Building Information Modeling

Peran Strategis Building Information Modelling (BIM) 5D pada Proyek Infrastruktur Maritim di Indonesia

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025


Dalam dunia konstruksi modern yang semakin kompetitif, adopsi teknologi digital bukan lagi sekadar pelengkap, melainkan kebutuhan. Salah satu teknologi yang menonjol dalam dekade terakhir adalah Building Information Modelling (BIM), terutama BIM 5D yang mengintegrasikan model tiga dimensi dengan elemen waktu dan biaya. Artikel karya Destiar Ultimaswari A.K, Buan Anshari, dan Suryawan Murtiadi ini menjadi penting karena mengevaluasi peran konkret BIM 5D dalam proyek besar: Pembangunan Dermaga Cruise dan Peti Kemas Terminal Gili Mas Lembar di Lombok Barat.

Latar Belakang dan Tujuan Penelitian

Dengan meningkatnya skala dan kompleksitas proyek infrastruktur, akurasi dalam estimasi biaya dan efisiensi pelaksanaan menjadi kunci keberhasilan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas penggunaan BIM 5D serta perannya dalam mendukung perencanaan, desain, hingga implementasi konstruksi Dermaga Gilimas, yang dikerjakan antara 2018–2020 oleh PT PP (Persero) Tbk sebagai kontraktor utama dan PT Virama Karya sebagai konsultan pengawas.

Apa Itu BIM 5D dan Mengapa Relevan?

BIM adalah representasi digital dari karakteristik fisik dan fungsional suatu bangunan. Dalam bentuk 5D, BIM tidak hanya menyajikan model tiga dimensi (3D) dari struktur proyek, tetapi juga menyisipkan informasi terkait waktu (4D) dan biaya (5D), memungkinkan simulasi, perencanaan jadwal, serta estimasi biaya yang terintegrasi dan real-time. Keunggulan utama BIM 5D adalah kemampuannya dalam meminimalkan konflik desain, mengefisienkan penggunaan material, dan mengoptimalkan waktu pelaksanaan proyek.

Studi Kasus: Pembangunan Dermaga Gilimas

Dermaga Gilimas dibangun untuk melayani kapal cruise dan peti kemas, memperkuat peran pelabuhan Lembar sebagai simpul logistik dan pariwisata di kawasan timur Indonesia. Penelitian ini mengumpulkan data dari 20 responden melalui kuisioner dan wawancara, lalu dianalisis menggunakan statistik deskriptif, termasuk perhitungan nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi, untuk menilai seberapa efektif BIM digunakan dalam proyek ini.

Dari aspek efektivitas pada tahap proyek, tiga indikator teratas adalah:

  • Fabrikasi
  • Dokumen konstruksi
  • Desain akhir

Sedangkan dari sisi aktivitas proyek, BIM paling efektif dalam:

  • Perhitungan volume pekerjaan
  • Proses gambar kerja
  • Visualisasi desain

Dari sisi efisiensi kerja, tiga manfaat utama BIM adalah:

  • Koordinasi proyek yang lebih baik
  • Pengurangan konflik
  • Percepatan dalam menangani perubahan pekerjaan

Dan dari aspek keberhasilan proyek, manfaat terbesar BIM adalah:

  • Meningkatkan kepuasan pelanggan
  • Menjamin kesesuaian biaya
  • Memastikan ketepatan waktu

Pemanfaatan Software dalam Proyek

Proyek ini menjadi menarik karena penggunaan BIM tidak hanya sebatas konsep, tetapi benar-benar diterapkan melalui beragam perangkat lunak pendukung:

  • Tekla Structures untuk modeling struktur, perhitungan volume, clash detection, dan shop drawing
  • Navisworks untuk simulasi metode kerja berdasarkan jadwal proyek (4D)
  • Trimble Connect sebagai platform kolaborasi dan quality checking
  • SketchUp dan Lumion untuk membuat animasi urutan kerja dan visualisasi metode
  • AutoDesk Civil 3D untuk analisis timbunan dan pemetaan kontur
  • SAP2000 dan Infraworks untuk perhitungan struktur dan visualisasi site plan
  • Drone DJI dan software seperti Agisoft serta Pix4D digunakan untuk pengamatan progres dari udara dan pemetaan lokasi proyek

Implementasi software tersebut memungkinkan tim proyek membuat Bill of Quantity (BOQ) secara otomatis, menghasilkan visualisasi pekerjaan yang lebih mudah dipahami, dan mendeteksi potensi konflik desain lebih awal.

Analisis Statistik dan Temuan Kuantitatif

Peneliti menggunakan nilai rata-rata dan standar deviasi untuk mengukur stabilitas persepsi responden terhadap manfaat BIM. Salah satu hasilnya menunjukkan bahwa BIM pada indikator studi kelayakan menghasilkan mean sebesar 3,70 dan standar deviasi 1,22, menandakan bahwa persepsi responden cukup konsisten. Indikator dengan standar deviasi di bawah 1 dianggap sebagai yang paling stabil, dan dengan demikian paling representatif sebagai kekuatan BIM dalam proyek ini.

Kelebihan dan Kekurangan BIM

Berdasarkan hasil kuantitatif, kelebihan BIM dalam proyek ini antara lain:

  • Mendukung visualisasi rumit secara efektif
  • Meningkatkan koordinasi antara tim teknis dan pelaksana
  • Mengurangi biaya perubahan desain dan pekerjaan ulang
  • Meningkatkan akurasi estimasi biaya dan kuantitas material

Namun, terdapat pula kekurangan yang diidentifikasi:

  • Biaya pengadaan perangkat keras (komputer berkapasitas tinggi)
  • Biaya lisensi software BIM
  • Kebutuhan untuk merekrut dan melatih operator khusus

Hal ini menjadi catatan penting, terutama bagi perusahaan konstruksi menengah atau kecil yang ingin mengadopsi teknologi ini.

