Pertanian

Menggali Lebih Dalam Sejarah Kopi

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 13 Februari 2025


Kopi (bahasa Belanda: koffie, Inggris: coffee) atau kahwa adalah tanaman hasil pertanian yang dijadikan minuman hasil seduhan biji kopi yang telah disangrai dan dihaluskan menjadi bubuk. Kopi merupakan salah satu komoditas di dunia yang dibudidayakan lebih dari 50 negara. Dua spesies pohon kopi yang dikenal secara umum yaitu Kopi Robusta (Coffea canephora) dan Kopi Arabika (Coffea arabica).

Proses kopi sebelum dapat diminum melalui proses panjang, yaitu dari pemanenan biji tanaman kopi yang telah matang, baik dengan cara mesin maupun dengan tangan, kemudian dilakukan pemrosesan biji kopi dan pengeringan sebelum menjadi kopi gelondong. Proses selanjutnya, yaitu penyangraian dengan tingkat derajat yang bervariasi. Setelah penyangraian, biji kopi digiling atau dihaluskan menjadi bubuk kopi sebelum kopi dapat diminum.

Sejarah mencatat bahwa penemuan kopi sebagai minuman berkhasiat dan berenergi pertama kali ditemukan oleh bangsa Etiopia di Benua Afrika sekitar 3000 tahun (1000 SM) yang lalu. Kopi kemudian terus berkembang hingga saat ini menjadi salah satu minuman paling populer di dunia yang dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat. Indonesia sendiri telah mampu memproduksi lebih dari 400 ribu ton kopi per tahunnya. Di samping rasa dan aromanya yang menarik, kopi juga dapat menurunkan risiko terkena penyakit kanker, diabetes, batu empedu, dan berbagai penyakit jantung (kardiovaskuler).

Etimologi

Kata kopi berawal dari bahasa Arab: قهوة qahwah yang pada masa itu digunakan untuk menyebut minuman anggur, sedangkan kata bunn pada masa itu digunakan untuk menyebut kacang-kacangan. Maka disebutlah qahwah al-bunn yang berarti minuman mirip anggur yang berasal dari biji-bijian seperti kacang. Kemudian kata qahwah lebih digunakan untuk menyebut minuman kopi ini daripada untuk menyebut minuman anggur, sedangkan kata bunn akhirnya lebih digunakan untuk menyebut biji kopi daripada untuk menyebut kacang-kacangan. Kata qahwah kembali mengalami perubahan menjadi kahveh di bahasa Turki dan kemudian berubah lagi menjadi koffie dalam bahasa Belanda. Penggunaan kata koffie segera diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata kopi yang dikenal saat ini.

Sejarah

  • Bermula di Afrika

Era penemuan biji kopi dimulai sekitar tahun 800 SM. Namun, ada juga pendapat lain yang mengatakan biji kopi mulai ditemukan pada tahun 850 M. Pada saat itu, banyak orang di Benua Afrika, terutama bangsa Etiopia, mengonsumsi biji kopi yang dicampurkan dengan lemak hewan dan anggur untuk memenuhi kebutuhan protein dan energi tubuh. Penemuan kopi terjadi secara tidak sengaja, yakni ketika penggembala bernama Khalid—seorang Abyssinia—mengamati kawanan kambing gembalaannya yang tetap terjaga bahkan setelah matahari terbenam, setelah memakan sejenis buah beri. Ia pun mencoba memasak dan memakannya. Kebiasaan ini kemudian terus berkembang dan menyebar ke berbagai negara di Afrika. Namun, metode penyajiannya masih menggunakan metode konvensional. Barulah beberapa ratus tahun kemudian, biji kopi ini dibawa melewati Laut Merah dan tiba di Arab dengan metode penyajian yang lebih maju.

  • Penyebaran kopi di Arab

Bangsa Arab yang memiliki peradaban yang lebih maju daripada bangsa Afrika saat itu, tidak hanya memasak biji kopi, tetapi juga direbus untuk diambil sarinya. Pada abad ke-13, umat Islam banyak mengonsumsi kopi sebagai minuman penambah energi saat beribadah di malam hari. Kepopuleran kopi pun turut meningkat seiring dengan penyebaran agama Islam pada saat itu hingga mencapai daerah Afrika Utara, Mediterania, dan India.

Pada masa ini, belum ada budidaya tanaman kopi di luar daerah Arab karena bangsa Arab selalu mengekspor biji kopi yang infertil (tidak subur) dengan cara memasak dan mengeringkannya terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan budidaya tanaman kopi tidak memungkinkan. Barulah pada tahun 1600-an, seorang peziarah India bernama Baba Budan berhasil membawa biji kopi fertil keluar dari Mekah dan menumbuhkannya di berbagai daerah di luar Arab.

  • Kopi mencapai pasar Eropa

Biji kopi dibawa masuk pertama kali ke Eropa secara resmi pada tahun 1615 oleh seorang saudagar Venesia. Ia mendapatkan pasokan biji kopi dari orang Turki, namun jumlah ini tidaklah mencukupi kebutuhan pasar. Oleh kerena itu, bangsa Eropa mulai membudidayakannya. Bangsa Belanda adalah salah satu negara Eropa pertama yang berhasil membudidayakannya pada tahun 1616. Kemudian pada tahun 1690, biji kopi dibawa ke Pulau Jawa untuk dikultivasi secara besar-besaran. Pada saat itu, Indonesia masih merupakan negara jajahan Kolonial Belanda.

  • Mencapai ke Martinik, Prancis

Pada sekitar tahun 1714-an, Raja Prancis Louis XIV menerima sumbangan pohon kopi dari bangsa Belanda sebagai pelengkap koleksinya di Kebun Botani Royal Paris, Jardin des Plantes. Pada saat yang sama, serorang angkatan laut bernama Gabriel Mathieu di Clieu ingin membawa sebagian dari pohon tersebut untuk dibawa ke Martinique. Akan tetapi, hal tersebut ditolak oleh Louis XIV dan sebagai balasannya, ia memimpin sejumlah pasukan untuk menyelinap masuk ke dalam Jardin des Plantes untuk mencuri tanaman kopi.

Keberhasilan Gabriel Mathieu di Clieu membawa tanaman kopi ke Martinik merupakan suatu pencapaian yang sangat besar. Hal ini disebabkan budidaya tanaman kopi di sana cukup baik. Hanya dalam kurun waktu 50 tahun, telah terdapat kurang lebih 18 juta pohon kopi dengan varietas yang beragam. Progeni inilah yang menjadi salah satu sumber dari kekayaan jenis kopi di dunia.

  • Bunga kopi untuk Brasil

Pada tahun 1727, pemerintah Brasil berinisiatif untuk menurunkan harga pasaran kopi di daerahnya, karena pada saat itu kopi masih dijual dengan harga tinggi dan hanya bisa dinikmati oleh kalangan elite. Oleh karena itu, pemerintah Brasil mengirimkan agen khusus, Letnan Kolonel Francisco de Melo Palheta, untuk menyelinap masuk ke Prancis dan membawa pulang beberapa bibit kopi. Perkebunan kopi di Prancis memiliki penjagaan yang sangat ketat sehingga hal tersebut tidak memungkinkan. Palheta pun mencari jalan lain dengan cara mendekati istri gubernur. Sebagai hasil kerja kerasnya, ia membawa pulang sebuah buket berisi banyak biji kopi yang diberikan oleh istri gubernur seusai jamuan makan malam. Dari pucuk-pucuk inilah bangsa Brasil berhasil membudidayakan kopi dalam skala yang sangat besar sehingga bisa dikonsumsi oleh semua orang.

Garis waktu

Sejarah penemuan kopi telah dimulai ribuan tahun lalu. Berikut sejarahnya secara singkat:

  • 1000 SM: Saudagar Arab membawa masuk biji kopi ke daerah Timur Tengah dan membudidayakannya untuk pertama kalinya dalam sejarah.
  • 1453: Ottoman Turki memperkenalkan minuman kopi di Konstantinopel. Di sana dibuka kedai kopi pertama di dunia bernama Kiva Han pada tahun 1475.
  • 1511: Kopi dianggap minuman yang suci oleh Sultan Mekah sebagai tindak lanjut dari aksi Khait Beg yang ingin melarang peredaran kopi.
  • 1600: Paus Clement VIII mengizinkan umat Kristiani untuk meminum kopi setelah timbul berbagai perdebatan karena minuman ini berasal dari imperium Ottoman.Pada tahun yang sama, minuman kopi masuk ke Italia.
  • 1607: Kapten John Smith memperkenalkan minuman kopi di Amerika Utara saat bertugas untuk menemukan koloni Virginia di Jamestown.
  • 1645: Kedai kopi pertama di Italia dibuka.
  • 1652: Kedai kopi pertama di Inggris dibuka dan segera menjamur ke berbagai pelosok di setiap daerah.
  • 1668: Bir tergantikan oleh kopi sebagai minuman terfavorit di New York.
  • 1672: Kedai kopi pertama di Paris dibuka.
  • 1675: Franz Georg Kolschitzky menemukan biji kopi dan mengklaimnya sebagai hadiahnya saat terjadi perang di Viena. Setelah itu, ia membuka kedai kopi di Eropa Tengah dan menjual minuman kopi yang telah disaring, diberi pemanis, dan susu.
  • 1690: Bangsa Belanda mulai mendistribusikan dan membudidayakan biji kopi secara komersial di Ceylon dan Jawa.
  • 1714: Gabriel Mathieu do Clieu berhasil mencuri biji kopi dari suguhan bangsawan Belanda kepada Raja Prancis Louis XIV dan menanamnya di Martinik yang merupakan sumber dari 90% jenis tanaman kopi di dunia saat ini.
  • 1721: Kedai kopi pertama di Berlin dibuka.
  • 1727: Era industri kopi di Brasil dimulai dan hal ini dipelopori oleh Letnan Kolonel Francisco de Melo Palheta.
  • 1775: Sang Frederick dari Prusia memblok semua import kopi hijau yang kemudian dengan segera dikecam oleh masyarakatnya.
  • 1900: Perusahaan Hill Bros. mengomersialkan minuman kopi kalengan.
  • 1901: Satori Kato berhasil memproduksi minuman kopi cepat saji.
  • 1903: Ludwig Roselius, seorang keturunan German berhasil memisahkan kafeina dari biji kopi dan menjual produknya dengan nama Sanka di Amerika Serikat.
  • 1920: Penjualan kopi di Amerika Serikat meningkat tajam.
  • 1938: Perusahaan Nestle mengomersialkan produk kopinya yang bernama Nescafe di Swiss.
  • 1946: Achilles Gaggia berhasil membuat kopi mokacino untuk pertama kalinya.

