Analysis

Human Reliability Analysis dalam Keselamatan Nuklir

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 15 Mei 2025


Pendahuluan: Tantangan Baru dalam Sistem Kelistrikan Modern

Dalam beberapa dekade terakhir, transisi energi global semakin mengarah pada pemanfaatan energi terbarukan seperti angin dan surya. Meskipun ramah lingkungan, integrasi energi terbarukan ini menimbulkan tantangan besar dalam menjaga keandalan sistem kelistrikan. Paper "Review and Classification of Reliability Indicators for Power Systems with a High Share of Renewable Energy Sources" karya Evelyn Heylen, Geert Deconinck, dan Dirk Van Hertem dari KU Leuven membahas urgensi perubahan paradigma dalam manajemen keandalan sistem kelistrikan. Resensi ini akan mengeksplorasi metode klasifikasi indikator keandalan yang diusulkan, menyoroti temuan utama, dan mengaitkannya dengan tren industri serta tantangan praktis di lapangan.

Potensi Dampak Ekonomi dan Lingkungan

Selain aspek teknis, ketidakandalan sistem kelistrikan juga berdampak besar pada ekonomi dan lingkungan. Gangguan listrik yang berulang dapat memicu kerugian finansial di sektor industri dan bisnis, terutama pada negara-negara dengan ketergantungan tinggi pada energi terbarukan. Sebagai contoh, pemadaman listrik besar di California pada tahun 2020 menyebabkan kerugian lebih dari $2 miliar, sebagian besar karena ketidakmampuan jaringan mengelola beban puncak saat energi surya menurun menjelang malam.

Dari sisi lingkungan, integrasi energi terbarukan yang kurang optimal memicu kebutuhan penggunaan pembangkit listrik cadangan berbahan bakar fosil, yang justru meningkatkan emisi karbon. Oleh karena itu, pengembangan indikator keandalan yang lebih adaptif juga memiliki dampak besar dalam mempercepat transisi energi bersih.

Studi Kasus Tambahan: Jerman dan Australia

Untuk memperkuat analisis, mari kita lihat contoh dari dua negara pemimpin transisi energi terbarukan: Jerman dan Australia.

  • Jerman: Jerman memiliki pangsa energi terbarukan sebesar 46% pada 2022. Mereka menerapkan System Average Interruption Duration Index (SAIDI) untuk memantau durasi gangguan, tetapi indeks ini belum mampu memprediksi gangguan akibat fluktuasi energi angin. Paper ini menyarankan pengembangan indikator probabilistik yang lebih sensitif terhadap perubahan cuaca.
  • Australia: Dengan penetrasi energi surya rooftop yang tinggi, Australia menghadapi masalah stabilitas frekuensi. System Strength Indicator (SSI) diterapkan untuk memantau ketahanan jaringan. Namun, indikator ini masih deterministik dan gagal mendeteksi risiko sistem saat energi surya turun drastis di siang hari. 

Menyongsong Masa Depan dengan Teknologi Cerdas

Integrasi teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan machine learning (ML) semakin menjadi kebutuhan mendesak dalam pengelolaan keandalan sistem kelistrikan. Sistem berbasis AI dapat menganalisis pola historis gangguan, memprediksi skenario risiko, dan memberikan rekomendasi tindakan mitigasi secara real-time. Teknologi ini dapat dikombinasikan dengan sensor IoT yang memantau stabilitas jaringan di berbagai titik untuk meningkatkan akurasi data.

Misalnya, National Grid UK kini mengembangkan sistem berbasis AI yang mampu merespons gangguan dalam hitungan detik dengan mengalihkan suplai daya dari pembangkit energi terbarukan terdekat. Langkah ini mengurangi durasi pemadaman hingga 30%.

Peran Kebijakan dan Regulasi dalam Mendukung Indikator Keandalan

Teknologi saja tidak cukup. Diperlukan dukungan kebijakan yang lebih progresif untuk memastikan keandalan sistem tetap terjaga di tengah meningkatnya penetrasi energi terbarukan. Beberapa negara, seperti Denmark dan Belanda, sudah mulai menerapkan kebijakan Dynamic Reserve Capacity, yaitu cadangan daya fleksibel yang diaktifkan otomatis saat ada gangguan energi terbarukan.

Pemerintah juga dapat mengadopsi Performance-Based Regulation (PBR), yaitu sistem insentif bagi operator jaringan yang berhasil menjaga keandalan sistem sambil tetap mendorong integrasi energi bersih. Operator yang berhasil mempertahankan stabilitas dan menekan gangguan akan mendapatkan insentif finansial, sedangkan yang gagal dikenakan penalti.

