Pertanian
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 26 Februari 2025
Teh Indonesia dikenal karena memiliki kandungan katekin (antioksidan alami) tertinggi di dunia. Katekin merupakan salah satu senyawa utama dari substansi teh dan paling berpengaruh terhadap mutu daun teh. Dalam pengolahannya, senyawa tidak berwarna ini, baik langsung maupun tidak langsung, selalu dihubungkan dengan semua sifat produk teh.
Kebanyakan produksi teh Indonesia berupa teh hitam dan teh hijau. Teh hitam dihasilkan dari pengolahan pucuk daun teh yang mengalami oksidasi enzimatik dengan fermentasi penuh, sementara teh hijau dihasilkan dari pucuk daun teh yang tanpa melalui proses fermentasi atau tanpa oksidasi enzimatik.
Produksi teh di Indonesia tiap tahun sekitar 140.000 ton daun teh kering, sebagian besar dihasilkan oleh perkebunan besar milik negara (40,8 persen), perkebunan swasta (22,7 persen), dan sisanya oleh perkebunan yang dikelola oleh rakyat.
Jawa Barat merupakan provinsi penghasil teh terbesar. Jabar berkontribusi sebanyak dua pertiga dari total produksi nasional, diikuti Jawa Tengah (12,5 persen), dan Sumatera Utara (7 persen). Sisanya tersebar di tujuh provinsi lain yang memiliki perkebunan teh.
Hampir separuh produksi teh nasional diekspor ke 62 negara yang menjadi tujuan ekspor teh Indonesia. Lima besar negara tujuan ekspor, yaitu Malaysia, Rusia, Amerika Serikat, China, dan Taiwan. Teh hitam merupakan jenis teh yang paling banyak diekspor Indonesia. Jumlahnya mencapai 76 – 87 persen dari total volume ekspor teh, sementara sisanya teh hijau yang berkontribusi sekitar 12,5 persen terhadap total volume ekspor.
Selain mengekspor, Indonesia juga mengimpor teh dari 46 negara produsen teh dunia. Tiap tahun Indonesia mengimpor teh tak kurang dari 10.000 ton dengan nilai 23 juta dollar AS. Impor teh hitam menyumbang 78 persen dari volume impor, sementara 20 persennya disumbang dari teh hijau. Lima besar negara yang mengimpor teh ke Indonesia, yakni Vietnam, Malaysia, Kenya, Thailand, dan Kenya.
Tanaman teh (Camellia sinensis) memiliki sejarah panjang hingga menjadi minuman terpopuler di dunia selain komoditas kopi. Tanaman teh pertama kali ditemukan di Tiongkok, tepatnya di Provinsi Yunnan, bagian barat daya Tiongkok. Iklim Yunnan yang tropis dan subtropis, yaitu hangat dan lembap menjadi tempat yang sangat cocok bagi tanaman teh.
Catatan sejarah menyebut, teh pertama kali ditemukan di China oleh Kaisar Shen Nong pada tahun 2373 sebelum Masehi. Penemuan itu terjadi saat Shen Nong berkeliling mencari tanaman obat baru. Saat merasa tak enak badan, Shen Nong memutuskan untuk beristirahat di bawah pohon.
Kaisar pun merebus air untuk melepas dahaga. Beberapa helai daun jatuh ke dalam minumannya. Alih-alih membuang daun yang jatuh, Shen Nong tetap meminumnya. Tak lama, Shen Nong merasa badannya membaik setelah minum air dengan daun yang punya rasa sedikit pahit, tapi kaya nutrisi tersebut.
Sejak saat itu, Shen Nong memperkenalkan minuman yang diseduh dengan daun tersebut. Minuman itu jadi minuman khusus untuk Istana Kekaisaran. Minuman dengan campuran daun teh inilah yang kemudian disebut sebagai asal mula teh.
Teh awalnya memang digunakan untuk bahan obat-obatan sejak abad ke-8 SM. Orang-orang Tiongkok pada waktu itu mengunyah teh dan menikmati rasa yang menyenangkan dari sari daun teh. Teh juga sering kali dipadukan dengan ragam jenis makanan dan racikan masakan.
Dalam perkembanganya, minuman teh semakin dikenal luas masyarakat. Beberapa abad kemudian, minum teh dilengkapi dengan berbagai ritual dan melekat dengan kebudayaan masyarakat China. Teh juga digunakan sebagai tradisi dalam menjamu para tamu. Kebiasaan minum teh pun menyebar, bahkan melekat erat pada setiap lapisan masyarakat.
Teh kemudian menyebar tidak hanya di China, melainkan hingga ke Jepang dan Korea. Orang China yang bepergian ke luar negaranya ikut membawa teh bersama mereka ke banyak negara Asia lainnya, termasuk Indonesia.
Di Jepang, konsumsi teh menyebar melalui kebudayaan Tiongkok yang menjangkau setiap aspek masyarakat. Teh diminati pula dalam kekaisaran Jepang, yang kemudian menyebar dengan cepat di kalangan istana dam masyarakat Jepang. Teh bahkan menjadi budaya dan bagian dari seni yang dituangkan dalam upacara teh Jepang (Cha-no-yu atau air panas untuk teh).
Budaya mengonsumsi teh yang sudah dilakukan di Tiongkok dan Jepang kemudian menyebar ke Eropa. Budaya teh dibawa oleh para misionaris Eropa yang pulang ke negaranya setelah mereka tinggal beberapa waktu di Asia. Mereka membawa budaya teh ke daratan Eropa pada abad ke-17. Teh pun kemudian menyebar dan makin populer ke seluruh Eropa dan bahkan jadi kebiasaan baru orang-orang Eropa. Masyarakat Eropa sangat menggemari teh dan konsumsi teh pun meningkat pesat. Teh pun menjadi bagian dari masyarakat di Eropa dan ragam kombinasi konsumsi teh pun disajikan di restoran dan kedai minuman.
Di Indonesia, bibit tanaman teh pertama kali masuk dibawa dari Jepang oleh ahli botani dari Jerman, Andreas Cleyer pada 1664 dan ditanam sebagai tanaman hias di Batavia (kini Jakarta). Pada 1827, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda kemudian membudidayakan teh dalam skala besar di Kebun Percobaan Cisurupan, Jawa Barat. Pemerintah Hindia Belanda mendatangkan bibit teh dari Tiongkok dalam jumlah banyak untuk ditanam di kebun percobaan itu.