Biji Kopi

Dari sekian banyak jenis biji kopi yang dijual di pasaran, hanya terdapat 2 jenis spesies utama, yaitu Kopi Arabika (Coffea arabica) dan Robusta (Coffea robusta). Masing-masing jenis kopi ini memiliki keunikan beserta pasarnya masing-masing.

  • Biji kopi arabika

Kopi arabika merupakan tipe kopi tradisional dengan cita rasa terbaik. Sebagian besar kopi yang ada dibuat dengan menggunakan biji kopi jenis ini. Kopi ini berasal dari Etiopia dan sekarang telah dibudidayakan di berbagai belahan dunia, mulai dari Amerika Latin, Afrika Tengah, Afrika Timur, India, dan Indonesia. Secara umum, kopi ini tumbuh di negara-negara beriklim tropis atau subtropis. Kopi arabika tumbuh pada ketinggian 600–2000 m di atas permukaan laut. Tanaman ini dapat tumbuh hingga 3 meter bila kondisi lingkungannya baik. Suhu tumbuh optimalnya adalah 18-26oC. Biji kopi yang dihasilkan berukuran cukup kecil dan berwarna hijau hingga merah gelap.

  • Biji kopi robusta

Kopi robusta pertama kali ditemukan di Kongo pada tahun 1898. Kopi robusta dapat dikatakan sebagai kopi kelas 2, karena rasanya yang lebih pahit, sedikit asam, dan mengandung kafeina dalam kadar yang jauh lebih banyak 1,62-1,76%(w/w). Selain itu, cakupan daerah tumbuh kopi robusta lebih luas daripada kopi arabika yang harus ditumbuhkan pada ketinggian tertentu. Kopi robusta dapat ditumbuhkan dengan ketinggian 800 m di atas permukaan laut. Selain itu, kopi jenis ini lebih resisten terhadap serangan hama dan penyakit. Hal ini menjadikan kopi robusta lebih murah. Kopi robusta banyak ditumbuhkan di Afrika Barat, Afrika Tengah, Asia Tenggara, dan Amerika Selatan.

  • Kopi luak

Jenis kopi yang lain merupakan turunan atau subvarietas dari kopi arabika dan robusta. Biasanya disetiap daerah penghasil kopi memiliki keunikannya masing-masing dan menjadikannya sebagai suatu subvarietas. Salah satu jenis kopi lain yang terkenal adalah kopi luwak asli Indonesia.

Kopi luak merupakan kopi dengan harga jual tertinggi di dunia. Proses terbentuknya dan rasanya yang unik menjadi alasan utama tingginya harga jual kopi jenis ini. Pada dasarnya, kopi ini merupakan kopi jenis arabika. Biji kopi ini kemudian dimakan oleh luwak atau sejenis musang. Akan tetapi, tidak semua bagian biji kopi ini dapat dicerna oleh hewan ini. Bagian dalam biji ini kemudian akan keluar bersama kotorannya. Karena telah bertahan lama di dalam saluran pencernaan luak, biji kopi ini telah mengalami fermentasi singkat oleh bakteri alami di dalam perutnya yang memberikan cita rasa tambahan yang unik.

Klasifikasi biji kopi dan grade kopi

Terkait penanganan kopi, salah satunya adalah menentukan grade coffee dan mengklasifikasikan green beans agar kopi tergolong pada kualitas yang baik. Tujuan dari grade coffee dan pengklasifikasian green beans juga mengacu agar terciptanya kriteria kualitas kopi yang menyeluruh dan pastinya memudahkan untuk menetapkan harga secara adil. Namun, perlu diketahui bahwa sistematis penilaian grade coffee dan cara mengklasifikasikan green beans memiliki perbedaan di tiap negara, tidak akan sama secara universal mengingat tiap negara memiliki kultural yang berbeda. Kultur sangat mempengaruhi perkembangan kopi di masing-masing negara, pengolahan biji kopi tiap daerah pastinya berkembang dari kultur sekitaran kebun kopi. Sebabnya, tiap negara produsen kopi mengembangkan klasifikasi green beans dan grafik grade coffee sendiri, yang bahkan seringkali juga digunakan untuk menjadi penetapan standar minimum ekspor.

Klasifikasi memiliki beberapa indikator yang menjadi pertimbangan, misalkan pengklasifikasian green beans berdasarkan ukuran biji kopi, mengacu pada pertimbangan faktor tingkat ketinggian di atas permukaan laut dari tanaman kopi tersebut. Ketinggian tanam memberikan tekstur biji yang padat dan biji kopi cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan kopi yang ditanam di ketinggian tanam yang rendah. Kondisi biji kopi ini nantinya akan mempengaruhi masa pemanggangan, dan umumnya kopi yang ditanam di ketinggian tanam yang optimal akan berkembang secara lambat namun umumnya memiliki profil rasa yang terbaik. Dengan demikian ada hubungan yang saling terkait di antara ukuran biji kopi, densitas, dan kualitas rasa.

Penentuan grade dan sistematisasi klasifikasi green bean dilihat dari beberapa hal, atau keseleruhan bisa juga sebagian hal, tergantung prosedur standar yang diterapkan di masing negara.

  • Altitude
  • Region
  • Varietas
  • Pengolahan Biji Kopi
  • Ukuran Biji Kopi
  • Bentuk Biji dan Warna
  • Jumlah Biji Kopi Yang Cacat
  • Cacat Biji Kopi Yang Ditoleransi
  • Densitas Biji Kopi
  • Kualitas Cupping

Dari beberapa hal pertimbangan tersebut, tidak semuanya yang digunakan, tergantung proses tiap negara. Bahkan beberapa sistem penilaian grade dan klasifikasi green bean ada yang berkembang untuk memenuhi persyaratan kualitas pembeli green bean. Jika ditemukan bahwa kecacatan green bean mempengaruhi tingkat risiko kontaminasi, maka sistem penilaian akan akan menyelaraskan kecacatan tersebut.

Metode tiap negara berbeda dalam menentukan grade dan klasifikasi green bean. dikutip dari International Coffee Organization, sebagai contoh green beans robusta dari Indonesia memiiki metode khusus dalam penentuan gradenya.

Klasifikasi dari kecacatan green bean

  • Grade 1  : Defects maximum 11
  • Grade 2  : Total defects antara 12 and 25
  • Grade 3  : Total defects antara 26 and 44
  • Grade 4a  : Total defects antara 45 to 60
  • Grade 4b  : Total defects antara 61 to 80
  • Grade 5  : Total defects antara 81 to 150
  • Grade 6  : Total defects antara 151 to 225

Indonesia memiliki biji kopi dengan grade 4 dengan total defect 60, selain cupping dikutip dari supremo.be Indonesia menerapkan 4 standar pada pengklasifikasian green bean, berdasarkan defect, wilayah, ukuran biji kopi dan pengolahan biji kopi. Penentuan grade dan klasifikasi biasanya diterapkan untuk menghitung green bean dalam jumlah pembelian yang banyak. Dan tiap negara tidak bisa mengeneralkan metode terapan masing-masing, ataupun memaksakan terapan standarisasinya ke lain negara.

Jenis-jenis minuman kopi

Minuman kopi yang ada saat ini sangatlah beragam jenisnya. Masing-masing jenis kopi yang ada memiliki proses penyajian dan pengolahan yang unik. Berikut ini adalah beberapa contoh minuman kopi yang umum dijumpai:

  • Kopi hitam, merupakan hasil ektraksi langsung dari perebusan biji kopi yang disajikan tanpa penambahan perisa apapun.
  • Espreso, merupakan kopi yang dibuat dengan mengekstraksi biji kopi menggunakan uap panas pada tekanan tinggi.
  • Latte (coffee latte), merupakan sejenis kopi espreso yang ditambahkan susu dengan rasio antara susu dan kopi 3:1.
  • Café au lait, serupa dengan caffe latte tetapi menggunakan campuran kopi hitam.
  • Caffè macchiato, merupakan kopi espreso yang ditambahkan susu dengan rasio antara kopi dan susu 4:1.
  • Kapucino, merupakan kopi dengan penambahan susu, krim, dan serpihan cokelat.
  • Dry cappuccino, merupakan kapucino dengan sedikit krim dan tanpa susu.
  • Frappé, merupakan espreso yang disajikan dingin.
  • Kopi instan, berasal dari biji kopi yang dikeringkan dan digranulasi.
  • Kopi Irlandia (irish coffee), merupakan kopi yang dicampur dengan wiski.
  • Kopi tubruk, kopi asli Indonesia yang dibuat dengan memasak biji kopi bersama dengan gula.
  • Melya, sejenis kopi dengan penambahan bubuk cokelat dan madu.
  • Kopi moka, serupa dengan cappuccino dan latte, tetapi dengan penambahan sirup cokelat.
  • Oleng, kopi khas Thailand yang dimasak dengan jagung, kacang kedelai, dan wijen.

