Rantai Pasok Digital
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 19 Februari 2025
Pendahuluan
Tesis master berjudul "Implementation of Supply Chain 4.0" oleh Stella Nwakuchi Ngwaba Adare, yang diajukan di University of Gothenburg pada Mei 2020, membahas tentang implementasi Industri 4.0 (I4.0) dalam konteks manajemen rantai pasok (Supply Chain Management/SCM). Penelitian ini bertujuan untuk memahami penelitian sebelumnya tentang Industri 4.0 dalam rantai pasok, menjelajahi konsep, prinsip, dan dimensi yang terlibat, serta mengusulkan kerangka kerja konseptual. Industri 4.0, yang berasal dari proyek strategi berteknologi tinggi pemerintah Jerman pada tahun 2011, berfokus pada digitalisasi manufaktur. Tesis ini menyoroti pentingnya menghubungkan perusahaan untuk memanfaatkan potensi penuh Industri 4.0.
Latar Belakang dan Motivasi
Industri 4.0 telah banyak dianalisis dalam konteks revolusi industri yang didorong oleh berbagai konsep dan teknologi. Penelitian sebelumnya tentang Industri 4.0 dalam kaitannya dengan SCM sebagian besar mencakup tren di industri manufaktur, seperti pabrik pintar, manufaktur pintar, dan IoT. Namun, sektor lain juga telah merangkul konsep, prinsip, dan teknologi Industri 4.0 sebagai pendorong digitalisasi. Supply Chain 4.0 merupakan reorganisasi proses rantai pasok seperti desain dan perencanaan, produksi, distribusi, konsumsi, dan reverse logistics menggunakan teknologi Industri 4.0.
Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari tesis ini adalah:
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Systematic Literature Review (SLR) untuk menganalisis literatur yang relevan tentang Supply Chain 4.0 dari tahun 2015 hingga 2020 dari database Scopus. Metode penelitian bibliometrik, yaitu analisis Co-word dari kata kunci terkait SC 4.0 menggunakan VOSviewer, digunakan untuk menganalisis data Scopus. Konteks tesis ini adalah analisis holistik yang mencakup seluruh fungsi bisnis dalam rantai pasok.
Kerangka Teoretis
Tesis ini membahas beberapa konsep kunci, termasuk:
Hasil dan Diskusi
Temuan Utama
Temuan utama dari penelitian ini adalah adanya dimensi Politik, Ekonomi, Sosial, Teknologi, Lingkungan, dan Hukum (PESTEL) terhadap driver dan barrier dalam SC 4.0. Hasil SLR adalah kerangka kerja konseptual yang membahas driver dan barrier dalam implementasi Supply Chain 4.0.
Analisis Bibliometrik
Analisis bibliometrik menggunakan VOSviewer menyoroti kata kunci yang paling sering digunakan dalam literatur Supply Chain 4.0, menunjukkan tren penelitian utama dan area fokus. Analisis Co-word mengungkapkan kluster kata kunci yang terkait dengan berbagai aspek Supply Chain 4.0, seperti teknologi, strategi, dan implementasi.
Framework Konseptual
Kerangka kerja konseptual yang diusulkan dalam tesis ini dirancang dengan PESTEL, alat analisis manajemen strategis, dan dapat diterapkan dalam pengambilan keputusan strategis terlepas dari industri. Kerangka kerja ini memberikan panduan bagi perusahaan dalam memahami dan mengatasi driver dan barrier dalam implementasi Supply Chain 4.0.
Studi Kasus dan Angka
Karena sifat SLR dari tesis, tidak ada studi kasus atau angka spesifik yang disajikan. Namun, tesis tersebut merujuk pada berbagai penelitian yang menyoroti manfaat potensial dari teknologi Industri 4.0 dalam SCM.
Kesimpulan
Tesis ini menyimpulkan bahwa implementasi Supply Chain 4.0 dipengaruhi oleh berbagai faktor politik, ekonomi, sosial, teknologi, lingkungan, dan hukum. Kerangka kerja konseptual yang diusulkan memberikan panduan yang berguna bagi perusahaan dalam memahami dan mengatasi driver dan barrier dalam implementasi Supply Chain 4.0.
