Pertanian
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 21 Februari 2025
Dokter hewan (disebut juga medik veteriner) adalah sebuah profesi medis yang mempraktikkan ilmu kedokteran hewan. Seorang dokter hewan telah menyelesaikan pendidikan profesi secara formal dan disumpah untuk menerapkan ilmu yang dimilikinya. Selain bertanggung jawab terhadap kesehatan hewan, dokter hewan juga berperan dalam meningkatkan kesejahteraan hewan serta dalam kesehatan masyarakat veteriner.
Bidang pekerjaan
Seorang dokter hewan teregistrasi dapat membuka layanan medis dan bekerja sebagai praktisi. Dokter hewan praktisi biasanya lebih memfokuskan diri pada satu kelompok hewan tertentu, seperti hewan kesayangan yang dipelihara di rumah, misalnya anjing, kucing, dan kelinci. Seorang praktisi hewan kesayangan dapat berkarier di tempat praktik mandiri, klinik, dan rumah sakit hewan, maupun di tempat penampungan hewan. Sebagian dokter hewan lain memilih untuk menangani kesehatan hewan ternak, baik ternak mamalia seperti sapi, kambing, domba, kuda, dan babi, maupun unggas seperti ayam pedaging dan ayam petelur. Ada pula dokter hewan konservasi yang menangani satwa liar dan akuatik.
Ditinjau dari lingkup sektor ekonomi, dokter hewan dapat bekerja pada sektor privat dengan membuka layanan praktik mandiri, bekerja sama dengan rekan sejawat, atau pada perusahaan swasta, baik melalui pelayanan jasa medis ataupun konsultasi. Sebagian dokter hewan lain bekerja pada sektor publik atau pemerintahan yang menyelenggarakan layanan veteriner, lembaga penelitian, konservasi, pembibitan, produksi dan reproduksi hewan, serta lembaga sertifikasi seperti karantina hewan. Selain itu, organisasi nirlaba, yang biasanya merupakan lembaga konservasi, juga merekrut dokter hewan.
Tantangan pekerjaan
Dokter hewan berisiko mengalami luka fisik yang disebabkan oleh hewan yang ditanganinya. Sebuah penelitian di Amerika Serikat pada tahun 1988 menyebutkan bahwa 64,6% dari dokter hewan pernah mengalami luka berat akibat hewan; tangan, lengan, dan kepala menjadi area yang paling umum terluka, sementara sapi, anjing, dan kuda menjadi hewan yang paling umum menyebabkan luka. Dokter hewan juga dapat tertular penyakit zoonotik dari hewan-hewan yang ditanganinya. Tantangan pekerjaan dokter hewan juga perihal pemerataan, bahwa belum setiap wilayah memiliki dokter hewan. Beban kerja dan cakupan wilayah yang luas menjadikan pekerjaan dokter hewan rawan mengalami kelebihan beban kerja maupun meninggal dunia. Terdapat dokter hewan yang dituntut secara hukum oleh kliennya karena ketidapuasan pelayanan. Selain itu, layanan dokter hewan swasta berbayar belum tersosialisasi secara luas.
Kompetensi
Setelah lulus pendidikan dan dilantik menjadi dokter hewan, seseorang wajib memiliki sejumlah kompetensi. Terdapat beberapa kompetensi minimum yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH). Secara garis besar, kompetensi-kompetensi tersebut dibagi menjadi dua, yaitu kompetensi dasar dan kompetensi lanjutan.
Kompetensi dasar—yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kecakapan minimum yang diperlukan oleh seorang dokter hewan untuk mendapatkan izin dari konsil kedokteran hewan—dibagi menjadi dua kelompok: kompetensi umum dan kompetensi spesifik. Kompetensi umum dokter hewan mencakup ilmu veteriner dasar, ilmu veteriner klinis, dan produksi hewan, sementara kompetensi spesifik terdiri atas 11 aspek, yaitu:
Jenis kompetensi kedua adalah kompetensi lanjutan, yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kecakapan minimum yang diperlukan oleh seorang dokter hewan untuk bekerja sebagai otoritas veteriner. Jenis kompetensi ini terdiri atas delapan aspek, yaitu
Dalam budaya populer
Dokter hewan telah banyak dijadikan topik budaya populer, seperti film dan serial televisi. Berikut ini beberapa di antaranya:
Sumber: https://id.wikipedia.org/
Ekonomi dan Bisnis
Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 21 Februari 2025
PDB tumbuh di semua negara, dengan pertumbuhan di Indonesia, Singapura, Thailand, dan Vietnam meningkat selama periode ini, sementara Malaysia dan Filipina mencatat pertumbuhan yang lebih lambat (Grafik). Permintaan domestik yang kuat, didukung oleh prospek lapangan kerja yang stabil dan pelonggaran harga, serta berlanjutnya pemulihan sektor jasa-khususnya pariwisata-dan tanda-tanda awal peningkatan permintaan ekspor mendukung pertumbuhan.
Perekonomian Asia Tenggara tetap tangguh; mayoritas ekonomi mencatat pertumbuhan yang lebih kuat pada Triwulan IV tahun 2023.
Kami berusaha untuk memberikan akses yang setara kepada para penyandang disabilitas. Jika Anda memerlukan informasi tentang konten ini, kami akan dengan senang hati bekerja sama dengan Anda.
Pandangan untuk tahun 2024 sangat optimis
Semua negara di Asia Tenggara memperkirakan kinerja yang lebih baik, sembari mengakui adanya tantangan yang sedang berlangsung. Konsumsi swasta yang kuat dapat didorong jika harga tetap moderat dan pasar tenaga kerja yang ketat, dan program stimulus pemerintah juga dapat memberikan dukungan.
Selain itu, permintaan eksternal dari potensi peningkatan di pasar elektronik dan rebound di pariwisata internasional dapat menjadi pertanda baik untuk kawasan ini. Akan tetapi, lingkungan eksternal masih sangat tidak pasti dan rapuh. Ketegangan geopolitik, seperti yang terjadi antara Cina dan Amerika Serikat, terus berlanjut; risiko resesi masih ada di negara-negara besar di Eropa dan Amerika Serikat; dan prospek ekonomi di Cina masih belum pasti.
Tinjauan ekonomi regional
Pada artikel ini, kami berfokus pada perekonomian enam negara Asia Tenggara: Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Kami memulai dengan memberikan gambaran umum regional. Kami berusaha keras untuk memberikan akses yang setara kepada para penyandang disabilitas ke situs web kami. Jika Anda menginginkan informasi tentang konten ini, kami akan dengan senang hati bekerja sama dengan Anda.
Terdapat kinerja yang kuat di seluruh wilayah, meskipun masih ada dampak dari ekonomi eksternal. Kami berupaya untuk memberikan akses yang setara kepada para penyandang disabilitas ke situs web kami. Jika Anda memerlukan informasi tentang konten ini, kami akan dengan senang hati bekerja sama dengan Anda. Pada bagian berikut ini, kami akan berfokus pada enam negara tertentu di Asia Tenggara, dengan mengkaji kondisi makroekonomi dan pasar keuangan mereka.
Disadur dari: mckinsey.com
Pertanian
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 21 Februari 2025
Domestikasi hewan adalah proses perubahan karakter genetik, fisik, dan perilaku hewan liar dari generasi ke generasi sehingga mereka teradaptasi untuk hidup bersama manusia. Hewan domestik merupakan sebutan bagi hewan-hewan yang telah terdomestikasi. Secara umum, kelangsungan hidup hewan-hewan ini bergantung pada manusia.
Perbedaan sifat antara hewan domestik dengan nenek moyangnya yang merupakan hewan liar diamati oleh Charles Darwin. Ia juga merupakan orang pertama yang mengenali perbedaan antara seleksi buatan yang dilakukan secara sadar (saat manusia memilih sifat-sifat yang diinginkan) dengan seleksi tak sadar (saat suatu organisme berevolusi dan mengalami perubahan sifat sebagai hasil dari seleksi alam). Domestikasi tidak bisa disamakan dengan penjinakan, yaitu modifikasi perilaku terkondisi pada hewan liar agar mereka dapat menerima kehadiran manusia dan tidak menghindari manusia. Di sisi lain, domestikasi merupakan modifikasi genetik permanen pada suatu garis keturunan hewan sehingga predisposisi mereka terhadap manusia dapat diwariskan. Sejumlah peneliti mengusulkan sebuah model yang menjelaskan jalur yang dilalui hewan dalam proses domestikasi. Model ini terdiri atas tiga jalur: (1) jalur komensal, ketika hewan liar menyesuaikan diri dengan relung manusia (misalnya anjing, kucing, unggas, dan mungkin babi); (2) jalur mangsa, ketika hewan liar diburu untuk dimakan (misalnya domba, kambing, sapi, kerbau, yak, babi, rusa kutub, llama, dan alpaka); serta (3) jalur terarah, ketika hewan liar dijadikan sumber tenaga alih-alih makanan (misalnya kuda, keledai, dan unta).