Implikasi Praktis dan Relevansi

Studi ini menunjukkan bahwa penerapan BIM 5D secara penuh tidak hanya berdampak pada efisiensi teknis, tetapi juga meningkatkan kualitas komunikasi antara pemilik proyek, kontraktor, dan konsultan. Dalam konteks Indonesia yang sedang gencar membangun infrastruktur, termasuk pelabuhan dan kawasan industri maritim, pendekatan seperti ini sangat relevan.

BIM berperan penting dalam menjawab kebutuhan akan proyek yang rampung tepat waktu, dalam anggaran, dan sesuai kualitas. Tak heran jika pemerintah Indonesia mulai mendorong penerapan BIM pada proyek-proyek strategis nasional. Namun, kesiapan SDM, dukungan perangkat teknologi, serta harmonisasi antar stakeholder masih menjadi tantangan yang perlu diatasi secara bertahap.

Opini dan Rekomendasi

Artikel ini sangat bermanfaat, tidak hanya untuk praktisi dan akademisi, tetapi juga untuk pembuat kebijakan. Salah satu kekuatan utamanya adalah pemanfaatan data nyata dan studi kasus yang relevan, bukan sekadar teori. Meski pendekatan statistiknya sederhana, namun cukup efektif untuk menggambarkan persepsi pengguna BIM di lapangan.

Ke depan, disarankan untuk melakukan studi lanjutan dengan cakupan proyek yang lebih luas serta menggunakan metode statistik inferensial untuk menguji hubungan antar variabel. Pemerintah daerah dan asosiasi konstruksi juga perlu memberikan insentif bagi perusahaan yang ingin beralih ke sistem digital.

Selain itu, integrasi BIM dengan teknologi lain seperti Internet of Things (IoT), artificial intelligence (AI), dan cloud-based project management akan menjadi arah berikutnya dalam transformasi digital konstruksi.

Kesimpulan

Penelitian ini membuktikan bahwa penerapan BIM 5D pada proyek Dermaga Cruise dan Peti Kemas Terminal Gilimas memberikan dampak signifikan dalam berbagai aspek pelaksanaan proyek, mulai dari efisiensi waktu dan biaya hingga peningkatan kualitas desain dan koordinasi tim.

Meski investasi awal untuk perangkat keras dan lisensi cukup tinggi, manfaat jangka panjangnya jauh lebih besar. Oleh karena itu, penerapan BIM seharusnya tidak lagi menjadi pertimbangan, tetapi keharusan bagi industri konstruksi yang ingin bersaing secara global.

Sumber asli artikel:

Destiar Ultimaswari A.K, Buan Anshari, dan Suryawan Murtiadi. Kajian Peranan Building Information Modelling (BIM) 5D pada Perusahaan Jasa Konstruksi (Studi Kasus: Pembangunan Dermaga Cruise dan Peti Kemas Terminal Gili Mas Lembar). Jurnal Mitra Teknik Sipil (MBI), Vol.16 No.4, November 2021.

 

Selengkapnya
Peran Strategis Building Information Modelling (BIM) 5D pada Proyek Infrastruktur Maritim di Indonesia

Building Information Modeling

Tren Adopsi Building Information Modeling (BIM) di Industri Arsitektur Inggris dan Implikasinya bagi Globalisasi Teknologi Konstruksi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025


Dalam satu dekade terakhir, transformasi digital di sektor konstruksi telah menunjukkan akselerasi yang signifikan. Salah satu teknologi utama yang memegang peran sentral dalam proses tersebut adalah Building Information Modeling (BIM). Artikel yang ditulis oleh Bahriye Ilhan Jones, berjudul A study of Building Information Modeling (BIM) uptake and proposed evaluation framework, memberikan pandangan menyeluruh tentang bagaimana industri arsitektur di Inggris mengadopsi dan mengembangkan penggunaan BIM dari tahun 2011 hingga 2018.

Penelitian ini tidak hanya memotret tren penggunaan BIM, tetapi juga memperkenalkan sebuah kerangka evaluasi untuk menilai efektivitas adopsi BIM di tingkat organisasi, menjadikannya relevan bagi akademisi, praktisi, hingga pembuat kebijakan.

Latar belakang dan konteks kebijakan

Inggris dikenal sebagai negara pelopor dalam penerapan BIM. Sejak pemerintah mengeluarkan mandat pada tahun 2016 yang mewajibkan penggunaan BIM Level 2 untuk semua proyek publik, banyak perusahaan arsitektur di Inggris mulai mengintegrasikan BIM ke dalam proses kerja mereka. Namun demikian, adopsi teknologi ini tidak terjadi secara seragam di semua skala perusahaan.

Studi ini mencoba menjawab pertanyaan: bagaimana tingkat penggunaan BIM berubah dari waktu ke waktu, apa saja motivasi dan hambatan yang dihadapi perusahaan, serta bagaimana pengaruh kebijakan publik dan tekanan pasar terhadap keputusan adopsi teknologi ini.

Metodologi dan pendekatan penelitian

Penulis menggunakan pendekatan survei longitudinal, yaitu pengumpulan data pada tiga waktu berbeda: tahun 2011, 2014, dan 2018. Total responden yang terlibat berjumlah 125 perusahaan arsitektur anggota Royal Institute of British Architects (RIBA), yang mewakili berbagai skala usaha.

Data dianalisis menggunakan metode statistik seperti ANOVA dan regresi linier. Penelitian ini juga mengembangkan framework evaluasi BIM berdasarkan tiga dimensi utama: tahap formasi, proses implementasi, dan hasil yang dicapai.

Hasil temuan utama

Pertumbuhan adopsi BIM

Tingkat adopsi BIM meningkat dari hanya 20 persen pada tahun 2011 menjadi lebih dari 60 persen pada 2018. Namun, adopsi ini tidak merata. Perusahaan besar yang menangani proyek pemerintah menunjukkan tingkat adopsi yang lebih tinggi dibandingkan usaha kecil yang bergerak di pasar privat.

Perusahaan kecil mulai menunjukkan ketertarikan terhadap BIM, tetapi masih menghadapi kendala seperti biaya awal yang tinggi dan kurangnya tenaga kerja yang terlatih.