Implikasi Manajerial
Tesis ini menawarkan implikasi manajerial berikut:
Penelitian Masa Depan
Tesis ini menyarankan beberapa area untuk penelitian masa depan, termasuk:
Sumber : Adare, Stella Nwakuchi Ngwaba. (2020). Implementation of Supply Chain 4.0. Master Degree Thesis in Logistics and Transport Management, University of Gothenburg.
Rantai Pasok Digital
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 19 Februari 2025
Pendahuluan
Artikel ini mengeksplorasi dampak teknologi Industry 4.0 dalam mengubah manajemen rantai pasokan tradisional menjadi Supply Chain 4.0 yang terintegrasi dan berkelanjutan. Dengan mengadopsi metodologi Systematic Literature Review (SLR) pada 71 artikel, penelitian ini mengidentifikasi atribut kunci dari teknologi seperti Blockchain, Internet of Things (IoT), Artificial Intelligence (AI), dan 3D Printing yang mendukung praktik rantai pasokan berkelanjutan. Fokus utama adalah bagaimana teknologi ini menciptakan nilai keberlanjutan pada tiga dimensi: ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Temuan Utama
1. Supply Chain 4.0 dan Keberlanjutan
2. Atribut Teknologi Industry 4.0 yang Menonjol
Penelitian ini mengidentifikasi atribut berikut:
Studi Kasus: Blockchain dan IoT untuk Keberlanjutan
Blockchain dalam Rantai Pasokan Agrikultur
IoT dalam Logistik dan Pengelolaan Inventaris
Hubungan Antara Industry 4.0 dan Pilar Keberlanjutan
Hambatan Implementasi
Kesimpulan
Teknologi Industry 4.0 seperti Blockchain dan IoT memiliki potensi besar untuk mengubah rantai pasokan menjadi lebih berkelanjutan. Artikel ini memberikan panduan strategis untuk memaksimalkan manfaat teknologi ini sambil mengatasi hambatan implementasi. Dengan adopsi yang tepat, Supply Chain 4.0 dapat menjadi elemen kunci dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
Sumber:
Srhir, S., Jaegler, A., & Montoya-Torres, J. R. (2023). Uncovering Industry 4.0 technology attributes in sustainable supply chain 4.0: A systematic literature review. Business Strategy and The Environment.
Rantai Pasok Digital
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 19 Februari 2025
Pendahuluan
Artikel "Supply Chain Management and Industry 4.0: A Theoretical Approach" yang ditulis oleh Tobias Leonardo Kunrath, Aline Dresch, dan Douglas Rafael Veit, mengeksplorasi integrasi teknologi Industri 4.0 dalam manajemen rantai pasok (SCM). Dalam era revolusi industri keempat ini, perusahaan dituntut untuk beradaptasi dengan teknologi inovatif seperti robotika canggih, kecerdasan buatan, dan Internet of Things (IoT) untuk mempertahankan daya saing mereka. Artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana teknologi Industri 4.0 hadir dalam SCM dan menganalisis berbagai aplikasi yang dimungkinkan.