Anjing merupakan hewan pertama yang didomestikasi dan hewan ini telah hidup bersama manusia di seluruh Eurasia sebelum akhir era Pleistosen Akhir, jauh sebelum budi daya tumbuhan dan sebelum domestikasi hewan-hewan lain. Tidak seperti hewan domestik lainnya yang nenek moyangnya terutama diseleksi karena sifat-sifat yang berhubungan dengan produksi, anjing pada awalnya diseleksi karena perilakunya. Data arkeologi dan genetik menunjukkan bahwa aliran gen dua arah jangka panjang antara stok liar dan domestik—termasuk pada keledai, kuda, unta, kambing, domba, dan babi—adalah hal biasa. Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa seleksi buatan oleh manusia untuk memilih sifat-sifat domestik mungkin menetralkan efek homogenisasi aliran gen dari babi liar ke babi domestik dan menciptakan pulau-pulau domestikasi dalam genom. Proses yang sama juga berlaku untuk hewan domestik lainnya.
Definisi
Domestikasi didefinisikan dengan beragam oleh berbagai sumber ilmiah. Pada tahun 2012, Melinda Zeder, ahli zooarkeologi mendefinisikan domestikasi sebagai "hubungan mutualistik multigenerasi yang berkelanjutan ketika satu organisme mengasumsikan tingkat pengaruh yang signifikan terhadap reproduksi dan perawatan organisme lain untuk mengamankan pasokan sumber daya yang lebih dapat diprediksi, dan ketika organisme pasangannya [hewan tertentu yang didomestikasi] memperoleh keuntungan atas individu-individu yang berada di luar hubungan ini, dan hal ini menguntungkan dan sering kali meningkatkan kecocokan baik bagi organisme pendomestikasi maupun organisme yang didomestikasi." Definisi ini mengakui komponen biologis dan komponen budaya dari proses domestikasi serta efeknya pada manusia dan hewan atau tumbuhan yang didomestikasi. Semua definisi domestikasi yang dirumuskan sebelumnya telah memasukkan hubungan antara manusia dengan tumbuhan dan hewan, tetapi lebih menekankan manusia sebagai pemeran utama dalam hubungan tersebut. Sementara itu, definisi Zeder mengakui hubungan mutualistik sehingga kedua organisme mendapatkan keuntungan. Domestikasi sangat meningkatkan kinerja reproduksi tanaman pangan, ternak, dan hewan kesayangan yang jauh melebihi nenek moyang mereka yang liar. Domestikasi juga memberi manusia sumber daya yang dapat mereka kendalikan, pindahkan, dan distribusikan ulang dengan lebih aman dan terprediksi. Hal ini kemudian menjadi keuntungan yang memicu ledakan populasi agropastoralis dan penyebarannya ke seluruh penjuru Bumi.
Sebagai salah satu bentuk mutualisme, domestikasi tidak terbatas pada hubungan antara manusia dengan tumbuhan atau hewan, tetapi juga di antara organisme nonmanusia. Sebagai contoh, terdapat bukti adanya mutualisme semut–fungi yang menunjukkan bahwa semut pemotong daun melakukan domestikasi terhadap fungi tertentu.
Sindrom domestikasi adalah istilah yang awalnya digunakan untuk menggambarkan serangkaian sifat fenotipe yang muncul selama proses domestikasi yang membedakan tumbuhan domestik dari nenek moyangnya yang merupakan tumbuhan liar. Belakangan, istilah ini juga diterapkan pada hewan. Sindrom domestikasi pada hewan di antaranya peningkatan sifat patuh dan jinak, perubahan warna dan pola mantel, pengecilan ukuran gigi, perubahan morfologi tengkorak, perubahan bentuk telinga dan ekor (misalnya telinga menjadi terkulai), siklus estrus yang lebih sering dan nonmusiman, perubahan tingkat hormon adrenokortikotropik, perubahan konsentrasi beberapa neurotransmiter, perpanjangan perilaku remaja, dan pengecilan ukuran otak secara total atau pengecilan daerah otak tertentu. Meskipun demikian, serangkaian sifat yang digunakan untuk mendefinisikan sindrom domestikasi pada hewan terkadang tidak konsisten.
Domestikasi berbeda dengan penjinakan. Hewan jinak adalah satwa liar yang ditangkap, dipelihara, dan dilatih agar terbiasa hidup di dekat manusia. Penjinakan merupakan upaya untuk menjadikan satwa liar dapat menerima kehadiran manusia dan terkadang mampu untuk melakukan tugas tertentu, tetapi mereka tidak mengalami perubahan genetik yang berarti. Di sisi lain, domestikasi merupakan modifikasi genetik permanen pada suatu garis keturunan hewan sehingga predisposisi mereka terhadap manusia dapat diwariskan. Manusia memilih hewan bersifat jinak, tetapi tanpa adanya respons evolusioner yang sesuai, domestikasi tidak tercapai. Hewan domestik belum tentu berperilaku jinak, misalnya sapi petarung spanyol. Di sisi lain, satwa liar bisa saja berperilaku jinak, seperti citah yang dipelihara sejak lahir. Hewan-hewan yang dikembangbiakkan selama beberapa generasi di penangkaran, seperti harimau, gorila, dan beruang kutub, juga bukanlah hewan domestik. Gajah asia merupakan satwa liar yang jinak dan menunjukkan beberapa tanda domestikasi, tetapi perkembangbiakannya tidak dikendalikan oleh manusia dan mereka tidak tergolong sebagai hewan domestik.
Sejarah
Domestikasi hewan dan tumbuhan dipicu oleh perubahan iklim dan lingkungan yang terjadi setelah puncak Glasial Maksimum Terakhir sekitar 21.000 tahun yang lalu dan terus berlanjut hingga saat ini. Perubahan ini membuat manusia sulit mendapatkan makanan. Hewan domestik pertama adalah anjing (Canis lupus familiaris) yang merupakan hasil domestikasi dari serigala (Canis lupus) setidaknya sekitar 15.000 tahun yang lalu. Zaman Dryas Terkini yang terjadi 12.900 tahun lalu merupakan periode yang sangat dingin dan gersang yang menekan manusia untuk mengintensifkan strategi mereka dalam mencari makanan. Pada awal kala Holosen 11.700 tahun yang lalu, kondisi iklim menjadi lebih menguntungkan sehingga populasi manusia meningkat. Mereka kemudian melakukan domestikasi hewan dan tumbuhan berskala kecil, yang memungkinkan manusia menambah persediaan makanan yang telah mereka peroleh melalui perburuan-pengumpulan.
Meluasnya penerapan pertanian dan berlanjutnya domestikasi spesies selama Revolusi Neolitikum mengawali pergeseran evolusi, ekologi, dan demografi manusia, hewan, dan tumbuhan secara cepat. Daerah-daerah yang memiliki pertanian yang luas kemudian mengalami urbanisasi, pertambahan kepadatan penduduk, perluasan ekonomi, dan menjadi pusat domestikasi hewan dan tumbuhan.
Di kawasan Hilal Subur 10.000–11.000 tahun yang lalu, zooarkeologi menunjukkan bahwa domba, kambing, babi, dan sapi eropa merupakan hewan-hewan ternak yang pertama didomestikasi. Para arkeolog juga menemukan kuburan tua berusia sekitar 9.500 tahun di Siprus yang berisi manusia dewasa bersama kerangka kucing domestik. Dua ribu tahun kemudian, sapi zebu berpunuk didomestikasi di tempat yang sekarang disebut Balochistan di Pakistan. Di Asia Timur sekitar 8.000 tahun yang lalu, babi didomestikasi dari babi hutan yang secara genetik berbeda dari babi yang ditemukan di Hilal Subur. Sementara itu, kuda didomestikasi di stepa Asia Tengah sekitar 5.500 tahun yang lalu, sedangkan ayam didomestikasi di Asia Tenggara sekitar 4.000 tahun yang lalu.