Alasan penggunaan BIM

Motivasi utama perusahaan dalam mengadopsi BIM antara lain:

  • meningkatkan produktivitas tim desain
  • mendapatkan keunggulan kompetitif
  • memenuhi persyaratan tender proyek publik
  • memperbaiki koordinasi antarpihak dalam proyek

Menariknya, efisiensi biaya dan waktu bukanlah motivasi dominan, yang menunjukkan bahwa nilai BIM lebih dipandang sebagai alat strategis daripada sekadar alat teknis.

Fungsi BIM yang paling banyak digunakan

Di antara berbagai fitur BIM, yang paling banyak digunakan adalah visualisasi 3D, clash detection, dan pertukaran data antar software. Fungsi yang lebih kompleks seperti estimasi biaya otomatis atau analisis energi bangunan masih jarang digunakan, bahkan hingga 2018.

Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan BIM masih berada di level dasar, dan belum sepenuhnya memanfaatkan potensi penuh yang ditawarkan teknologi ini.

Hambatan penggunaan

Beberapa hambatan yang terus berulang dari tahun ke tahun antara lain:

  • kurangnya staf yang terlatih dalam BIM
  • tingginya biaya perangkat lunak dan perangkat keras
  • keterbatasan interoperabilitas antar software
  • tidak adanya permintaan eksplisit dari klien

Namun di sisi lain, hambatan seperti kurangnya dukungan manajerial mulai berkurang, menunjukkan adanya peningkatan kesadaran di level pimpinan perusahaan.

Studi kasus perusahaan kecil

Artikel ini juga mengangkat contoh perusahaan arsitektur kecil yang berhasil mengadopsi BIM meskipun hanya memiliki kurang dari sepuluh staf. Dengan dukungan pelatihan dan kolaborasi dengan konsultan eksternal, perusahaan ini mampu mempercepat proses desain, mengurangi revisi gambar, dan meningkatkan akurasi informasi proyek.

Namun mereka juga menghadapi kenyataan bahwa klien-klien di sektor perumahan tidak selalu memahami nilai tambah BIM, sehingga edukasi kepada pihak luar menjadi tantangan tambahan.

Framework evaluasi BIM

Salah satu kontribusi penting dari penelitian ini adalah usulan framework evaluasi BIM, yang terdiri dari:

  1. Formasi: menilai kesiapan perusahaan, motivasi adopsi, dan dukungan internal
  2. Proses: mengevaluasi bagaimana BIM diimplementasikan, termasuk pelatihan, integrasi sistem, dan koordinasi tim
  3. Hasil: melihat dampak BIM terhadap kualitas desain, waktu pengerjaan, kepuasan klien, dan peningkatan efisiensi

Framework ini dapat digunakan tidak hanya di Inggris, tetapi juga diadopsi oleh organisasi konstruksi di negara-negara lain untuk mengukur kemajuan transformasi digital mereka.

Relevansi dan implikasi global

Temuan dari artikel ini memiliki implikasi yang luas. Negara-negara berkembang seperti Indonesia yang sedang mendorong digitalisasi sektor konstruksi dapat mengambil pelajaran penting dari pengalaman Inggris, terutama dalam hal:

  • pentingnya regulasi yang jelas untuk mendorong adopsi teknologi
  • kebutuhan pelatihan dan pendidikan BIM sejak dini
  • pentingnya insentif bagi perusahaan kecil untuk mengurangi hambatan awal

Adopsi BIM bukan hanya soal membeli software, tetapi perubahan budaya kerja dan paradigma kolaborasi antar stakeholder. Untuk itu, kebijakan publik dan kerja sama antar sektor sangat dibutuhkan.

Kritik dan saran

Artikel ini sangat kuat dari segi metodologi dan kontribusi praktis. Namun, sebagian besar data bersifat perseptual dan berasal dari industri arsitektur saja. Akan lebih komprehensif jika studi serupa dilakukan di sektor konstruksi sipil, MEP, atau manajemen fasilitas, untuk mendapatkan pandangan yang lebih holistik.

Penulis juga bisa menggali lebih dalam soal bagaimana BIM berinteraksi dengan teknologi lain seperti cloud, Internet of Things, atau AI dalam pengelolaan proyek.

Kesimpulan

Artikel ini memberikan gambaran yang tajam dan informatif tentang evolusi penggunaan BIM di Inggris selama tujuh tahun. Dengan pendekatan longitudinal dan analisis mendalam, artikel ini tidak hanya menjadi catatan historis, tetapi juga panduan strategis bagi perusahaan dan pembuat kebijakan yang ingin mengadopsi BIM secara efektif.

BIM bukan sekadar alat gambar digital, melainkan sistem kolaboratif yang dapat meningkatkan kualitas desain, efisiensi proyek, dan daya saing industri konstruksi secara keseluruhan. Dengan kerangka evaluasi yang ditawarkan, proses transformasi digital dapat dipantau dan ditingkatkan secara berkelanjutan.

Sumber artikel:

Bahriye Ilhan Jones (2020). A study of Building Information Modeling (BIM) uptake and proposed evaluation framework. Journal of Information Technology in Construction (ITcon), Vol. 25, pp. 452–468.

 

Selengkapnya
Tren Adopsi Building Information Modeling (BIM) di Industri Arsitektur Inggris dan Implikasinya bagi Globalisasi Teknologi Konstruksi

Building Information Modeling

Meningkatkan Pemanfaatan Building Information Modeling (BIM) melalui Evaluasi Komprehensif – Studi pada Kantor Arsitektur di Inggris

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025


Di tengah tekanan global untuk meningkatkan efisiensi dan kolaborasi dalam industri arsitektur, rekayasa, konstruksi, dan manajemen fasilitas (AEC/FM), teknologi Building Information Modeling (BIM) hadir sebagai solusi strategis. Namun, adopsi BIM secara luas masih menemui banyak kendala. Paper berjudul “A Study of Building Information Modeling (BIM) Uptake and Proposed Evaluation Framework” oleh Bahriye Ilhan Jones dari Istanbul Technical University menganalisis adopsi BIM di kantor arsitektur Inggris selama tiga periode waktu (2011, 2014, dan 2018), serta mengusulkan sebuah kerangka evaluasi komprehensif.