Latar Belakang dan Motivasi
Industri 4.0 telah mengubah lanskap operasional bisnis, mengubah aktivitas yang sebelumnya terisolasi menjadi aktivitas otomatis yang terintegrasi dengan rantai nilai. Untuk tetap kompetitif, perusahaan harus mengadopsi inovasi dalam SCM. Namun, integrasi teknologi ke dalam rantai pasok tidak selalu mudah, sering kali menyebabkan kesulitan keuangan dan praktik manajemen yang tidak memadai. Artikel ini menyoroti perlunya pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana teknologi Industri 4.0 dapat diterapkan untuk meningkatkan responsivitas dan ketahanan rantai pasok.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode tinjauan literatur sistematis, mengadaptasi metode yang diusulkan oleh Morandi dan Camargo (2015). Proses ini melibatkan:
Kerangka Teoretis
Artikel ini membahas konsep-konsep kunci berikut:
Hasil dan Diskusi
Elemen Industri 4.0 dalam SCM
Penelitian ini mengidentifikasi sembilan elemen teknologi utama Industri 4.0 yang relevan dengan SCM:
Studi Kasus dan Angka
Meskipun artikel ini bersifat teoretis, ia merujuk pada studi yang menunjukkan dampak positif dari teknologi Industri 4.0 pada SCM. Misalnya, penerapan IoT dapat mengurangi waktu henti peralatan hingga 25% dan meningkatkan efisiensi operasional hingga 15%. Selain itu, penggunaan big data analytics telah terbukti meningkatkan akurasi peramalan permintaan hingga 20%.
Hubungan dengan Model SCOR
Penelitian ini mengkategorikan elemen Industri 4.0 berdasarkan proses utama dari model SCOR:
Kesimpulan
Artikel ini memberikan tinjauan komprehensif tentang hubungan antara teknologi Industri 4.0 dan SCM. Dengan mengidentifikasi elemen-elemen teknologi utama dan mengkategorikannya berdasarkan model SCOR, penelitian ini memberikan kerangka kerja yang berguna bagi perusahaan yang ingin mengadopsi teknologi Industri 4.0 dalam rantai pasok mereka. Artikel ini menyoroti pentingnya inovasi dalam SCM untuk mempertahankan daya saing di era digital.
Keterbatasan dan Penelitian Masa Depan
Penelitian ini terutama bersifat teoretis dan tidak menyertakan studi empiris untuk mendukung klaimnya. Penelitian masa depan harus fokus pada studi kasus dan analisis kuantitatif untuk mengukur dampak sebenarnya dari teknologi Industri 4.0 pada kinerja rantai pasok. Selain itu, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengatasi tantangan dan risiko yang terkait dengan implementasi teknologi Industri 4.0, seperti masalah keamanan data dan kebutuhan akan keterampilan baru.
Sumber Artikel:
Kunrath, T. L., Dresch, A., Veit, D. R. (2023). “Supply chain management and industry 4.0: a theoretical approach”, Brazilian Journal of Operations and Production Management, Vol. 20, No. 1, e20231263.
Rantai Pasok Digital
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 19 Februari 2025
Pendahuluan
Artikel ini mengeksplorasi pengaruh teknologi Industry 4.0 terhadap ketahanan rantai pasokan (supply chain resilience, SC resilience) melalui dua kemampuan utama: kolaborasi rantai pasokan (supply chain collaboration, SC collaboration) dan visibilitas rantai pasokan (supply chain visibility, SC visibility). Berbasis pada teori Dynamic Resource-Based View (RBV), penelitian ini menggunakan data survei dari 408 perusahaan manufaktur Tiongkok, menawarkan wawasan empiris tentang bagaimana teknologi digital meningkatkan ketahanan operasional di tengah tantangan global seperti pandemi COVID-19, geopolitik, dan risiko keamanan siber.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini menjawab empat pertanyaan utama:
Temuan Kunci
1. Dampak Teknologi Industry 4.0 pada Kemajuan IT
Adopsi Industry 4.0 terbukti meningkatkan kemajuan IT, menciptakan first-mover advantage bagi perusahaan yang memimpin dalam penerapan teknologi seperti IoT, AI, dan blockchain. Hasil Survei: Perusahaan dengan tingkat adopsi Industry 4.0 yang lebih tinggi memiliki keunggulan 30% lebih cepat dalam mengintegrasikan teknologi IT canggih dibandingkan pesaingnya.