Kategori
Domestikasi dapat dianggap sebagai tahap akhir dari intensifikasi hubungan antara subpopulasi hewan atau tumbuhan dengan manusia. Hubungan ini dapat dibagi menjadi beberapa tingkat intensifikasi. Dalam studi domestikasi hewan, para peneliti telah mengusulkan lima kategori hewan: liar, liar dalam penangkaran, domestik, persilangan, dan feral.
Pada tahun 2015, sebuah studi membandingkan keragaman ukuran, bentuk, dan alometri gigi pada seluruh kategori babi domestik modern (genus Sus). Studi ini menunjukkan perbedaan yang jelas antara fenotipe gigi populasi babi liar, babi liar yang ditangkarkan, babi domestik, dan babi hibrida. Temuan ini mendukung kategorisasi hewan melalui bukti fisik. Studi ini tidak melibatkan populasi babi feral tetapi mengusulkan penelitian lebih lanjut pada mereka dan mengusulkan penelitian pada perbedaan genetik dengan babi hibrida.
Karakteristik umum
Jumlah hewan domestik telah melebihi satwa liar. Biomassa vertebrata liar semakin kecil dibandingkan dengan biomassa hewan domestik. Sebagai perbandingan, biomassa sapi domestik lebih besar daripada semua mamalia liar. Karena evolusi hewan domestik masih terus berlangsung, proses domestikasi memiliki titik awal tetapi tidak memiliki titik akhir. Berbagai kriteria telah dibuat untuk mendefinisikan hewan domestik, tetapi semua keputusan tentang kapan tepatnya seekor hewan dapat diberi label "domestik" dalam pengertian zoologi bersifat sewenang-wenang, meskipun juga bermanfaat. Domestikasi merupakan proses dinamis dan nonlinier yang dapat memulai, menghentikan, membalikkan, atau menuju jalur yang tidak terduga tanpa ambang batas yang jelas atau universal yang memisahkan satwa liar dari hewan domestik. Namun, ada karakteristik umum yang dimiliki oleh semua hewan domestik.
Praadaptasi perilaku
Spesies hewan tertentu, dan individu tertentu dalam spesies tersebut, menjadi kandidat domestikasi yang lebih baik daripada hewan-hewan lain karena mereka menunjukkan karakteristik perilaku tertentu: (1) jumlah dan organisasi struktur sosial mereka; (2) ketersediaan dan tingkat selektivitas dalam memilih pasangan; (3) kemudahan dan kecepatan ikatan orang tua dengan anaknya serta kematangan dan mobilitas anaknya saat lahir; (4) tingkat fleksibilitas dalam diet dan toleransi habitat; dan (5) respons terhadap manusia dan lingkungan baru, termasuk respons untuk menghidar dan reaktivitas terhadap rangsangan eksternal. Berkurangnya kewaspadaan terhadap manusia serta rendahnya reaktivitas terhadap manusia dan rangsangan eksternal lainnya merupakan praadaptasi kunci untuk domestikasi. Perilaku-perilaku ini juga merupakan target utama dari tekanan selektif yang dialami oleh hewan yang menjalani domestikasi. Hal ini menyiratkan bahwa tidak semua hewan dapat didomestikasi karena tidak memenuhi kriteria-kriteria tersebut, misalnya zebra.
Jared Diamond dalam bukunya Bedil, Kuman, dan Baja mempertanyakan mengapa di antara 148 mamalia herbivor terestrial liar di dunia, hanya 14 yang didomestikasi. Ia juga mengusulkan bahwa nenek moyang liar mereka harus memiliki enam karakteristik sebelum mereka dapat dipertimbangkan untuk didomestikasi:
Ukuran dan fungsi otak
Pemilihan hewan dengan reaktivitas yang lebih rendah secara berkelanjutan telah menghasilkan perubahan besar dalam bentuk dan fungsi otak mamalia domestik. Semakin besar ukuran otak dan tingkat pelipatan otak yang dimiliki oleh nenek moyang liar hewan domestik, semakin besar pula tingkat pengurangan ukuran otak pada versi domestik hewan tersebut. Rubah perak yang dibiakkan secara selektif untuk didomestikasi selama lebih dari 40 tahun telah mengalami pengurangan tinggi dan lebar tengkorak yang signifikan yang menunjukkan pengecilan ukuran otak. Hal ini mendukung hipotesis bahwa berkurangnya ukuran otak merupakan respons awal terhadap tekanan selektif penjinakan hewan, sedangkan penurunan reaktivitas yang merupakan ciri universal domestikasi hewan. Bagian otak yang paling terpengaruh pada mamalia domestik adalah sistem limbik, yang pada anjing, babi, dan domba domestik menunjukkan pengurangan ukuran sebesar 40% dibandingkan dengan spesies liar mereka. Bagian otak ini mengatur fungsi endokrin yang memengaruhi perilaku seperti agresi, kewaspadaan, dan respons terhadap stres yang dipicu oleh lingkungan; semua atribut yang secara dramatis dipengaruhi oleh domestikasi.
Pleiotropi
Pleiotropi diduga menjadi penyebab munculnya perubahan luas yang terlihat pada sindrom domestikasi. Pleiotropi terjadi ketika satu gen memengaruhi dua atau lebih ciri fenotipe yang tampaknya tidak terkait. Perubahan-perubahan fisiologis tertentu menjadi ciri pada banyak spesies hewan domestik. Perubahan ini di antaranya adalah tanda putih yang luas (terutama di bagian kepala), telinga yang terkulai, dan ekor yang keriting. Karakteristik ini muncul bahkan ketika kejinakan menjadi satu-satunya sifat yang muncul di bawah tekanan selektif. Gen-gen yang terlibat dalam kejinakan sebagian besar tidak diketahui sehingga tidak diketahui pula bagaimana atau sejauh mana pleiotropi berkontribusi pada sindrom domestikasi. Sifat jinak juga dapat disebabkan oleh menurunnya regulasi rasa takut dan respons stres melalui reduksi kelenjar adrenal. Berdasarkan hal-hal tersebut, hipotesis pleiotropi dapat dipisahkan menjadi dua teori, yaitu "hipotesis puncak saraf" yang menghubungkan fungsi kelenjar adrenal dengan defisit sel-sel puncak saraf selama perkembangan embrio dan "hipotesis jejaring pengatur genetik tunggal" yang mengklaim bahwa perubahan genetik pada regulator hulu memengaruhi sistem hilir.
Sel-sel puncak saraf (NCC) merupakan sel punca embrionik vertebrata yang berfungsi secara langsung dan tidak langsung selama embriogenesis awal untuk menghasilkan banyak jenis jaringan. Karena ciri-ciri yang umumnya dipengaruhi oleh sindrom domestikasi semuanya berasal dari NCC, hipotesis puncak saraf menunjukkan bahwa defisit pada sel-sel puncak saraf menyebabkan perubahan fenotipe pada sindrom domestikasi. Defisit ini dapat menyebabkan perubahan yang kita lihat pada banyak mamalia domestik, seperti telinga yang terkulai (terlihat pada kelinci, anjing, rubah, babi, domba, kambing, sapi, dan keledai) serta ekor yang keriting (pada babi, rubah, dan anjing). Meskipun sel-sel puncak saraf tidak memengaruhi perkembangan korteks adrenal secara langsung, tetapi sel-sel ini mungkin terlibat dalam interaksi embriologi hulu yang relevan. Selain itu, seleksi buatan yang menargetkan sifat jinak dapat memengaruhi gen-gen yang mengendalikan konsentrasi atau pergerakan NCC dalam embrio, yang kemudian mengarah ke berbagai fenotipe.
Hipotesis jejaring pengatur genetik tunggal mengusulkan bahwa sindrom domestikasi dihasilkan dari mutasi pada gen-gen yang mengatur pola ekspresi gen-gen yang lebih hilir, misalnya warna mantel yang belang-belang atau berbintik, mungkin disebabkan oleh keterkaitan jalur biokimia melanin yang terlibat dalam pewarnaan mantel dan neurotransmiter seperti dopamin yang membantu membentuk perilaku dan kognisi. Sifat-sifat terkait ini mungkin timbul dari mutasi pada beberapa gen pengatur kunci. Kekurangan hipotesis ini adalah bahwa ia mengusulkan bahwa ada mutasi pada jejaring gen yang menyebabkan efek dramatis yang tidak mematikan, tetapi saat ini tidak ada jejaring pengatur genetik yang diketahui menyebabkan perubahan dramatis pada begitu banyak sifat yang berbeda.
