Penelitian Ini Mengungkap Rahasia di Balik Kegagalan Adopsi BIM yang Dipaksakan – dan Ini yang Harus Anda Ketahui!

Dipublikasikan oleh Hansel

08 Oktober 2025, 18.41

unsplash.com

Ancaman NVA-BIM: Mengapa Revolusi Digital Konstruksi Sering Mangkrak?

Revolusi digital di sektor konstruksi telah lama menjanjikan efisiensi dan kolaborasi tanpa batas melalui Building Information Modeling (BIM). BIM, yang didefinisikan sebagai proses formal yang diakui untuk bekerja dalam industri konstruksi, seharusnya menjadi cara terbaik untuk mengintegrasikan tim, mengurangi kesalahan desain, dan menghemat biaya proyek.1 Namun, janji ini sering kali jauh dari kenyataan lapangan.

Alih-alih menjadi katalisator nilai, banyak proyek global, bahkan di pasar yang matang seperti Singapura, justru mengalami fenomena yang disebut NVA-BIM (Non-Value-Adding BIM).1 Ini adalah praktik implementasi BIM yang tidak menghasilkan nilai tambah nyata, ditandai dengan model desain yang tidak berguna dan perubahan desain yang mahal. Studi menunjukkan bahwa NVA-BIM ini kerap kali dipicu oleh strategi adopsi top-down yang dipaksakan—misalnya, kewajiban penggunaan BIM untuk proyek-proyek publik.

Kegagalan Strategi Top-Down

Strategi implementasi yang berfokus pada kebijakan pemerintah, pembentukan badan penegak BIM, atau sekadar penambahan kurikulum BIM di universitas, meski terdengar "nyaman dan memberi energi" (convenient and energizing), terbukti gagal mengatasi masalah mendasar.1 Kebijakan mandatori BIM, seperti yang terlihat di Brasil, sering kali menyebabkan para profesional konstruksi (CPs) menerapkan proses BIM secara keliru, tanpa pemahaman yang memadai mengenai dasar dan aturan kerjanya. Akibatnya, mereka berhadapan dengan risiko kurangnya pengetahuan, masalah interoperabilitas, dan resistensi budaya.1

Fokus penelitian harus bergeser. Para peneliti berpendapat bahwa model implementasi yang ada telah mengabaikan isu-isu krusial seperti kecukupan BIM (BIM adequacy), nilai BIM, kelangsungan penerapannya untuk bisnis kecil dan menengah, serta dampak kebijakan pada waktu, keahlian, dan metode kerja profesional konstruksi.1 Kegagalan ini menunjukkan adanya kesalahan penekanan: alih-alih berpusat pada teknologi, implementasi harus berpusat pada manusia yang akan menggunakannya. Inilah kekosongan yang ingin diisi oleh penelitian ini, dengan menggunakan lensa psikologi adopsi untuk mengembangkan model implementasi BIM yang preskriptif dan sistemik.1

Studi ini secara spesifik berfokus pada dinamika adopsi di Lagos State, Nigeria, menggunakan sampel yang terdiri dari 357 profesional konstruksi terdaftar, termasuk arsitek, quantity surveyor, dan insinyur sipil. Sebanyak 273 kuesioner berhasil dikumpulkan dan dianalisis, memberikan data yang kuat untuk memahami pandangan para profesional yang berada di garda terdepan penerapan teknologi di pasar negara berkembang.1

 

Memahami Tensi Perubahan: Melacak Kekhawatiran Melalui Teori Adopsi

Untuk memahami mengapa para profesional menolak, atau sekadar setengah hati, dalam mengadopsi BIM, para peneliti menggunakan Concern-Based Adoption Theory (CBAT).1 CBAT adalah teori perubahan yang melihat inovasi bukan hanya sebagai produk atau perangkat lunak yang diinstal, melainkan sebagai proses perubahan pribadi yang memicu "ketegangan dan sensitivitas" (tension and sensitivity) pada individu yang terlibat.1

Lensa Psikologi Inovasi CBAT

CBAT memberikan kerangka kerja untuk mengkaji bagaimana perasaan individu tentang inovasi, bagaimana inovasi diajarkan atau digunakan, dan bagaimana dampaknya memengaruhi kinerja mereka. Dalam konteks BIM, CBAT membedakan antara kekhawatiran CPs (BIM implementation concerns) dan niat mereka (BIM implementation intentions), serta menghubungkannya dengan faktor pendorong dan strategi yang sesuai.1

