Manajemen Pemasok

Meningkatkan Kualitas dengan Supplier Relationship Management (SRM): Studi Kasus Intelbras

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 19 Juni 2025


Pendahuluan

Dalam industri elektronik yang kompetitif, kualitas, kinerja pengiriman, dan responsivitas pemasok menjadi faktor krusial bagi keberhasilan bisnis. Intelbras, produsen elektronik asal Brasil, menghadapi tantangan dalam menjaga standar kualitas produk mereka, terutama karena sebagian besar produksinya dialihdayakan ke pemasok eksternal.

Penelitian ini mengeksplorasi Supplier Relationship Management (SRM) di Intelbras, termasuk segmentasi pemasok, perjanjian kualitas, dan strategi kolaborasi antara pembeli dan pemasok. Fokus utama adalah bagaimana Intelbras meningkatkan kontrol kualitas dan menurunkan total biaya kepemilikan (Total Cost of Ownership/TCO) melalui strategi SRM.

Metodologi Penelitian

Studi ini dilakukan melalui pendekatan empiris di Intelbras, São José, Brasil, dengan data yang dikumpulkan dari berbagai departemen pengadaan dan kualitas pemasok. Pendekatan ini dikombinasikan dengan analisis teori rantai pasokan dan manajemen pemasok untuk memberikan rekomendasi peningkatan SRM.

Temuan Utama

1. Segmentasi Pemasok: Strategi Intelbras dalam SRM

Intelbras mengadopsi dua segmentasi utama pemasok:

  • Pemasok komoditas: Pemasok produk standar yang tidak memiliki dampak signifikan pada kualitas akhir.
  • Pemasok barang kritis: Pemasok produk yang memiliki dampak langsung pada kualitas dan membutuhkan kontrol lebih ketat.

Intelbras sebelumnya menerapkan strategi pemilihan pemasok berbasis harga, tetapi belakangan mengadopsi pendekatan berbasis Total Cost of Ownership (TCO), yang mempertimbangkan biaya tersembunyi seperti pengelolaan kualitas, pengiriman, dan stabilitas rantai pasokan.

2. Implementasi Perjanjian Kualitas (Quality Agreement)

  • 100 dari 3000 item produk diidentifikasi sebagai barang kritis, yang membutuhkan perjanjian kualitas dengan pemasok.
  • 35 pemasok utama masuk dalam program ini, dengan persyaratan seperti pengujian kualitas yang lebih ketat, pembagian data kinerja pemasok, dan prosedur inspeksi yang diperkuat.
  • Pengurangan tingkat kecacatan produk hingga 25% dengan penerapan perjanjian ini.

3. Evaluasi dan Pengembangan Pemasok

  • Intelbras menerapkan evaluasi pemasok dua kali setahun berdasarkan kualitas, ketepatan waktu, dan kepatuhan standar ISO 9001.
  • Audit pemasok dilakukan secara berkala untuk meningkatkan kepatuhan terhadap standar produksi dan pengiriman.
  • Pemanfaatan diagram Ishikawa dan metode 8D Problem Solving dalam menangani masalah kualitas pemasok.

4. Dampak SRM terhadap Efisiensi Operasional

Implementasi SRM di Intelbras telah menghasilkan peningkatan signifikan dalam berbagai aspek operasional, antara lain:

  • Peningkatan akurasi pengiriman pemasok hingga 30%, mengurangi risiko keterlambatan produksi.
  • Penurunan biaya produksi sebesar 20% melalui pengurangan cacat produk dan optimasi proses inspeksi.
  • Peningkatan daya saing produk dengan memastikan kualitas yang lebih baik dan stabilitas pasokan yang lebih tinggi.

Tantangan dalam Implementasi SRM

Meskipun SRM memberikan banyak manfaat, Intelbras menghadapi beberapa tantangan utama:

  • Kesulitan dalam mengubah budaya pemasok untuk beradaptasi dengan standar kualitas yang lebih ketat.
  • Kurangnya transparansi dalam berbagi informasi, terutama dalam sistem pemasok yang kurang terdigitalisasi.
  • Fluktuasi harga bahan baku yang memengaruhi stabilitas kontrak jangka panjang dengan pemasok.

Rekomendasi untuk Optimalisasi SRM

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa rekomendasi dapat diterapkan untuk meningkatkan efektivitas SRM di Intelbras:

  1. Menggunakan Teknologi Digital untuk Manajemen Pemasok
    • Implementasi Supplier Portals untuk berbagi informasi dan evaluasi kinerja pemasok secara real-time.
  2. Meningkatkan Program Pengembangan Pemasok
    • Menyediakan pelatihan rutin dan dukungan teknis bagi pemasok untuk memastikan kepatuhan terhadap standar kualitas.
  3. Menerapkan Model Insentif bagi Pemasok Berkinerja Tinggi
    • Memberikan bonus atau kontrak eksklusif bagi pemasok yang memenuhi standar kualitas dan pengiriman.
  4. Meningkatkan Transparansi dan Kolaborasi dengan Pemasok
    • Mengembangkan strategi komunikasi yang lebih terbuka untuk meningkatkan kepercayaan dan koordinasi rantai pasokan.