Selanjutnya, teh mulai berkembang di Jawa. Teh menjadi salah satu tanaman yang wajib ditanam oleh rakyat melalui politik Cultuur Stelsel (1830). Rakyat dipaksa menanam teh di tanah milik sendiri atau sewaan dan ketika panen akan dibeli oleh Belanda untuk mengisi pundi-pundinya.
Sejak saat itu, teh menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Hingga tahun 1841, luas kebun teh di Jawa ada 2.129 hektare. Lima tahun kemudian, luasnya meningkat menjadi 3.193 hektare. Masa tanam paksa ini berakhir tahun 1870 setelah pemerintah kolonial Belanda menerapkan kebijakan liberalisasi ekonomi dengan berlakunya Undang-Undang Agraria.
Pemberlakuan undang-undang ini mengubah Priangan (sekarang Jawa Barat) menjadi daerah tambang “emas hijau”. Sejak itu, perkebunan teh mulai dikembangkan di wilayah Bandung dan memunculkan perusahaan-perusahan swasta besar yang mengelola perkebunan teh dalam skala besar.
Penanaman teh terus berlanjut dalam skala yang lebih besar di seluruh penjuru Hindia-Belanda, terutama di Pulau Jawa, meliputi Bandung, Subang, Bogor, Garut, Purwakarta, dan Banyuwangi. Pabrik-pabrik pengolahan teh pun mulai didirikan, seiring dengan semakin banyaknya perkebunan teh yang dibangun. Teh dianggap sebagai komoditas yang menguntungkan kala itu. Sejak saat itulah, masyarakat pribumi mulai mengenal tanaman teh yang kian populer dalam kehidupan sehari-hari hingga sekarang.
Hingga saat ini, teh yang banyak diproduksi di Indonesia adalah teh hitam dan hijau. Indonesia tercatat sebagai negara penghasil teh terbesar ke-8 di dunia dengan produksi tiap tahun sekitar 150.000 ton dan tercatat sebagai eksportir ke-5 teh hitam dunia.
Teh yang berasal dari tanaman teh (Camellia sinensis) dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan cara pemrosesannya sebelum dan setelah dipetik dari pohon, yakni teh hitam, teh oolong, teh hijau, dan teh putih.
Teh hitam atau Black Tea adalah jenis teh yang paling banyak diproduksi dan diekspor di Indonesia. Bahkan, negara ini tercatat sebagai negara pengekspor teh hitam terbesar ke-5 di dunia.
Teh hitam diolah melalui proses fermentasi enzimatis yang tidak menggunakan mikroba dalam proses fermentasinya. Fermentasi yang terjadi menggunakan enzim fenolase yang telah terkandung dalam teh dan mengoksidasi katekin menjadi senyawa antioksidan teaflavin dan tearubigin.
Fermentasi pada teh hitam dikaregorikan sebagai fermentasi penuh karena prosesnya yang lebih lama dan kompleks daripada jenis teh yang lain. Proses pembuatan teh hitam dilakukan pertama kali adalah pelayuan selama 14 – 24 jam pada suhu ruang yang kemudian daun digulung dan dipelintir untuk melepaskan enzim alaminya.
Setelah proses penggulungan, daun disimpan pada tempat yang dingin dan lembab untuk dilakukan fermentasi dan oksidasi dengan bantuan oksigen dan enzim fenolase selama 1 hingga 2 hari. Proses fermentasi ini sangat menentukan kualitas warna dan rasa teh hitam. Kemudian, teh yang telah difermentasi dikeringkan melalui proses pengovenan atau penjemuran untuk menghentikan proses oksidasinya dan selanjutnya dikemas untuk disimpan atau dipasarkan.
Teh hitam yang dihasilkan biasanya berdaun hitam dengan aroma khas teh yang kuat, dan setelah diseduh akan berwarna merah hingga merah kehitaman dengan rasa teh yang cenderung asam atau pahit beraroma khas teh.
Jenis teh berikutnya adalah Teh Oolong/Oolong Tea yang dihasilkan melalui pengolahan secara semi fermetasi. Teh ini melewati proses fermentasi tetapi dihentikan sesegera mungkin melalui pemanasan setelah proses penggulungan daun.
Pada proses pengolahan, teh oolong pertama-tama dilakukan dengan melayukan daun di bawah sinar matahari selama kurang lebih 1 hari, kemudian daun dilakukan proses penggulungan agar terjadi proses fermentasi enzimatis. Setelah daun terpapar udara, warna daun akan berubah menjadi lebih gelap dan proses fermentasi telah terjadi. Daun teh yang telah berwarna gelap itu lalu segera dipanaskan untuk menghentikan proses fermentasi dan dikeringkan.
Daun teh oolong pada umumnya berwarna hitam dengan bentuk bulat menggumpal serta memiliki rasa dan aroma yang khas. Aromanya lebih ringan dibanding teh hitam, tetapi lebih pekat daripada teh hijau.
Adapun Teh Hijau/Green Tea dalam pengolahannya tidak melalui proses fermentasi. Teh jenis ini dibuat dengan cara menginaktifkan enzim fenolase yang ada pada pucuk daun teh segar setelah proses pemanenan dengan cara pemanasan saat baru dipetik. Pemanasan biasanya dilakukan dengan cara udara kering (disangrai atau dioven) dan pemanasan menggunakan uap panas.
Proses pemanasan daun teh akan memberikan aroma dan rasa teh yang berbeda-beda. Pemanasan daun teh dengan uap panas akan memberikan warna teh dan seduhannya yang lebih hijau terang dengan rasa dan aroma yang ringan, sedangkan pada proses pemanasan metode oven atau sangrai akan memberikan warna dan seduhan cenderung lebih gelap dan memiliki rasa dan aroma smoky serta creamy.
Jenis teh lainnya, Teh Putih, dihasilkan dari pucuk daun teh yang tidak melalui proses fermentasi sama sekali, sama seperti teh hijau. Pucuk daun yang sudah dipanen segera dilakukan pemanasan dan pengeringa melalui penguapan. Jenis teh ini merupakan teh premium yang harganya terbilang mahal dibandingkan jenis lain.