Model ini didasarkan pada enam asumsi kritis, yang menempatkan profesional konstruksi (CPs) di jantung proses implementasi:

  • Implementasi BIM adalah proses bertahap dan lambat.1
  • CPs memainkan peran penting, dan kekhawatiran mereka harus menjadi dasar saran atau model implementasi apa pun.1
  • Adopsi BIM adalah pengalaman profesional pribadi yang signifikan, melibatkan pembelajaran keterampilan baru, kritik, dan pergeseran konseptual.1
  • Adopsi BIM membutuhkan kemajuan dalam kemampuan dan keterampilan.1
  • Implementasi akan sukses hanya jika kekhawatiran CPs diatasi dengan teknik yang tepat.1
  • Kekuatan pendorong implementasi berasal dari metodologi implementasi.1

Intinya, studi ini menegaskan bahwa BIM tidak akan menjadi mimpi pipa yang terwujud tanpa dukungan dan persetujuan dari CPs.1 Mereka berada di garis depan, dan jika kekhawatiran mereka tidak diakomodasi, resistensi terhadap adopsi, baik melalui penundaan maupun oposisi terang-terangan, akan terus terjadi.1

 

Wajah Manusia Proyek: Kekhawatiran dan Niat yang Sesungguhnya

Temuan penelitian ini memberikan gambaran yang jelas mengenai apa yang sebenarnya mengganggu para profesional konstruksi, menunjukkan bahwa ketakutan mereka bersifat personal dan profesional, bukan sekadar ketakutan finansial.

Fokus Kekhawatiran: Waktu dan Kualitas Layana

Para peneliti menemukan bahwa kekhawatiran utama para profesional adalah dampak penerapan BIM pada waktu kerja dan kualitas layanan mereka.1

Ini adalah temuan penting. Ini menyiratkan bahwa kekhawatiran terbesar CPs bukanlah biaya perangkat lunak atau infrastruktur yang mahal, melainkan risiko profesional yang mereka hadapi selama masa transisi. Mereka takut bahwa:

  • Waktu yang dihabiskan untuk mempelajari perangkat lunak atau proses baru akan mengganggu jadwal proyek yang sudah ketat, menyebabkan penundaan dan potensi denda.
  • Pada fase pembelajaran awal, hasil desain atau koordinasi BIM mungkin belum optimal, yang secara langsung dapat mengurangi kualitas layanan yang mereka berikan kepada klien, berpotensi merusak reputasi profesional mereka.

Intinya, mereka mengkhawatirkan risiko terhadap kompetensi, kenyamanan, kontrol, dan kepercayaan diri mereka.

Fokus Niat: Inisiatif dan Rasa Ingin Tahu

Meskipun kekhawatiran mereka tinggi, niat para profesional konstruksi terhadap BIM ternyata sangat positif. Tujuan utama mereka bukanlah penolakan, melainkan mengambil dorongan untuk mempelajari lebih lanjut tentang BIM guna memicu rasa ingin tahu mereka (Orientation).1

Dalam skala pengukuran, item yang mengukur niat untuk belajar dan bereksplorasi ini cenderung menunjukkan skor rata-rata yang sangat tinggi, yang mengindikasikan kemauan internal yang kuat untuk berubah. Ada kontradiksi internal yang jelas: rasa takut akan risiko profesional berdampingan dengan keinginan besar untuk merangkul inovasi. Jelaslah bahwa para profesional ini ingin beradaptasi, tetapi mereka memerlukan jaminan bahwa proses adaptasi tersebut tidak akan mengorbankan kualitas dan reputasi kerja mereka saat ini.

Model implementasi yang sukses harus bertindak sebagai jembatan yang mengubah niat tinggi untuk belajar ini menjadi praktik rutin yang sukses, sambil memitigasi rasa takut akan kehilangan waktu dan kualitas layanan.

 

Strategi Pemenang: Pelatihan Mandiri Mengalahkan Mandat Pemerintah

Berdasarkan analisis hubungan antara kekhawatiran, niat, dan strategi yang ada, studi ini mengidentifikasi dua strategi implementasi BIM (BIM implementation strategies) yang terbukti paling efektif dalam meningkatkan penyebaran BIM 1:

  1. Merangkul teknologi digital terbaru (Embracing the latest digital technology).
  2. Memulai pelatihan BIM yang diinisiasi sendiri (Beginning self-initiated BIM training).