Mengapa BIM Penting dan Mengapa Belum Menjadi Standar?

Walau pemerintah Inggris telah mewajibkan penerapan BIM Level 2 pada proyek publik sejak 2016, hasil studi menunjukkan bahwa penerapan BIM tidak semudah membalik telapak tangan. Beberapa faktor pendorong seperti efisiensi proyek, kolaborasi tim yang lebih baik, dan tuntutan kontrak berhasil memotivasi adopsi. Namun, berbagai hambatan—mulai dari kebutuhan pelatihan, biaya implementasi, hingga resistensi terhadap perubahan—masih kuat dirasakan oleh banyak perusahaan.

Metodologi: Survei Online dan Analisis Statistik

Penelitian ini menggunakan metode survei online kepada seluruh anggota Royal Institute of British Architects (RIBA). Survei dilaksanakan dalam tiga gelombang: 2011 (43 responden), 2014 (37 responden), dan 2018 (45 responden), dengan total 125 responden tanpa tumpang tindih antar tahun. Data dianalisis menggunakan ANOVA, regresi, dan statistik deskriptif untuk menggali hubungan antara variabel tahun, adopsi BIM, motivasi, kendala, dan kepuasan pengguna.

Temuan Kunci: Perjalanan Adopsi BIM dari Tahun ke Tahun

Peningkatan Penggunaan BIM

Penggunaan BIM meningkat signifikan dari 2011 ke 2018. Di tahun 2011, hanya 19,5% responden menggunakan BIM, sementara pada 2018, angka tersebut meningkat tajam. Namun, lonjakan ini tidak merata di semua jenis perusahaan—organisasi besar lebih cepat mengadopsi BIM dibandingkan perusahaan kecil.

Yang menarik, meskipun pada awalnya BIM hanya digunakan untuk proyek-proyek besar, mulai 2014, perusahaan mulai menerapkannya juga pada proyek kecil. Penggunaan BIM juga meningkat pada perusahaan kecil dengan kurang dari 10 karyawan, menunjukkan bahwa adopsi teknologi tidak lagi menjadi hak istimewa perusahaan besar.

Alasan Mengadopsi BIM

Motivasi utama menggunakan BIM antara lain:

  • Meningkatkan produktivitas
  • Keunggulan kompetitif
  • Tuntutan pemilik proyek atau kontrak

Namun, motivasi eksternal ini bergeser menjadi motivasi internal seperti kebutuhan untuk kolaborasi dan efisiensi tim, terutama di tahun 2018. Hal ini menunjukkan evolusi pemahaman perusahaan tentang nilai jangka panjang BIM.

Fungsi yang Digunakan

Fungsi BIM yang paling umum digunakan:

  • Visualisasi 3D
  • Deteksi konflik dan tabrakan
  • Pertukaran data proyek

Namun, fungsi tingkat lanjut seperti estimasi biaya, analisis performa bangunan, dan Bill of Quantities (BoQ) masih kurang dimanfaatkan, terutama oleh pengguna pemula.

Keuntungan dan Kepuasan

Keuntungan utama dari penggunaan BIM antara lain:

  • Pengurangan konflik desain (meski menurun 10% dari 2011 ke 2018)
  • Peningkatan output desain
  • Komunikasi dan kepuasan pemangku kepentingan

Meskipun BIM memberikan berbagai keuntungan, tingkat kepuasan tidak selalu sebanding dengan lama pengalaman. Usia penggunaan BIM (BIM age) berkontribusi terhadap kepuasan, namun tidak signifikan secara statistik dalam model regresi.

Hambatan Utama

Hambatan utama yang dihadapi pengguna BIM antara lain:

  • Kurangnya staf yang terampil dalam BIM
  • Kurangnya kerja sama pemangku kepentingan
  • Biaya perangkat lunak dan pelatihan

Menariknya, dukungan manajemen dan pemasaran tidak dianggap sebagai kendala utama. Sebaliknya, masalah prosedural dan pertukaran data menjadi tantangan yang semakin menonjol.

Perspektif Non-Pengguna: Mengapa Tidak Mengadopsi BIM?

Survei juga melibatkan responden yang belum menggunakan BIM dan tidak berniat menggunakannya. Alasan utama mereka:

  • Tidak cukup permintaan dari klien
  • Biaya implementasi yang tinggi
  • Tidak relevan dengan fungsi bisnis

Alasan untuk mulai mempertimbangkan BIM antara lain:

  • Tekanan kontrak dan klien
  • Harapan akan peningkatan produktivitas
  • Kolaborasi yang lebih baik

Namun, kebanyakan perusahaan menyatakan mereka tidak memiliki sumber daya fisik atau keuangan yang cukup untuk memulai implementasi.

Kerangka Evaluasi BIM: Panduan Strategis untuk Organisasi

Berdasarkan temuan survei, penulis merancang kerangka evaluasi untuk memandu perusahaan dalam mengevaluasi kesiapan dan efektivitas penggunaan BIM. Kerangka ini mencakup:

  1. Formasi – Menentukan alasan adopsi, kebutuhan investasi, dan kesiapan.
  2. Progres – Aktivitas implementasi yang melibatkan teknologi, proses, dan sumber daya manusia.
  3. Hasil – Pengukuran kinerja, penggunaan fungsi BIM, dan hasil yang dicapai.
  4. Dampak – Efek jangka panjang terhadap kolaborasi, efisiensi, dan hasil proyek.

Model ini tidak hanya bersifat statis tetapi fleksibel, dapat dikustomisasi sesuai kebutuhan organisasi.

Studi Kasus: Transformasi BIM di Inggris sebagai Cerminan Global

Dengan mandat pemerintah Inggris sebagai titik tolak, adopsi BIM di sektor publik menjadi tolok ukur keberhasilan transformasi digital. Survei NBS tahun 2019 menunjukkan bahwa 4% responden merasa mandat BIM sangat berhasil, dan 37% menyebutnya cukup berhasil. Ini menunjukkan pentingnya peran kebijakan dalam mendorong perubahan industri.