2. Kemampuan Rantai Pasokan: Kolaborasi dan Visibilitas
3. Ketahanan Rantai Pasokan
Ketahanan rantai pasokan didefinisikan sebagai kemampuan untuk merespons dan pulih dari gangguan operasional. Dua mekanisme utama ditemukan:
Hambatan Implementasi Industry 4.0
Meskipun manfaatnya signifikan, implementasi Industry 4.0 menghadapi hambatan seperti:
Kerangka Kerja untuk Penerapan Industry 4.0
Penelitian ini menyarankan pendekatan bertahap:
Kesimpulan
Penelitian ini membuktikan bahwa kombinasi teknologi Industry 4.0 dan kemajuan IT mampu meningkatkan ketahanan rantai pasokan melalui kolaborasi dan visibilitas data. Hasil Survei: Teknologi Industry 4.0 meningkatkan ketahanan rantai pasokan sebesar 35%, memberikan daya saing jangka panjang dalam lingkungan bisnis yang dinamis.
Sumber:
Huang, K., Wang, K., Lee, P. K. C., & Yeung, A. C. L. (2023). The impact of industry 4.0 on supply chain capability and supply chain resilience: A dynamic resource-based view. International Journal of Production Economics.
Rantai Pasok Digital
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 19 Februari 2025
Pendahuluan
Digitalisasi yang cepat, dipicu oleh pandemi global dan persaingan internasional, memaksa perusahaan untuk mengadopsi pendekatan baru dalam pengelolaan rantai pasokan. Artikel ini membahas hubungan antara Industry 4.0 dan Supply Chain 4.0 serta dampaknya terhadap kinerja perusahaan, dengan fokus pada sektor otomotif di negara berkembang seperti Maroko. Artikel ini juga menawarkan wawasan tentang implementasi teknologi seperti IoT, Big Data Analytics (BDA), dan Cyber-Physical Systems (CPS) dalam mengubah rantai pasokan tradisional menjadi lebih cerdas, terintegrasi, dan dinamis.
Definisi dan Teknologi Kunci
Industry 4.0 didefinisikan sebagai integrasi teknologi digital ke dalam proses manufaktur dan logistik, termasuk:
Supply Chain 4.0 menggunakan teknologi Industry 4.0 untuk mengubah rantai pasokan linier tradisional menjadi model dinamis yang lebih efisien. Fokus utamanya adalah pada Smart Logistics, termasuk integrasi data, pengendalian inventaris, dan pengelolaan transportasi cerdas.
Studi Kasus: Industri Otomotif di Maroko
Sektor Otomotif Maroko mengalami pertumbuhan signifikan, menyumbang 26% ekspor nasional pada 2018 dan menciptakan 27% lapangan kerja industri. Berikut beberapa wawasan:
Manfaat Utama Industry 4.0 dan Supply Chain 4.0
Tantangan dalam Implementasi
Meskipun manfaatnya besar, ada beberapa hambatan utama:
Kerangka Kerja untuk Implementasi yang Efektif
Penulis menyarankan langkah-langkah berikut untuk mengatasi tantangan:
Kesimpulan
Implementasi Industry 4.0 dan Supply Chain 4.0 memberikan peluang besar untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Namun, kesuksesan bergantung pada kemampuan perusahaan untuk beradaptasi dengan tantangan digitalisasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa sektor otomotif di Maroko dapat menjadi contoh sukses bagi negara berkembang lainnya dalam mengadopsi teknologi rantai pasokan cerdas.
Sumber:
Abdellah Sassi, Mohamed Ben Ali, Mohammed Hadini, Hassan Ifassiouen, & Said Rifai (2021). The relation between Industry 4.0 and Supply Chain 4.0 and the impact of their implementation on companies’ performance: State of the Art. International Journal of Innovation and Applied Studies.
Bentuk Pemerintahan
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 19 Februari 2025
Monarki (atau Kerajaan) berasal dari bahasa Yunani monos (μονος) yang berarti satu, dan archein (αρχειν) yang berarti pemerintah. Monarki merupakan sejenis pemerintahan yang dipimpin oleh seorang penguasa monarki. Monarki atau sistem pemerintahan kerajaan adalah sistem tertua di dunia. Pada awal kurun abad ke-19, terdapat lebih 900 tahta kerajaan di dunia, tetapi menurun menjadi 240 dalam abad ke-20. Sedangkan pada dekade kedelapan abad ke-20, hanya 40 takhta saja yang masih ada. Dari jumlah tersebut, hanya empat negara mempunyai penguasa monarki yang mutlak dan selebihnya memiliki sistem monarki konstitusional.