Pengembalian terbatas
Mamalia feral seperti anjing, kucing, kambing, keledai, babi, dan musang yang telah hidup terpisah dari manusia selama beberapa generasi tidak menunjukkan tanda-tanda mendapatkan kembali massa otak nenek moyang liar mereka. Dingo telah hidup secara terpisah dari manusia selama ribuan tahun, tetapi masih memiliki ukuran otak yang sama dengan anjing domestik. Anjing feral yang secara aktif menghindari kontak dengan manusia masih bergantung pada sampah-sampah dari manusia untuk bertahan hidup dan belum kembali ke perilaku serigala yang dapat hidup independen.
Jalur
Sejak tahun 2011, model domestikasi hewan multitahap telah diterima oleh dua kelompok. Kelompok pertama mengusulkan bahwa domestikasi hewan berjalan melalui serangkaian tahapan, mulai dari antropofili, komensalisme, pengendalian di alam liar, pengendalian dalam penangkaran, pembiakan ekstensif, pembiakan intensif, dan akhirnya menjadi hewan kesayangan. Tahapan ini berlangsung secara lambat yang mengintensifkan hubungan antara manusia dan hewan.
Kelompok kedua mengusulkan bahwa ada tiga jalur utama yang dijalani sebagian besar hewan domestik: (1) jalur komensal, ketika hewan liar menyesuaikan diri dengan relung manusia (misalnya, anjing, kucing, unggas, dan mungkin babi); (2) jalur mangsa, ketika hewan liar diburu untuk dimakan (misalnya, domba, kambing, sapi, kerbau, yak, babi, rusa kutub, llama dan alpaka); serta (3) jalur terarah, ketika hewan liar dijadikan sumber tenaga alih-alih makanan (misalnya, kuda, keledai, unta). Pada mulanya, domestikasi hewan melibatkan proses koevolusi yang berlarut-larut dengan banyak tahapan di sepanjang jalur yang berbeda. Manusia tidak berniat mendomestikasi hewan dari, atau setidaknya mereka tidak membayangkan hewan domestik dihasilkan dari, jalur komensal atau jalur mangsa. Dalam kedua jalur ini, manusia kemudian hidup bersama spesies-spesies ini karena hubungan di antara mereka semakin intensif, terutama dengan semakin menonjolnya peran manusia dalam kelangsungan hidup dan reproduksi hewan-hewan tersebut. Meskipun jalur terarah dimulai dari penangkapan hingga penjinakan, dua jalur lainnya tidak berorientasi pada tujuan dan catatan arkeologi menunjukkan bahwa jalur komensal dan jalur mangsa berlangsung dalam kerangka waktu yang lebih lama.
Jalur komensal dilalui oleh hewan yang memakan sampah di sekitar habitat manusia atau oleh hewan yang memangsa hewan lain yang datang ke tempat tinggal manusia. Hewan-hewan dalam jalur ini menjalin hubungan komensalisme dengan manusia, yaitu saat hewan diuntungkan dan manusia tidak dirugikan, dan mungkin menerima sedikit manfaat. Hewan-hewan yang paling mampu mengambil keuntungan dari sumber daya di tempat tinggal manusia akan menjadi lebih jinak, kurang agresif, dan memiliki jarak lawan atau lari yang lebih pendek. Belakangan, hewan-hewan ini mengembangkan ikatan sosial atau ekonomi yang lebih dekat dengan manusia yang berujung pada hubungan domestik. Lompatan dari populasi sinantropi ke populasi domestik hanya dapat terjadi setelah hewan berkembang dari antropofili ke habituasi, ke komensalisme, dan kemudian ke kemitraan, ketika hubungan antara hewan dan manusia sampai pada situasi dasar untuk domestikasi, termasuk penangkaran dan pembiakan terkendali oleh manusia. Dari perspektif ini, domestikasi hewan adalah proses koevolusioner, ketika populasi hewan merespons tekanan selektif sambil beradaptasi dengan relung baru bersama spesies lain serta mengembangkan perilaku baru. Hewan jalur komensal di antaranya anjing, kucing, unggas, dan kemungkinan babi.
Domestikasi hewan dimulai lebih dari 15.000 tahun sebelum sekarang (YBP), yang dimulai dengan serigala (Canis lupus) oleh para pemburu-pengumpul nomaden. Serigala kemungkinan besar mengikuti jalur komensal dalam proses domestikasinya. Kapan, di mana, dan berapa kali serigala telah didomestikasi masih diperdebatkan karena hanya sejumlah kecil spesimen purba yang telah ditemukan, dan baik arkeologi maupun genetika terus memberikan bukti yang bertentangan. Sisa-sisa anjing paling awal—yang paling banyak diterima secara luas—berasal dari 15.000 YBP di Bonn–Oberkassel, Jerman. Sisa-sisa sebelumnya yang berasal dari 30.000 tahun yang lalu digambarkan sebagai anjing Paleolitikum, tetapi status mereka sebagai anjing atau serigala masih diperdebatkan. Studi pada tahun 2018 menunjukkan bahwa divergensi genetis antara anjing dan serigala terjadi 20.000–40.000 YBP, tetapi ini adalah batas waktu atas untuk domestikasi karena periode ini menunjukkan waktu divergensi dan bukan waktu domestikasi.
Ayam adalah salah satu spesies hewan domestik yang paling tersebar luas dan salah satu sumber protein terbesar bagi manusia. Meskipun ayam didomestikasi di Asia Tenggara, bukti arkeologi menunjukkan bahwa ayam ini tidak dipelihara sebagai ternak hingga 400 SM di Levant. Sebelumnya, ayam telah diasosiasikan dengan manusia selama ribuan tahun dan dipelihara sebagai hewan aduan, hewan ritual, dan koleksi bagi kebun binatang kerajaan. Pada awalnya, mereka bukanlah spesies mangsa. Ayam bukanlah makanan populer di Eropa hingga seribu tahun yang lalu.
Jalur mangsa adalah cara ketika sebagian besar spesies ternak terdomestikasi karena mereka pernah diburu oleh manusia untuk diambil dagingnya. Domestikasi kemungkinan dimulai ketika manusia mulai bereksperimen dengan strategi berburu yang dirancang untuk meningkatkan ketersediaan mangsa ini, mungkin sebagai tanggapan terhadap tekanan lokal pada pasokan hewan tersebut. Seiring waktu dan dengan spesies yang lebih responsif, strategi manajemen perburuan ini berkembang menjadi strategi manajemen kawanan yang mencakup pengendalian multigenerasi yang berkelanjutan atas pergerakan, makan, dan reproduksi hewan. Ketika campur tangan manusia dalam siklus hidup hewan mangsa semakin intensif, tekanan evolusioner karena kurangnya agresi akan menyebabkan perolehan sifat sindrom domestikasi yang sama yang ditemukan pada hewan peliharaan komensal.
Hewan yang menempuh jalur mangsa di antaranya domba, kambing, sapi, kerbau, yak, babi, rusa, llama, dan alpaka. Kondisi yang tepat untuk domestikasi untuk beberapa dari mereka tampaknya ditemukan di Hilal Subur bagian tengah dan timur pada akhir penurunan iklim zaman Dryas Terkini dan awal Holosen Awal sekitar 11.700 tahun lalu. Sekitar 10.000 tahun lalu, orang-orang cenderung membunuh hewan jantan muda dan membiarkan hewan betinanya hidup untuk menghasilkan lebih banyak keturunan. Dengan menilai ukuran, rasio jenis kelamin, dan profil kematian pada spesimen-spesimen zooarkeologi, para arkeolog mampu mendokumentasikan perubahan dalam strategi pengelolaan domba, kambing, babi, dan sapi yang diburu di Hilal Subur sejak 11.700 tahun lalu. Sebuah studi demografis dan metrik tentang sisa-sisa sapi dan babi di Sha'ar Hagolan, Israel, menunjukkan bahwa kedua spesies tersebut diburu secara berlebihan sebelum didomestikasi. Hal ini menunjukkan bahwa eksploitasi intensif mengubah strategi manusia dalam mengelola mereka yang pada akhirnya mengarah pada domestikasi keduanya melalui jalur mangsa. Pola perburuan berlebihan sebelum domestikasi ini menunjukkan bahwa jalur mangsa tidak disengaja dilakukan oleh manusia, seperti halnya jalur komensal.