Pembuatan Minuman Kopi

Kopi yang dapat diminum akan menjalani serangkaian proses pengolahan yang panjang dari biji kopi untuk menjadi minuman kopi. Berbagai metode pengolahan biji kopi telah dicoba untuk menghasilkan minuman kopi terbaik. Dalam hal ini, proses penanaman juga turut berperan dalam menciptakan cita rasa kopi yang baik.

  • Pemanenan dan pemisahan cangkang.

Tanaman kopi selalu berdaun hijau sepanjang tahun dan berbunga putih. Bunga ini kemudian akan menghasilkan buah yang mirip dengan ceri terbungkus dengan cangkang yang keras. Hasil dari pembuahan di bunga inilah yang disebut dengan biji kopi. Pemanenan biji kopi biasanya dilakukan secara manual dengan tangan. Pada tahap selanjutnya, biji kopi yang telah dipanen ini akan dipisahkan cangkangnya. Terdapat dua metode yang umum dipakai, yaitu dengan pengeringan dan penggilingan dengan mesin. Pada kondisi daerah yang kering biasanya digunakan metode pengeringan langsung di bawah sinar matahari. Setelah kering maka cangkang biji kopi akan lebih mudah untuk dipisahkan. Di Indonesia, biji kopi dikeringkan hingga kadar air tersisa hanya 30-35% Metode lainnya adalah dengan menggunkan mesin. Sebelum digiling, biji kopi biasanya dicuci terlebih dahulu. Saat digiling dalam mesin, biji kopi juga mengalami fermentasi singkat. Metode penggilingan ini cenderung memberikan hasil yang lebih baik daripada metode pengeringan langsung.

  • Pemanggangan

Setelah dipisahkan dari cangkangnya, biji kopi telah siap untuk masuk ke dalam proses pemanggangan. Proses ini secara langsung dapat meningatkan cita rasa dan warna dari biji kopi. Secara fisik, perubahan biji kopi terlihat dari pengeringan biji dan penurunan bobot secara keseluruhan. Pori-pori di sekeliling permukaan biji pun akan terlihat lebih jelas. Warna cokelat dari biji kopi juga akan terlihat memekat.

  • Penggilingan

Pada tahap selanjutnya, biji kopi yang telah kering digiling untuk memperbesar luas permukaan biji kopi. Dengan bertambah luasnya permukaan, maka ekstraksi akan menjadi lebih efisien dan cepat. Penggilingan yang baik akan menghasilkan rasa, aroma, dan penampilan yang baik. Hasil penggilingan ini harus segera dimasukkan dalam wadah kedap udara agar tidak terjadi perubahan cita rasa kopi.

  • Seni perebusan

Perebusan merupakan langkah akhir dari pengolahan biji kopi hingga siap dikonsumsi. Untuk menciptakan minuman kopi yang bercita rasa tinggi, perebusan biji kopi harus dilakukan dengan baik dan sempurna. Terdapat banyak variabel dalam perebusan biji kopi, antara lain komposisi biji kopi dan air, ukuran partikel, suhu air yang dipakai, metode, dan waktu perebusan. Kesalahan kecil dalam perebusan kopi dapat menyebabkan penurunan cita rasa. Sebagai contoh, perebusan yang terlalu lama biasanya akan menimbulkan rasa kopi yang terlalu pahit. Oleh karena itu, bukanlah hal yang mudah untuk menyajikan kopi yang baik.

  • Dekafeinasi

Dekafeinasi atau penghilangan kafeina termasuk ke dalam metode tambahan dari keseluruhan proses pengolahan kopi. Dekafeinasi banyak digunakan untuk mengurangi kadar kafeina di dalam kopi agar rasanya tidak terlalu pahit. Selain itu, dekafeinasi juga digunakan untuk menekan efek samping dari aktivitas kafeina di dalam tubuh. Kopi terdekafeinasi sering dikonsumsi oleh pecandu kopi agar tidak terjadi akumulasi kafeina yang berlebihan di dalam tubuh. Proses dekafeinasi dapat dilakukan dengan melarutkan kafeina dalam senyawa metilen klorida dan etil asetat.

Penjualan dan distribusi

Konsumsi kopi rata-rata adalah sekitar sepertiga dari air keran di Amerika Utara dan Eropa. Di seluruh dunia, 6,7 juta metrik ton kopi diproduksi setiap tahun pada tahun 1998-2000, dan prediksinya adalah kenaikan menjadi tujuh juta metrik ton per tahun pada tahun 2010.

Brasil tetap menjadi negara pengekspor kopi yang terbesar, namun Vietnam meningkatkan tiga kali lipat ekspornya antara tahun 1995 dan 1999 dan menjadi produsen utama biji robusta. Indonesia adalah pengekspor kopi ketiga terbesar secara keseluruhan dan produsen terbesar kopi arabika yang telah dicuci. Kopi Honduras organik adalah komoditas yang berkembang pesat karena iklim dan tanah Honduras yang subur.

Pada tahun 2013, The Seattle Times melaporkan bahwa harga kopi global turun lebih dari 50 persen dari tahun ke tahun. Di Thailand, biji kopi gading hitam diberikan ke gajah untuk dimakan yang enzim pencernaannya mengurangi rasa pahit dari biji yang dikumpulkan dari kotoran. Biji-biji kopi ini dijual sampai $1100 per kilogram, menjadi kopi termahal di dunia sekitar tiga kali lebih mahal dari biji yang dipanen dari kotoran musang kelapa Asia.

Di Indonesia, menurut Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) pada 2014 kebutuhan kopi di Indonesia diperkirakan mencapai 260.000 kilogram. Naik menjadi 280.000 kilogram pada 2015, dan pada tahun 2016 diperkirakan kebutuhan kopi dalam negeri mencapai 300.000 kilogram. Begitu pula konsumsi kopi per kapita. Pada 2014 angkanya adalah 1,03 kilogram per kapita per tahun, kemudian naik menjadi 1,09 kilogram pada 2015. Menurut lembaga riset pasar Euromonitor, kedai kopi specialty dan kafe waralaba di Indonesia bertumbuh cepat sejak lima tahun terakhir. Kini jumlahnya di Indonesia sekitar 1.083 kedai. Sebagian besar ada di Jakarta. Lebih lanjut menurut Euromonitor, pertumbuhan penjualan kopi untuk konsumsi pribadi mencapai pertumbuhan 7 persen setahun. Nilai perdagangannya diperkirakan bisa mencapai Rp11,9 triliun pada 2020.

  • Pasar komoditas

Kopi dibeli dan dijual sebagai biji kopi hijau oleh roaster, investor, dan spekulan harga sebagai komoditas yang diperdagangkan di pasar komoditas dan exchange-traded fund. Kopi berjangka kontrak untuk arabika yang dicuci Kelas 3 yang diperdagangkan di New York Mercantile Exchange di bawah simbol ticker KC, dengan pengiriman kontrak terjadi setiap tahun pada bulan Maret, Mei, Juli, September, dan Desember. Kopi adalah contoh dari produk yang rentan terhadap variasi harga komoditas berjangka yang signifikan. Kelas kopi arabika yang lebih tinggi dan lebih rendah dijual melalui jalur lain. Kontrak berjangka kopi robusta diperdagangkan di London International Financial Futures and Options Exchange dan, sejak tahun 2007, di New York Intercontinental Exchange.

Sejak tahun 1970-an, kopi telah salah digambarkan oleh banyak orang, termasuk sejarawan Mark Pendergrast, sebagai "komoditas kedua yang paling diperdagangkan secara legal" di dunia. Sebaliknya, "kopi adalah komoditas kedua yang paling berharga yang diekspor oleh negara-negara berkembang," dari tahun 1970 sampai sekitar tahun 2000. Fakta ini berasal dari Buku Tahunan Komoditas dari Konferensi PBB mengenai Perdagangan dan Pembangunan yang menunjukkan ekspor komoditas "Dunia Ketiga" menurut nilai pada periode 1970-1998 sebagai minyak mentah di tempat pertama, kopi di kedua, diikuti oleh gula, kapas, dan lain-lain. Kopi tetap menjadi komoditas ekspor penting bagi negara-negara berkembang, tetapi angka yang lebih baru tidak tersedia karena pergeseran dan alam yang dipolitisasi dari kategori "negara berkembang".

Hari Kopi Internasional, yang diklaim berasal di Jepang pada tahun 1983 dengan sebuah acara yang diselenggarakan oleh All Japan Coffee Association, berlangsung pada tanggal 29 September di beberapa negara.

Kafeina

Kopi terkenal akan kandungan kafeinanya yang tinggi. Kafeina sendiri merupakan senyawa hasil metabolisme sekunder golongan alkaloid dari tanaman kopi dan memiliki rasa yang pahit. Berbagai efek kesehatan dari kopi pada umumnya terkait dengan aktivitas kafeina di dalam tubuh. Peranan utama kafeina ini di dalam tubuh adalah meningkatkan kerja psikomotor sehingga tubuh tetap terjaga dan memberikan efek fisiologis berupa peningkatan energi. Efeknya ini biasanya baru akan terlihat beberapa jam kemudian setelah mengonsumsi kopi. Kafeina tidak hanya dapat ditemukan pada tanaman kopi, tetapi juga terdapat pada daun teh dan biji cokelat.