Kolaborasi Industri dan Akademisi untuk Inovasi Indikator Baru

Selain teknologi dan regulasi, inovasi dalam pengembangan indikator keandalan juga memerlukan kolaborasi erat antara industri dan akademisi. Universitas dan lembaga riset dapat membantu menciptakan model prediktif baru, sementara industri menyediakan data dan pengalaman lapangan.

Contoh sukses dari kolaborasi ini adalah proyek Energy Smart Borders di Uni Eropa. Proyek ini menggabungkan riset akademik dengan partisipasi perusahaan energi besar seperti Siemens dan EDF Energy untuk menciptakan indikator baru yang mengukur ketahanan jaringan lintas negara di tengah lonjakan pemanfaatan energi terbarukan.

Kesimpulan: Menuju Sistem Kelistrikan yang Lebih Tangguh dan Adaptif

Paper ini memberikan landasan yang kuat untuk memahami kompleksitas indikator keandalan pada sistem kelistrikan modern. Klasifikasi indikator yang lebih terstruktur dan transparan membantu mengidentifikasi celah dan kekurangan yang perlu diatasi. Dengan pendekatan yang lebih fleksibel, didukung teknologi modern, indikator probabilistik, serta integrasi AI dan IoT, sistem kelistrikan masa depan bisa lebih tangguh menghadapi variabilitas energi terbarukan.

Dukungan regulasi, insentif berbasis performa, dan kolaborasi antara akademisi dan industri menjadi kunci mewujudkan jaringan listrik yang andal, bersih, dan adaptif. Sistem kelistrikan di masa depan bukan hanya harus kuat secara teknis, tetapi juga cerdas dan responsif terhadap dinamika energi yang terus berkembang.

 

Sumber Utama:
OECD Nuclear Energy Agency. (2004). Human Reliability Analysis in Probabilistic Safety Assessment for Nuclear Power Plants. CSNI Technical Opinion Papers No. 4.
Tersedia di: https://www.oecd-nea.org/jcms/pl_14278/human-reliability-analysis-in-probabilistic-safety-assessment-for-nuclear-power-plants

 

Selengkapnya
Human Reliability Analysis dalam Keselamatan Nuklir

Sustainability

Integrasi Artificial Intelligence dalam Social FMEA untuk Desain Produk Berkelanjutan

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 15 Mei 2025


PENDAHULUAN

Dalam upaya global untuk mencapai keberlanjutan, berbagai industri mulai mengadopsi strategi yang lebih ramah lingkungan. Paper berjudul Sustainability Approaches in Industrial Sectors: Evaluating Environmental and Economic Impacts yang diterbitkan dalam jurnal Sustainability membahas berbagai metode yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi sumber daya serta mengurangi dampak lingkungan dari kegiatan industri. Studi ini memberikan wawasan mengenai bagaimana prinsip keberlanjutan diterapkan di berbagai sektor, serta mengevaluasi manfaat ekonomi dan lingkungan dari pendekatan tersebut.

TANTANGAN DAN PELUANG DALAM PENERAPAN KEHIDUPAN BERKELANJUTAN

1. Tantangan dalam Implementasi Keberlanjutan

Banyak industri menghadapi berbagai tantangan dalam mengadopsi praktik berkelanjutan, seperti:

  • Biaya Implementasi yang Tinggi: Teknologi hijau dan proses produksi yang lebih efisien sering memerlukan investasi awal yang besar.
  • Kurangnya Kesadaran dan Regulasi yang Tidak Konsisten: Tidak semua pemangku kepentingan memahami pentingnya keberlanjutan, dan regulasi sering kali bervariasi antarnegara.
  • Kesulitan dalam Mengubah Rantai Pasok: Transisi menuju sistem yang lebih ramah lingkungan memerlukan perubahan dalam rantai pasokan, yang bisa menjadi tantangan bagi banyak perusahaan.

2. Peluang dalam Keberlanjutan Industri

Meski terdapat tantangan, penerapan praktik keberlanjutan juga menawarkan berbagai peluang, seperti:

  • Efisiensi Biaya dalam Jangka Panjang: Dengan mengadopsi sumber energi terbarukan dan metode produksi yang lebih hemat sumber daya, perusahaan dapat mengurangi biaya operasional.
  • Daya Saing yang Lebih Tinggi: Konsumen semakin peduli dengan aspek keberlanjutan, sehingga perusahaan yang menerapkan strategi ini dapat memperoleh keunggulan kompetitif.
  • Dukungan Pemerintah dan Insentif Keuangan: Banyak negara mulai menawarkan insentif pajak dan subsidi bagi perusahaan yang mengadopsi praktik ramah lingkungan.