Jalur terarah merupakan proses yang lebih disengaja yang diprakarsai oleh manusia dengan tujuan mendomestikasikan hewan yang hidup bebas. Jalur ini mungkin hanya muncul setelah orang-orang mengenal hewan domestik melalui jalur komensal atau jalur mangsa. Hewan-hewan pada jalur terarah kemungkinan besar tidak memiliki banyak praadaptasi perilaku sebelum domestikasi. Oleh karena itu, domestikasi hewan-hewan ini membutuhkan upaya lebih untuk mengatasi perilaku yang tidak mendukung domestikasi.
Manusia sudah bergantung pada tumbuhan dan hewan domestik ketika mereka membayangkan versi domestik dari suatu hewan liar. Meskipun kuda, keledai, dan unta Dunia Lama kadang-kadang diburu sebagai mangsa, mereka juga sengaja dibawa ke relung manusia untuk dijadikan sarana transportasi. Domestikasi masih merupakan adaptasi multigenerasi terhadap tekanan seleksi manusia, termasuk kejinakan, tetapi tanpa respons evolusioner yang sesuai maka domestikasi tidak tercapai. Sebagai contoh, terlepas dari kenyataan bahwa pemburu rusa Timur Dekat di Epipaleolitik menghindari pemusnahan betina reproduktif untuk meningkatkan keseimbangan populasi, baik rusa maupun zebra tidak memiliki prasyarat yang diperlukan dan tidak pernah didomestikasi. Tidak ada bukti yang jelas untuk domestikasi hewan mangsa yang digiring di Afrika, dengan pengecualian keledai, yang didomestikasi di Afrika Timur Laut sekitar milenium ke-4 SM.
Ketiga jalur di atas tidak saling eksklusif. Hewan bisa saja menempuh lebih dari satu jalur. Sebagai contoh, babi mungkin didomestikasi karena mereka telah terbiasa dengan relung manusia melalui jalur komensal, tetapi mereka mungkin juga diburu dan mengikuti jalur mangsa, atau kombinasi antara kedua jalur tersebut.
Aliran gen pasca-domestikasi
Saat masyarakat pertanian bermigrasi menjauhi pusat-pusat domestikasi dengan membawa hewan domestik, hewan-hewan ini kemudian bertemu dengan populasi hewan liar dari spesies yang sama atau kerabat dekatnya. Karena hewan domestik sering kali memiliki nenek moyang bersama paling terkini dengan populasi liar, mereka mampu menghasilkan keturunan yang subur. Populasi hewan domestik relatif sedikit dibandingkan populasi liar di sekitarnya sehingga hibridisasi berulang antara keduanya akan menyebabkan populasi domestik yang dilahirkan memiliki perbedaan genetik dibandingkan populasi sumber domestik aslinya.
Kemajuan dalam teknologi pengurutan DNA memungkinkan genom inti diakses dan dianalisis dalam kerangka genetika populasi. Hasil pengurutan ini menunjukkan bahwa aliran gen merupakan hal yang umum, tidak hanya di antara populasi domestik yang beragam secara geografis dari spesies yang sama, tetapi juga antara populasi domestik dan spesies liar yang tidak pernah melahirkan populasi domestik.
Data arkeologi dan genetik menunjukkan bahwa aliran gen dua arah jangka panjang antara stok liar dan domestik—termasuk Canidae, keledai, kuda, unta Dunia Baru dan Lama, kambing, domba, dan babi—adalah hal biasa. Aliran gen dua arah antara rusa domestik dan liar berlanjut hingga hari ini.
Konsekuensi dari introgresi ini adalah bahwa populasi domestik modern sering kali tampak memiliki afinitas genomik yang jauh lebih besar dengan populasi liar yang tidak pernah terlibat dalam proses domestikasi awalnya. Oleh karena itu, ada usulan agar istilah "domestikasi" hanya bisa digunakan untuk menggambarkan proses awal domestikasi suatu populasi diskrit dalam ruang dan waktu tertentu. Persilangan selanjutnya antara populasi domestik introduksi dan populasi liar lokal yang tidak pernah didomestikasi harus digambarkan sebagai "penangkapan introgresif". Penggabungan kedua proses yang berbeda ini dapat mengacaukan pemahaman kita tentang proses domestikasi aslinya dan dapat menyebabkan inflasi artifisial tentang berapa kali domestikasi terjadi. Dalam beberapa kasus, introgresi ini dapat dianggap sebagai introgresi adaptif, seperti yang diamati pada domba domestik yang menerima aliran gen dari mouflon eropa liar.
Persilangan secara berkelanjutan antara populasi anjing dan serigala yang berbeda, baik di Dunia Lama maupun Dunia Baru, selama setidaknya 10.000 tahun terakhir telah mengaburkan tanda-tanda genetik dan membingungkan upaya para peneliti untuk menunjukkan asal-usul anjing dengan tepat. Tak ada satu pun populasi serigala modern yang berkaitan dengan serigala Pleistosen yang pertama kali didomestikasi, dan kepunahan serigala yang merupakan nenek moyang langsung dari anjing telah memperkeruh upaya untuk menentukan waktu dan tempat domestikasi anjing.
Seleksi positif
Charles Darwin mengenali beberapa sifat yang membedakan spesies domestik dari nenek moyang mereka yang liar. Dia juga merupakan orang pertama yang mengenali perbedaan antara seleksi buatan, yaitu ketika manusia secara sadar memilih sifat-sifat yang diinginkan, dengan seleksi tak sadar, yaitu ketika suatu organisme berevolusi dan mengalami perubahan sifat sebagai hasil dari seleksi alam atau sebagai akibat dari seleksi sifat-sifat lain.
Hewan domestik memiliki variasi warna mantel dan morfologi tengkorak, ukuran otak yang mengecil, telinga yang terkulai, serta perubahan pada sistem endokrin dan siklus reproduksinya. Eksperimen domestikasi rubah perak menunjukkan bahwa seleksi sifat jinak pada rubah dalam beberapa generasi dapat menghasilkan perubahan perilaku, morfologis, dan fisiologis. Selain menunjukkan bahwa sifat fenotipe domestik dapat muncul melalui seleksi perilaku, dan sebaliknya, perilaku domestik dapat muncul melalui seleksi sifat fenotipe, percobaan ini menyediakan penjelasan tentang bagaimana proses domestikasi hewan dapat dimulai tanpa rencana dan tindakan manusia yang disengaja. Pada dasawarsa 1980-an, seorang peneliti menggunakan serangkaian penanda perilaku, kognitif, dan fenotipe yang terlihat, seperti warna mantel, untuk menghasilkan rusa Dama domestik dalam beberapa generasi. Hasil serupa untuk seleksi sifat jinak dan rasa takut juga ditemukan pada cerpelai dan burung puyuh jepang.
Perbedaan genetik antara populasi domestik dan liar dapat dibingkai dalam dua pertimbangan. Pertimbangan pertama membedakan sifat-sifat domestikasi yang dianggap penting pada tahap awal domestikasi dengan sifat-sifat perbaikan yang muncul sejak berpisahnya populasi liar dan domestik. Sifat-sifat domestik umumnya menetap pada semua hewan domestik dan dipilih pada permulaan proses domestikasi, sedangkan sifat-sifat perbaikan hanya muncul pada sebagian hewan domestik, meskipun sifat-sifat tersebut dapat menetap pada ras hewan tertentu atau pada populasi regional. Pertimbangan kedua adalah apakah sifat-sifat yang terkait dengan sindrom domestikasi dihasilkan dari relaksasi seleksi alam pada saat hewan keluar dari lingkungan liar atau dari seleksi positif yang dihasilkan dari preferensi manusia, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Beberapa studi genomik tentang dasar genetik sifat-sifat tertentu diasosiasikan dengan sindrom domestikasi telah menjelaskan kedua masalah ini. Ahli genetika telah mengidentifikasi lebih dari 300 lokus genetik dan 150 gen yang diasosiasikan dengan variabilitas warna mantel. Pengetahuan tentang mutasi gen yang diasosiasikan dengan warna menunjukkan korelasi antara waktu munculnya variabel warna mantel pada kuda dengan waktu domestikasi mereka. Penelitian lain menunjukkan bahwa bagaimana seleksi yang diinduksi oleh manusia bertanggung jawab atas variasi alel pada babi. Wawasan-wawasan ini menunjukkan bahwa meskipun seleksi alam telah meminimalkan variasi mantel sebelum domestikasi, manusia secara aktif memilih warna mantel yang baru segera setelah warna tersebut muncul pada populasi yang dikelola.