Kegagalan perusahaan untuk mengadopsi BIM dengan cepat dapat berarti kehilangan peluang kolaborasi, efisiensi, dan daya saing. Oleh karena itu, studi ini tidak hanya relevan untuk Inggris, tetapi juga menjadi cermin bagi negara-negara lain—termasuk Indonesia—yang tengah mempersiapkan digitalisasi sektor konstruksi.

Opini dan Implikasi untuk Indonesia

Bagi Indonesia, adopsi BIM masih dalam tahap awal. Studi ini bisa dijadikan referensi penting karena menyajikan analisis longitudinal dari negara maju dengan pendekatan praktis dan strategis. Tantangan seperti kurangnya tenaga ahli BIM, resistensi terhadap perubahan, dan tingginya biaya awal, juga ditemukan di Indonesia.

Penerapan kerangka evaluasi yang diusulkan dalam studi ini bisa diadaptasi oleh asosiasi profesional seperti IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) atau LPJK. Pemerintah pun bisa belajar dari model kebijakan Inggris untuk mendorong transformasi industri konstruksi dalam negeri.

Kesimpulan: BIM adalah Keniscayaan, Bukan Pilihan

Transformasi digital di industri konstruksi tidak bisa dihindari. BIM bukan sekadar alat, melainkan katalis perubahan. Studi ini menunjukkan bahwa kesuksesan adopsi BIM bergantung pada kesiapan organisasi secara teknis, struktural, dan kultural. Kerangka evaluasi yang ditawarkan membuka jalan bagi pendekatan lebih strategis, terukur, dan realistis dalam mengadopsi teknologi ini. Di masa depan, BIM tidak hanya akan menjadi standar, tapi fondasi utama menuju kota cerdas dan pembangunan berkelanjutan.

Sumber asli artikel:
Bahriye Ilhan Jones (2020). A study of Building Information Modeling (BIM) uptake and proposed evaluation framework. Journal of Information Technology in Construction (ITcon), Vol. 25, pp. 452–468.

Selengkapnya
Meningkatkan Pemanfaatan Building Information Modeling (BIM) melalui Evaluasi Komprehensif – Studi pada Kantor Arsitektur di Inggris

Industri Kontruksi

Pengaruh Supplier Relationship Management terhadap Kinerja Proyek Konstruksi Jalan di Wajir County, Kenya

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025


Dalam industri konstruksi jalan yang sarat risiko dan kompleksitas, pengelolaan rantai pasokan bukan sekadar soal logistik. Salah satu pendekatan kunci untuk meningkatkan kinerja proyek adalah melalui Supplier Relationship Management (SRM), yang tidak hanya memfasilitasi aliran barang dan jasa, tetapi juga menciptakan ekosistem kolaboratif yang saling menguntungkan. Artikel “Supplier Relationship Management and Performance of Road Construction Projects” karya Ibrahim D.Y. dan Mutuku M.K. membedah secara mendalam bagaimana praktik SRM memengaruhi efektivitas proyek konstruksi jalan di Wajir County, Kenya.

Latar Belakang dan Relevansi Penelitian

Penelitian ini berangkat dari tantangan nyata yang dihadapi sektor publik Kenya dalam proyek pembangunan jalan, khususnya di wilayah terpencil seperti Wajir County. Dengan menggunakan pendekatan teori stewardship sebagai landasan teoritis—yang menekankan pentingnya pengelolaan organisasi berbasis tanggung jawab kolektif—studi ini menyoroti bagaimana kolaborasi dengan pemasok berdampak langsung terhadap output proyek.

Pengumpulan data dilakukan melalui survei semi-terstruktur yang menyasar 50 responden, terdiri dari 5 manajer proyek dan 45 anggota tim proyek dari Departemen Jalan dan Transportasi Wajir County.

Temuan Kunci: SRM dan Performa Proyek Konstruksi

a. Pertukaran Ide dan Umpan Balik yang Meningkatkan Operasional

Sebanyak 40,9% responden setuju bahwa hubungan yang positif dengan pemasok memungkinkan terjadinya pertukaran ide dan feedback secara berkala, yang pada gilirannya meningkatkan efisiensi operasional. Nilai rata-rata dari tanggapan ini adalah 3.7 (dari skala 5), dengan standar deviasi yang rendah (0.98), menunjukkan konsistensi jawaban.

b. Efisiensi Biaya

36,4% responden menyatakan bahwa hubungan yang baik dengan pemasok berdampak pada pengurangan biaya. Hal ini menunjukkan adanya penghematan operasional yang nyata, yang diperkuat oleh rata-rata skor 3.66.

c. Identifikasi dan Eliminasi Limbah

SRM juga memungkinkan pemerintah daerah mengidentifikasi akar penyebab limbah dan merancang solusi untuk mengeliminasinya. Hal ini terbukti dari 31,8% responden yang sangat setuju dengan pernyataan ini, dengan skor rata-rata 3.73.

d. Komunikasi yang Lebih Baik

Peningkatan komunikasi internal dan eksternal dalam proyek adalah dampak positif lainnya. Meski hanya 15,9% yang sangat setuju, skor rata-rata 3.34 menandakan adanya pengaruh sedang dari SRM terhadap komunikasi yang lebih efektif antara pihak internal dan pemasok.

e. Penguatan Rantai Pasokan

Sebanyak 34,1% responden mengamini bahwa strategi SRM memperkuat rantai pasokan proyek, ditandai oleh skor rata-rata 3.75. Ini menunjukkan bahwa SRM tidak hanya bermanfaat secara mikro tetapi juga berdampak sistemik terhadap kesinambungan proyek.

Analisis Regresi: SRM sebagai Prediktor Signifikan Kinerja Proyek

Studi ini menggunakan analisis regresi linier untuk mengukur pengaruh SRM terhadap kinerja proyek. Hasilnya menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0.432—indikator hubungan positif yang cukup kuat antara SRM dan performa proyek. R-squared sebesar 0.187 berarti 18,7% variasi dalam performa proyek dapat dijelaskan oleh variabel SRM.