Teh putih dihasilkan dari kuncup-kuncup daun muda yang masih ditutupi oleh rambut-rambut putih halus. Daun teh jenis ini memiliki kandungan senyawa antioksidan katekin yang lebih tinggi dibanding jenis teh lainnya. Itu diperoleh dari proses pengolahannnya yang singkat sehingga khasiat dari teh putih juga lebih baik dibanding jenis teh lainnya. Daun teh putih berwarna putih kecoklatan dengan aroma teh yang khas, dan ketika diseduh rasa dan aroma dari teh putih sangatlah ringan serta berwarna bening sedikit keruh.
Dalam secangkir teh, terdapat beberapa zat utama yang bermanfaat bagi kesehatan. Zat itu, antara lain, polifenol berupa katekin dan flavanol. Senyawa ini berfungsi sebagai antioksidan untuk menangkap radikal bebas dalam tubuh juga ampuh mencegah berkembangnya sel kanker dalam tubuh
Dalam satu cangkir teh juga mengandung vitamin E sebanyak sekitar 100 – 200 IU. Jumlah kandungan vitamin E itu merupakan kebutuhan satu hari bagi tubuh manusia. Vitamin E berfungsi menjaga kesehatan jantung dan membuat kulit menjadi halus. Teh juga mengandung vitamin C yang berfungsi sebagai imunitas atau daya tahan bagi tubuh manusia. Selain itu, vitamin C juga berfungsi sebagai antioksidan yang diperlukan untuk ketahanan tubuh manusia terhadap penyakit. Sementara Vitamin A yang ada pada teh berbentuk betakaroten yang diperlukan tubuh.
Dengan mengonsumsi teh secara rutin, setidaknya ada lima manfaat bagi kesehatan. Yang pertama, yakni mencegah risiko diabetes. Rutin mengonsumsi teh akan menjauhkan seseorang dari risiko terkena diabetes tipe 2. Jenis teh yang sangat baik untuk dikonsumsi untuk mencegah diabetes adalah teh hijau dan teh hitam tanpa pemanis. Kedua jenis teh tersebut berkhasiat untuk meningkatkan sensitivitas insulin sehingga dapat menurunkan risiko diabetes.
Manfaat kedua, yakni meningkatkan konsentrasi. Kandungan kafein dalam teh bermanfaat untuk meningkatkan fokus dan konsentrasi pada seseorang. Kafein bekerja dengan cara mengalir melalui pembuluh darah dan merangsang kinerja sistem saraf pusat, sehingga dapat melancarkan peredaran darah ke otak.
Manfaat teh berikutnya, yakni menjaga kesehatan rongga gigi dan mulut berkat kandungan antioksidan dalam teh. Dengan mengonsumsi teh secara rutin, maka dapat menurunkan pertumbuhan bakteri di dalam rongga mulut, menurunkan risiko terkena karies gigi karena bakteri di dalam mulut telah dibunuh, serta mencegah bau mulut.
Mengonsumsi teh secara rutin bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah. Salah satu jenis yang direkomendasikan adalah teh hitam. Teh hitam berkhasiat untuk menurunkan tekanan darah diastolik dan tekanan darah sistolik.
Manfaat utama lainnya, yakni kandungan antioksidan yang tinggi dalam daun teh mencegah pertumbuhan sel-sel kanker, sehingga mencegah risiko terkena kanker. Antioksidan bekerja dengan cara melawan radikal bebas yang menyerang sel-sel dalam tubuh dan mengakibatkan kerusakan sel tubuh yang menjadi penyebab kanker. Dengan mengonsumsi teh secara rutin, dapat mencegah risiko kanker sejak dini.
Data Food & Agriculture (FAO) menunjukkan, Tiongkok atau China memproduksi teh mencapai 2,97 juta ton pada 2020. Capaian tersebut menjadikan negara Tirai Bambu itu sebagai produsen teh terbesar di dunia yang dihasilkan dari lahan seluas sekitar 2,2 juta hektare.
India tercatat sebagai produsen teh terbesar kedua di dunia dengan menghasilkan teh sebanyak 1,42 juta ton dari luas lahan sekitar 621 ribu hektare. Sedangkan posisi ketiga ditempati oleh Kenya dengan produksi teh sebesar 569,5 ribu ton di lahan seluas 269,4 ribu hektare.
Berikutnya, produksi teh di Argentina dan Sri Lanka masing-masing sebesar 335,2 ribu ton dan 278,4 ribu ton. Argentina dan Sri Lanka memiliki luas lahan perkebunan teh seluas sekitar 200 ribu hektare.
Turki menyusul di urutan berikutnya dengan produksi teh 255,1 ribu ton pada area seluas 84,8 ribu hektare, dan Vietnam menghasilkan teh sebesar 240,4 ribu ton. Jumlah itu menjadikan Vietnam sebagai negara pengahasil teh terbesar di Asia Tenggara.
Sementara Indonesia menempati posisi ke-8 sebagai produsen teh dunia. Indonesia pada tahun 2020 menghasilkan teh sebesar 138,3 ribu ton di area perkebunan 108,7 ribu hektare. Myanmar dan Thailand menyusul dengan produksi teh masing-masing 126,4 ribu ton dan 97,6 ribu ton. Myanmar memiliki area perkebunan teh seluas 89,8 ribu hektare.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah produksi teh di Indonesia mencapai 136.800 ton pada 2022. Nilai tersebut turun 5,72 persen dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 145.100 ton.
Melihat trennya, produksi teh nasional fluktuatif dan cenderung menurun dalam satu dekade terakhir. Kondisi itu terjadi seiring dengan menyusutnya luas perkebunan teh di dalam negeri yang disebabkan banyaknya alih fungsi lahan perkebunan teh menjadi bangunan. Di samping itu, para perusahaan perkebunan kerap mengganti teh dengan tanaman yang punya nilai jual lebih tinggi.
Provinsi Jawa Barat menjadi sentra produksi teh terbesar di Indonesia. Tahun 2022, provinsi itu menghasilkan 91.600 ton daun teh kering. Berikutnya, Jawa Tengah dengan produksi teh sebesar 17.600 ton. Produksi teh di Sumatera Utara berada di posisi ke-3 dengan 9.700 ton. Sedangkan, produksi teh di Sumatera Barat dan Jambi masing-masing sebanyak 5.800 ton dan 4.400 ribu ton menempatkan provinsi itu diurutan ke-4 dan ke-5.