Pada 2015, sebuah penelitian mengamati lebih dari 100 urutan genom babi untuk memastikan proses domestikasi mereka. Proses domestikasi diasumsikan telah diinisiasi oleh manusia dengan melibatkan beberapa individu dan mengandalkan isolasi reproduksi antara hewan liar dan domestik. Namun, penelitian ini menemukan bahwa asumsi isolasi reproduksi dengan hambatan populasi tidak didukung. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa babi didomestikasi secara terpisah di Asia Barat dan Tiongkok; babi di Asia Barat diperkenalkan ke Eropa dan mereka disilangkan dengan babi hutan. Sebuah model yang cocok dengan data memasukkan persilangan antara babi domestik dengan populasi babi liar yang sekarang sudah punah pada Pleistosen. Penelitian ini juga menemukan bahwa meskipun babi domestik melakukan persilangan balik dengan babi liar, genom babi domestik memiliki tanda-tanda seleksi yang kuat pada lokus genetik yang memengaruhi perilaku dan morfologi mereka. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa seleksi sifat-sifat domestik oleh manusia mungkin menetralkan efek homogenisasi aliran gen dari babi hutan ke babi domestik dan menciptakan pulau-pulau domestikasi dalam genom. Proses yang sama juga berlaku untuk hewan domestik lainnya.
Tidak seperti spesies domestik lainnya yang terutama dipilih untuk sifat-sifat yang berhubungan dengan produksi, anjing pada awalnya dipilih karena perilakunya. Pada tahun 2016, sebuah penelitian menemukan bahwa hanya ada 11 gen tetap yang menunjukkan variasi antara serigala dan anjing. Variasi-variasi gen ini kemungkinan kecil merupakan hasil dari evolusi alami, dan mengindikasikan dampak dari seleksi morfologi dan perilaku selama domestikasi anjing. Gen-gen ini telah terbukti memengaruhi jalur sintesis katekolamin, dengan sebagian besar gen memengaruhi respons lawan-atau-lari (yaitu seleksi untuk kejinakan) dan pemrosesan emosional. Pada umumnya, anjing memiliki rasa takut dan agresi yang lebih rendah dibandingkan dengan serigala. Beberapa gen ini diasosiasikan dengan agresi pada beberapa ras anjing, yang menunjukkan pentingnya mereka baik dalam domestikasi awal dan dalam pembentukan ras.
Sumber: https://id.wikipedia.org/
Pertanian
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 21 Februari 2025
Hewan pemamah biak (ordo Artiodactyla atau hewan berkuku genap, terutama dari subordo Ruminantia) adalah sekumpulan hewan pemakan tumbuhan (herbivor) yang mencerna makanannya dalam dua langkah: pertama dengan menelan bahan mentah, kemudian mengeluarkan makanan yang sudah setengah dicerna dari perutnya dan mengunyahnya lagi. Lambung hewan-hewan ini tidak hanya memiliki satu ruang (monogastrik) tetapi lebih dari satu ruang (poligastrik, harafiah: berperut banyak).
Hewan pemamah biak secara teknis dalam ilmu peternakan serta zoologi dikenal sebagai ruminansia. Hewan-hewan ini mendapat keuntungan karena pencernaannya menjadi sangat efisien dalam menyerap nutrisi yang terkandung dalam makanan, dengan dibantu mikroorganisme di dalam perut-perut pencernanya.
Semua hewan yang termasuk subordo Ruminantia memamah biak, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, jerapah, bison, rusa, kancil, dan antelop. Ruminansia yang bukan tergolong subordo Ruminantia misalnya unta dan llama. Kuda, walaupun bukan poligastrik, memiliki modifikasi pencernaan yang efisien pula.
Organ pencernaan
Hewan ruminansia memiliki adaptasi fisiologi berupa gigi dan lambung. Gigi hewan ruminansia memiliki bentuk yang khusus menyesuaikan makanannya. Gigi-gigi tersebut terdiri atas gigi taring (canin), gigi seri (incisor), gigi geraham (molar dan premolar). Gigi seri dan gigi taring ruminansia berfungsi untuk mencabut dan mengigit rumput. Sementara gigi gerahamnya memiliki email gigi yang tajam dan besar untuk mengunyah rumput. Gigi seri hewan ini berbentuk kapak. Sementara itu, gigi gerahamnya berbentuk datar dan lebar dengan rahang yang bergerak menyamping saat menggiling makanan secara mekanik.
Tak seperti mamalia pemakan daging, lambung hewan ruminansia memiliki empat bagian lambung yang terdiri dari omasum, abomasum, retikulum, dan rumen. Ukuran ruangan tersebut berbeda-beda sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya. Kapasitas rumen 80%, retikulum 5%, omasum 7-8%, dan abomasum 7-8%.
Proses pencernaan
Makanan hewan pemamah biak adalah rumput yang kaya akan serat selulosa. Makanan tersebut dikunyah kasar dalam mulut dengan bantuan ludah. Kemudian, makanan tersebut melewati esofagus. Esofagus hewan ruminansia berukuran pendek. Fungsi esofagus hanya mengantar makanan dari mulut menuju lambung. Kemudian, makanan tersebut disimpan pada rumen. Rumen sendiri memiliki fungsi sebagai gudang penyimpanan makanan sementara. Saat rumen terisi cukup makanan, hewan tersebut akan beristirahat. Pada rumen terdapat bakteri dan protozoa. Organisme kecil tersebut menghasilkan berbagai macam enzim seperti hidrolase, amilase, oligosakrase, dan glikosidase yang berfungsi mengurai polisakarida. Selain itu, terdapat juga enzim selulase yang mengurai selulosa, enzim proteolitik yang mengurai protein, serta enzim pencerna lemak.
Setelah dicerna dalam rumen, makanan tersebut diaduk-aduk di dalam retikulum dengan bantuan enzim pencernaan yang dihasilkan oleh bakteri. Pengadukan makanan tersebut dibantu secara mekanis oleh otot dinding retikulum. Setelah proses pengadukan terbentuklah gumpalan-gumpalan kasar (bolus). Kemudian, gumpalan tersebut didorong kembali menuju mulut untuk dikunyah kedua kalinya dengan lebih halus lagi.
Setelah dikunyah kedua kalinya, makanan tersebut menuju omasum melewati rumen dan retikulum. Pada omasum terdapat kelenjar yang menghasilkan enzim. Enzim tersebut membantu proses penghalusan bolus. Setelah bolus bertekstur lebih halus dari sebelumnya, terjadi proses penyerapan air sehingga kadar air dalam gumpalan makanan tersebut berkurang. Gumpalan halus tersebut akan diteruskan ke abomasum.
Abomasum merupakan perut yang sebenarnya karena proses pencernaan pada bagian ini terjadi secara mekanis dan kimiawi dengan bantuan enzim-enzim pencernaan dan asam klorida. Pada bagian abomasum, proses pencernaan yang terjadi mirip dengan pencernaan hewan mamalia lainnya seperti terdapat enzim pepsin yang mengubah protein menjadi asam amino. Asam klorida (HCl) berfungsi mengaktifkan pepsinogen yang dikeluarkan oleh dinding abomasum. Selain itu, HCl berfungsi sebagai desinfektan. Selanjutnya, makan akan didorong ke usus halus. Pada bagian ini terjadi penyerapan sari-sari makanan yang akan diedarkan oleh darah ke seluruh tubuh. Sisa-sisa makanan yang tidak dapat diserap akan dikeluarkan melalui anus.
Sumber: https://id.wikipedia.org/
Ekonomi dan Bisnis
Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 21 Februari 2025
Meskipun Asia-Pasifik menghadapi tantangan regional, kawasan ini diperkirakan akan menjadi kawasan dengan pertumbuhan tercepat di dunia pada tahun 2024, meskipun dengan laju yang lebih lambat dari ekspansi yang terlihat pada tahun 2023. Prospeknya adalah ekspansi yang tangguh dan berkelanjutan di kawasan APAC, dengan permintaan domestik yang kuat di banyak negara berkembang Asia, termasuk daratan Tiongkok, India, Indonesia, Filipina, dan Vietnam yang mendukung momentum pertumbuhan ekonomi, menurut S&P Global Market Intelligence.