Dengan nilai F-statistik 9.647 dan p-value 0.003, model ini secara statistik signifikan. Regresi menunjukkan koefisien SRM sebesar 0.635 (p = 0.003), menandakan bahwa setiap peningkatan satu unit dalam SRM akan menaikkan skor performa proyek sebesar 0.635 poin, ceteris paribus.

Studi Kasus: Wajir County sebagai Laboratorium Implementasi SRM

Wajir County menjadi contoh menarik untuk mengamati dinamika SRM di kawasan dengan tantangan geografis dan logistik tinggi. Pemerintah daerah berhasil menciptakan hubungan jangka panjang dengan pemasok, yang kemudian berdampak pada pengurangan konflik kontraktual, penyediaan material tepat waktu, serta peningkatan transparansi dalam pengadaan barang.

Di wilayah yang sering diabaikan dalam prioritas nasional, pencapaian ini menjadi bukti bahwa pendekatan manajemen relasi dapat menjadi instrumen kebijakan pembangunan daerah yang efektif.

Pembelajaran bagi Indonesia: Apa yang Bisa Diadopsi?

Meski konteks geografis dan sosial berbeda, Indonesia memiliki kemiripan dalam karakteristik proyek konstruksi jalan—sering kali tersebar di daerah terpencil dengan keterbatasan infrastruktur logistik. Beberapa poin kunci dari studi ini yang dapat diadopsi antara lain:

  • Penerapan evaluasi pemasok secara berkala untuk memastikan kesesuaian dan kinerja.
  • Pembangunan sistem komunikasi digital antara penyedia dan pelaksana proyek untuk mempercepat aliran informasi.
  • Pelatihan pengadaan untuk pemerintah daerah, agar dapat lebih memahami pentingnya hubungan kolaboratif, bukan transaksional, dengan pemasok.

Kritik dan Saran terhadap Studi

Studi ini memberikan kontribusi signifikan dalam pemahaman peran SRM dalam proyek konstruksi. Namun, terdapat beberapa catatan:

  1. Keterbatasan Geografis: Studi hanya dilakukan di satu county; hasilnya bisa jadi tidak representatif untuk wilayah lain.
  2. Jumlah Responden: Sampel 50 orang cukup kecil untuk generalisasi nasional.
  3. Dimensi Kualitatif Minim: Meskipun ada wawancara semi-terstruktur, eksplorasi mendalam terhadap dinamika hubungan antarpihak belum sepenuhnya tergali.

Akan sangat menarik jika studi lanjutan memasukkan metode kualitatif seperti studi etnografis proyek, atau perbandingan antar-county, untuk memperkuat validitas ekternal temuan.

Penutup: Hubungan yang Baik Bukan Sekadar Nilai Tambah, Melainkan Keputusan Strategis

Artikel ini menunjukkan dengan jelas bahwa SRM bukan sekadar strategi relasional, tetapi merupakan pilar dari keberhasilan proyek konstruksi. Dengan membangun hubungan yang saling percaya dan terbuka antara pemilik proyek dan pemasok, efisiensi, akurasi, dan keberlanjutan proyek dapat ditingkatkan secara signifikan.

Untuk organisasi pemerintah maupun swasta, terutama di sektor konstruksi yang kompleks dan penuh tantangan, praktik SRM layak dijadikan investasi jangka panjang. Ia bukan hanya menjanjikan efisiensi teknis, tetapi juga menciptakan lingkungan kolaboratif yang mendukung pertumbuhan ekonomi lokal, meningkatkan kualitas proyek, serta memperkuat integritas sistem pengadaan.

Sumber asli artikel:
Ibrahim, D. Y., & Mutuku, M. K. (2022). Supplier relationship management and performance of road construction projects. The Strategic Journal of Business & Change Management, 9(4), 1515–1523.

 

Selengkapnya
Pengaruh Supplier Relationship Management terhadap Kinerja Proyek Konstruksi Jalan di Wajir County, Kenya

Lean Construction

Penerapan Lean Construction dalam Proyek Jalan Tol: Studi Kasus Trans-Sumatera

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025


Industri konstruksi memainkan peran vital dalam pertumbuhan ekonomi, namun sering kali menghadapi tantangan seperti produktivitas rendah, pemborosan sumber daya, dan keterlambatan proyek. Untuk menjawab tantangan ini, pendekatan Lean Construction (LC) menjadi strategi yang menjanjikan dalam meningkatkan efisiensi proyek. Studi oleh Mohammed Ali Berawi dan timnya berjudul "Lean Construction Practice on Toll Road Project Improvement: A Case Study in Developing Country" memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana LC diterapkan dalam proyek jalan tol Trans-Sumatera di Indonesia.

Latar Belakang: Tantangan dan Potensi Lean Construction

Sektor konstruksi global berkontribusi terhadap 37% konsumsi energi dunia dan menghasilkan sekitar 10 gigaton emisi CO2 pada tahun 2021. Selain itu, industri ini bertanggung jawab atas 30% dari total limbah yang masuk ke TPA. Di Indonesia, sektor konstruksi menyumbang 65% konsumsi energi primer dan menghasilkan 4,32 juta ton limbah pada 2020. Konteks ini menyoroti pentingnya praktik berkelanjutan, di mana LC hadir sebagai solusi.

Metodologi: Kombinasi Kualitatif dan Kuantitatif

Penelitian dilakukan melalui tiga tahapan:

  1. Studi Literatur untuk mengidentifikasi konsep LC dan aktivitas pemborosan (waste).
  2. Wawancara mendalam dengan enam manajer proyek dan personel teknis dari proyek Pekanbaru-Dumai.
  3. Analisis dampak penerapan alat lean terhadap waktu penyelesaian proyek dan biaya.