STRATEGI INDUSTRI UNTUK KEHIDUPAN BERKELANJUTAN

Paper ini mengevaluasi beberapa strategi utama yang digunakan oleh berbagai industri untuk mencapai keberlanjutan:

1. Circular Economy dan Pengurangan Limbah

  • Pendekatan ekonomi sirkular mendorong penggunaan kembali, daur ulang, dan pengurangan limbah untuk mengoptimalkan sumber daya.
  • Contoh implementasi: industri manufaktur yang mengadopsi model produksi cradle-to-cradle untuk meminimalkan limbah.

2. Energi Terbarukan dan Efisiensi Energi

  • Banyak perusahaan beralih ke sumber energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin untuk mengurangi emisi karbon.
  • Implementasi teknologi hemat energi dalam proses produksi juga semakin umum digunakan.

3. Digitalisasi dan Industri 4.0

  • Teknologi seperti IoT (Internet of Things) dan kecerdasan buatan membantu meningkatkan efisiensi produksi dengan mengurangi pemborosan sumber daya.
  • Contoh: penggunaan sensor pintar untuk mendeteksi kebocoran dalam sistem pipa industri.

4. Desain Produk Berkelanjutan

  • Perusahaan mulai merancang produk dengan mempertimbangkan siklus hidup penuh, termasuk penggunaan bahan daur ulang dan desain modular untuk memudahkan perbaikan.
  • Contoh: perusahaan elektronik yang mengadopsi model desain modular untuk memperpanjang umur produk mereka.

ANALISIS DAMPAK: LINGKUNGAN DAN EKONOMI

1. Dampak Lingkungan

Studi menunjukkan bahwa penerapan strategi keberlanjutan dapat:

  • Mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 40% dalam industri berat.
  • Menghemat penggunaan air dalam industri tekstil hingga 50% dengan teknologi daur ulang air.
  • Mengurangi limbah industri melalui penerapan model ekonomi sirkular.

2. Dampak Ekonomi

Selain manfaat lingkungan, keberlanjutan juga memiliki dampak positif terhadap ekonomi:

  • Perusahaan yang berinvestasi dalam praktik hijau mengalami peningkatan profitabilitas rata-rata sebesar 15% dalam lima tahun pertama.
  • Konsumen lebih memilih produk yang diproduksi secara etis, meningkatkan loyalitas merek dan pangsa pasar.
  • Efisiensi energi dan pengurangan limbah menghasilkan penghematan biaya operasional yang signifikan.

STUDI KASUS: IMPLEMENTASI KEBERLANJUTAN DI INDUSTRI MANUFAKTUR

Salah satu studi kasus dalam paper ini menyoroti sebuah perusahaan manufaktur global yang berhasil mengurangi emisi karbonnya hingga 35% dalam satu dekade melalui:

  • Penggunaan energi terbarukan sebesar 60% dari total kebutuhan energi.
  • Pengurangan limbah produksi dengan menerapkan model ekonomi sirkular.
  • Penggunaan material daur ulang dalam lebih dari 70% produknya.

Hasil ini menunjukkan bahwa keberlanjutan tidak hanya memungkinkan perusahaan memenuhi regulasi lingkungan, tetapi juga meningkatkan efisiensi produksi dan profitabilitas.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Paper ini menegaskan bahwa penerapan strategi keberlanjutan di sektor industri memiliki dampak positif yang signifikan terhadap lingkungan dan ekonomi. Meskipun terdapat tantangan dalam implementasinya, manfaat jangka panjangnya jauh lebih besar, termasuk pengurangan emisi, efisiensi biaya, dan peningkatan daya saing.

Beberapa rekomendasi utama dari penelitian ini meliputi:

  • Peningkatan investasi dalam teknologi hijau dan digitalisasi untuk meningkatkan efisiensi produksi.
  • Penerapan regulasi yang lebih ketat dan insentif bagi perusahaan yang mengadopsi strategi berkelanjutan.
  • Edukasi dan pelatihan bagi pemangku kepentingan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya keberlanjutan.

Dengan menerapkan pendekatan ini, industri dapat berkontribusi lebih besar dalam mewujudkan ekonomi yang lebih hijau dan berkelanjutan.

SUMBER

Paper ini dapat diakses di jurnal Sustainability dengan DOI.