Batas aman konsumsi kafeina yang masuk ke dalam tubuh perharinya adalah 100–150 mg. Dengan jumlah ini, tubuh sudah mengalami peningkatan aktivitas yang cukup untuk membuatnya tetap terjaga.

Selama proses pembutan kopi, banyak kafeina yang hilang karena rusak ataupun larut dalam air perebusan. Di samping itu, pada beberapa kasus pengurangan kadar kafeina justru dilakukan untuk disesuaikan dengan tingkat kesukaan konsumen terhadap rasa pahit dari kopi. Metode yang umum dipakai untuk hal ini adalah Swiss Water Process. Prinsip kerjanya adalah dengan menggunakan uap air panas dan uap untuk mengekstraksi kafeina dari dalam biji kopi. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan pada era ini juga telah memungkinkan implementasi bioteknologi dalam proses pengurangan kadar kafeina. Cara ini dilakukan dengan menggunakan senyawa theophylline yang dilekatkan pada bakteri untuk menghancurkan struktur kafeina.

Peranan dalam Tubuh

Kandungan kafeina dalam kopi memiliki efek yang beragam pada setiap manusia. Beberapa orang akan mengalami efeknya secara langsung, sedangkan orang lain tidak merasakannya sama sekali. Hal ini terkait dengan sifat genetika yang dimiliki masing-masing individu terkait dengan kemampuan metabolisme tubuh dalam mencerna kafeina. Metabolisme kafeina terjadi dengan bantuan enzim sitokrom P450 1A2 (CYP1A2). Terdapat 2 tipe enzim, yaitu CYP1A2-1 dan CYP1A2-2. Orang yang memiliki enzim CYP1A2-1 mampu memetabolisme kafeina dengan cepat dan efisien sehingga efek dari kafeina dapat dirasakan secara nyata. Enzim CYP1A2-2 memiliki laju metabolisme kafeina yang lambat sehingga kebanyakan orang dengan tipe ini tidak merasakan efek kesehatan dari kafeina dan bahkan cenderung menimbulkan efek yang negatif.

Banyak isu yang berkembang mengenai efek negatif meminum kopi bagi tubuh, seperti meningkatnya risiko terkena kanker, diabetes melitus tipe 2, insomnia, penyakit jantung, dan kehilangan konsentrasi. Beberapa penelitian justru menyingkapkan hal sebaliknya. Kandungan kafeina yang terdapat di dalam kopi ternyata mampu menekan pertumbuhan sel kanker secara bertahap. Selain itu, kafeina mampu menurunkan risiko terkena diabetes melitus tipe 2 dengan cara menjaga sensitivitas tubuh terhadap insulin. Kafeina dalam kopi juga telah terbukti mampu mencegah penyakit serangan jantung. Pada beberapa kasus, konsumsi kopi juga dapat membuat tubuh tetap terjaga dan meningkatkan konsentrasi walau tidak signifikan. Di bidang olahraga, kopi banyak dikonsumsi oleh para atlet sebelum bertanding karena senyawa aktif di dalam kopi mampu meningkatkan metabolisme energi, terutama untuk memecahkan glikogen (gula cadangan dalam tubuh).

Selain kafeina, kopi juga mengandung senyawa antioksidan dalam jumlah yang cukup banyak. Adanya antioksidan dapat membantu tubuh dalam menangkal efek pengrusakan oleh senyawa radikal bebas, seperti kanker, diabetes, dan penurunan respon imun. Beberapa contoh senyawa antioksidan yang terdapat di dalam kopi adalah polifenol, flavonoid, proantosianidin, kumarin, asam klorogenat, dan tokoferol. Dengan perebusan, aktivitas antioksidan ini dapat ditingkatkan.

Disadur dari: https://en.wikipedia.org/

Selengkapnya
Menggali Lebih Dalam Sejarah Kopi

Pertanian

Jaring makanan: Taksonomi Jaring-jaring Makanan

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 13 Februari 2025


Jaring makanan adalah interkoneksi alami rantai makanan dan representasi grafis dari apa-makan-apa dalam sebuah komunitas ekologi. Para ahli ekologi dapat mendefinisikan semua bentuk kehidupan secara luas sebagai autotrof atau heterotrof, berdasarkan tingkat trofik mereka, posisi yang mereka tempati dalam jaring makanan. Untuk mempertahankan tubuh mereka, tumbuh, berkembang, dan bereproduksi, makhluk autotrof menghasilkan bahan organik dari zat-zat anorganik, termasuk mineral dan gas seperti karbon dioksida. Reaksi kimia ini membutuhkan energi, yang sebagian besar berasal dari Matahari dan sebagian besar melalui fotosintesis, meskipun sebagian kecil berasal dari bioelektrogenesis di lahan basah, dan donor elektron mineral di ventilasi hidrotermal dan sumber air panas. Tingkat trofik ini tidak biner, tetapi membentuk gradien yang mencakup autotrof lengkap, yang memperoleh satu-satunya sumber karbon dari atmosfer, mixotrof (seperti tanaman karnivora), yang merupakan organisme autotrof yang sebagian memperoleh bahan organik dari sumber selain atmosfer, dan heterotrof lengkap yang harus memberi makan untuk mendapatkan bahan organik.

Keterkaitan dalam jaring makanan menggambarkan jalur makan, seperti di mana heterotrof memperoleh bahan organik dengan memakan autotrof dan heterotrof lainnya. Jaring makanan adalah ilustrasi yang disederhanakan dari berbagai metode pemberian makan yang menghubungkan ekosistem ke dalam sistem pertukaran terpadu. Ada berbagai jenis interaksi konsumen-sumber daya yang secara kasar dapat dibagi menjadi herbivora, karnivora, pemakan bangkai, dan parasitisme. Beberapa bahan organik yang dimakan oleh heterotrof, seperti gula, menyediakan energi. Autotrof dan heterotrof memiliki berbagai ukuran, mulai dari yang mikroskopis hingga berton-ton - mulai dari sianobakteri hingga kayu merah raksasa, dan dari virus dan bdellovibrio hingga paus biru.

Charles Elton memelopori konsep siklus makanan, rantai makanan, dan ukuran makanan dalam buku klasiknya tahun 1927, “Animal Ecology”; 'siklus makanan' Elton digantikan dengan 'jaring makanan' dalam teks ekologi berikutnya. Elton mengorganisasikan spesies ke dalam kelompok-kelompok fungsional, yang menjadi dasar dari karya klasik dan penting Raymond Lindeman pada tahun 1942 tentang dinamika trofik. Lindeman menekankan peran penting organisme pengurai dalam sistem klasifikasi trofik. Gagasan tentang jaring makanan memiliki pijakan historis dalam tulisan-tulisan Charles Darwin dan terminologinya, termasuk “bank yang terjerat”, “jaring kehidupan”, “jaring hubungan yang rumit”, dan mengacu pada tindakan dekomposisi cacing tanah, ia berbicara tentang “pergerakan partikel-partikel bumi yang berkelanjutan”. Bahkan sebelumnya, pada tahun 1768, John Bruckner menggambarkan alam sebagai “satu jaringan kehidupan yang berkelanjutan”.

Jaring-jaring makanan adalah representasi terbatas dari ekosistem nyata karena mereka harus mengumpulkan banyak spesies ke dalam spesies trofik, yang merupakan kelompok fungsional spesies yang memiliki predator dan mangsa yang sama dalam jaring-jaring makanan. Para ahli ekologi menggunakan penyederhanaan ini dalam model kuantitatif (atau representasi matematis) dari dinamika sistem trofik atau sistem konsumen-sumber daya. Dengan menggunakan model-model ini, mereka dapat mengukur dan menguji pola umum dalam struktur jaringan jaring-jaring makanan yang nyata. Para ahli ekologi telah mengidentifikasi sifat-sifat non-acak dalam struktur topologi jaring-jaring makanan. Contoh-contoh yang dipublikasikan yang digunakan dalam analisis meta memiliki kualitas variabel dengan penghilangan. Namun, jumlah studi empiris tentang jaring-jaring komunitas terus meningkat dan perlakuan matematis terhadap jaring-jaring makanan dengan menggunakan teori jaringan telah mengidentifikasi pola-pola yang umum terjadi pada semua. Hukum skala, misalnya, memprediksi hubungan antara topologi hubungan mangsa-pemangsa dalam jaring-jaring makanan dan tingkat kekayaan spesies.

Taksonomi jaring-jaring makanan

Tautan dalam jaring-jaring makanan memetakan hubungan makan (siapa yang makan siapa) dalam suatu komunitas ekologi. Siklus makanan adalah istilah usang yang identik dengan jaring-jaring makanan. Para ahli ekologi dapat mengelompokkan semua bentuk kehidupan ke dalam salah satu dari dua lapisan trofik, yaitu autotrof dan heterotrof. Autotrof menghasilkan lebih banyak energi biomassa, baik secara kimiawi tanpa energi matahari atau dengan menangkap energi matahari dalam fotosintesis, daripada yang mereka gunakan selama respirasi metabolisme. Heterotrof mengkonsumsi daripada memproduksi energi biomassa saat mereka bermetabolisme, tumbuh, dan menambah tingkat produksi sekunder. Jaring makanan menggambarkan kumpulan konsumen heterotrofik polifag yang membentuk jaringan dan siklus aliran energi dan nutrisi dari basis produktif autotrof yang makan sendiri.

Spesies dasar atau basal dalam jaring-jaring makanan adalah spesies yang tidak memiliki mangsa dan dapat mencakup autotrof atau detritivora saprofit (yaitu komunitas pengurai di tanah, biofilm, dan perifiton). Sambungan makanan dalam jaring disebut tautan trofik. Jumlah tautan trofik per konsumen adalah ukuran hubungan rantai makanan. Rantai makanan bersarang di dalam hubungan trofik jaring-jaring makanan. Rantai makanan adalah jalur makan linear (non siklik) yang melacak konsumen monofag dari spesies dasar hingga konsumen teratas, yang biasanya merupakan karnivora pemangsa yang lebih besar.