Studi Kasus: Proyek Tol Trans-Sumatera (Pekanbaru–Dumai)

Fokus studi adalah segmen Underpass STA 28+150 dalam paket proyek tol Pekanbaru-Dumai. Proyek bernilai sekitar USD 900 juta ini menghadapi tantangan seperti banjir dan keterlambatan pengadaan alat berat, yang menyebabkan keterlambatan 30 hari dari jadwal semula 120 hari.

Distribusi Biaya Utama Proyek:

  • Pemancangan tiang: 25,3%
  • Instalasi besi tulangan: 27,5%
  • Pengecoran beton: 37,47%

Temuan Utama

1. Identifikasi Aktivitas Pemborosan (Waste)

Dari 58 sub-aktivitas yang diteliti:

  • 34% dikategorikan sebagai Value-Added (VA)
  • 40% sebagai Essential Non-Value Added (ENVA)
  • 24% sebagai Non-Value Added (NVA)

Sebanyak 15 aktivitas dikategorikan sebagai NVA, seperti:

  • Pengiriman material yang tertunda
  • Kelebihan proses dokumentasi
  • Koordinasi yang tidak efisien

2. Eliminasi NVA dan Percepatan Proyek

Dengan mengintegrasikan 15 aktivitas NVA ke dalam aktivitas lain:

  • Waktu proyek dikurangi dari 180 hari menjadi 165 hari.
  • Eliminasi lebih lanjut memungkinkan percepatan hingga 145,5 hari (hemat 4,5 hari dari kontrak awal).

3. Alat Lean yang Digunakan

Dari 10 alat lean yang ditawarkan, 9 diimplementasikan. Alat paling populer antara lain:

  • Koordinasi: digunakan dalam lebih dari 30 aktivitas
  • Kolaborasi: untuk 15 aktivitas
  • Standardisasi, Five S, crash program, overlap juga sering digunakan

Contoh implementasi:

  • Aktivitas "pembuatan shop drawing" disederhanakan menggunakan koordinasi dan kolaborasi.
  • Proses pengiriman material distandardisasi agar efisien.

4. Crash Program dan Efek Terhadap Biaya

Dengan menambah 115 tenaga kerja:

  • Durasi enam aktivitas utama dipercepat dari 81 hari menjadi 47,5 hari.
  • Penghematan waktu: 33,5 hari

Namun:

  • Tambahan biaya mencapai USD 44.710, dengan 87,27% untuk tenaga kerja
  • Profit menurun dari 17,88% menjadi 13,69%

5. Tiga Skenario Kinerja Proyek

  1. Business as usual:
    • Keterlambatan: 30 hari
    • Biaya tambahan: USD 32.815
    • Profit: 14,46%
  2. Eliminasi NVA:
    • Keterlambatan: 15 hari
    • Biaya tambahan: USD 16.407
    • Profit: 16,17%
  3. Crash program:
    • Lebih cepat 4,5 hari dari kontrak
    • Biaya tambahan: USD 44.710
    • Profit: 13,69%

Diskusi: Implikasi Lean Construction di Negara Berkembang

Studi ini menegaskan pentingnya:

  • Identifikasi aktivitas bernilai rendah (NVA dan ENVA)
  • Pemilihan alat lean berdasarkan konteks proyek
  • Kompromi antara waktu dan biaya dalam crash program

Pendekatan lean tidak hanya berdampak pada efisiensi waktu dan biaya, tetapi juga mendorong budaya kerja kolaboratif dan disiplin proses.

Relevansi Global

Temuan dari proyek Indonesia ini juga relevan untuk negara berkembang lain yang menghadapi:

  • Infrastruktur besar-besaran
  • Tekanan efisiensi
  • Keterbatasan sumber daya

Kesimpulan dan Rekomendasi

Penerapan lean construction pada proyek jalan tol Trans-Sumatera berhasil:

  • Mengurangi waktu proyek sebesar 19,17%
  • Menyediakan model sistematis untuk mengidentifikasi waste
  • Menunjukkan efektivitas alat lean seperti koordinasi, standardisasi, dan crash program

Namun, pendekatan ini menuntut keseimbangan antara efisiensi waktu dan profitabilitas, serta memerlukan pelatihan dan kolaborasi antar pihak.

Rekomendasi untuk Proyek Selanjutnya:

  • Lakukan audit waste sebelum memulai proyek
  • Terapkan alat lean yang paling sesuai dengan fase proyek
  • Lakukan simulasi skenario biaya-waktu untuk pengambilan keputusan

Sumber Asli

Berawi, M. A., Sari, M., Miraj, P., Mardiansyah, Saroji, G., & Susantono, B. (2023). Lean Construction Practice on Toll Road Project Improvement: A Case Study in Developing Country. Civil Engineering Journal, Vol. 9, No. 12.

 

Selengkapnya
Penerapan Lean Construction dalam Proyek Jalan Tol: Studi Kasus Trans-Sumatera

Building Information Modeling

Efektivitas Penerapan Building Information Modeling (BIM) di Proyek Workshop Politeknik PUPR Semarang

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025


Perkembangan teknologi informasi telah membawa perubahan signifikan dalam dunia konstruksi, salah satunya melalui penerapan Building Information Modeling (BIM). BIM bukan sekadar alat visualisasi, tetapi sistem manajemen informasi bangunan yang mendukung efisiensi waktu, biaya, dan kualitas proyek. Penelitian yang dilakukan oleh Ary Wibowo, Henny Pratiwi Adi, dan Hermin Poedjiastoeti dalam jurnal Syntax Literate (2022) mengevaluasi implementasi BIM pada proyek Gedung Workshop Politeknik Pekerjaan Umum (PU) di Semarang. Studi ini menawarkan wawasan penting tentang kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman penerapan BIM di proyek pemerintah.