Jawa Barat sendiri memiliki luas lahan perkebunan teh terbesar di Indonesia, yakni seluas 86.976 ha pada tahun 2021, menyumbang sekitar 77,62 persen dari perkebunan teh nasional. Sejalan dengan hal tersebut, produksi teh Jawa Barat merupakan yang terbesar secara nasional, yakni sebesar 89.218 ton pada tahun 2021, atau menyumbang 68,87 persen produksi teh nasional. Perkebunan teh di Jawa Barat banyak terdapat di daerah yang beriklim sejuk seperti di Bandung, Subang, Garut, dan Bogor.
Perkebunan-perkebunan teh di Indonesia biasanya dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (contohnya Perkebunan Nusantara). Meski demikian, beberapa perusahaan swasta juga mengelola perkebunan teh, antara lain, Kabepe Chakra dan Gunung Slamat. Teh Indonesia dikenal karena memiliki kandungan katekin (antioksidan alami) tertinggi di dunia. Kebanyakan produksi teh Indonesia adalah teh hitam, diikuti oleh teh hijau.
Hampir setengah dari produksi teh Indonesia diekspor keluar negeri. Pasar ekspor utamanya adalah Malaysia, Rusia, Australia, Inggris, dan Pakistan. Teh Indonesia yang diekspor terutama berasal dari perkebunan-perkebunan besar di negara ini, baik yang dimiliki negara maupun swasta. Perusahaan itu biasanya menghasilkan teh bermutu tinggi atau premium yang laku di pasar internasional.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor teh dari Indonesia pada 2021 mencapai 89,2 juta dollar AS dengan volume 42.654 ton pada 2021. Nilai ekspor teh Indonesia itu turun 7,43 persen dibandingkan pada 2020 yang sebesar 96,32 juta dollar AS. Sementara, volume ekspor teh itu turun 5,77 persen dari tahun sebelumnya. Pada 2020, volume ekspor teh Indonesia tercatat sebanyak 45.265 ton.
Tahun 2021, nilai ekspor teh Indonesia paling besar ke Malaysia 7.467 ton atau sebesar 17,51 persen terhadap total volume ekspor teh Indonesia dengan nilai sebesar 11,7 juta dollar AS. Peringkat kedua adalah Russia dengan volume ekspor sebesar 6.674 ton atau menyumbang 15,65 persen dan nilai ekspornya sebesar 11,2 juta dollar AS.
Kemudian yang ketiga Amerika Serikat dengan kontribusi 7,89 persen dengan volume ekspornya sebesar 3.426 ton dengan nilai ekspor 5,9 juta dollar AS, sementara China dan Taiwan berada di posisi keempat dan kelima. Ekspor teh ke China pada tahun 2021 mencapai 2.381 ton atau sekitar 5,58 persen dengan nilai ekspor sebesar 4,1 juta dollar AS, sedangkan untuk Taiwan sebesar 2.217 ton atau 5,20 persen dengan nilai ekspor mencapai 4,5 dollar AS.
Jika dicermati lebih jauh, ekspor teh Indonesia fluktuatif dan cenderung menurun dalam 5 tahun terakhir. Pada tahun 2017 volume ekspor teh Indonesia sebanyak 54.187 ton dengan nilai sebesar 114,2 juta dollar AS. Sementara ekspor tahun 2018 menurun sebesar 9,50 persen, yakni sebanyak 49.038 ton dengan nilai sebesar 108,5 juta dollar AS.
Pada tahun 2019 ekspor teh kembali menurun sebesar 12,70 atau menjadi 42.811 ton dengan nilai 92,3 juta dollar AS. Sementara pada tahun 2020 kembali meningkat 5,73 persen menjadi 45.265 ton dengan nilai 96,3 juta dollar AS .
Selama periode tahun 2017 – 2021, teh Indonesia yang diekspor sebagian besar dalam bentuk teh hitam sekitar 76 – 87 persen. Tercatat Pada tahun 2021 volume ekspor teh hitam mencapai 37.331 ton atau 87,5 persen terhadap total volume ekspor teh dengan nilai ekspor sebesar 77,3 juta dollar AS. Sementara ekspor teh hijau pada periode tersebut cenderung menurun. Tercatat pada tahun 2021 volume ekspor teh hijau mencapai 5.323 ton atau 12,5 persen terhadap total volume ekspor teh dengan nilai ekspor sebesar 11,9 juta dollar AS.
Sumber: https://kompaspedia.kompas.id/
Pertanian
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 26 Februari 2025
Hutan tanaman, hutan tanaman industri, hutan tanaman, hutan tanaman industri, hutan tanaman kayu, atau kebun pohon adalah hutan yang ditanam untuk produksi kayu dalam jumlah besar, biasanya dengan menanam satu jenis pohon sebagai hutan monokultur. Istilah hutan tanaman juga digunakan untuk menyebut pembibitan pohon dan perkebunan pohon Natal.
Hutan tanaman dapat menghasilkan kayu dalam jumlah besar dalam waktu singkat. Hutan tanaman ditanam oleh otoritas kehutanan negara (misalnya, Komisi Kehutanan di Inggris) dan/atau industri kertas dan kayu serta pemilik lahan swasta lainnya (seperti Weyerhaeuser, Rayonier, dan Sierra Pacific Industries di Amerika Serikat atau Asia Pulp & Paper di Indonesia). Pohon Natal sering kali ditanam di perkebunan, dan di Asia selatan dan tenggara, perkebunan jati baru-baru ini telah menggantikan hutan alam.
Sebuah perkebunan cemara Douglas di Washington, A. S.
Hutan tanaman industri dikelola secara aktif untuk produksi komersial hasil hutan. Hutan tanaman industri biasanya berskala besar. Setiap blok biasanya berumur genap dan seringkali hanya terdiri dari satu atau dua spesies. Spesies-spesies tersebut dapat berupa spesies eksotik atau spesies asli. Tanaman yang digunakan untuk hutan tanaman industri sering kali telah diubah secara genetik untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan, seperti pertumbuhan dan ketahanan terhadap hama dan penyakit secara umum dan sifat-sifat khusus, misalnya dalam hal jenis kayu, produksi kayu volumetrik dan kelurusan batang. Sumber daya genetik hutan adalah dasar untuk perubahan genetik. Individu-individu terpilih yang ditanam di kebun benih merupakan sumber benih yang baik untuk mengembangkan bahan tanam yang memadai.