Selengkapnya
Integrasi Artificial Intelligence dalam Social FMEA untuk Desain Produk Berkelanjutan

Kualitas Air

Kualitas Air dan Tantangan Akses Air Bersih di Bhutan

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 15 Mei 2025


Pendahuluan: Ketika Air Bersih Menjadi Kemewahan

Meski dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya air, Bhutan menghadapi realitas yang kontras. Di tengah melimpahnya air permukaan dan mata air pegunungan, masyarakat di banyak wilayah—baik urban maupun rural—masih kesulitan mengakses air minum yang aman. Paper berjudul Assessing the water quality and status of water resources in urban and rural areas of Bhutan oleh Chathuranika et al. (2023) menyoroti ironi ini dan menawarkan kajian komprehensif mengenai kualitas air dan manajemen sumber daya air Bhutan yang kompleks.

Artikel ini akan membedah isi paper tersebut secara mendalam, memberikan parafrase kritis, serta menambahkan analisis yang mengaitkan temuan dengan tantangan global dan lokal seputar air bersih dan sanitasi.

Urbanisasi dan Akses Air: Sebuah Kesenjangan yang Melebar

Urbanisasi di Bhutan meningkat tajam selama dekade terakhir, dengan pertumbuhan penduduk kota mencapai lebih dari 22% sejak 2009. Namun, hanya sebagian kecil masyarakat urban yang menikmati layanan air 24 jam. Sebagian lainnya harus bergantung pada distribusi terbatas, bahkan di bawah 8 jam per hari. Ironisnya, 99,9% rumah tangga tercatat memiliki akses ke sumber air "terstandar", tapi hanya 83% yang memiliki akses ke air minum sepanjang hari.

Kondisi ini diperparah dengan:

  • Topografi pegunungan ekstrem yang menyulitkan infrastruktur air
  • Pemukiman yang tersebar dan tidak terencana
  • Keterbatasan teknologi dan dana

Studi Kasus: Paro dan Dagana

Kedua distrik ini menjadi simbol keterbatasan distribusi air di Bhutan, dengan pasokan tidak teratur dan air tidak terolah.

Kualitas Air: Dari Glacial Lake ke Keran Rumah

Bhutan memiliki lebih dari 2.600 danau glasial dan 78 miliar m3 air permukaan tahunan. Namun, kualitas air tidak selalu memenuhi standar WHO. Analisis menunjukkan tingginya angka BOD (Biological Oxygen Demand), rendahnya DO (Dissolved Oxygen), serta keberadaan coliform yang melebihi ambang batas di beberapa area.

Penyebab degradasi kualitas air meliputi:

  • Limbah rumah tangga yang dibuang langsung ke sungai
  • Pertanian intensif yang mencemari sungai dengan pupuk dan pestisida
  • Perubahan penggunaan lahan yang menyebabkan erosi
  • Pengaruh perubahan iklim yang mengubah pola aliran air

Sistem Pengolahan Air: Minim, Mahal, dan Tidak Merata

Sistem pengolahan air di Bhutan terbagi dua: sederhana di daerah rural dan lebih kompleks di kota besar. Namun, sebagian besar masih menggunakan metode dasar seperti filtrasi pasir dan disinfeksi klorin. Hanya beberapa instalasi seperti Jungzhina dan Bajo yang memiliki proses berlapis.

Data Kapasitas Instalasi

  • Jungzhina: 6.500 m3/hari
  • Bajo: 2.400 m3/hari

Kedua instalasi ini mengolah air dari sungai menggunakan kombinasi filtrasi dan klorinasi, namun masih ditemukan kasus di mana air terolah tidak sepenuhnya bebas dari bakteri.

Pendekatan IWRM: Jalan Menuju Masa Depan Air Bhutan

Integrated Water Resources Management (IWRM) menjadi harapan utama Bhutan untuk memastikan keberlanjutan pasokan air bersih. Pendekatan ini melibatkan semua pemangku kepentingan dan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan secara menyeluruh.

Pemerintah Bhutan telah membentuk Komite Penasihat Teknis untuk mengawal kebijakan dan implementasi IWRM. Tujuannya jelas: menjamin keadilan distribusi air, efisiensi ekonomi, dan konservasi ekosistem.

Analisis Tambahan: Mengapa Bhutan Perlu Bertindak Cepat

Urbanisasi dan Tekanan Lingkungan

Kota seperti Thimphu dan Paro mengalami degradasi kualitas air yang serius akibat pembangunan tak terkendali. Studi di lembah Wangchhu menunjukkan bahwa peningkatan kawasan terbangun menurunkan kualitas air sungai secara drastis. Parameter seperti pH, TDS, dan total coliform menunjukkan tren memburuk.