Meskipun RRT melambat, Asia akan terus mendorong pertumbuhan global. Pertumbuhan Asia-Pasifik diperkirakan antara 3,5% dan 4,0% pada tahun 2024, dibandingkan dengan perkiraan 4,5% pada tahun 2023, menurut Cushman & Wakefield. Meskipun lebih lambat, prospek pertumbuhan ini masih lebih kuat dibandingkan kawasan lain, karena pertumbuhan zona Euro diperkirakan sebesar 0,9% dan pertumbuhan AS sebesar -0,3%, menurut Cushman & Wakefield. Kontribusi Asia terhadap pertumbuhan ekonomi global akan meningkat. Ekonomi RRT akan tetap sulit untuk diabaikan dari perspektif pertumbuhan, sementara pasar-pasar negara berkembang yang lebih kecil di kawasan ini memberikan peluang terbaik untuk mengejar pertumbuhan.
Prospek positif untuk ekonomi Asia Pasifik ini didukung oleh sejumlah faktor. Ekspansi yang kuat dan berkelanjutan di pasar konsumen domestik di negara-negara besar di Asia Pasifik, terutama Tiongkok, India, dan Indonesia, akan menjadi faktor penting yang mendukung pertumbuhan lebih lanjut dalam perdagangan intra-APAC untuk bahan mentah, barang setengah jadi, dan produk manufaktur akhir, menurut S&P Global Market Intelligence. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan mendorong pertumbuhan PDB per kapita yang cepat di banyak pasar negara berkembang terbesar di Asia, sehingga membantu meningkatkan permintaan berbagai macam barang dan jasa di pasar konsumen Asia.
Kekuatan penting bagi banyak negara industri di Asia Pasifik adalah daya saing global mereka dalam rantai pasokan manufaktur elektronik. Produksi elektronik merupakan bagian penting dari sektor ekspor manufaktur bagi banyak negara Asia, termasuk Korea Selatan, Cina daratan, Jepang, Malaysia, Singapura, Filipina, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. India juga dengan cepat membangun sektor manufaktur elektroniknya. Selain itu, rantai pasokan elektronik sangat terintegrasi di berbagai negara di Asia Timur.
Pusat-pusat manufaktur mobil di Asia Pasifik juga diuntungkan oleh transisi global menuju kendaraan listrik, yang mendorong permintaan ekspor kendaraan listrik yang diproduksi di daratan Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan, menurut Economist Intelligence. Indonesia juga diuntungkan oleh arus investasi asing langsung yang kuat dari perusahaan multinasional untuk membangun pabrik peleburan nikel dan pabrik baterai kendaraan listrik. Industri pariwisata Asia Pasifik juga diperkirakan akan terus pulih selama tahun 2024, seiring dengan arus pariwisata internasional yang kembali normal seperti sebelum pandemi di banyak negara.
Di India, investasi swasta tampaknya telah berbalik setelah kemerosotan selama tujuh hingga delapan tahun yang berkepanjangan. Sebagian besar fundamental untuk kisah pertumbuhan yang baik telah tersedia. Pemerintah berada di jalur yang tepat untuk mencapai target defisit 5,9%, Departemen Urusan Ekonomi India mengatakan, tetapi lebih banyak rangsangan mungkin akan datang menjelang pemilihan umum nasional pada tahun 2024.
Di Jepang, reli pasar ekuitas terus berlanjut. Pasar saham Jepang kembali melejit tahun lalu, dengan Nikkei Stock Average naik ke level tertinggi baru dalam 33 tahun terakhir. Reli lebih dari 28 persen ini diperkirakan akan berlanjut pada tahun 2024, didukung oleh inflasi yang moderat, upah yang lebih tinggi, arus masuk asing yang stabil, pendapatan perusahaan yang kuat, dan reformasi tata kelola perusahaan, menurut perkiraan para analis dalam jajak pendapat Reuters.
Asia Tenggara adalah kekuatan industri hijau yang sedang berkembang. Diversifikasi rantai nilai global yang menjauh dari Tiongkok telah menjadi katalisator yang signifikan dalam meningkatkan profil Asia Tenggara, di mana keunggulan biaya membuatnya menjadi alternatif alami bagi produk hijau Tiongkok, menurut Economist Intelligence. Area yang akan mendapatkan momentum juga mencakup pembuatan baterai dan suku cadang mobil listrik. Namun, harapan ASEAN untuk mengembangkan industri hijau mereka bukannya tanpa tantangan. Tindakan perdagangan dan regulasi akan menjadi risiko bagi ASEAN, dan bukan hanya Cina. Asia Tenggara akan membuat terobosan penting dalam mengembangkan basis manufaktur ramah lingkungan pada tahun 2024, tetapi bersaing dengan produk Cina akan menjadi perjalanan yang panjang.
Momentum teknologi juga mendorong pertumbuhan di kawasan ini. Saham chip melonjak pada tahun 2023 karena kesuksesan ChatGPT dan sekarang sorotan tertuju pada TSMC dan Samsung. Tantangannya terletak pada pembuktian bahwa permintaan AI dapat meningkatkan pendapatan. Permintaan AS-Tiongkok sangat penting untuk optimisme yang berkelanjutan. Keuntungan Korea di bulan November mengisyaratkan kenaikan semikonduktor. Asia Pasifik diposisikan untuk menjadi yang terdepan dalam perlombaan AI: Menurut Forrester, 30 persen organisasi di kawasan ini akan mendapatkan manfaat dari AI pada tahun 2024.
Meskipun prospek pertumbuhan kawasan ini masih tetap kuat, namun bukan berarti tanpa tantangan yang signifikan.
Hubungan AS dan Tiongkok masih menjadi tanda tanya, dengan banyak potensi titik nyala di masa depan. Pemilihan umum di Taiwan, perselisihan teritorial di Laut Cina Selatan, dan persaingan atas teknologi semuanya menimbulkan risiko bagi pertumbuhan kawasan ini, sementara risiko terbesar adalah siapa yang akan memenangkan Gedung Putih, menurut Center for Strategic & International Studies.
Pencalonan diri untuk menjadi Presiden Amerika Serikat bukanlah satu-satunya kampanye yang akan berdampak pada pertumbuhan, karena kawasan Asia-Pasifik akan menghadapi tahun yang menentukan secara demokratis karena puluhan juta pemilih di beberapa negara akan pergi ke tempat pemungutan suara untuk memilih pemerintah dan pemimpin baru. Dimulai pada minggu pertama bulan Januari, pemilihan parlemen dan presiden akan diselenggarakan di tujuh tempat di benua terpadat di dunia ini - India, Indonesia, Korea Selatan, Pakistan, Bangladesh, Taiwan, dan Kepulauan Solomon.
Masalah-masalah struktural dalam perekonomian RRT menimbulkan tantangan lain. Pertumbuhan produk domestik bruto nominal RRT akan “terkendala,” dan pasar propertinya tetap tertantang, kata Morgan Stanley. Tekanan deflasi RRT telah memburuk dalam beberapa bulan terakhir. Indeks harga konsumen untuk bulan November mencatat penurunan terbesar dalam tiga tahun terakhir. Yang lebih buruk lagi, inflasi harga produsen tetap negatif selama lebih dari setahun. Jika harga-harga terus turun, konsumen dan perusahaan-perusahaan kemungkinan akan menunda pembelian dan investasi untuk mengantisipasi penurunan harga lebih lanjut. Spiral deflasi dapat menyebabkan produksi yang lebih rendah, penurunan upah, dan peningkatan pengangguran.
Hal ini menyebabkan kepercayaan sektor swasta tetap rendah. Rendahnya keyakinan akan pemulihan yang berkelanjutan diekspresikan berulang kali oleh para ekonom, pemimpin bisnis, dan para pekerja di RRT, tulis Peterson Institute for International Economics dalam sebuah laporan penelitian.
Kepercayaan konsumen RRT tetap berada di titik terendah dalam sejarah dan rumah tangga terus menyimpan tabungan. Sementara itu, kepercayaan di antara para pengusaha swasta tetap rendah menyusul kampanye peraturan dan tindakan keras yang intens. Investasi aset tetap bisnis tetap lemah.
Satu pertanyaan besar untuk tahun 2024 adalah apakah sektor swasta akan merespons pernyataan pemerintah atau apakah kepercayaan diri dan investasi baru hanya akan mengalir dari langkah kebijakan yang lebih berani. Meskipun tantangannya nyata, kawasan Asia Pasifik masih terlihat menawarkan titik terang dalam pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2024.