Rantai terhubung ke simpul-simpul dalam jaring makanan, yang merupakan kumpulan taksa biologis yang disebut spesies trofik. Spesies trofik adalah kelompok fungsional yang memiliki pemangsa dan mangsa yang sama dalam jaring makanan. Contoh umum dari simpul agregat dalam jaring makanan dapat mencakup parasit, mikroba, pengurai, saprotrof, konsumen, atau predator, yang masing-masing mengandung banyak spesies dalam jaring yang dapat dihubungkan dengan spesies trofik lainnya.

  • Tingkat trofik

Jaring-jaring makanan memiliki tingkatan dan posisi trofik. Spesies basal, seperti tanaman, membentuk tingkat pertama dan merupakan spesies dengan sumber daya terbatas yang tidak memakan makhluk hidup lain di dalam jaring. Spesies basal dapat berupa autotrof atau detritivora, termasuk “pengurai bahan organik dan mikroorganisme terkait yang kami definisikan sebagai detritus, bahan mikro-anorganik dan mikroorganisme terkait (MIP), serta bahan tanaman vaskular.”: 94 Sebagian besar autotrof menangkap energi matahari dalam klorofil, tetapi beberapa autotrof (kemolitotrof) memperoleh energi melalui oksidasi kimiawi senyawa anorganik dan dapat tumbuh di lingkungan yang gelap, seperti bakteri belerang Thiobacillus yang hidup di mata air belerang yang panas. Tingkat teratas memiliki predator teratas (atau puncak) yang tidak dibunuh oleh spesies lain secara langsung untuk kebutuhan sumber daya makanannya. Tingkat menengah diisi oleh omnivora yang memakan lebih dari satu tingkat trofik dan menyebabkan energi mengalir melalui sejumlah jalur makanan yang dimulai dari spesies dasar.

Dalam skema yang paling sederhana, tingkat trofik pertama (level 1) adalah tumbuhan, kemudian herbivora (level 2), dan kemudian karnivora (level 3). Tingkat trofik sama dengan satu lebih banyak dari panjang rantai, yaitu jumlah mata rantai yang terhubung ke pangkal. Dasar rantai makanan (produsen primer atau detritivora) ditetapkan nol. Para ahli ekologi mengidentifikasi hubungan makan dan mengatur spesies ke dalam spesies trofik melalui analisis isi usus yang ekstensif dari spesies yang berbeda. Teknik ini telah ditingkatkan melalui penggunaan isotop stabil untuk melacak aliran energi melalui jaring dengan lebih baik. Dulu diperkirakan bahwa omnivora jarang terjadi, tetapi bukti terbaru menunjukkan sebaliknya. Kesadaran ini membuat klasifikasi trofik menjadi lebih kompleks.

  • Dinamika trofik dan interaksi multitrofik

Konsep tingkat trofik diperkenalkan dalam sebuah makalah bersejarah tentang dinamika trofik pada tahun 1942 oleh Raymond L. Lindeman. Dasar dari dinamika trofik adalah transfer energi dari satu bagian ekosistem ke bagian lainnya. Konsep dinamika trofik telah berfungsi sebagai heuristik kuantitatif yang berguna, tetapi memiliki beberapa keterbatasan utama termasuk ketepatan di mana suatu organisme dapat dialokasikan ke tingkat trofik tertentu. Omnivora, misalnya, tidak terbatas pada satu tingkat saja. Meskipun demikian, penelitian terbaru telah menemukan bahwa tingkat trofik yang berbeda memang ada, tetapi “di atas tingkat trofik herbivora, jaring-jaring makanan lebih baik dicirikan sebagai jaring-jaring omnivora yang kusut.”

Pertanyaan utama dalam literatur dinamika trofik adalah sifat kontrol dan regulasi atas sumber daya dan produksi. Para ahli ekologi menggunakan model rantai makanan satu posisi trofik yang disederhanakan (produsen, karnivora, pengurai). Dengan menggunakan model-model ini, para ahli ekologi telah menguji berbagai jenis mekanisme kontrol ekologis. Sebagai contoh, herbivora umumnya memiliki sumber daya vegetatif yang berlimpah, yang berarti bahwa populasi mereka sebagian besar dikendalikan atau diatur oleh predator. Hal ini dikenal sebagai hipotesis top-down atau hipotesis 'dunia hijau'. Sebagai alternatif dari hipotesis top-down, tidak semua bahan tanaman dapat dimakan dan kualitas nutrisi atau pertahanan antiherbivora tanaman (struktural dan kimiawi) menunjukkan bentuk regulasi atau kontrol dari bawah ke atas. Studi terbaru menyimpulkan bahwa kekuatan “top-down” dan “bottom-up” dapat memengaruhi struktur komunitas dan kekuatan pengaruhnya bergantung pada konteks lingkungan. Interaksi multitrofik yang kompleks ini melibatkan lebih dari dua tingkat trofik dalam jaring makanan.[25] Sebagai contoh, interaksi semacam itu telah ditemukan dalam konteks jamur mikoriza arbuskular dan herbivora kutu daun yang memanfaatkan spesies tanaman yang sama.

Contoh lain dari interaksi multitrofik adalah kaskade trofik, di mana predator membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman dan mencegah penggembalaan berlebihan dengan menekan herbivora. Tautan dalam jaring-jaring makanan menggambarkan hubungan trofik langsung di antara spesies, tetapi ada juga efek tidak langsung yang dapat mengubah kelimpahan, distribusi, atau biomassa di tingkat trofik. Sebagai contoh, predator yang memakan herbivora secara tidak langsung mempengaruhi kontrol dan pengaturan produksi primer pada tanaman. Meskipun predator tidak memakan tanaman secara langsung, mereka mengatur populasi herbivora yang secara langsung terkait dengan trofik tanaman. Efek bersih dari hubungan langsung dan tidak langsung disebut kaskade trofik. Riam trofik dipisahkan menjadi riam tingkat spesies, di mana hanya sebagian dari dinamika jaring-jaring makanan yang dipengaruhi oleh perubahan jumlah populasi, dan riam tingkat komunitas, di mana perubahan jumlah populasi memiliki efek dramatis pada seluruh jaring-jaring makanan, seperti distribusi biomassa tanaman.

Bidang ekologi kimia telah menjelaskan interaksi multitrofik yang memerlukan transfer senyawa pertahanan di berbagai tingkat trofik.[28] Sebagai contoh, spesies tanaman tertentu dalam marga Castilleja dan Plantago telah ditemukan menghasilkan senyawa pertahanan yang disebut glikosida iridoid yang diasingkan dalam jaringan larva kupu-kupu kotak-kotak Taylor yang telah mengembangkan toleransi terhadap senyawa-senyawa ini dan mampu mengonsumsi dedaunan tanaman ini. Glikosida iridoid yang diasingkan ini kemudian memberikan perlindungan kimiawi terhadap pemangsa burung kepada larva kupu-kupu. Contoh lain dari interaksi multitrofik semacam ini pada tanaman adalah transfer alkaloid pertahanan yang diproduksi oleh endofit yang hidup di dalam inang rumput ke tanaman hemiparasit yang juga menggunakan rumput sebagai inang.

  • Aliran energi dan biomassa

Jaring-jaring makanan menggambarkan aliran energi melalui hubungan trofik. Aliran energi bersifat terarah, yang berbeda dengan aliran materi yang bersifat siklik melalui sistem jaring-jaring makanan. Aliran energi “biasanya mencakup produksi, konsumsi, asimilasi, kehilangan non-asimilasi (kotoran), dan respirasi (biaya pemeliharaan).”: 5 Dalam pengertian yang sangat umum, aliran energi (E) dapat didefinisikan sebagai jumlah produksi metabolisme (P) dan respirasi (R), sehingga E = P + R.

Biomassa mewakili energi yang tersimpan. Namun, konsentrasi dan kualitas nutrisi dan energi bervariasi. Banyak serat tanaman, misalnya, tidak dapat dicerna oleh banyak herbivora sehingga membuat jaring-jaring makanan komunitas penggembala memiliki nutrisi yang lebih terbatas dibandingkan jaring-jaring makanan detrital di mana bakteri dapat mengakses dan melepaskan simpanan nutrisi dan energi. "Organisme biasanya mengekstrak energi dalam bentuk karbohidrat, lipid, dan protein. Polimer-polimer ini memiliki peran ganda sebagai pasokan energi dan juga sebagai bahan penyusun; bagian yang berfungsi sebagai pasokan energi menghasilkan nutrisi (dan karbon dioksida, air, dan panas). Oleh karena itu, ekskresi nutrisi merupakan dasar dari metabolisme.": 1230-1231 Unit dalam jaring aliran energi biasanya berupa ukuran massa atau energi per m2 per satuan waktu. Konsumen yang berbeda akan memiliki efisiensi asimilasi metabolik yang berbeda dalam makanan mereka. Setiap tingkat trofik mengubah energi menjadi biomassa. Diagram aliran energi menggambarkan tingkat dan efisiensi transfer dari satu tingkat trofik ke tingkat trofik lainnya dan ke atas melalui hirarki.