Perubahan Iklim

Pemanasan di Himalaya membuat gletser mencair cepat, menyebabkan banjir di dataran rendah dan berkurangnya aliran sungai di musim kering. Kombinasi ini memperburuk ketersediaan dan kualitas air.

Rekomendasi: Apa yang Bisa Dilakukan?

  1. Modernisasi Infrastruktur: Bangun sistem distribusi dan pengolahan air yang lebih canggih dan tahan terhadap perubahan iklim.
  2. Edukasi Masyarakat: Tingkatkan kesadaran akan pentingnya sanitasi dan perlindungan sumber air.
  3. Diversifikasi Sumber: Gunakan teknologi seperti pemanenan air hujan dan desalinasi lokal jika memungkinkan.
  4. Penguatan Regulasi: Tegakkan Water Act of Bhutan (2011) dengan pengawasan dan sanksi nyata.
  5. Kolaborasi Internasional: Gandeng lembaga seperti ADB dan UNICEF untuk pendanaan dan transfer teknologi.

Kesimpulan: Bhutan di Persimpangan Jalan

Bhutan menghadapi dilema yang kompleks: sumber daya air melimpah, tetapi akses terhadap air bersih masih belum merata. Urbanisasi, perubahan iklim, dan tantangan geografis memperparah masalah ini. Paper oleh Chathuranika et al. (2023) menyajikan gambaran lengkap yang layak menjadi referensi kebijakan dan aksi.

Solusinya bukan sekadar teknis, tapi juga sosial dan politis. Bhutan perlu merumuskan strategi lintas sektor dan mengarusutamakan air sebagai isu nasional yang menyentuh hajat hidup rakyat.

Referensi

Chathuranika, I. M., Sachinthanie, E., Zam, P., Gunathilake, M. B., Denkar, D., Muttil, N., Abeynayaka, A., Kantamaneni, K., & Rathnayake, U. (2023). Assessing the water quality and status of water resources in urban and rural areas of Bhutan. Journal of Hazardous Materials Advances, 12, 100377.

 

Selengkapnya
Kualitas Air dan Tantangan Akses Air Bersih di Bhutan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Faktor Risiko Psikososial dalam Pekerjaan di Ruang Terbatas

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 15 Mei 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam ruang terbatas (confined space) telah lama menjadi perhatian utama dalam berbagai industri, seperti manufaktur, minyak dan gas, serta konstruksi. Selain risiko fisik seperti kekurangan oksigen dan paparan gas beracun, pekerja di ruang terbatas juga menghadapi tantangan psikososial yang dapat memengaruhi kesejahteraan mental dan produktivitas mereka. Bertujuan untuk mendeskripsikan faktor risiko psikososial yang dirasakan oleh pekerja dalam ruang terbatas serta implikasinya terhadap penilaian dan manajemen psikososial. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif berbasis wawancara terhadap 50 pekerja, penelitian ini mengidentifikasi lima dimensi utama risiko psikososial yang perlu mendapat perhatian lebih lanjut dalam kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja.

Metode wawancara terhadap 50 pekerja yang bekerja di ruang terbatas dalam sebuah perusahaan di Brasil. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan perangkat lunak IRAMUTEQ (Interface de R pour les Analyses Multidimensionnelles de Textes et de Questionnaires) dengan metode klasifikasi hierarkis menurun (descending hierarchical classification – DHC).

Hasil analisis data mengelompokkan faktor risiko psikososial ke dalam lima dimensi utama:

  1. Hubungan interpersonal di tempat kerja (29,58%)
  2. Perencanaan tugas (23,50%)
  3. Peran dalam organisasi (17,83%)
  4. Hubungan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi (15,10%)
  5. Beban dan ritme kerja (13,97%)

Hubungan interpersonal menjadi faktor utama dalam kesehatan mental pekerja di ruang terbatas. Konflik dengan rekan kerja dan atasan, kurangnya komunikasi, serta minimnya dukungan sosial dapat meningkatkan stres dan memperburuk keselamatan kerja. Dalam studi ini, 29,58% dari total risiko psikososial terkait dengan hubungan interpersonal, yang mencakup:

  • Kesulitan berkomunikasi dalam situasi darurat.
  • Minimnya dukungan dari supervisor dalam situasi sulit.
  • Persaingan tidak sehat yang menyebabkan tekanan psikologis.