Produksi kayu di hutan tanaman umumnya lebih tinggi daripada hutan alam. Sementara hutan yang dikelola untuk produksi kayu umumnya menghasilkan antara 1 dan 3 meter kubik per hektar per tahun, hutan tanaman dengan spesies yang tumbuh cepat umumnya menghasilkan antara 20 dan 30 meter kubik atau lebih per hektar per tahun; hutan tanaman Grand Fir di Skotlandia memiliki tingkat pertumbuhan 34 meter kubik per hektar per tahun, dan hutan tanaman Pinus Monterey di Australia selatan dapat menghasilkan hingga 40 meter kubik per hektar per tahun. Pada tahun 2000, meskipun hutan tanaman menyumbang 5% dari hutan global, diperkirakan hutan tanaman memasok sekitar 35% kayu bulat dunia.
Pangsa hutan tanaman tertinggi berada di Amerika Selatan, di mana jenis hutan ini mewakili 99 persen dari total area hutan yang ditanami dan 2 persen dari total area hutan. Pangsa hutan tanaman terendah berada di Eropa, di mana hutan tanaman mewakili 6 persen dari kawasan hutan yang ditanami dan 0,4 persen dari total kawasan hutan. Secara global, 44 persen dari hutan tanaman sebagian besar terdiri dari spesies yang diintroduksi. Terdapat perbedaan yang besar di antara wilayah-wilayah tersebut: sebagai contoh, hutan tanaman di Amerika Utara dan Tengah sebagian besar terdiri dari spesies asli, sementara di Amerika Selatan hampir seluruhnya terdiri dari spesies introduksi.
Siklus pertumbuhan
Beberapa pohon perkebunan, seperti pinus dan eukaliptus, dapat berisiko mengalami kerusakan akibat kebakaran karena minyak dan resin daunnya sangat mudah terbakar. Sebaliknya, perkebunan yang terserang hama dalam beberapa kasus dapat dibersihkan dari spesies hama dengan biaya yang murah melalui penggunaan pembakaran yang telah ditentukan, yang dapat membunuh semua tanaman yang masih muda namun tidak merusak pohon yang sudah dewasa secara signifikan.
Jenis-jenis
Pada abad ke-20, para ilmuwan di seluruh dunia bereksperimen dengan spesies Eucalyptus. Mereka berharap dapat menanamnya di daerah tropis, tetapi sebagian besar hasil percobaan gagal hingga terobosan pada tahun 1960-1980-an dalam pemilihan spesies, silvikultur, dan program pemuliaan "membuka" potensi kayu putih di daerah tropis. Sebelum itu, seperti yang dicatat oleh Brett Bennett dalam sebuah artikel tahun 2010, eukaliptus merupakan "El Dorado" kehutanan. Saat ini, Eucalyptus adalah jenis pohon yang paling banyak ditanam di perkebunan di seluruh dunia, di Amerika Selatan (terutama di Brasil, Argentina, Paraguay, dan Uruguay), Afrika Selatan, Australia, India, Galicia, Portugal, dan masih banyak lagi.
Jati hutan tanaman adalah pohon kayu keras tropis dari genus Tectona, endemik Asia Tenggara yang secara eksklusif ditanam untuk tujuan pengelolaan kehutanan, baik untuk hutan tanaman komersial maupun restorasi ekologi. Meskipun genus Tectona berasal dari daerah tropis Asia Tenggara, terutama Indonesia, Myanmar, India, Bangladesh, dan Thailand, budidaya jati hutan tanaman juga layak secara ekonomi di daerah tropis lainnya seperti Amerika Tengah.
Seorang petani pohon Natal di negara bagian Florida, Amerika Serikat, menjelaskan proses pemangkasan dan penebangan pohon Natal kepada seorang pegawai pemerintah.
Budidaya pohon Natal adalah pekerjaan pertanian, kehutanan, dan hortikultura yang melibatkan penanaman pohon pinus, cemara, dan cemara khusus untuk digunakan sebagai pohon Natal.
Perkebunan pohon Natal pertama didirikan pada tahun 1901, tetapi sebagian besar konsumen terus mendapatkan pohon mereka dari hutan sampai tahun 1930-an dan 1940-an. Perkebunan pohon Natal dulunya hanya dipandang sebagai alternatif yang layak untuk lahan pertanian berkualitas rendah, tetapi persepsi itu telah berubah dalam industri pertanian. Untuk hasil dan kualitas yang optimal, lahan harus datar atau bergelombang lembut dan relatif bebas dari puing-puing dan semak belukar.
Berbagai macam spesies pinus dan cemara ditanam sebagai pohon Natal, meskipun ada beberapa varietas yang sangat populer. Di Amerika Serikat, cemara Douglas, cemara Skotlandia, dan cemara Fraser semuanya laku keras. Cemara Nordmann dan cemara Norwegia laris manis di Inggris, dan yang terakhir ini populer di seluruh Eropa. Seperti semua tumbuhan runjung, pohon Natal rentan terhadap berbagai hama.
Tahap akhir dari budidaya, pemanenan, dilakukan dengan beberapa cara; salah satu metode yang lebih populer adalah kebun pohon petik sendiri, di mana pelanggan diizinkan untuk berkeliaran di kebun, memilih pohon mereka, dan menebangnya sendiri. Petani lain membudidayakan pohon dalam pot, dengan akar yang digulung, yang dapat ditanam kembali setelah Natal dan digunakan lagi pada tahun berikutnya.
Peran dalam mitigasi perubahan iklim
Hutan menyerap karbon di dalam pepohonan. Hutan menghilangkan karbon dioksida dari udara saat pohon tumbuh dan mengembalikannya ke udara saat pohon mati dan membusuk atau terbakar. Selama hutan mengalami pertumbuhan bersih, hutan mengurangi jumlah karbon dioksida, gas rumah kaca utama, dari udara. Selain itu, jika kayu secara teratur diambil dari hutan dan diubah menjadi produk kayu yang tahan lama, produk tersebut akan terus menyerap karbon, sementara pohon-pohon yang ditanam di hutan tanaman industri akan menyerap lebih banyak karbon dioksida, sehingga berdampak pada pengurangan gas rumah kaca secara terus menerus.