Kesimpulan

Supplier Relationship Management (SRM) di Intelbras telah terbukti meningkatkan kualitas produk, mengurangi biaya produksi, dan meningkatkan efisiensi rantai pasokan. Segmentasi pemasok dan perjanjian kualitas memainkan peran penting dalam memastikan stabilitas dan kepatuhan pemasok terhadap standar yang lebih tinggi.

Namun, untuk memaksimalkan manfaat SRM, Intelbras perlu mengoptimalkan teknologi digital, meningkatkan transparansi, serta memperkuat hubungan jangka panjang dengan pemasok utama. Dengan strategi yang tepat, Intelbras dapat lebih kompetitif dalam industri elektronik global.

Sumber Asli:
Fredrik Stålbrand (2013). Supplier Relationship Management in Intelbras: Improving Quality through Buyer-Supplier Cooperation. University of Borås, School of Engineering.

 

Selengkapnya
Meningkatkan Kualitas dengan Supplier Relationship Management (SRM): Studi Kasus Intelbras

Kebijakan Infrastruktur Air

Investasi Hijau Dorong Tata Kelola Air Berkelanjutan di Eropa

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 19 Juni 2025


Pendahuluan: Transisi Hijau Pasca Pandemi

Pandemi COVID-19 bukan hanya krisis kesehatan, tetapi juga momentum untuk reformasi struktural sektor air di Uni Eropa. Melalui skema Recovery and Resilience Facility (RRF) senilai €648 miliar, UE menyelaraskan pemulihan ekonomi dengan agenda transisi hijau, termasuk penguatan manajemen air berkelanjutan yang mendukung SDG 6 dan mitigasi perubahan iklim. Dokumen yang diterbitkan oleh European Parliamentary Research Service (2024) ini membahas bagaimana 15 negara anggota UE mengalokasikan dana pemulihan mereka untuk reformasi dan investasi air senilai lebih dari €12,9 miliar.

Latar Belakang: Tantangan Ketimpangan Akses dan Krisis Iklim

Walaupun sebagian besar penduduk UE memiliki akses air bersih, laporan mencatat masih ada ketimpangan regional dan musiman, serta 61 kasus pelanggaran lingkungan aktif terkait air di seluruh Eropa pada Juli 2024. Krisis iklim memperparah tekanan air, dengan kekeringan bahkan terjadi di wilayah lembab seperti Jerman dan Belgia. Indeks Eksploitasi Air (WEI+) menunjukkan stress parah di Siprus (113%) dan Malta (29,6%), di mana nilai di atas 40% mengindikasikan kelangkaan serius.

Struktur Dana: Dari Reformasi hingga Proyek Infrastruktur

Dana pemulihan terbagi ke dalam beberapa kategori intervensi:

  • 72,3% untuk konservasi dan pengelolaan sumber daya air (termasuk dam dan cadangan air strategis)
  • 19,6% untuk air minum sesuai efisiensi energi
  • 8,1% untuk pengumpulan dan pengolahan air limbah efisien energi

Setiap negara wajib mengikuti prinsip Do No Significant Harm (DNSH) dan menyertakan reformasi yang berkontribusi pada 37% pengurangan emisi karbon, serta mematuhi standar kualitas air dan konservasi laut.

Studi Kasus 1: Italia dan Jaringan Distribusi Air

Italia mengalokasikan €1,924 miliar untuk memperbaiki kebocoran air, terutama di selatan di mana kerugian air melebihi 50%. Proyek mencakup digitalisasi sistem, kontrol cerdas, dan pembangunan 45.000 km jaringan air baru. Reformasi pendukung mencakup konsolidasi operator air menjadi satu entitas per wilayah guna efisiensi investasi.

Studi Kasus 2: Yunani dan Akses Air Minum

Yunani menjalankan proyek €200 juta untuk meningkatkan kualitas dan ketersediaan air, termasuk pembangunan tiga pabrik desalinasi, telemetri jaringan air, dan pengadaan 10.000 meter air digital. Targetnya adalah menghemat air di 45.000 rumah dan 10.000 bisnis pada akhir 2025.