Biomassa dari setiap tingkat trofik menurun dari dasar rantai ke atas. Hal ini disebabkan karena energi hilang ke lingkungan dengan setiap perpindahan seiring dengan meningkatnya entropi. Sekitar delapan puluh hingga sembilan puluh persen energi dikeluarkan untuk proses kehidupan organisme atau hilang sebagai panas atau limbah. Hanya sekitar sepuluh hingga dua puluh persen energi organisme yang umumnya diteruskan ke organisme berikutnya. Jumlahnya bisa kurang dari satu persen pada hewan yang mengonsumsi tanaman yang kurang dapat dicerna, dan bisa mencapai empat puluh persen pada zooplankton yang mengonsumsi fitoplankton. Representasi grafis dari biomassa atau produktivitas di setiap tingkat tropik disebut piramida ekologi atau piramida trofik. Perpindahan energi dari produsen primer ke konsumen teratas juga dapat dicirikan dengan diagram aliran energi.

  • Rantai makanan

Metrik umum yang digunakan untuk mengukur struktur trofik jaring makanan adalah panjang rantai makanan. Panjang rantai makanan adalah cara lain untuk menggambarkan jaring-jaring makanan sebagai ukuran jumlah spesies yang ditemui saat energi atau nutrisi berpindah dari tanaman ke pemangsa teratas. 269 Ada berbagai cara untuk menghitung panjang rantai makanan, tergantung pada parameter dinamika jaring-jaring makanan yang dipertimbangkan: hubungan, energi, atau interaksi. Dalam bentuk yang paling sederhana, panjang rantai adalah jumlah hubungan antara konsumen trofik dan dasar jaring. Panjang rantai rata-rata dari seluruh jaring adalah rata-rata aritmatika dari panjang semua rantai dalam jaring makanan.

Dalam contoh pemangsa-mangsa yang sederhana, seekor rusa berjarak satu langkah dari tanaman yang dimakannya (panjang rantai = 1) dan serigala yang memakan rusa berjarak dua langkah dari tanaman (panjang rantai = 2). Jumlah relatif atau kekuatan pengaruh parameter-parameter ini terhadap jaring-jaring makanan menimbulkan pertanyaan:

identitas atau keberadaan beberapa spesies dominan (disebut sebagai interaktor kuat atau spesies kunci)
jumlah total spesies dan panjang rantai makanan (termasuk banyak interaktor lemah) dan
bagaimana struktur, fungsi dan stabilitas komunitas ditentukan.

  • Piramida ekologi

Dalam piramida jumlah, jumlah konsumen di setiap tingkat menurun secara signifikan, sehingga satu konsumen teratas, (misalnya beruang kutub atau manusia), akan didukung oleh jumlah produsen yang jauh lebih besar. Biasanya ada maksimal empat atau lima mata rantai dalam rantai makanan, meskipun rantai makanan di ekosistem akuatik lebih panjang daripada di darat. Pada akhirnya, semua energi dalam rantai makanan disebarkan sebagai panas.

Piramida ekologi menempatkan produsen utama di dasar. Piramida ini dapat menggambarkan berbagai sifat numerik ekosistem, termasuk jumlah individu per unit area, biomassa (g/m2), dan energi (k kal m-2 thn-1). Susunan piramida tingkat trofik yang muncul dengan jumlah transfer energi yang menurun ketika spesies semakin jauh dari sumber produksi adalah salah satu dari beberapa pola yang berulang di antara ekosistem planet. Ukuran setiap tingkat dalam piramida umumnya mewakili biomassa, yang dapat diukur sebagai berat kering suatu organisme. Autotrof mungkin memiliki proporsi biomassa global tertinggi, tetapi mereka disaingi atau dilampaui oleh mikroba.

Struktur piramida dapat bervariasi di seluruh ekosistem dan sepanjang waktu. Dalam beberapa kasus, piramida biomassa dapat terbalik. Pola ini sering diidentifikasi dalam ekosistem akuatik dan terumbu karang. Pola inversi biomassa dikaitkan dengan ukuran produsen yang berbeda. Komunitas akuatik sering didominasi oleh produsen yang lebih kecil daripada konsumen yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi. Produsen akuatik, seperti ganggang planktonik atau tanaman air, tidak memiliki akumulasi pertumbuhan sekunder yang besar seperti yang ada pada pohon berkayu di ekosistem darat. Namun, mereka dapat bereproduksi cukup cepat untuk mendukung biomassa yang lebih besar dari para penggembala. Hal ini membalik piramida. Konsumen primer memiliki masa hidup yang lebih lama dan tingkat pertumbuhan yang lebih lambat sehingga mengakumulasi lebih banyak biomassa daripada produsen yang mereka konsumsi. Fitoplankton hanya hidup beberapa hari, sedangkan zooplankton yang memakan fitoplankton hidup selama beberapa minggu dan ikan yang memakan zooplankton hidup selama beberapa tahun. Predator air juga cenderung memiliki tingkat kematian yang lebih rendah daripada konsumen yang lebih kecil, yang berkontribusi pada pola piramida terbalik. Struktur populasi, tingkat migrasi, dan perlindungan lingkungan untuk mangsa adalah penyebab lain yang mungkin untuk piramida dengan biomassa terbalik. Piramida energi, bagaimanapun, akan selalu memiliki bentuk piramida tegak jika semua sumber energi makanan disertakan dan ini ditentukan oleh hukum kedua termodinamika.

  • Fluks dan daur ulang material

Banyak unsur dan mineral bumi (atau nutrisi mineral) terkandung di dalam jaringan dan makanan organisme. Oleh karena itu, siklus mineral dan nutrisi melacak jalur energi jaring makanan. Para ahli ekologi menggunakan stoikiometri untuk menganalisis rasio unsur-unsur utama yang ditemukan di semua organisme: karbon (C), nitrogen (N), fosfor (P). Terdapat perbedaan transisi yang besar antara banyak sistem terestrial dan akuatik karena rasio C:P dan C:N jauh lebih tinggi pada sistem terestrial, sementara rasio N:P sama antara kedua sistem tersebut. Nutrisi mineral adalah sumber daya material yang dibutuhkan organisme untuk pertumbuhan, perkembangan, dan vitalitas. Jaring-jaring makanan menggambarkan jalur siklus hara mineral yang mengalir melalui organisme. Sebagian besar produksi primer dalam suatu ekosistem tidak dikonsumsi, tetapi didaur ulang oleh detritus menjadi nutrisi yang berguna. Banyak mikroorganisme di bumi yang terlibat dalam pembentukan mineral dalam proses yang disebut biomineralisasi. Bakteri yang hidup di sedimen detritus menciptakan dan mendaur ulang nutrisi dan biomineral. Model jaring makanan dan siklus hara secara tradisional diperlakukan secara terpisah, tetapi ada hubungan fungsional yang kuat antara keduanya dalam hal stabilitas, fluks, sumber, penyerap, dan daur ulang hara mineral.

Disadur dari: https://en.wikipedia.org/

Selengkapnya
Jaring makanan: Taksonomi Jaring-jaring Makanan

Pertanian

Kapas: Sumber utama, Produksi, Kegunaan

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 12 Februari 2025


Kapas (dari bahasa Hindi kapas, sendirinya dari bahasa Sanskerta karpasa) adalah serat halus yang menyelubungi biji beberapa jenis Gossypium (biasa disebut "pohon"/tanaman kapas), tumbuhan 'semak' yang berasal dari daerah tropika dan subtropika. Di Pulau Ambon kapas dikenal dengan istilah lokal aha, dan dalam bahasa Banda disebut dengan karamboa.

Serat kapas menjadi bahan penting dalam industri tekstil. Serat itu dapat dipintal menjadi benang dan ditenun menjadi kain. Produk tekstil dari serat kapas biasa disebut sebagai katun (benang maupun kainnya). Kain katun yang terbuat dari kapas berasal dari kata Arab قطن, ‘qutun’ atau ‘kutun’, yang digunakan untuk menggambarkan jenis tekstil yang halus. Kapas berasal dari setidaknya 7.000 tahun yang lalu menjadikannya salah satu serat tertua di dunia.

Serat kapas merupakan produk yang berharga karena hanya sekitar 10% dari berat kotor (bruto) produk hilang dalam pemrosesan. Apabila lemak, protein, malam (lilin), dan lain-lain residu disingkirkan, sisanya adalah polimer selulosa murni dan alami. Selulosa ini tersusun sedemikian rupa sehingga memberikan kapas kekuatan, daya tahan (durabilitas), dan daya serap yang unik namun disukai orang. Tekstil yang terbuat dari kapas (katun) bersifat menghangatkan di kala dingin dan menyejukkan di kala panas (menyerap keringat).

Sedangkan, kapas bisa untuk dijadikan sebagai alat pembersih make up.

Sumber utama

Sumber utama serat kapas komersial (perdagangan) adalah empat jenis Gossypium, yaitu

  • G. hirsutum, asli Meksiko, Amerika Tengah, Karibia, dan Florida, menghasilkan 90% serat yang diperdagangkan
  • G. barbadense, asli dari Amerika Selatan tropika
  • G. arboreum, asli dari lembah Sungai Indus di Pakistan dan India
  • G. herbaceum, asli dari wilayah Levantia (hulu Sungai Tigris)

Produksi

Sekarang ini kapas diproduksi di banyak tempat di dunia, termasuk Eropa, Asia, Afrika, Amerika, dan Australia, menggunakan tanaman kapas yang telah dipilih jadi dapat menghasilkan lebih banyak fiber. Pada 2002, kapas ditumbuhkan di 330.000 km² ladang, 47 miliar pon kapas mentah seharga 20 miliar dolar AS ditumbuhkan tahun tersebut.