Karena hutan tanaman dikelola untuk meningkatkan pertumbuhan yang cepat, hutan tanaman cenderung menyerap karbon lebih cepat daripada hutan yang tidak dikelola, dengan hanya mempertimbangkan sisi penyerapan dan bukan pelepasan karbon akibat pembusukan, kebakaran, atau panen.
Meskipun hutan tanaman menyerap CO2 dalam jumlah besar, penyerapan jangka panjang dari karbon ini bergantung pada apa yang dilakukan dengan bahan yang dipanen. Hutan akan terus menyerap karbon di atmosfer selama berabad-abad jika dibiarkan tanpa gangguan.
USDA memiliki kalkulator online untuk mengetahui berapa banyak karbon yang diserap di berbagai jenis hutan.
Hilangnya hutan alam
Banyak ahli kehutanan menyatakan bahwa pendirian perkebunan akan mengurangi atau menghilangkan kebutuhan untuk mengeksploitasi hutan alam untuk produksi kayu. Pada prinsipnya hal ini benar karena dengan produktivitas yang tinggi dari perkebunan, maka lahan yang dibutuhkan lebih sedikit. Banyak yang menunjuk contoh Selandia Baru, di mana 19% dari kawasan hutannya menyediakan 99% pasokan kayu bulat untuk industri. Diperkirakan bahwa kebutuhan dunia akan serat kayu dapat dipenuhi hanya dengan 5% dari hutan dunia (Sedjo & Botkin 1997). Namun, pada praktiknya, hutan tanaman menggantikan hutan alam, misalnya di Indonesia. Menurut FAO, sekitar 7% dari hutan tertutup alami yang hilang di daerah tropis adalah lahan yang dikonversi menjadi perkebunan. Sisanya, 93% dari kehilangan tersebut merupakan lahan yang dikonversi menjadi lahan pertanian dan penggunaan lainnya. Di seluruh dunia, diperkirakan 15% dari perkebunan di negara-negara tropis didirikan di atas hutan alam dengan kanopi tertutup.
Dalam Protokol Kyoto, ada proposal yang mendorong penggunaan perkebunan untuk mengurangi tingkat karbon dioksida (meskipun ide ini ditentang oleh beberapa kelompok dengan alasan bahwaCO2 yang diserap pada akhirnya akan dilepaskan setelah panen).
Masalah
Berbeda dengan hutan yang beregenerasi secara alami, perkebunan biasanya ditanam sebagai monokultur berumur genap, terutama untuk produksi kayu. Hutan tanaman selalu merupakan hutan yang masih muda secara ekologis. Biasanya, pohon-pohon yang ditanam di perkebunan dipanen setelah 10 hingga 60 tahun, jarang sampai 120 tahun. Hal ini berarti bahwa hutan yang dihasilkan oleh perkebunan tidak memiliki jenis pertumbuhan, tanah, atau satwa liar yang khas dari ekosistem hutan alam yang sudah tua. Yang paling mencolok adalah tidak adanya kayu mati yang membusuk, sebuah komponen penting dari ekosistem hutan alam.
Perkebunan biasanya merupakan monokultur yang hampir atau seluruhnya monokultur. Artinya, spesies pohon yang sama ditanam di suatu area tertentu, sedangkan hutan alam memiliki spesies pohon yang jauh lebih beragam.
Pada tahun 1970-an, Brasil mulai membangun perkebunan dengan hasil tinggi, dikelola secara intensif, dan memiliki rotasi pendek. Jenis perkebunan ini kadang-kadang disebut perkebunan kayu cepat atau perkebunan serat dan sering kali dikelola dengan rotasi pendek, hanya 5 hingga 15 tahun. Jenis perkebunan ini semakin meluas di Amerika Selatan, Asia, dan daerah lainnya. Dampak lingkungan dan sosial dari jenis perkebunan ini telah menyebabkannya menjadi kontroversial. Di Indonesia, misalnya, perusahaan bubur kertas multinasional besar telah menebang hutan alam secara besar-besaran tanpa memperhatikan regenerasi. Dari tahun 1980 hingga 2000, sekitar 50% dari 1,4 juta hektar hutan tanaman industri pulp di Indonesia telah dibangun di lahan yang dulunya merupakan lahan hutan alam.
Penggantian hutan alam dengan hutan tanaman juga menyebabkan masalah sosial. Di beberapa negara, khususnya Indonesia, konversi hutan alam dilakukan dengan sedikit memperhatikan hak-hak masyarakat setempat. Hutan tanaman yang didirikan hanya untuk produksi serat kayu memberikan layanan yang jauh lebih sempit dibandingkan dengan hutan alam asli bagi masyarakat setempat. India telah berusaha untuk membatasi kerusakan ini dengan membatasi jumlah lahan yang dimiliki oleh satu entitas dan, sebagai akibatnya, perkebunan-perkebunan yang lebih kecil dimiliki oleh para petani lokal yang kemudian menjual kayunya kepada perusahaan-perusahaan yang lebih besar. Beberapa organisasi lingkungan hidup yang besar mengkritik perkebunan-perkebunan dengan hasil yang tinggi ini dan menjalankan kampanye anti perkebunan, terutama Rainforest Action Network dan Greenpeace.
Di Amerika Selatan, Oseania, dan Afrika Timur dan Selatan, hutan tanaman didominasi oleh spesies introduksi: Masing-masing 88%, 75%, dan 65%. Di Amerika Utara, Asia Barat dan Tengah, serta Eropa, proporsi spesies introduksi di hutan tanaman jauh lebih rendah, yaitu masing-masing 1%, 3%, dan 8% dari total area yang ditanami.
Perkebunan dapat mencakup spesies pohon yang secara alami tidak akan muncul di daerah tersebut. Jenis-jenis tersebut dapat mencakup jenis-jenis yang tidak konvensional seperti hibrida, dan pohon-pohon yang dimodifikasi secara genetik mungkin akan digunakan di masa depan. Karena kepentingan utama perkebunan adalah untuk memproduksi kayu atau pulp, jenis pohon yang ditemukan di perkebunan adalah jenis pohon yang paling cocok untuk aplikasi industri. Sebagai contoh, pinus, cemara, dan eukaliptus ditanam secara luas di luar wilayah alaminya karena tingkat pertumbuhannya yang cepat, toleransinya terhadap lahan pertanian yang subur maupun yang terdegradasi, serta potensinya dalam menghasilkan bahan baku dalam jumlah besar untuk keperluan industri.