Studi Kasus 3: Portugal dan Efisiensi di Pulau

Portugal menyasar pulau Madeira dan Porto Santo dengan proyek €82 juta untuk membangun dan memodernisasi jaringan irigasi, membuat 53 km pipa, serta menambah 4 hm³ cadangan air. Proyek ini bertujuan memperkuat ketahanan terhadap perubahan iklim dan meningkatkan efisiensi distribusi.

Studi Kasus 4: Slovenia dan Air Limbah Ramah Iklim

Slovenia membiayai 25 proyek pengolahan air limbah kota berenergi nol dan efisiensi tinggi, senilai €54 juta, khusus untuk wilayah Natura 2000 dan area perlindungan air. Semua proyek harus selesai pada Juni 2026 dan menghasilkan sistem yang sesuai dengan Urban Waste Water Treatment Directive.

Progres Pelaksanaan: Revisi dan Tantangan Lapangan

Hingga Juli 2024, hanya 17% target dan milestone proyek air yang tercapai, dengan reformasi mencapai 41%, sementara investasi baru 11%. Hal ini disebabkan banyak proyek infrastruktur masih dalam tahap desain atau tender.

  • Spanyol dan Italia mendominasi alokasi, menyumbang €10,3 miliar (79,5%)
  • Negara seperti Hungaria dan Bulgaria menurunkan alokasi air akibat inflasi tinggi
  • Hanya Finlandia dan Irlandia yang tidak mengubah rencana awal
  • Rata-rata alokasi air dari NRRP: 2%, tertinggi di Kroasia (3,8%)

Dampak Reformasi: Hasil Nyata di Beberapa Negara

  • Polandia mengadopsi peraturan baru untuk kontrol air limbah pedesaan dan penguatan air pertanian
  • Slovakia menuntaskan reformasi legislasi air, membuka jalan untuk revitalisasi sungai dan proteksi banjir
  • Ceko melampaui rata-rata dengan menyelesaikan 55% investasi, termasuk 900 proyek pengendalian banjir

Analisis Tambahan: Peluang untuk Indonesia dan Global South

Pendekatan yang berbasis pada reformasi dan investasi simultan seperti UE dapat menjadi inspirasi untuk negara berkembang. Indonesia bisa meniru:

  • Penggabungan operator air untuk efisiensi investasi
  • Skema desentralisasi air minum dan sanitasi berbasis komunitas
  • Digitalisasi sistem distribusi untuk mengatasi kebocoran yang mencapai 30–40% di beberapa kota

Namun, keberhasilan Eropa juga bergantung pada dukungan regulasi kuat, tata kelola transparan, dan evaluasi berkala, yang masih menjadi tantangan di banyak negara Global South.

Kesimpulan: Air sebagai Prioritas Strategis Pemulihan Hijau

Laporan ini menunjukkan bahwa air bukan sekadar isu lingkungan, melainkan infrastruktur dasar pemulihan ekonomi dan sosial. Pendekatan UE membuktikan bahwa pengelolaan air yang efisien, adil, dan tahan iklim bisa dicapai melalui kombinasi investasi hijau, reformasi kelembagaan, dan dukungan kebijakan fiskal.

Tantangan terbesar ke depan adalah menjamin eksekusi proyek tepat waktu sebelum tenggat Agustus 2026, serta menutup kesenjangan investasi air yang kini mencapai €25,6 miliar per tahun.

Sumber : D'Alfonso, A. (2024). Sustainable water management in recovery and resilience plans. European Parliamentary Research Service. PE 762.375 – July 2024.

Selengkapnya
Investasi Hijau Dorong Tata Kelola Air Berkelanjutan di Eropa

Manajemen Pemasok

Strategi Pembelian untuk Optimalisasi Pengadaan Tidak Langsung: Studi Kasus Perusahaan di Italia

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 19 Juni 2025


Pendahuluan

Dalam dunia bisnis yang semakin kompetitif, efisiensi dalam proses pembelian menjadi faktor penting dalam menekan biaya operasional dan meningkatkan profitabilitas. Pembelian tidak langsung (indirect purchasing)—yang mencakup pengadaan barang dan jasa yang tidak langsung terkait dengan produksi—sering kali diabaikan, padahal dapat menyumbang hingga 60% dari total pengeluaran perusahaan.

Studi ini, yang dilakukan oleh Donald Ulrich Guimfack (2019) di Università Politecnica delle Marche, Italia, menganalisis bagaimana strategi pembelian dapat mengoptimalkan pembelian tidak langsung melalui pengurangan basis pemasok, pengelolaan hubungan pemasok, dan komunikasi organisasi.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif berbasis survei terhadap 30 profesional dari 40 perusahaan manufaktur di wilayah Marche, Italia. Analisis dilakukan dengan regresi berganda untuk mengevaluasi dampak strategi pembelian terhadap peningkatan efisiensi pembelian tidak langsung.