Disadur dari: icrinc.com
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 21 Februari 2025
Isu ekopedagogi, sekolah alam, dan sekolah adiwiyata menjadi penting, karena memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk memperkenalkan generasi muda pada nilai-nilai keberlanjutan. Syahrul Ramadhan, Ketua Kelompok Riset Asesmen dan Pembelajaran, Pusat Riset Pendidikan (Pusrisdik) mengatakan bahwa dengan melibatkan generasi muda dalam pelestarian lingkungan dan mendorong perubahan perilaku, menuju gaya hidup yang lebih berkelanjutan.
“Ini sangat relevan mengingat tantangan lingkungan yang semakin kompleks yang dihadapi oleh Indonesia dan dunia secara keseluruhan,” ungkap Syahrul dalam kegiatan Sharing Session yang berlangsung Rabu (20/3) di Kantor BRIN Kawasan Sains Sarwono Prawirohardjo, Gatot Subroto, Jakarta. Dalam kesempatan itu, Syahrul menyampaikan topik “Potensi dan Tantangan Ecopedagogy, Sekolah Alam, dan Sekolah Adiwiyata di Indonesia” yang menjadi pembahasan kali ini.
Trina Fizzanty, Kepala Pusrisdik BRIN menyebutkan bahwa sharing session ini, merupakan perdana di tahun 2024. “Memang sangat penting karena kita ingin mengangkat isu yang paling menjadi perhatian semua negara tentang aspek lingkungan. Lebih penting lagi, bagaimana pendidikan ini bisa berkontribusi untuk memberikan pemahaman serta literasi yang lebih kuat kepada generasi penerus,” sambung Trina.
Ia lantas menjelaskan hal penting mengenai aspek lingkungan, yaitu perubahan iklim yang kini menjadi perhatian dan bagaimana sektor pendidikan bisa merespon untuk membantu generasi muda memahaminya. Maka pembahasan yang diulas mengenai aspek pedagogy yang ada saat ini apakah sudah cukup memadai untuk bisa memberikan pemahaman yang lebih kuat tentang aspek lingkungan, baik perubahan iklim, sampah plastik, dan polusi. Persoalan tersebut, menurut Trina memungkinkan sebagai poin penting tentang aspek ekopedagogi memberikan kesadaran yang kuat tentang pelestarian lingkungan.
Berto Sitompul, seorang praktisi ekopedagogi dan pendiri Bank Sampah Mengajar menyampaikan paparan berjudul “Urgensi Ekopedagogi (Pendidikan Lingkungan Kritis). Diuraikannya, dalam kerangka Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke 4 tentang kualitas pendidikan, yaitu rekontekstualisasi pendidikan berkelanjutan, ia menunjukkan hasil penelitiannya.
Dijelaskan Berto, walaupun sebagian besar siswa memahami fakta dan menyatakan peduli terhadap isu lingkungan, tetapi mereka tidak menghubungkan fakta itu dengan aksi, dan perilaku mereka. Hal itu disebabkan oleh pendidikan lingkungan secara tradisional masih mengarah pada pendidikan alam. Di samping itu, pendidikan lingkungan juga masih lebih banyak di ruangan kelas tanpa dihubungkan dengan isu lingkungan dan sosial.
Selanjutnya, ia menyampaikan empat sistem pengajaran ekopedagogi. Pertama, pengajaran tentang lingkungan sosial dan alam, yakni menyiapkan teks-teks terkait lingkungan hidup bagi anak-anak. Dengan itu, mereka mampu menyingkapkan isu-isu lingkungan terkini, akar dari isu, serta strategi untuk menanggapi isu, baik secara individu dan kolektif.
Kedua, pengajaran melalui lingkungan sosial dan alam, yakni menuntun para pelajar kepada kesadaran akan relasi mereka dengan lingkungan, baik sosial maupun alam. Ketiga, pengajaran melalui lingkungan sosial dan alam. Yaitu, mengadaptasi tugas-tugas kelas, latihan menulis, kerja kelompok, pengalaman, perjanjian dengan masyarakat, untuk menjelmakan pengetahuan ke dalam aksi sosial, keadilan lingkungan, kesejahteraan, dan keberlanjutan. Keempat, pengajaran tentang saling keterkaitan antar mahluk yang berkelanjutan.
Kemudian Berto mengatakan, dalam implementasinya, pendidikan berbasis ekopedagogi perlu dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip dan pendekatan secara komprehensif melalui pembelajaran holistik. Hal itu adalah pembelajaran berbasis ekopedagogi pada pengembangan materi yang tidak hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat tekstual, melainkan perlu dikembangkan melalui pendekatan kontekstual.
Menurutnya, pembelajaran harus berorientasi pada keaktifan dan keterlibatan siswa dalam memecahkan masalah secara kooperatif maupun kolaboratif. Selanjutnya, pembelajaran harus berbasis pada pendekatan interdisipliner dalam rangka memperkayapengetahuan dan pemahaman peserta didik secara komprehensif.
Ia juga menyampaikan, tentang Bank Sampah Mengajar yang sudah memberikan edukasi pentingnya seperti pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Hal itu demi bumi lebih bersih dan mengedepankan praktik nyata ketimbang belajar banyak teori. Aksi ini dilakukan bersama warga sekolah dan masyarakat yang kini sudah berjumlah 10.000 peserta didik dengan pendidik pada dua Provinsi dalam 5 Kabupaten/ kota di sejumlah 33 sekolah.
Lisadiyah Marifataini, peneliti Pusrisdik menyampaikan mengenai eksplorasi riset pendidikan di sekolah alam dengan melihat lebih dekat penyelenggaraan pendidikan di sekolah alam Indonesia. Lisa menyampaikan, untuk mengeksplorasi pendidikan pada sekolah alam, pertama yang harus diketahui adalah pengertian dan konsep tentang sekolah alam. Menurutnya, penyelenggaraan sekolah alam sangat unik dan menarik untuk dikaji, karena berbeda dengan penyelenggaraan sekolah regular formal pada umumnya, baik dilihat dari input, proses, maupun output.
Lisa lalu lebih menjelaskan lagi tentang penyelenggaraan Sekolah Alam Indonesia di Depok. Ia menguraikan dengan melihat dari segi input yang berbeda yaitu pada pola pikir (maindset) siswa yang umumnya menginginkan adanya kebebasan dalam belajar (belajar merdeka). Juga penyediaan sarana prasarana yang unik, karena bangunannya berbentuk saung sebagai tempat belajar. Input pembiayaan yang unik juga pada peran orangtua yang menjadi sumber pembiayaan utama dalam memenuhi pembelajaran anak.
Lebih lanjut, Lisa menguraikan, pada aspek proses, keunikan dapat dilihat dari pelaksanaan pembelajarannya yang dilakukan di alam terbuka, dengan dilakukan secara in class dan outing class. Metode pembelajaran yang variarif dan gaya belajarnya yang egaliter, akan memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengembangkan minat, bakat, dan potensinya.
Sedangkan pada aspek output, keunikan terlihat pada lulusannya yang berkarakter, mandiri, memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang bisnis dan wirausaha. Juga sebagian mampu membuka usaha bisnis dan wirausaha. Sebagian lainnya diterima di berbagai perguruan tinggi ternama baik di dalam maupun luar negeri.
Sementara Aldila Rahma yang juga peneliti Pusrisdik memaparkan judul “ Ekoliterasi, dari Visi ke Aksi: Kolaborasi Pengetahuan Tacit, Explicit, dan Empiris untuk Mewujudkan Eco-School Berkelanjutan”. Menurutnya, kemampuan ekoliterasi, yang artinya melek lingkungan, mengacu pada kemampuan untuk memahami posisi manusia dalam lingkungannya. ”Ekoliterasi bertujuan untuk membekali peserta didik dengan keahlian, sikap, dan tindakan agar lebih protektif terhadap lingkungan,” papar Aldila.
Ia kemudian mengungkapkan ada tiga paradigma yang menumbuhkan ekoliterasi, yaitu pendidikan lingkungan, di mana transmisi guru ke siswa. Pendidikan lingkungan ini di mana lingkungan sebagai media pembelajaran sekaligus konservasi lingkungan,” jelasnya.
Selanjutnya, ia juga menerangkan tentang tacit knowledge, yaitu pengetahuan yang ada dalam pikiran seseorang sesuai dengan pemahaman dan pengalamannya, sehingga sifatnya unik dan khas. Sedangkan explicit knowledge yaitu pengetahuan yang dikumpulkan serta diterjemahkan dalam bentuk dokumen sehingga mudah dipahami orang lain.
Sumber: https://brin.go.id/