Disadur dari: https://en.wikipedia.org/
Pertanian
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 26 Februari 2025
Salah satu komponen dari indikator terwujudnya UPLAND Project adalah peningkatan produktifitas dan ketahanan pangan yang meliputi: Pengembangan infrastruktur lahan dan air, serta produksi dan pengelolaan pertanian. Pada produksi dan pengelolaan pertanian, penyediaan komoditas unggulan yang dapat terukur dengan melihat kondisi geografis dataran tinggi pada setiap wilayah menjadi penting dilakukan. Subsektor perkebunan sebagai bagian dari sektor pertanian yang memiliki peran aktif untuk meningkatkan perekonomian wilayah.
Untuk dapat meningkatkan kemakmuran yang lebih seimbang dan merata, maka diperlukan perencanaan pembangunan dengan kebijakan-kebijakan yang dapat merangsang perkembangan wilayah sesuai dengan potensi masing-masing wilayah. Misalnya pada wilayah Sumatra Utara. Subsektor perkebunan menjadi salah satu subsektor paling diprioritaskan untuk dijadikan sebagai subsektor unggulan dataran tinggi Sumatera Utara. Sumatera Utara menjadi satu daerah penghasil kopi terbesar di Indonesia setelah Sumatera Selatan dan Lampung.
Komoditas yang termasuk subsekor perkebunan berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Sumatera Utara, meliputi Kelapa Sawit, Kelapa, Karet, Kopi Arabika, Kopi Robusta dan Kakao.
Pada subsektor perkebunan dataran tinggi, Kopi robusta dan Kopi arabika menjadi salah satu produk yang memiliki peluang pasar di dalam negeri maupun luar negeri. Kopi arabika menjadi komoditas unggulan tertinggi pada subsektor perkebunan. Komoditas kopi arabika dirasa cocok ditanam di daerah tersebut.
Selain itu adanya dukungan teknologi dalam budidaya dan penanganan pasca panen. Salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang memiliki hasil kopi terbaik adalah kabupaten Karo. Produksi kopi di Kabupaten Karo pada tahun 2016 memberikan kontribusi sebesar 13,96% dari 50.405 ton produksi kopi di Sumatera Utara. Pada tingkat Provinsi, subsektor pekebunan di dataran tinggi Sumatera Utara, Kopi masih menjadi komoditas unggulan pertanian.
Menurut data BPS lainnya, Sumatera Utara telah menyumbang sebesar 72,34 ribu ton terhadap total produksi Kopi selama tahun 2010 hingga 2019 dan terus mengalami peningkatan. Peningkatan produksi tersebut didukung oleh luasnya area pertanaman Kopi di Sumatera Utara.
Sumber: https://upland.psp.pertanian.go.id/
Pertanian
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 26 Februari 2025
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA)-nya. Kekayaan alam yang terbentang dari Sabang sampai Merauke terkadang membuat kita semua berdecak kagum.
Keberagaman SDA yang ada di Indonesia ini dimanfaatkan sepenuhnya untuk kesejahteraan masyarakat. Salah satu kekayaan SDA yang banyak dikembangkan oleh masyarakat ialah tanaman perkebunan. Jenis tanaman ini memiliki nilai jual yang berbeda-beda.
Tidak hanya satu jenis saja, ternyata ada berbagai komoditas tanaman perkebunan yang dapat tumbuh dengan subur di wilayah Indonesia. Buat kalian yang ingin tahu tumbuhan apa saja itu, kali ini guru Jurusan Agribisnis Tanaman Perkebunan (ATP), SMKN 1 Matan Hilir, Ketapang, Kalimantan Barat, Radiansyah, akan memberi tahu kita terkait 5 (lima) jenis tanaman perkebunan yang melimpah dan menghasilkan banyak uang di Indonesia.
Siapa yang tidak tahu kelapa sawit, buah yang menjadi bahan dasar dalam pembuatan minyak kelapa sawit ini memang menjadi jenis tanaman perkebunan yang menggiurkan. Kebutuhan minyak goreng yang tidak ada hentinya menuntut para petani harus terus menyediakan bahan mentah ini untuk kemudian diolah menjadi minyak goreng. Bahkan, industri-industri kelapa sawit di nusantara ini menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar negara, lo.
Karet
Sesuai dengan namanya, pohon karet merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang memiliki tingkat keelastisan cukup tinggi. Tanaman ini juga sudah menjadi komoditi tradisional bagi masyarakat di sebagian wilayah Indonesia. Karet bermanfaat untuk membuat berbagai produk, seperti ban, gasket mesin, penghapus, bola laters, sepatu, dan produk lainnya.
“Pohon karet dapat tumbuh dengan baik di wilayah yang basah dengan suhu 32 derajat celsius atau hangat. Indonesia sangat cocok menjadi tempat untuk membudidayakan pohon karet ini,” ucap Radiansyah.
Kopi
Kopi menjadi komoditi tanaman perkebunan yang paling lama hidup bersama masyarakat Indonesia. Untuk menanam pohon kopi, para petani tidak membutuhkan lahan yang terlalu luas. Di Indonesia sendiri ada beragam kopi dengan jenis yang berbeda-beda. Indonesia menjadi negara terbesar keempat penghasil kopi-kopi dunia. Biji kopi yang telah dipanen pastinya diolah untuk menjadi bahan pembuatan minuman kopi yang berkembang di pasaran. Perlu untuk diketahui, kopi menjadi salah satu minuman yang paling disukai di seluruh dunia.
“Beda wilayah beda rasa meskipun sama-sama robusta, arabica, ataupun liberica. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh faktor geografis,” tutur Radiansyah.
Tebu
Gula pasir yang sering dikonsumsi oleh masyarakat berbahan dasar tebu. Rasa manis yang terdapat dalam gula berasal dari rasa manis air tebu telah dikristalkan. Tebu menjadi salah satu komoditi tanaman perkebunan yang dapat kita jumpai di wilayah Indonesia. Syarat tumbuh yang tidak terlalu karena dapat tumbuh dengan subur di daerah beriklim tropis. Tanaman tebu dapat dipanen saat usianya hampir mendekati satu tahun. Tidak hanya bisa dijadikan bahan baku gula, kandungan yang terdapat dalam air tebu ini ternyata bermanfaat untuk mencegah bau mulut dan kerusakan gigi.