Studi Kasus: Proyek Gedung Workshop Politeknik PU Semarang

Deskripsi Proyek

  • Lokasi: Jalan Soekarno Hatta, Kel. Siwalan, Kec. Gayamsari, Semarang Timur
  • Pemilik Proyek: Kementerian PUPR
  • Perencana: PT Yodya Karya (Persero)
  • Anggaran: APBN 2019
  • Pelaksanaan: Dimulai 2021, beroperasi 2023
  • Ruang Lingkup: Terdiri atas dua masa bangunan (selatan dan utara) yang mencakup delapan gedung workshop dari beragam disiplin teknik

BIM digunakan mulai dari tahap perencanaan hingga operasional, termasuk fitur visualisasi 3D dengan Revit, perhitungan volume pekerjaan 5D dengan Cubicost, hingga sistem dokumentasi berbasis cloud melalui BIM360.

Metodologi Penelitian

Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif dengan teknik analisis SWOT. Data dikumpulkan melalui studi literatur, wawancara, dan Focus Group Discussion (FGD) dengan pelaku proyek dari Politeknik PU, konsultan BIM, dan ASN Kementerian PUPR. Penilaian dilakukan melalui:

  • Internal Factor Analysis Summary (IFAS)
  • External Factor Analysis Summary (EFAS)

Hasil Evaluasi dan Analisis SWOT

Kekuatan (Strengths)

  1. Clash Detection: Mampu mendeteksi kesalahan desain sebelum konstruksi dimulai
  2. Informasi Terpadu: Memberikan data lengkap dalam model 3D-5D
  3. Efisiensi Waktu: Mengurangi rework dan mempercepat proses
  4. Kualitas Dokumentasi: Tingkat akurasi tinggi dalam dokumen proyek
  5. Manfaat Jangka Panjang: Bisa digunakan untuk siklus hidup bangunan

Kelemahan (Weaknesses)

  1. Biaya Investasi Tinggi: Lisensi software, hardware, dan pelatihan bisa mencapai ratusan juta rupiah
  2. Kebutuhan SDM Kompeten: Banyak personel belum terlatih BIM
  3. Resistensi Budaya Kerja: Adaptasi dari sistem konvensional masih lambat
  4. Kurangnya Regulasi dan SOP Resmi: Tidak semua proyek menetapkan output BIM dengan jelas
  5. Minimnya Partisipasi Manajemen: Kurang dalam hal pengawasan dan motivasi

Peluang (Opportunities)

  1. Standarisasi BIM Nasional (SNI BIM)
  2. Digitalisasi Industri Konstruksi
  3. Integrasi dengan Lean Construction dan Cloud Construction Management
  4. Edukasi Formal BIM di Institusi Pendidikan
  5. Peningkatan Permintaan Stakeholder terhadap BIM

Ancaman (Threats)

  1. Kurangnya Pengetahuan Pengguna: Banyak yang belum memahami manfaat BIM
  2. Ketertinggalan dari Negara Lain: Seperti Singapura dan AS
  3. Tidak Jelasnya Roadmap dan Regulasi: Masih dalam tahap awal di Indonesia
  4. Ketersediaan Tenaga Ahli Terbatas
  5. Kesulitan Sinergi Proyek: Beberapa kontraktor dan konsultan belum menggunakan BIM

Skor SWOT

  • IFAS (S-W) = 0,630
  • EFAS (O-T) = 0,440
  • Hasil Plotting SWOT: Kuadran I (Strategi Agresif)

Strategi Optimalisasi Penerapan BIM

Berdasarkan posisi SWOT, strategi yang disarankan adalah:

Edukasi dan Promosi BIM

  • Sosialisasi manfaat BIM ke industri dan akademisi
  • Fasilitasi pelatihan profesional untuk proyek pertama pengguna BIM

Standarisasi dan Sertifikasi Nasional

  • Penyusunan standar protokol BIM dalam dokumen KAK proyek
  • Sertifikasi nasional untuk pengguna dan penyedia jasa konstruksi

Integrasi Kurikulum Pendidikan Tinggi

  • Politeknik PU dan perguruan tinggi lain harus mengadopsi BIM dalam kurikulum
  • Program magang BIM di proyek infrastruktur Kementerian PUPR

SOP dan KPI Proyek BIM

  • Penetapan Standard Operating Procedure dan workflow BIM
  • Pengukuran kinerja melalui indikator seperti tingkat adopsi BIM, error rate, hingga kapabilitas SDM

Penguatan Kebijakan Nasional

  • Pemerintah mulai mengidentifikasi proyek yang berhasil menerapkan BIM untuk dijadikan "best practice"
  • Pembuatan database nasional proyek-proyek BIM

Opini dan Relevansi Praktis

Penerapan BIM di proyek Politeknik PU ini bisa dijadikan benchmark untuk proyek pemerintah lainnya. Fitur seperti clash detection telah terbukti mengurangi potensi kesalahan teknis di lapangan yang selama ini menjadi penyebab rework dan pemborosan biaya. Namun, kesuksesan implementasi BIM tidak hanya bergantung pada perangkat lunak, tetapi pada kesiapan SDM dan dukungan kelembagaan. Dibutuhkan kebijakan top-down yang lebih kuat dari Kementerian PUPR agar penerapan BIM menjadi praktik standar, bukan sekadar eksperimen.

Kesimpulan

Penelitian ini menegaskan bahwa BIM memberikan banyak manfaat jika diterapkan dengan benar. Namun, tantangan seperti biaya tinggi, resistensi SDM, dan regulasi yang belum matang perlu segera diatasi. Strategi implementasi berbasis SWOT memberikan kerangka kerja yang jelas bagi instansi pemerintah dan pelaku industri dalam mengadopsi BIM secara luas. Dengan pendidikan, pelatihan, dan kebijakan yang tepat, BIM bisa menjadi katalis utama menuju konstruksi digital dan efisien di Indonesia.

Sumber Asli

Wibowo, Ary; Adi, Henny Pratiwi; Poedjiastoeti, Hermin. (2022). Evaluasi Penerapan Building Information Modeling (BIM) Pada Proyek Gedung Workshop Politeknik Pekerjaan Umum di Semarang. Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia, 7(5).

 

Selengkapnya
Efektivitas Penerapan Building Information Modeling (BIM) di Proyek Workshop Politeknik PUPR Semarang
« First Previous page 468 of 1.345 Next Last »