Temuan Utama

1. Pengurangan Basis Pemasok Meningkatkan Efisiensi Pengadaan

  • Pengurangan jumlah pemasok meningkatkan efisiensi operasional dengan koefisien jalur sebesar 0,46, menunjukkan dampak positif terhadap pembelian tidak langsung.
  • Perusahaan yang mengurangi jumlah pemasok mengalami pengurangan biaya logistik dan peningkatan keandalan pasokan.
  • 40% responden setuju bahwa pengurangan basis pemasok membantu meningkatkan efisiensi operasional mereka.

2. Pengelolaan Hubungan Pemasok Meningkatkan Keandalan Pasokan

  • Hubungan yang kuat dengan pemasok meningkatkan stabilitas pasokan, dengan koefisien jalur sebesar 0,50.
  • 44% responden menyatakan bahwa mereka menggunakan strategi hubungan pemasok untuk meningkatkan efisiensi pengadaan.
  • Strategi ini mencakup penilaian kinerja pemasok secara berkala dan kerja sama dalam inovasi produk.

3. Komunikasi Organisasi sebagai Faktor Kunci dalam Efisiensi Pembelian

  • Komunikasi yang baik dalam perusahaan berdampak positif terhadap pembelian tidak langsung, dengan koefisien jalur tertinggi sebesar 0,51.
  • 48% responden mengakui bahwa komunikasi yang efektif meningkatkan koordinasi antara tim pembelian dan pemasok.
  • Digitalisasi komunikasi melalui platform ERP dan sistem manajemen pemasok meningkatkan kecepatan dan akurasi dalam proses pembelian.

Analisis dan Implikasi

Penelitian ini menunjukkan bahwa strategi pembelian yang terencana dapat meningkatkan efisiensi pembelian tidak langsung dan mengurangi biaya operasional.

Beberapa strategi yang dapat diterapkan perusahaan untuk mengoptimalkan pembelian tidak langsung:

  1. Mengurangi Jumlah Pemasok yang Tidak Efisien
    • Fokus pada pemasok berkinerja tinggi untuk meningkatkan keandalan dan fleksibilitas rantai pasokan.
  2. Membangun Hubungan Jangka Panjang dengan Pemasok Strategis
    • Menjalin kontrak jangka panjang berbasis kinerja untuk memastikan stabilitas harga dan pasokan.
  3. Menggunakan Teknologi Digital dalam Proses Pengadaan
    • Implementasi ERP dan sistem manajemen pemasok untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi.
  4. Meningkatkan Komunikasi Internal dan Eksternal
    • Menerapkan forum diskusi dan pertemuan berkala dengan pemasok untuk membangun hubungan yang lebih baik.

Kesimpulan

Strategi pembelian yang efektif memainkan peran kunci dalam optimalisasi pengadaan tidak langsung. Pengurangan basis pemasok, pengelolaan hubungan pemasok, dan komunikasi organisasi yang baik dapat meningkatkan efisiensi operasional dan profitabilitas perusahaan.

Dengan mengadopsi strategi yang tepat, perusahaan dapat mengurangi biaya pengadaan, meningkatkan stabilitas pasokan, dan membangun hubungan bisnis jangka panjang yang lebih produktif.

Sumber : Donald Ulrich Guimfack (2019). The Impact of Strategic Purchasing on Indirect Purchasing Improvement. Università Politecnica delle Marche.

Selengkapnya
Strategi Pembelian untuk Optimalisasi Pengadaan Tidak Langsung: Studi Kasus Perusahaan di Italia

Manajemen Pemasok

Meningkatkan Efisiensi Rantai Pasok Internal: Studi Pengukuran Kinerja di Perusahaan Manufaktur Finlandia

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 19 Juni 2025


Pendahuluan

Dalam dunia bisnis modern, pengelolaan rantai pasok internal memainkan peran penting dalam memastikan kelancaran operasional dan kepuasan pelanggan. Namun, banyak perusahaan menghadapi tantangan dalam mengukur kinerja rantai pasok mereka secara efektif, yang sering kali mengarah pada ketidakseimbangan stok, keterlambatan pengiriman, dan efisiensi yang rendah.

Studi ini, yang dilakukan oleh Saija-Riitta Pasanen di Helsinki Metropolia University of Applied Sciences, menyoroti pengembangan proses dan pengukuran kinerja rantai pasok internal dalam sebuah perusahaan manufaktur Finlandia. Fokus utama penelitian adalah bagaimana mengoptimalkan proses manufaktur dan distribusi untuk meningkatkan efisiensi serta kepuasan pelanggan.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam bentuk proyek pengembangan di sebuah perusahaan keluarga Finlandia yang memiliki lebih dari 600 produk dan 20 merek dalam produksi. Metode penelitian melibatkan analisis data dari sistem kualitas perusahaan, laporan SAP, serta wawancara dengan berbagai departemen.

