam, tetapi kita bisa lebih siap. Pendekatan SETS dan manajemen seumur hidup (whole-life) mampu menjawab tantangan yang kompleks dari sektor air.

Rekomendasi Kunci:

  • Gunakan data real-time dan AI untuk prediksi gangguan
  • Integrasikan digital dan fisik: perkuat SCADA, cloud, dan IoT
  • Bangun kolaborasi lintas sektor: energi, transportasi, dan perumahan
  • Investasi pada sistem pelatihan tenaga kerja air
  • Fokus pada komunitas rentan dalam desain ketahanan
  • Jadikan ketahanan sebagai arus utama dalam perencanaan infrastruktur

Sumber: Sinha, S. K., Davis, C., Gardoni, P., Babbar-Sebens, M., Stuhr, M., Huston, D., ... & Vishwakarma, A. (2023). Water sector infrastructure systems resilience: A social–ecological–technical system-of-systems and whole-life approach. Cambridge Prisms: Water, 1, e4, 1–24. 

Selengkapnya
Meningkatkan Ketahanan Infrastruktur Air dengan Pendekatan Sistem Sosial-Ekologis-Teknis

Kebijakan Infrastruktur Air

Inovasi Riset Air Eropa Percepat Ekonomi Sirkular dan Ketahanan Iklim

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 30 Juni 2025


Proyek air memainkan peran vital dalam menjawab tantangan perubahan iklim, degradasi lingkungan, dan kebutuhan air bersih di seluruh dunia. Uni Eropa melalui Horizon 2020, program pendanaan riset terbesar di Eropa, telah mendanai 313 proyek air antara tahun 2014–2020 dengan total anggaran €1,64 miliar, di mana €1,35 miliar berasal dari dana Uni Eropa sendiri.

Fokus dan Skala Proyek

Proyek-proyek ini mencakup spektrum luas mulai dari penelitian dasar hingga implementasi industri, dengan 8 tema utama:

  • Ekosistem air tawar
  • Siklus air global
  • Manajemen air
  • Keterkaitan air dan manusia
  • Air dan pertanian
  • Air dan industri
  • Air dan energi
  • Tata kelola air

Distribusi terbesar berasal dari tema "Air dan Manusia" (104 proyek), diikuti "Manajemen Air" (65 proyek), dan "Air dan Industri" (45 proyek).

Studi Kasus dan Dampak Nyata

1. HYDROUSA
Proyek ini menunjukkan solusi loop air tertutup dengan model bisnis regeneratif di Mediterania. HYDROUSA menciptakan sistem sirkular air limbah yang digunakan kembali untuk irigasi, produksi biogas, dan pengolahan air minum.

Anggaran: €10 juta
Tema: Air dan Manusia – Solusi Berbasis Alam

2. NextGen
Proyek ini mendorong penggunaan kembali air limbah dalam ekonomi sirkular. Dengan mengintegrasikan teknologi canggih seperti sensor, digital twin, dan pendekatan partisipatif, NextGen berkontribusi besar pada pengurangan konsumsi air bersih di wilayah urban.

Anggaran: €11 juta
Hasil: Diterapkan di 10 negara Eropa

3. WaterSENSE
Menyediakan data berbasis satelit Copernicus untuk mendeteksi kebutuhan air dan efisiensi pemakaian di sektor pertanian dan kota. Proyek ini mengintegrasikan data in-situ, model ekologi, dan machine learning.

Dimensi Pembiayaan dan Tipe Aksi

Berbagai bentuk pendanaan digunakan:

  • Innovation Action (IA): 89 proyek
  • Research & Innovation Action (RIA): 85 proyek
  • SME Instrument: 59 proyek
  • Marie Skłodowska-Curie Actions (MSCA): 30 proyek

Proyek IA mendominasi alokasi anggaran, dengan total kontribusi sebesar €605 juta dari UE.

Temuan Utama

  • Proyek “Water and People” menyerap 37% dari total dana, menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan teknologi pengolahan air, daur ulang air limbah, dan solusi urban.
  • Proyek-proyek lintas sektor seperti Water-Food-Energy Nexus semakin penting dalam mendukung keberlanjutan holistik.
  • Tren kuat ke arah digitalisasi sistem air tampak melalui proyek seperti Fiware4Water dan DIGITAL-WATER.city.

Nilai Tambah dan Potensi Replikasi

Banyak proyek Horizon 2020 telah:

  • Menghasilkan teknologi baru siap pasar
  • Membentuk platform kolaboratif lintas negara dan sektor
  • Mempercepat adopsi ekonomi sirkular di sektor air
  • Memberikan data terbuka melalui EOSC (European Open Science Cloud)

Tantangan dan Rekomendasi

Meskipun didanai besar-besaran, banyak proyek menghadapi:

  • Fragmentasi antara pendekatan teknis dan sosial
  • Kurangnya integrasi kebijakan nasional dan lokal
  • Perluasan partisipasi dari negara anggota baru (misalnya Romania, Hungaria)

Rekomendasi:

  1. Tingkatkan diseminasi hasil ke masyarakat dan pembuat kebijakan.
  2. Perkuat kerjasama global dengan negara-negara berkembang.
  3. Dorong replikasi proyek sukses ke skala kota dan wilayah.

Keterkaitan dengan Tren Global

Proyek-proyek ini mendukung target SDGs, khususnya:

  • SDG 6: Air Bersih dan Sanitasi
  • SDG 9: Industri, Inovasi dan Infrastruktur
  • SDG 13: Penanganan Perubahan Iklim

Kesimpulan: Riset Air sebagai Tulang Punggung Keberlanjutan

Kumpulan proyek Horizon 2020 menunjukkan bahwa investasi pada riset dan inovasi air berdampak besar terhadap ketahanan iklim, efisiensi ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.

Horizon 2020 membuktikan bahwa dengan pendanaan tepat dan pendekatan kolaboratif, Uni Eropa dapat memimpin transformasi air global ke arah inovasi yang inklusif, sirkular, dan tangguh terhadap perubahan iklim.

Sumber : Balabanis, P., Bon, S. C., & Gonzalez, A. G. (2022). Research & Innovation Projects relevant to Water Research: Horizon 2020 Calls 2014–2020. Directorate-General for Research and Innovation, European Commission.

Selengkapnya
Inovasi Riset Air Eropa Percepat Ekonomi Sirkular dan Ketahanan Iklim
« First Previous page 80 of 1.170 Next Last »