Perbedaan di antara penguasa monarki dengan presiden sebagai kepala negara adalah penguasa monarki menjadi kepala negara sepanjang hayatnya, sedangkan presiden biasanya memegang jabatan ini untuk jangka waktu tertentu. Namun dalam negara-negara federasi seperti Malaysia, penguasa monarki atau Yang dipertuan Agung hanya berkuasa selama 5 tahun dan akan digantikan dengan penguasa monarki dari negeri lain dalam persekutuan. Pada zaman sekarang, konsep monarki mutlak hampir tidak ada lagi dan kebanyakannya adalah monarki konstitusional, yaitu penguasa monarki yang dibatasi kekuasaannya oleh konstitusi.
Monarki demokratis berbeda dengan konsep penguasa monarki yang sebenarnya. Pada kebiasaannya penguasa monarki itu akan mewarisi tahtanya. Tetapi dalam sistem monarki demokratis, tahta penguasa monarki akan bergilir-gilir di kalangan beberapa sultan. Malaysia misalnya, mengamalkan kedua sistem yaitu kerajaan konstitusional serta monarki demokratis.
Bagi kebanyakan negara, penguasa monarki merupakan simbol kesinambungan serta kedaulatan negara tersebut. Selain itu, penguasa monarki biasanya ketua agama serta panglima besar angkatan bersenjata sebuah negara. Contohnya di Malaysia, Yang Dipertuan Agung merupakan ketua agama Islam, sedangkan di Britania Raya dan negara di bawah naungannya, Ratu Elizabeth II adalah Gubernur Agung Gereja Inggris. Meskipun demikian, pada masa sekarang ini biasanya peran sebagai ketua agama tersebut adalah bersifat simbolis saja.
Selain penguasa monarki, terdapat beberapa jenis kepala pemerintahan yang mempunyai bidang kekuasaan yang lebih luas seperti Maharaja dan Khalifah.
Penguasa monarki di Indonesia
Jabatan penguasa monarki dijabat secara turun temurun. Cangkupan wilayah seorang penguasa monarki dari wilayah yang kecil misalnya desa adat (negeri) di Maluku, sebuah kecamatan atau distrik, sampai sebuah pulau besar atau benua (kekaisaran). Kepala adat turun temurun pada desa adat di Maluku yang disebut negeri dipanggil dengan sebutan raja. Raja yang menguasai sebuah distrik di Timor disebut liurai. Sebuah kerajaan kecil (kerajaan distrik) tunduk kepada kerajaan yang lebih besar yang biasanya sebuah Kesultanan. Kerajaan kecil sebagai cabang dari sebuah kerajaan besar tidak berhak menyandang gelar Sultan (Yang Dipertuan Besar), tetapi hanya boleh menyandang gelar Pangeran, Pangeran Muda, Pangeran Adipati, atau Yang Dipertuan Muda walaupun dapat juga dipanggil dengan sebutan Raja. Sebagian wilayah kerajaan kecil (distrik) di Kalimantan diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda kepada pihak-pihak yang berjasa kepada kolonial Belanda. Tidak semua bekas kerajaan dapat dipandang sebagai sebuah bekas negara (kerajaan). Kerajaan-kerajaan yang mempunyai perjanjian dengan pihak kolonial Belanda merupakan negara yang berdaulat di wilayahnya.
Contoh monarki di Indonesia:
Jawa
Kalimantan
Sumatera
Gelar kepala negara di dunia
Kepala negara mempunyai gelar berbeda di negara yang berbeda sesuai dengan bentuk negara tersebut.
Monarki
Monarki di Eropa
Sumber Artikel: id.wikipedia.org