Lima indikator kinerja utama (Key Performance Indicators/KPI) yang dipilih untuk mengukur efisiensi rantai pasok adalah:

  1. Akurasi peramalan permintaan
  2. Ketepatan pengiriman internal
  3. Pemantauan jangkauan stok
  4. Pemantauan nilai stok
  5. Ketepatan pengiriman ke pelanggan

Temuan Utama

1. Akurasi Peramalan Permintaan sebagai Faktor Kunci

  • Akurasi peramalan permintaan menjadi tantangan utama dalam rantai pasok internal, terutama dalam menghindari stok berlebih atau kekurangan stok.
  • Perusahaan mengalami peningkatan efisiensi 15% setelah mengimplementasikan sistem peramalan otomatis yang terintegrasi dengan SAP.
  • Perbaikan dalam metode peramalan dapat mengurangi biaya penyimpanan sebesar 10-12%.

2. Optimalisasi Pengiriman Internal untuk Efisiensi Operasional

  • Ketepatan pengiriman internal meningkat sebesar 20% setelah proses pengiriman ditingkatkan dengan sistem otomatisasi pesanan.
  • Implementasi sistem baru memungkinkan koordinasi yang lebih baik antar departemen, mengurangi waktu tunggu dan mempercepat distribusi produk ke pasar.
  • Pengurangan 30% dalam keterlambatan pengiriman membantu meningkatkan kepuasan pelanggan.

3. Manajemen Stok yang Lebih Efektif

  • Pemantauan jangkauan stok dilakukan secara real-time, memungkinkan identifikasi lebih cepat terhadap stok yang hampir habis.
  • Perusahaan berhasil menurunkan nilai stok sebesar 8% tanpa mengorbankan ketersediaan produk melalui optimalisasi inventaris.
  • Reduksi 5% dalam biaya gudang dengan menerapkan strategi stok minimum yang lebih efektif.

4. Ketepatan Pengiriman ke Pelanggan Meningkatkan Kepuasan Konsumen

  • Ketepatan waktu pengiriman ke pelanggan meningkat 18% setelah sistem pemantauan otomatis diterapkan.
  • Penurunan komplain pelanggan sebesar 25% akibat peningkatan keandalan rantai pasok.
  • Implementasi teknologi berbasis data membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih cepat dan akurat.

Implikasi dan Strategi Optimal

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan efisiensi rantai pasok internal meliputi:

1. Integrasi Sistem Digital dalam Pengelolaan Rantai Pasok

  • Menghubungkan sistem Enterprise Resource Planning (ERP) dengan sistem peramalan dan manajemen inventaris untuk meningkatkan akurasi data.
  • Menerapkan dashboard analitik untuk pemantauan real-time kinerja rantai pasok.

2. Peningkatan Kolaborasi Antar Departemen

  • Meningkatkan komunikasi antara divisi produksi, penjualan, dan logistik untuk menghindari miskomunikasi dalam perencanaan permintaan.
  • Mengadakan pertemuan bulanan lintas-departemen untuk mengevaluasi kinerja dan mengidentifikasi area perbaikan.

3. Optimalisasi Manajemen Stok dan Gudang

  • Menerapkan strategi stok berbasis permintaan (Just-in-Time) untuk mengurangi biaya penyimpanan.
  • Menggunakan teknologi RFID untuk pemantauan stok secara otomatis guna mengurangi risiko kesalahan manusia.

4. Peningkatan Keandalan Pengiriman dengan Pengelolaan Transportasi yang Lebih Baik

  • Menggunakan sistem manajemen transportasi (TMS) untuk meningkatkan efisiensi distribusi.
  • Bermitra dengan penyedia logistik pihak ketiga untuk meningkatkan fleksibilitas dalam pengiriman produk.

Kesimpulan

Studi ini menunjukkan bahwa efisiensi rantai pasok internal dapat ditingkatkan secara signifikan melalui strategi berbasis data, integrasi digital, dan manajemen stok yang lebih baik. Lima KPI utama—akurasi peramalan, ketepatan pengiriman internal, pemantauan stok, nilai stok, dan ketepatan pengiriman pelanggan—berperan besar dalam meningkatkan performa rantai pasok perusahaan.

Perusahaan manufaktur yang ingin meningkatkan daya saing mereka harus mengadopsi pendekatan strategis dalam pengelolaan rantai pasok, termasuk pemanfaatan teknologi digital, peningkatan komunikasi internal, serta optimalisasi proses distribusi dan pergudangan.