Teh
Teh adalah salah satu minuman yang popular di seluruh dunia. Teh-teh yang kita konsumsi ini berasal dari daun teh yang telah diekstraksi. Teh tersedia dalam berbagai jenis seperti teh hijau, teh hitam, teh merah, teh oolong dan lainnya. Tumbuhan teh dapat hidup dengan baik di wilayah dengan suhu sejuk. Teh memiliki beragam manfaat untuk tubuh manusia seperti untuk menangkal radikal bebas, menjaga kesehatan jantung, menjaga kadar gula dalam darah, dan masih banyak lagi manfaat lainnya.
Sumber: https://vokasi.kemdikbud.go.id/
Pertanian
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 26 Februari 2025
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menekankan pentingnya hilirisasi sawit di Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah pada sektor industri pertanian, termasuk perkebunan.
Hal ini disampaikan dalam acara Pengukuhan Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Petani Kepala Sawit Perkebunan Inti Rakyat (ASPEKPIR) Indonesia di Kantor Pusat Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta.
“Hilirisasi penting untuk didorong, guna memperoleh added value. Hal ini karena Indonesia adalah negara dengan sektor sawit terbesar di dunia,” ungkap Amran dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (19/12/2023).
Untuk diketahui, data United States Departement of Agriculture (USDA) mencatat, Indonesia menjadi negara produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan produksi curde palm oil (CPO) yang mencapai 45,5 juta metrik ton (MT) pada periode 2022-2023.
Oleh karena itu, Amran menilai bahwa Indonesia harus mampu menentukan harga sawit dunia, karena negara ini adalah produsen kelapa sawit terbesar di dunia.
Menurutnya, Indonesia membutuhkan program pembangunan yang berkelanjutan guna menjaga dan meningkatkan produksi sawit dalam negeri serta mendorong akselerasi, baik pada aspek hilirisasi maupun tata kelola sawit secara berkelanjutan.
"Apabila program ini dilanjutkan, Indonesia berpotensi terhadap swasembada. Yang paling penting adalah gagasan, action, konsisten, yang kemudian akan menjadi karakter," tandas Amran.
Amran berpesan agar asosiasi kelapa sawit dapat bersatu dan semakin maju membangun kemajuan sawit di Indonesia.
“Untuk mempertahankan ini, kami akan semakin terampil dan berusaha lebih keras," pungkasnya.
Sumber: https://kilaskementerian.kompas.com/
Pertanian
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 25 Februari 2025
Lampung termasuk wilayah penghasil kopi di Indonesia. Sejumlah kopi Lampung yang dihasilkan juga terkenal punya cita rasa yang khas dan nikmat.
Dilansir Badan Pusat Statistik (BPS), produksi kopi Indonesia mencapai 794,8 ribu ton pada tahun 2022. Adapun Lampung merupakan provinsi penghasil kopi terbanyak kedua di Indonesia, dengan produksi kopinya sejumlah 124,5 ribu ton atau 15,6 persen dari total produksi kopi nasional.
Kopi bisa dibilang menjadi komoditas perkebunan unggulan Provinsi Lampung. Selain itu, sebagian besar biji kopi yang diproduksi, diekspor ke sejumlah negara-negara di dunia.
Wilayah penghasil kopi Lampung
Dengan produksi kopinya yang tak sedikit, Lampung punya area perkebunan kopi yang luas. Mengutip laman lampungprov.go.id, kebun kopi Lampung memiliki perkiraan luas 156.458 ha di tahun 2020. Berikut deretan wilayah sentra perkebunan kopi di Lampung:
1. Kabupaten Lampung Barat
Lampung Barat menjadi daerah yang punya perkebunan kopi rakyat terluas di Provinsi Lampung, yakni 54.106 ha atau sekitar 34,5 persen dari total luas perkebunan yang ada di provinsi ini.
Biji kopi yang dihasilkan wilayah Lampung Barat pun berjenis kopi robusta, dengan jumlah sebanyak 57.930 ton pada tahun 2020.
2. Kabupaten Tanggamus
Posisi kedua wilayah perkebunan kopi Lampung adalah Tanggamus. Di kabupaten ini, terdapat 41.510 ha area kebun kopi. Produksi kopi Kabupaten Tanggamus sejumlah 34.129 ton di tahun 2020.
3. Kabupaten Lampung Utara
Kabupaten Lampung Utara menyumbang produksi kopi 9.961 ton di tahun 2020. Adapun luas perkebunan kopi di Lampung Utara sebesar 25.679 ha.
4. Kabupaten Way Kanan
Way Kanan menjadi wilayah terbesar keempat penghasil kopi Lampung dengan total produksi 8.705 ton pada tahun 2020. Di kabupaten ini, area kebun kopi seluas 21.655 ha.
5. Kabupaten Pesisir Barat
Pesisir Barat juga termasuk wilayah sentra perkebunan kopi Lampung dengan kebun kopi yang ada seluas 6.704 ha, dan menghasilkan 3.466 ton kopi di tahun 2020.
Merek populer kopi Lampung
Untuk merek-merek kopi Lampung sendiri ada banyak. Tapi Pemprov Lampung sendiri memilih top 10 brand kopi bubuk robusta asli Lampung pada tahun 2022.
Masih dari laman lampungprov.go.id, kesepuluh merek kopi asli Lampung yang punya rasa dan kualitas yang terbaik, yakni Koptan, Mowning, Tugu Liwa, Naire, Kopi 49, De Lampoeng Coffee, Blikopi, DR. Koffie, Ratu Luwak, dan Lambarco.
Adapun merek Kopi Bubuk Sinar Baru Cap Bola Dunia, merupakan brand kopi Lampung kemasan tertua yang masih bertahan sejak tahun 1917. Kopi ini pula yang menjadi kebanggaan masyarakat lokal.
Selain itu, merek-merek lain seperti Kopi Robusta Semut, Kopi Lanang, Kopi Bubuk Cap Jempol Unggul, hingga EL'S Coffee juga menjadi kopi Lampung yang banyak digemari.
Itulah informasi lengkap mengenai kopi Lampung, semoga menjadi informasi bermanfaat!
Sumber: https://www.detik.com/