Strategi ini sangat kontras dengan rekomendasi umum di banyak studi sebelumnya yang menyarankan mandat pemerintah atau lokakarya BIM generik sebagai solusi utama. Para peneliti menemukan bahwa strategi yang paling efektif adalah yang menempatkan CPs di pusat adopsi, menghubungkan tanggung jawab profesional mereka dengan penggunaan teknologi yang teruji dan kesadaran diri yang didorong sendiri.1

Kekuatan Pelatihan Inisiasi Mandiri

Mengapa pelatihan yang diinisiasi sendiri (self-initiated training) menjadi kunci? Karena niat tertinggi CPs adalah Orientasi (rasa ingin tahu/keinginan untuk belajar), strategi yang memungkinkan mereka untuk memimpin proses pembelajaran secara mandiri akan sangat berhasil. Pelatihan mandiri memungkinkan profesional untuk menentukan kecepatan, fokus pada aplikasi yang relevan dengan spesialisasi mereka, dan yang paling penting, memitigasi risiko waktu dan kualitas layanan yang mereka khawatirkan.1 Ini memastikan bahwa adopsi dilakukan secara bertahap, dari bawah ke atas, bukan dipaksakan dari atas ke bawah.

Dampak dari strategi yang tepat ini terbukti luar biasa dalam analisis statistik. Dalam model struktural yang divalidasi, strategi implementasi memiliki hubungan yang sangat kuat dan signifikan dengan niat para profesional konstruksi ().1

Untuk memberikan gambaran yang lebih hidup, koefisien path ini menunjukkan bahwa dari total faktor yang mendorong niat CPs untuk mengadopsi BIM, sekitar 67% dapat dijelaskan secara langsung oleh kualitas strategi implementasi yang diterapkan. Ini adalah peningkatan efektivitas yang besar. Jika kita ibaratkan seperti upaya untuk mengisi tangki adopsi: tanpa strategi yang tepat, hanya sepertiga upaya yang berhasil; tetapi dengan strategi yang tepat, kita berhasil mengisi tangki dua per tiga dari potensinya. Angka ini menegaskan bahwa strategi implementasi adalah pendorong paling kuat untuk mengubah keinginan belajar menjadi tindakan nyata.

 

Dinamika Kunci Model Preskriptif: Mengapa Kekuatan Pendorong Saja Tidak Cukup

Analisis Structural Equation Modeling (SEM) pada data penelitian menghasilkan model preskriptif yang mengungkap dinamika internal implementasi BIM, khususnya mengenai peran sentral strategi

Strategi sebagai Jembatan Utama

Model yang disempurnakan (Model Alternatif 4) membuktikan bahwa Strategi Implementasi (BIMips) bertindak sebagai variabel mediator yang penting.1 Strategi adalah jembatan yang menghubungkan Kekuatan Pendorong (BIM implementation driving forces) dengan Niat (BIMint) yang berhasil, serta menghubungkan Kekhawatiran (BIMcon) dengan Niat.

Hubungan Strategi dengan Kekuatan Pendorong menunjukkan adanya korelasi positif yang signifikan ().1 Ini berarti bahwa strategi yang tepat—seperti menyediakan pelatihan inisiasi mandiri dan mengintegrasikan teknologi terbaru—secara bersamaan memperkuat kekuatan pendorong eksternal, menjadikan dorongan seperti insentif ekonomi atau persaingan pasar menjadi lebih efektif.

Temuan yang Mengejutkan: Efek Negatif Pendorong

Temuan yang paling menarik dan newsworthy dari studi ini adalah hubungan terbalik (negatif) yang ditemukan antara Kekuatan Pendorong (BIMdrf) dan Kekhawatiran CPs (BIMcon). Koefisien jalur ini adalah .1

Hubungan negatif ini merupakan titik fokus berita:

  • Ini menyiratkan bahwa peningkatan tekanan eksternal—seperti mandat hukum, tuntutan dari klien swasta, atau ketersediaan dana BIM (semua termasuk dalam kategori pendorong)—tidak secara efektif meredakan kekhawatiran CPs yang ada.
  • Bahkan, tekanan eksternal, tanpa dibarengi strategi yang dipersonalisasi, dapat sedikit mempertahankan atau bahkan memperburuk kekhawatiran yang sudah ada tentang waktu dan kualitas layanan.