Sumber : Saija-Riitta Pasanen (2015). Internal Supply Chain: Process and Performance Measurement Development. Helsinki Metropolia University of Applied Sciences.

Selengkapnya
Meningkatkan Efisiensi Rantai Pasok Internal: Studi Pengukuran Kinerja di Perusahaan Manufaktur Finlandia

Manajemen Pemasok

Meningkatkan Supplier Relationship Management (SRM) di Industri Otomotif dengan Supplier Portals: Studi Kasus COINDU

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 19 Juni 2025


Pendahuluan

Industri otomotif adalah salah satu sektor yang paling kompetitif dan menuntut dalam hal rantai pasokan. Perusahaan pemasok Tier 2 harus mampu memenuhi standar ketat yang ditetapkan oleh Original Equipment Manufacturers (OEMs) agar tetap bertahan di pasar. Dalam konteks ini, Supplier Relationship Management (SRM) menjadi faktor krusial untuk meningkatkan efisiensi dan keuntungan bisnis.

Penelitian ini menyoroti peran teknologi digital, khususnya Supplier Portals, dalam mengoptimalkan SRM. Dengan studi kasus pada COINDU SA, penelitian ini mengungkap bagaimana implementasi Supplier Portal dapat meningkatkan evaluasi pemasok, transparansi data, efisiensi operasional, serta hubungan jangka panjang dengan pemasok.

Metodologi Penelitian

Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode observasi langsung, wawancara dengan manajer kunci, serta survei kepada pemasok COINDU. Tujuannya adalah untuk memahami bagaimana Supplier Portal mempengaruhi proses SRM dan manfaat yang diperoleh perusahaan serta pemasoknya.

Temuan Utama

1. Tantangan dalam Supplier Relationship Management (SRM) di Industri Otomotif

  • 80% pemasok COINDU ditentukan oleh OEM, sehingga COINDU memiliki keterbatasan dalam pemilihan pemasok.
  • Kualitas produk menjadi prioritas utama, mengingat ketatnya standar seperti ISO 9001, IATF 16949, dan ISO 14001.
  • Kurangnya transparansi dan komunikasi dengan pemasok menjadi kendala utama dalam memastikan kepatuhan terhadap standar.
  • Dokumentasi dan manajemen data manual memperlambat evaluasi pemasok, yang berdampak pada ketepatan waktu dan biaya operasional.

2. Implementasi Supplier Portal sebagai Solusi Digitalisasi SRM

COINDU memutuskan untuk mengadopsi Supplier Portal sebagai solusi digital untuk meningkatkan efisiensi SRM. Beberapa fitur utama Supplier Portal meliputi:

  • Evaluasi pemasok otomatis berdasarkan kriteria kualitas, ketepatan waktu pengiriman, dan kepatuhan standar.
  • Sistem komunikasi real-time antara COINDU dan pemasok untuk berbagi informasi terkait spesifikasi produk dan jadwal produksi.
  • Dokumentasi terpusat, mengurangi kesalahan akibat sistem manual.
  • Integrasi dengan sistem ERP SAP untuk memastikan transparansi dalam pengadaan bahan baku.

3. Dampak Positif Supplier Portal terhadap SRM

Hasil dari implementasi Supplier Portal menunjukkan peningkatan signifikan dalam efisiensi SRM, dengan beberapa metrik utama:

  • Waktu evaluasi pemasok berkurang hingga 40%, memungkinkan identifikasi pemasok yang tidak memenuhi standar lebih cepat.
  • Tingkat kesalahan dalam dokumentasi berkurang hingga 30%, meningkatkan akurasi data dalam proses pengadaan.
  • Peningkatan 25% dalam ketepatan waktu pengiriman pemasok, yang membantu menghindari gangguan produksi.
  • Kepuasan pemasok meningkat, dengan 70% pemasok menyatakan bahwa portal memudahkan mereka memahami persyaratan kualitas dan jadwal pengiriman.

Analisis dan Implikasi

Supplier Portal di industri otomotif bukan hanya alat administrasi, tetapi juga strategi bisnis untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, dan hubungan jangka panjang dengan pemasok. Beberapa implikasi utama dari penelitian ini meliputi:

  • Perusahaan yang mengadopsi teknologi digital dalam SRM memiliki keunggulan kompetitif lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang masih mengandalkan sistem manual.
  • Investasi dalam teknologi Supplier Portal dapat mengurangi biaya operasional dengan meminimalkan kesalahan administrasi dan meningkatkan efisiensi rantai pasokan.
  • Hubungan jangka panjang dengan pemasok semakin kuat, karena adanya kejelasan dalam komunikasi dan evaluasi kinerja yang transparan.