Kegunaan

Serat kapas merupakan salah satu bahan baku utama pembuatan kain dalam industri tekstil di Indonesia. Berikut adalah sifat serat kapas:

  • Panjang serat : 20 – 30 mm
  • Diameter : 14 – 16 mm
  • Kekuatan serat : 45 kg/mm2
  • Kekuatan rata-rata : 5,3 mN/tex
  • Mulur : 7,2 %
  • Kehalusan : 2,0 ng/cm

Sebagai tambahan dari industri tekstil, kapas juga digunakan dalam jaring ikan, saringan kopi, tenda, dan pembatas buku. Uang China pertama terbuat dari fiber kapas, dan juga uang dollar AS modern. Denim, sebuah jenis pakaian 'durable', sebagian besar terbuat dari kapas, dan juga kebanyakan T-shirt.

Disadur dari: en.wikipedia.org

Selengkapnya
Kapas: Sumber utama, Produksi, Kegunaan

Pertanian

Jaring Makanan: Jenis dan Sejarah

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 12 Februari 2025


Jenis-jenis jaring-jaring makanan

Jaring-jaring makanan harus dikumpulkan dan hanya menggambarkan sebagian kecil dari kompleksitas ekosistem yang sebenarnya. Sebagai contoh, jumlah spesies di planet ini kemungkinan besar berada pada urutan umum 107, lebih dari 95% dari spesies ini terdiri dari mikroba dan invertebrata, dan relatif sedikit yang telah diberi nama atau diklasifikasikan oleh para ahli taksonomi. Secara eksplisit dipahami bahwa sistem alam itu 'ceroboh' dan bahwa posisi trofik jaring-jaring makanan menyederhanakan kompleksitas sistem nyata yang terkadang terlalu menekankan banyak interaksi yang jarang terjadi. Sebagian besar penelitian berfokus pada pengaruh yang lebih besar di mana sebagian besar transfer energi terjadi. “Kelalaian dan masalah ini menjadi perhatian, tetapi berdasarkan bukti yang ada, tidak ada kesulitan yang tidak dapat diatasi.”

Ada berbagai jenis atau kategori jaring-jaring makanan:

  • Jaring-jaring sumber - satu atau lebih simpul, semua pemangsa mereka, semua makanan yang dimakan oleh pemangsa ini, dan seterusnya.
  • Jaring-jaring makanan (sink web) - satu atau beberapa simpul, semua mangsanya, semua makanan yang dimakan oleh mangsa, dan seterusnya.
  • Jaring komunitas (atau keterhubungan) - sekelompok simpul dan semua hubungan siapa yang memakan siapa.
  • Jaring aliran energi - aliran energi yang terukur di antara simpul-simpul di sepanjang hubungan antara sumber daya dan konsumen.
  • Jejaring paleoekologi - jejaring yang merekonstruksi ekosistem dari catatan fosil.
  • Jaring fungsional - menekankan signifikansi fungsional dari hubungan tertentu yang memiliki kekuatan interaksi yang kuat dan pengaruh yang lebih besar terhadap organisasi masyarakat, lebih dari jalur aliran energi. Jaring fungsional memiliki kompartemen, yang merupakan sub-kelompok dalam jaringan yang lebih besar dengan kepadatan dan kekuatan interaksi yang berbeda. Jaring-jaring fungsional menekankan bahwa “pentingnya setiap populasi dalam menjaga keutuhan suatu komunitas tercermin dari pengaruhnya terhadap tingkat pertumbuhan populasi lain.”: 511 

Dalam kategori ini, jaring-jaring makanan dapat diatur lebih lanjut sesuai dengan berbagai jenis ekosistem yang sedang diselidiki. Misalnya, jaring makanan manusia, jaring makanan pertanian, jaring makanan detrital, jaring makanan laut, jaring makanan akuatik, jaring makanan tanah, jaring makanan Arktik (atau kutub), jaring makanan terestrial, dan jaring makanan mikroba. Karakterisasi ini berasal dari konsep ekosistem, yang mengasumsikan bahwa fenomena yang sedang diselidiki (interaksi dan umpan balik) cukup untuk menjelaskan pola di dalam batas-batas, seperti tepi hutan, pulau, garis pantai, atau beberapa karakteristik fisik yang jelas.

  • Jaring detrital

Dalam jaring detrital, materi tumbuhan dan hewan diuraikan oleh pengurai, misalnya bakteri dan jamur, dan berpindah ke detritivora dan kemudian ke karnivora. Sering kali terdapat hubungan antara jaring detrital dan jaring penggembalaan. Jamur yang dihasilkan oleh pengurai di jaring detrital menjadi sumber makanan bagi rusa, tupai, dan tikus di jaring penggembalaan. Cacing tanah yang dimakan oleh burung robin adalah detritivora yang memakan daun-daun yang membusuk.

"Detritus dapat didefinisikan secara luas sebagai segala bentuk bahan organik tak hidup, termasuk berbagai jenis jaringan tanaman (misalnya serasah daun, kayu mati, makrofita akuatik, ganggang), jaringan hewan (bangkai), mikroba mati, kotoran (pupuk kandang, kotoran, pelet feses, guano, frass), serta produk yang dikeluarkan, diekskresikan, atau dipancarkan dari organisme (misalnya g. polimer ekstra seluler, nektar, eksudat dan lindi akar, bahan organik terlarut, matriks ekstra seluler, lendir). Pentingnya bentuk-bentuk detritus ini, dalam hal asal, ukuran, dan komposisi kimia, bervariasi di seluruh ekosistem.": 585 

Jaring-jaring makanan kuantitatif

Ahli ekologi mengumpulkan data tentang tingkat trofik dan jaring-jaring makanan untuk memodelkan secara statistik dan menghitung parameter secara matematis, seperti yang digunakan dalam jenis analisis jaringan lainnya (misalnya, teori graf), untuk mempelajari pola dan sifat yang muncul dan dimiliki bersama di antara ekosistem. Ada beberapa dimensi ekologi yang dapat dipetakan untuk membuat jaring-jaring makanan yang lebih rumit, termasuk: komposisi spesies (jenis spesies), kekayaan (jumlah spesies), biomassa (berat kering tanaman dan hewan), produktivitas (tingkat konversi energi dan nutrisi ke dalam pertumbuhan), dan stabilitas (jaringan makanan dari waktu ke waktu). Diagram jaring makanan yang menggambarkan komposisi spesies menunjukkan bagaimana perubahan pada satu spesies dapat secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi banyak spesies lainnya. Studi mikrokosmos digunakan untuk menyederhanakan penelitian jaring makanan ke dalam unit semi-terisolasi seperti mata air kecil, batang kayu yang membusuk, dan eksperimen laboratorium menggunakan organisme yang bereproduksi dengan cepat, seperti daphnia yang memakan ganggang yang tumbuh di bawah lingkungan terkontrol dalam stoples berisi air.

Meskipun kompleksitas hubungan jaring-jaring makanan yang sebenarnya sulit untuk diuraikan, para ahli ekologi telah menemukan model matematika pada jaringan sebagai alat yang sangat berharga untuk mendapatkan wawasan tentang struktur, stabilitas, dan hukum perilaku jaring-jaring makanan relatif terhadap hasil yang dapat diamati. “Teori jejaring makanan berpusat pada gagasan keterhubungan.”: 1648 Rumus kuantitatif menyederhanakan kompleksitas struktur jaring-jaring makanan. Jumlah hubungan trofik (tL), misalnya, dikonversi menjadi nilai keterhubungan:

di mana, S(S-1)/2 adalah jumlah maksimum hubungan biner di antara S spesies. “Konektivitas (C) adalah bagian dari semua kemungkinan hubungan yang terealisasi (L/S2) dan mewakili ukuran standar kompleksitas jaring-jaring makanan...”: 12913 Jarak (d) antara setiap pasangan spesies dalam sebuah jaring dirata-ratakan untuk menghitung jarak rata-rata antara semua simpul dalam jaring (D) dan dikalikan dengan jumlah total tautan (L) untuk mendapatkan kerapatan tautan (LD), yang dipengaruhi oleh variabel yang bergantung pada skala, seperti kekayaan spesies. Rumus-rumus ini merupakan dasar untuk membandingkan dan menyelidiki sifat pola non-acak dalam struktur jaringan rantai makanan di berbagai jenis ekosistem.

Hukum skala, kompleksitas, kekacauan, dan korelasi pola adalah fitur umum yang dikaitkan dengan struktur jaringan makanan.

  • Kompleksitas dan stabilitas

Jaring-jaring makanan sangat kompleks. Kompleksitas adalah istilah yang menunjukkan kesulitan mental untuk memahami semua efek tingkat tinggi yang mungkin terjadi dalam jaring-jaring makanan. Kadang-kadang dalam terminologi jaring-jaring makanan, kompleksitas didefinisikan sebagai hasil kali antara jumlah spesies dan keterhubungan, meskipun ada kritik terhadap definisi ini dan metode lain yang diusulkan untuk mengukur kompleksitas jaringan. Keterhubungan adalah “sebagian kecil dari semua kemungkinan hubungan yang direalisasikan dalam sebuah jaringan” ..: 12917 Konsep-konsep ini diturunkan dan distimulasi melalui saran bahwa kompleksitas mengarah pada stabilitas dalam jaring-jaring makanan, seperti meningkatkan jumlah tingkat trofik dalam ekosistem yang lebih kaya spesies. Hipotesis ini ditantang melalui model matematika yang menunjukkan sebaliknya, tetapi penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa premis tersebut berlaku dalam sistem nyata.