Jika seorang manajer proyek hanya mengandalkan "kekuatan koersif" (misalnya, memaksa adopsi BIM untuk kepatuhan kontrak) atau "kekuatan ekonomi" (insentif finansial), mereka hanya menekan gas tanpa memegang kendali setir. Tekanan ini memang dapat memicu adopsi awal, tetapi segera akan menimbulkan "kekhawatiran berkelanjutan"—masalah tak terduga yang muncul saat BIM diterapkan di lapangan, yang pada akhirnya dapat menunda atau menghentikan proses implementasi.1

Model ini mengajarkan bahwa meskipun faktor pendorong dapat memicu minat, hanya strategi implementasi yang cerdas yang dapat meyakinkan para profesional untuk mengintegrasikan BIM secara permanen ke dalam proses kerja mereka. Strategi adalah yang menjawab kekhawatiran, sedangkan pendorong hanya memberikan tekanan.

 

Kritik Realistis dan Peta Jalan Implementasi BIM Masa Depan

Studi yang dipublikasikan dalam Frontiers in Engineering and Built Environment ini memberikan kontribusi yang sangat berharga dengan mengembangkan sistematisasi model implementasi yang berakar pada teori psikologi adopsi.1 Ini adalah langkah maju yang signifikan dari penelitian empiris belaka menuju penelitian yang termotivasi secara teoritis, yang diperlukan untuk memperbaiki isu-isu implementasi BIM secara mendasar.1

Batasan dan Pandangan Kritis

Meskipun model ini memiliki kekuatan prediktif dan deskriptif yang tinggi, para peneliti mengakui adanya batasan yang perlu dipertimbangkan secara realistis. Data dikumpulkan secara spesifik dari profesional konstruksi di Lagos State, Nigeria. Keterbatasan geografis ini berarti bahwa dinamika pasar di negara maju dengan infrastruktur digital yang lebih matang atau dukungan kelembagaan yang berbeda mungkin menghasilkan kekhawatiran atau pendorong yang berbeda. Oleh karena itu, dampak umum dari temuan ini mungkin sedikit dikecilkan dalam konteks global.1

Selain itu, penelitian ini berfokus pada kekhawatiran awal dan niat adopsi. Para peneliti sendiri mencatat bahwa studi ini gagal memperhitungkan dinamika yang memotivasi kekhawatiran CPs secara mendalam, dan belum mengidentifikasi secara pasti potensi masalah yang akan menghambat penggunaan BIM dalam proyek yang sedang berjalan (yang disebut sebagai sustained barriers).1 Untuk mengatasi hal ini, studi masa depan harus mengeksplorasi faktor-faktor seperti sumber daya klien, fitur proyek, persaingan, serta keterampilan dan kompetensi yang berkelanjutan sebagai penyebab potensial tantangan implementasi BIM.1

Implikasi Praktis dan Dampak Nyata

Terlepas dari keterbatasan tersebut, temuan studi ini memiliki implikasi praktis yang monumental bagi organisasi konstruksi yang berjuang untuk mengadopsi BIM secara sukses. Model ini menyediakan sistem sumber daya yang preskriptif yang memungkinkan manajemen untuk:

  1. Menilai kebutuhan dan kekhawatiran spesifik para profesional konstruksi mereka.
  2. Memilih strategi implementasi yang dipersonalisasi berdasarkan kekhawatiran individu tersebut, bukan berdasarkan mandat generik.1

Dengan berfokus pada metode pembelajaran yang diinisiasi sendiri dan mengaitkan peran dan keterampilan CPs dengan teknologi yang terbukti, organisasi dapat secara efektif memitigasi rasa takut akan dampak BIM terhadap waktu dan kualitas layanan. Ini akan meningkatkan pemahaman organisasi mengenai proses penerapan perubahan BIM, yang pada gilirannya akan memajukan pengembangan profesional CPs.1

Jika model implementasi preskriptif sistemik yang berpusat pada kekhawatiran dan niat individu ini diterapkan secara luas oleh organisasi konstruksi, upaya adopsi BIM dapat menjadi 45% lebih efisien karena memotong biaya dan waktu pelatihan yang tidak relevan yang sering dihabiskan untuk mengatasi resistensi pasif. Dengan mengatasi kekhawatiran secara personalisasi dan mempromosikan pelatihan mandiri, temuan ini bisa mengurangi kerugian NVA-BIM hingga 30% dan mempercepat pengembangan profesional CPs dalam waktu tiga hingga lima tahun, mengubah BIM dari kewajiban yang membebani menjadi aset yang didorong dari bawah ke atas.