Rekomendasi untuk Perusahaan Otomotif

Berdasarkan temuan ini, ada beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh perusahaan otomotif lainnya untuk meningkatkan SRM mereka:

  1. Mengadopsi Supplier Portal untuk Otomatisasi Evaluasi Pemasok
    • Gunakan sistem berbasis data untuk menilai kinerja pemasok secara real-time.
  2. Meningkatkan Transparansi dengan Teknologi Digital
    • Pastikan pemasok memiliki akses terhadap informasi penting mengenai spesifikasi produk dan standar kualitas.
  3. Membangun Hubungan Jangka Panjang dengan Pemasok
    • Fokus pada kolaborasi strategis daripada hanya sekadar transaksi bisnis.
  4. Mengintegrasikan Supplier Portal dengan ERP
    • Pastikan sistem pengadaan dan manajemen rantai pasokan bekerja secara terkoordinasi untuk efisiensi maksimal.
  5. Memberikan Pelatihan kepada Pemasok mengenai Penggunaan Teknologi Digital
    • Pastikan semua pemasok memahami cara menggunakan Supplier Portal agar proses SRM lebih efektif.

Kesimpulan

Supplier Relationship Management (SRM) adalah faktor krusial dalam keberhasilan industri otomotif. Studi ini membuktikan bahwa implementasi Supplier Portal secara signifikan meningkatkan efisiensi, transparansi, dan kualitas hubungan bisnis antara perusahaan dan pemasok. Dengan mengadopsi teknologi digital dalam SRM, perusahaan otomotif dapat menurunkan biaya operasional, meningkatkan keandalan rantai pasokan, dan memastikan kepatuhan terhadap standar kualitas industri.

Sumber : Marisa Sofia Gonçalves Salgado (2018). Improving Supplier Relationship Management with Supplier Portals in the Automotive Industry. Master Thesis, FEUP.

 

Selengkapnya
Meningkatkan Supplier Relationship Management (SRM) di Industri Otomotif dengan Supplier Portals: Studi Kasus COINDU

Kebijakan Infrastruktur Air

Inovasi Teknologi Kunci Akses Air Bersih dan Sanitasi Global

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 19 Juni 2025


Pendahuluan: Krisis Air Bersih dan Sanitasi Belum Usai

Air bersih dan sanitasi layak adalah hak asasi manusia yang masih belum dinikmati miliaran orang. Laporan PBB tahun 2023 menegaskan bahwa dunia belum berada di jalur yang tepat untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 6. Bahkan, lebih dari 2 miliar orang tidak memiliki akses ke layanan air minum yang dikelola dengan aman, dan sekitar 1,9 miliar masih hidup tanpa sanitasi dasar.

Laporan “Ensuring Safe Water and Sanitation for All: A Solution through Science, Technology and Innovation” yang disusun oleh UNCTAD, memberikan peta jalan teknologi dan inovasi yang dapat mempercepat capaian SDG 6, terutama di negara berkembang.

Tantangan Global: Ketimpangan dan Krisis Iklim

Laporan menunjukkan ketimpangan masif:

  • 30% populasi Sub-Sahara Afrika memiliki akses air minum yang dikelola dengan aman, dibanding 96% di Eropa dan Amerika Utara.
  • Di bidang sanitasi, hanya 21% di Sub-Sahara Afrika yang memiliki akses aman, dibanding 78% di Australia dan Selandia Baru.
  • Rural vs Urban: Hanya 60% populasi pedesaan dunia punya akses air minum yang layak dibanding 86% populasi urban.

Perubahan iklim memperparah krisis, dengan meningkatnya kekeringan, banjir, kontaminasi air, dan beban air yang tidak seimbang antar wilayah.

Dimensi Inovasi: Teknologi Saja Tak Cukup

UNCTAD menekankan empat dimensi inovasi penting dalam sektor air:

  1. Inovasi teknologi – seperti sensor, IoT, dan filter nano
  2. Inovasi proses – efisiensi operasional, manajemen permintaan air
  3. Inovasi sosial – partisipasi masyarakat dan pengetahuan lokal
  4. Inovasi kebijakan dan tata kelola – kerangka hukum adaptif dan kolaboratif

Kunci sukses bukan hanya inovasi canggih, tetapi integrasi antara teknologi, masyarakat, dan kebijakan.

Studi Kasus Penting dari Berbagai Negara

1. Cina – Water Cellar for Mothers

Sejak tahun 2000, lebih dari 139.000 sumur air hujan dibangun untuk mengatasi krisis air di pedesaan. Proyek ini telah membantu 3,3 juta orang, terutama perempuan, meningkatkan pendapatan melalui pertanian dan peternakan.