Sebanyak 23,50% dari faktor risiko psikososial berkaitan dengan perencanaan tugas. Pekerjaan dalam ruang terbatas sering kali memerlukan perencanaan yang ketat, dan kurangnya perencanaan yang baik dapat menyebabkan stres berlebih, antara lain:

  • Ketidakjelasan mengenai tugas yang harus dilakukan.
  • Keterbatasan waktu yang menyebabkan tekanan kerja tinggi.
  • Kurangnya persiapan dalam menangani kondisi darurat.

Sebanyak 17,83% dari risiko psikososial terkait dengan peran pekerja dalam organisasi. Faktor ini meliputi ketidakjelasan peran, kurangnya otonomi dalam pengambilan keputusan, serta ekspektasi yang tidak realistis dari manajemen. Selain itu, 13,97% risiko lainnya terkait dengan beban dan ritme kerja, di mana tekanan untuk bekerja lebih cepat dalam kondisi berbahaya meningkatkan kemungkinan kecelakaan kerja. Sebanyak 15,10% dari risiko psikososial berasal dari kesulitan menyeimbangkan pekerjaan dengan kehidupan pribadi. Pekerjaan di ruang terbatas sering kali mengharuskan pekerja berada dalam kondisi fisik dan mental yang prima, tetapi tekanan dari masalah pribadi, seperti keuangan dan hubungan keluarga, dapat memengaruhi kinerja mereka di tempat kerja.

Dampak Faktor Psikososial terhadap Keselamatan Kerja

Beberapa kasus kecelakaan kerja dianalisis untuk memahami bagaimana faktor psikososial berkontribusi terhadap insiden di ruang terbatas. Salah satu contoh mencakup seorang pekerja yang mengalami serangan panik saat bekerja dalam tangki tertutup, yang disebabkan oleh kombinasi kecemasan pribadi dan tekanan kerja yang tinggi. Insiden lain melibatkan seorang pekerja yang melakukan kesalahan operasional akibat kurangnya komunikasi dengan timnya, menunjukkan bahwa faktor psikososial seperti hubungan kerja yang buruk dapat berdampak langsung pada keselamatan kerja.

Kelebihan

Menggunakan metode kualitatif berbasis wawancara yang memberikan wawasan mendalam tentang pengalaman pekerja. Menggunakan perangkat lunak analisis teks yang memastikan keakuratan klasifikasi data. Menyediakan rekomendasi konkret untuk perbaikan kebijakan keselamatan kerja terkait faktor psikososial.

Kekurangan 

Tidak membandingkan dengan industri lain yang memiliki kondisi ruang terbatas serupa. Tidak ada data kuantitatif terkait tingkat kecelakaan akibat faktor psikososial. Kurangnya pembahasan tentang bagaimana teknologi dapat membantu mitigasi risiko psikososial.

Rekomendasi untuk Implementasi 

  1. Peningkatan Dukungan Psikososial bagi Pekerja, Menerapkan program konseling dan dukungan psikologis bagi pekerja yang mengalami tekanan kerja tinggi. Meningkatkan pelatihan komunikasi dan kepemimpinan untuk mengurangi konflik interpersonal.
  2. Optimasi Perencanaan Tugas dan Manajemen Beban Kerja, Menggunakan teknologi penjadwalan berbasis AI untuk mengatur beban kerja lebih adil. Mengadakan evaluasi rutin mengenai efisiensi perencanaan tugas.
  3. Pemanfaatan Teknologi untuk Mengurangi Tekanan Psikososial, Menggunakan sensor biometrik untuk mendeteksi stres pekerja secara real-time. Implementasi virtual reality (VR) training untuk simulasi kondisi kerja sebelum pekerja memasuki ruang terbatas.
  4. Kebijakan Fleksibilitas Kerja, Menyediakan opsi jam kerja fleksibel bagi pekerja dengan tekanan psikososial tinggi. Menawarkan cuti kesehatan mental bagi pekerja yang mengalami stres berlebih.

Faktor risiko psikososial memengaruhi keselamatan kerja dalam ruang terbatas. Dengan memahami lima dimensi utama risiko psikososial—hubungan interpersonal, perencanaan tugas, peran dalam organisasi, keseimbangan pekerjaan-kehidupan, serta beban dan ritme kerja—perusahaan dapat mengembangkan kebijakan yang lebih baik untuk mendukung kesejahteraan mental pekerja dan meningkatkan keselamatan kerja. Implementasi rekomendasi yang telah disarankan dapat membantu mengurangi angka kecelakaan kerja akibat stres dan faktor psikososial lainnya, serta menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif.