2. Kenya – Pipa Air Gantung di Kibera

SHOFCO membangun sistem perpipaan udara dan tangki 100.000 liter, menyediakan air untuk 84.000 warga slum Kibera, Nairobi. Akses dipastikan dalam radius 8 menit jalan kaki.

3. Senegal – Swiss Fresh Water

Dengan sistem desalinasi berkapasitas 4.000 liter/hari, proyek ini mendirikan 120 kios air dan menciptakan 500+ pekerjaan di Sine Saloum Delta.

4. India – Swachh Bharat Mission

Dalam 5 tahun, membangun 95 juta toilet dan menurunkan angka defekasi terbuka dari 550 juta ke 50 juta, menyelamatkan puluhan ribu nyawa dari penyakit diare.

Teknologi Masa Depan: Dari Sensor Hingga Biofuel

  • GivePower (Kenya): Memproduksi air tawar untuk 35.000 orang/hari dari air asin menggunakan tenaga surya.
  • Toilet bebas air (Reinvented Toilets): Didukung Bill & Melinda Gates Foundation, menawarkan solusi sanitasi tanpa jaringan air, menghasilkan energi dan pupuk dari limbah manusia.
  • Sanivation (Kenya): Ubah limbah tinja menjadi biofuel berkelanjutan.
  • ECOLOO (Swedia-Malaysia): Toilet portabel bebas air dan energi, mengubah urin menjadi pupuk cair alami.

Inovasi Lokal: Teknologi Rakyat dan Kesiapsiagaan Iklim

  • CBFEWS (Afrika Selatan): Sistem peringatan dini banjir berbasis komunitas yang menyelamatkan nyawa warga saat banjir bandang 2022.
  • ISTP (Malaysia): Instalasi pengolahan limbah modular 360 liter yang bisa dipasang di desa pesisir terpencil.
  • TI Bus (India): Bus bekas disulap jadi toilet perempuan lengkap dengan panic button, fasilitas bayi, dan distribusi produk menstruasi.

Data, Digitalisasi dan Sistem Informasi

  • Mesir: Sistem online untuk memantau polusi air limbah industri.
  • Hungaria: Monitoring curah hujan dengan sistem berbasis 5G untuk mengatur proses pengolahan air limbah.
  • SIASAR: Platform data air pedesaan yang digunakan di 13 negara Amerika Latin.
  • UN-SPIDER dan WMO: Platform data satelit untuk peringatan dini bencana air lintas negara.

Rekomendasi Kebijakan UNCTAD

  1. Percepat adopsi teknologi terbukti seperti POU (Point of Use), toilet tanpa air, dan sensor digital.
  2. Bangun kapasitas lokal untuk produksi dan pemeliharaan teknologi.
  3. Dorong kerja sama Selatan-Selatan, bukan hanya bergantung pada negara maju.
  4. Integrasikan pendekatan lintas sektor: air, iklim, energi, kesehatan.
  5. Fokus pada kelompok rentan: perempuan, disabilitas, komunitas terpencil.
  6. Libatkan komunitas dalam desain, implementasi, dan pemeliharaan sistem.

Analisis Tambahan: Peluang untuk Indonesia

Indonesia menghadapi tantangan besar seperti:

  • Infrastruktur air tak merata
  • Urbanisasi cepat dan tak terencana
  • Ketergantungan pada air tanah
  • Minimnya fasilitas sanitasi di desa dan pesisir

Namun, Indonesia juga memiliki potensi besar:

  • Energi surya melimpah untuk desalinasi
  • Komunitas lokal yang kuat untuk solusi partisipatif
  • Startup dan inovator lokal yang aktif di sektor WASH (Water, Sanitation, Hygiene)

Maka, mengadopsi pendekatan berbasis teknologi dengan adaptasi lokal dan partisipasi masyarakat menjadi sangat relevan.

Penutup: Teknologi Tanpa Inklusi Akan Gagal

Laporan UNCTAD menegaskan: ilmu pengetahuan dan teknologi tidak cukup tanpa keberpihakan sosial dan inovasi kelembagaan. Solusi air dan sanitasi hanya akan berkelanjutan jika dikembangkan bersama masyarakat, untuk masyarakat, dengan kebijakan yang mendukung keadilan sosial dan ketahanan iklim.

Sumber : United Nations Conference on Trade and Development. (2023). Ensuring Safe Water and Sanitation for All: A Solution through Science, Technology and Innovation. Geneva: UNCTAD.

Selengkapnya
Inovasi Teknologi Kunci Akses Air Bersih dan Sanitasi Global
« First Previous page 143 of 1.194 Next Last »