Sumber Artikel

Mombelli, M. A., Reis, R. A., Zilly, A., Marziale, M. H. P., Braga, W. O. A., & Santos, C. B. (2022). Risk Factors for Working in Confined Spaces: Contributions for Psychosocial Assessment. Paidéia, 32, e3212.

Selengkapnya
Faktor Risiko Psikososial dalam Pekerjaan di Ruang Terbatas

Safety

Keterkaitan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Pembangunan Berkelanjutan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 15 Mei 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta pembangunan berkelanjutan adalah dua konsep yang semakin mendapat perhatian dalam dunia industri modern. Paper berjudul “The Relationship between Occupational Safety, Health, and Environment, and Sustainable Development: A Review and Critique” oleh Zohreh Molamohamadi dan Napsiah Ismail membahas bagaimana kedua konsep ini saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan bersama, yaitu kesejahteraan manusia dan kelestarian lingkungan.

Artikel ini berfokus pada hubungan antara kebijakan K3 dan strategi pembangunan berkelanjutan, serta bagaimana pendekatan integratif dapat meningkatkan efisiensi bisnis sekaligus menjaga kesejahteraan pekerja dan lingkungan.

Penelitian ini mengkaji definisi dan konsep K3 serta pembangunan berkelanjutan dari berbagai sumber literatur. Fokus utama penelitian ini adalah bagaimana kedua kebijakan ini dapat saling melengkapi untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan ramah lingkungan.

Beberapa poin utama yang dikaji dalam penelitian ini meliputi:

  • Definisi K3 dan pembangunan berkelanjutan berdasarkan standar internasional.
  • Faktor-faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi K3 dalam konteks pembangunan berkelanjutan.
  • Studi kasus tentang perusahaan yang telah berhasil mengintegrasikan K3 dalam kebijakan keberlanjutan mereka.

Beberapa temuan penting dalam penelitian ini meliputi:

  1. Dampak K3 terhadap Produktivitas
    • Perusahaan yang menerapkan kebijakan K3 dengan baik mengalami peningkatan produktivitas hingga 15%.
    • Tingkat kecelakaan kerja yang lebih rendah berkontribusi pada efisiensi operasional yang lebih baik.
  2. Hubungan antara Pembangunan Berkelanjutan dan K3
    • Sebanyak 78% studi menunjukkan bahwa perusahaan yang mengadopsi strategi keberlanjutan memiliki tingkat kepatuhan K3 yang lebih tinggi.
    • Perusahaan yang mengurangi limbah dan polusi di tempat kerja juga mengalami peningkatan kesejahteraan pekerja.
  3. Faktor Lingkungan dan Sosial
    • Lingkungan kerja yang lebih sehat berdampak positif pada kesejahteraan mental dan fisik pekerja.
    • Program keberlanjutan yang melibatkan pekerja dalam pengambilan keputusan meningkatkan keterlibatan mereka hingga 30%.

Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa implikasi penting bagi dunia industri:

  1. Pentingnya Integrasi K3 dalam Kebijakan Keberlanjutan
    • Perusahaan harus melihat K3 sebagai bagian integral dari strategi keberlanjutan mereka.
    • Kebijakan lingkungan yang baik dapat mengurangi risiko kecelakaan kerja serta dampak negatif terhadap kesehatan pekerja.
  2. Peran Manajemen dalam Mendorong Kesadaran K3
    • Kepemimpinan yang proaktif dalam menerapkan kebijakan K3 dapat meningkatkan kepatuhan karyawan.
    • Manajemen perlu menyediakan pelatihan berkelanjutan agar pekerja lebih sadar akan risiko dan tindakan pencegahan.
  3. Dampak Ekonomi dari K3 yang Efektif
    • Investasi dalam keselamatan kerja dapat mengurangi biaya kompensasi kecelakaan dan meningkatkan kepuasan kerja.
    • Perusahaan yang memiliki kebijakan K3 yang baik cenderung memiliki citra yang lebih positif di mata investor dan konsumen.

Keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat dipisahkan dari strategi pembangunan berkelanjutan. Dengan mengintegrasikan kedua konsep ini, perusahaan dapat mencapai keuntungan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang lebih besar.

Untuk penelitian selanjutnya, disarankan eksplorasi lebih lanjut mengenai peran teknologi dalam meningkatkan implementasi K3 dalam strategi keberlanjutan.

Sumber Artikel:
Molamohamadi, Z. & Ismail, N. (2014). The Relationship between Occupational Safety, Health, and Environment, and Sustainable Development: A Review and Critique. International Journal of Innovation, Management and Technology, 5(3).

 

Selengkapnya
Keterkaitan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Pembangunan Berkelanjutan

Keselamatan Kerja

Analisis Prosedur Keselamatan Kerja dalam Ruang Terbatas pada Perbaikan Tangki CPO di PT. Tunggal Perkasa Plantations

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 15 Mei 2025


Keselamatan kerja dalam ruang terbatas (confined spaces) merupakan tantangan besar di berbagai industri, terutama dalam sektor perkebunan dan manufaktur. Penelitian ini menyoroti bagaimana kurangnya penerapan sistem K3 yang optimal dapat meningkatkan risiko kecelakaan kerja, serta perlunya pengawasan yang lebih ketat untuk memastikan keselamatan pekerja di ruang terbatas.

Prosedur keselamatan kerja di ruang terbatas masih jauh dari optimal. Beberapa temuan utama meliputi:

  • Tidak adanya sertifikasi K3 untuk pekerja yang terlibat dalam perbaikan tangki CPO.
  • Identifikasi bahaya tidak dilakukan secara menyeluruh, terutama terkait kadar gas beracun dan ventilasi udara.
  • Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) masih kurang memadai
  • Kurangnya prosedur tanggap darurat

Beberapa insiden diidentifikasi sebagai bukti kurangnya penerapan sistem K3:

  • Kasus sesak napas akibat kadar oksigen rendah di dalam tangki
  • Kasus kecelakaan akibat tidak adanya pemantauan atmosfer
  • Kecelakaan fatal di industri terkait

Menurut data internasional, antara tahun 2005 hingga 2009 terdapat 481 kematian akibat kecelakaan kerja dalam ruang terbatas, dengan rata-rata 96 kematian per tahun atau 2 kematian per minggu. Insiden ini terjadi di berbagai sektor, terutama konstruksi, perbaikan, dan pembersihan. Di Indonesia, kasus kecelakaan kerja akibat gas beracun dalam ruang terbatas juga sering terjadi, seperti di Riau dan Sukabumi, di mana pekerja meninggal akibat paparan gas berbahaya dalam sumur atau tangki industri.

Kelebihan 

Menyediakan wawasan empiris dari industri perkebunan mengenai tantangan keselamatan dalam ruang terbatas. Menggunakan metode triangulasi data untuk memastikan validitas hasil penelitian. Menyajikan studi kasus nyata yang memperjelas dampak dari kurangnya prosedur keselamatan kerja.

Kekurangan

Tidak ada perbandingan dengan industri lain yang memiliki ruang terbatas, seperti pertambangan atau manufaktur berat. Minimnya data kuantitatif mengenai jumlah kecelakaan kerja di PT. Tunggal Perkasa Plantations. Kurangnya rekomendasi terkait pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan keselamatan dalam ruang terbatas.

Rekomendasi untuk Implementasi

  1. Peningkatan Kepatuhan terhadap Regulasi K3
  2. Optimasi Sistem Pemantauan Atmosfer
  3. Penyediaan APD yang Memadai
  4. Peningkatan Kesadaran dan Pelatihan Keselamatan
  5. Penggunaan Teknologi dalam Pengawasan

Gambaran mendalam mengenai implementasi prosedur keselamatan kerja dalam ruang terbatas di PT. Tunggal Perkasa Plantations Air Molek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat banyak kelemahan dalam sistem keselamatan kerja, terutama dalam aspek sertifikasi pekerja, identifikasi bahaya, dan penggunaan APD yang sesuai. Dengan mengadopsi rekomendasi yang telah disebutkan, perusahaan dapat meningkatkan tingkat keselamatan pekerja dan mengurangi risiko kecelakaan di ruang terbatas secara signifikan. Penerapan teknologi, pelatihan yang lebih intensif, serta pengawasan yang lebih ketat adalah kunci utama dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan sesuai dengan standar regulasi yang berlaku.

Sumber Artikel

Masribut, & Clinton, S. (2016). Analisis Prosedur Pelaksanaan pada Pekerjaan di Ruang Terbatas (Confined Spaces) pada Perbaikan Tangki CPO di PT. Tunggal Perkasa Plantations Air Molek. AL-TAMIMI KESMAS, 5(2), 41-48.

 

Selengkapnya
Analisis Prosedur Keselamatan Kerja dalam Ruang Terbatas pada Perbaikan Tangki CPO di PT. Tunggal Perkasa Plantations
« First Previous page 167 of 1.096 Next Last »