Pada tingkat yang berbeda dalam hirarki kehidupan, seperti stabilitas jaring makanan, “struktur keseluruhan yang sama dipertahankan meskipun ada aliran dan perubahan komponen yang terus menerus.”: 476 Semakin jauh suatu sistem kehidupan (misalnya, ekosistem) bergoyang dari keseimbangan, semakin besar kompleksitasnya. Kompleksitas memiliki banyak arti dalam ilmu kehidupan dan di ruang publik yang membingungkan penerapannya sebagai istilah yang tepat untuk tujuan analisis dalam sains. Kompleksitas dalam ilmu kehidupan (atau biokompleksitas) didefinisikan sebagai “sifat-sifat yang muncul dari interaksi perilaku, biologis, fisik, dan interaksi sosial yang memengaruhi, menopang, atau dimodifikasi oleh organisme hidup, termasuk manusia.” 1018 

Beberapa konsep telah muncul dari studi tentang kompleksitas dalam jaring-jaring makanan. Kompleksitas menjelaskan banyak prinsip yang berkaitan dengan pengorganisasian diri, non-linearitas, interaksi, umpan balik sibernetik, diskontinuitas, kemunculan, dan stabilitas dalam jaring-jaring makanan. Nestedness, misalnya, didefinisikan sebagai “pola interaksi di mana spesialis berinteraksi dengan spesies yang membentuk subset sempurna dari spesies yang berinteraksi dengan generalis”,: 575 “-yaitu, makanan spesies yang paling terspesialisasi merupakan subset dari makanan spesies yang lebih umum, dan makanannya merupakan subset dari yang lebih umum, dan seterusnya.” Sampai saat ini, diperkirakan bahwa jaring-jaring makanan hanya memiliki sedikit struktur bersarang, tetapi bukti empiris menunjukkan bahwa banyak jaring-jaring yang telah dipublikasikan memiliki sub-jaring yang bersarang di dalamnya.

Jaring-jaring makanan adalah jaringan yang kompleks. Sebagai jaringan, mereka menunjukkan sifat struktural dan hukum matematika yang sama yang telah digunakan untuk menggambarkan sistem kompleks lainnya, seperti dunia kecil dan sifat bebas skala. Atribut dunia kecil mengacu pada banyaknya simpul yang terhubung secara longgar, pengelompokan padat non-acak dari beberapa simpul (misalnya, trofik atau spesies kunci dalam ekologi), dan panjang jalur yang kecil dibandingkan dengan kisi-kisi biasa. "Jaringan ekologi, terutama jaringan mutualistik, umumnya sangat heterogen, terdiri dari area dengan hubungan yang jarang antar spesies dan area yang berbeda dengan spesies yang terkait erat. Wilayah dengan kepadatan hubungan yang tinggi ini sering disebut sebagai kelompok, pusat, kompartemen, sub-kelompok kohesif, atau modul... Dalam jaring-jaring makanan, terutama pada sistem akuatik, kesarang tampaknya terkait dengan ukuran tubuh karena makanan predator yang lebih kecil cenderung bersarang di dalam himpunan bagian dari predator yang lebih besar (Woodward & Warren, 2007; YvonDurocher et al. 2008), dan kendala filogenetik, di mana taksa terkait bersarang berdasarkan sejarah evolusi yang sama, juga terlihat jelas (Cattin et al. 2004).": 257 ”Kompartemen dalam jaring-jaring makanan merupakan subkelompok taksa di mana banyak interaksi yang kuat terjadi di dalam subkelompok dan hanya sedikit interaksi yang lemah yang terjadi di antara subkelompok. Secara teoritis, kompartemen meningkatkan stabilitas dalam jaringan, seperti jaring-jaring makanan."

Jaring-jaring makanan juga kompleks dalam hal perubahan skala, musiman, dan geografis. Komponen-komponen jaring-jaring makanan, termasuk organisme dan nutrisi mineral, melewati ambang batas ekosistem. Hal ini memunculkan konsep atau area studi yang dikenal sebagai subsidi lintas batas. “Hal ini menyebabkan anomali, seperti perhitungan jaring makanan yang menentukan bahwa suatu ekosistem dapat mendukung separuh karnivora puncak, tanpa menentukan ujung yang mana.” Meskipun demikian, perbedaan nyata dalam struktur dan fungsi telah diidentifikasi ketika membandingkan berbagai jenis jaring-jaring makanan ekologis, seperti jaring-jaring makanan terestrial vs akuatik.

Sejarah jaring-jaring makanan

Jaring-jaring makanan berfungsi sebagai kerangka kerja untuk membantu para ahli ekologi dalam mengatur jaringan interaksi yang kompleks di antara spesies yang diamati di alam dan di seluruh dunia. Salah satu deskripsi paling awal tentang rantai makanan dijelaskan oleh seorang sarjana Afro-Arab abad pertengahan bernama Al-Jahiz: “Semua hewan, singkatnya, tidak dapat hidup tanpa makanan, dan hewan yang diburu juga tidak dapat menghindar dari buruannya.”: 143 Penggambaran grafis paling awal dari jaring makanan adalah oleh Lorenzo Camerano pada tahun 1880, diikuti secara terpisah oleh Pierce dan rekan-rekannya pada tahun 1912 dan Victor Shelford pada tahun 1913. Dua jaring makanan tentang ikan haring dibuat oleh Victor Summerhayes dan Charles Elton serta Alister Hardy pada tahun 1923 dan 1924. Charles Elton kemudian memelopori konsep siklus makanan, rantai makanan, dan ukuran makanan dalam buku klasiknya tahun 1927 “Animal Ecology”; 'siklus makanan' Elton digantikan oleh 'jaring makanan' dalam teks ekologi berikutnya. Setelah Charles Elton menggunakan jaring-jaring makanan dalam sintesisnya pada tahun 1927, jaring-jaring makanan menjadi konsep utama dalam bidang ekologi. Elton mengorganisasikan spesies ke dalam kelompok-kelompok fungsional, yang menjadi dasar bagi sistem klasifikasi trofik dalam karya klasik dan penting Raymond Lindeman pada tahun 1942 tentang dinamika trofik. Gagasan tentang jaring makanan memiliki pijakan historis dalam tulisan-tulisan Charles Darwin dan terminologinya, termasuk “bank yang terjerat”, “jaring kehidupan”, “jaring hubungan yang rumit”, dan mengacu pada tindakan dekomposisi cacing tanah, ia berbicara tentang “pergerakan partikel-partikel bumi yang terus berlanjut”. Bahkan sebelumnya, pada tahun 1768, John Bruckner menggambarkan alam sebagai “satu jaringan kehidupan yang berkelanjutan”.

Ketertarikan pada jaring makanan meningkat setelah studi eksperimental dan deskriptif Robert Paine tentang pantai intertidal yang menunjukkan bahwa kompleksitas jaring makanan adalah kunci untuk menjaga keragaman spesies dan stabilitas ekologi. Banyak ahli ekologi teoretis, termasuk Sir Robert May dan Stuart Pimm, terdorong oleh penemuan ini dan yang lainnya untuk meneliti sifat-sifat matematis jaring-jaring makanan.

Disadur dari: https://en.wikipedia.org/

Selengkapnya
Jaring Makanan: Jenis dan Sejarah

Pertanian

Sayuran Buncis

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 11 Februari 2025


Buncis adalah biji dari beberapa tanaman dalam keluarga Fabaceae, yang digunakan sebagai sayuran untuk makanan manusia atau hewan. Buncis dapat dimasak dengan berbagai cara, termasuk direbus, digoreng, dan dipanggang, dan digunakan dalam banyak hidangan tradisional di seluruh dunia.

Terminologi

Kata “buncis” dan serumpunnya dalam bahasa Jerman (misalnya Bohne Jerman) telah digunakan secara umum dalam bahasa Jerman Barat sejak sebelum abad ke-12, mengacu pada kacang polong, buncis, dan biji polong lainnya. Ini jauh sebelum genus Phaseolus dari Dunia Baru dikenal di Eropa. Dengan adanya pertukaran tanaman domestik antara Eropa dan Amerika, penggunaan kata tersebut diperluas ke biji Phaseolus yang terbawa polong, seperti kacang polong dan kacang panjang, serta genus Vigna yang terkait. Istilah ini telah lama digunakan secara umum untuk banyak biji lain yang memiliki bentuk serupa, seperti kedelai Dunia Lama, kacang polong, kacang polong lainnya, dan lupin, dan bahkan untuk biji-biji yang memiliki kemiripan yang lebih kecil, seperti biji kopi, biji vanili, biji jarak, dan biji kakao. Dengan demikian, istilah “biji” dalam penggunaan umum dapat merujuk pada sejumlah spesies yang berbeda.

Biji yang disebut “kacang-kacangan” sering kali dimasukkan di antara tanaman yang disebut “kacang-kacangan” (polong-polongan), meskipun kata-kata tersebut tidak selalu dapat dipertukarkan (penggunaan bervariasi menurut varietas tanaman dan wilayah). Kedua istilah tersebut, kacang-kacangan dan polong-polongan, biasanya diperuntukkan bagi tanaman biji-bijian dan dengan demikian mengecualikan kacang-kacangan yang memiliki biji kecil dan digunakan secara eksklusif untuk tujuan non-biji-bijian (hijauan, jerami, dan silase), seperti semanggi dan alfalfa. Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) mendefinisikan “Kacang-kacangan, kering” (kode item 176) hanya berlaku untuk spesies Phaseolus.

Ini adalah salah satu dari berbagai contoh bagaimana pengertian kata yang lebih sempit yang diberlakukan dalam peraturan perdagangan atau botani sering kali hidup berdampingan dalam bahasa alami dengan pengertian yang lebih luas dalam penggunaan kuliner dan penggunaan umum; contoh umum lainnya adalah pengertian sempit dari kata kacang dan pengertian yang lebih luas dari kata kacang, serta fakta bahwa tomat adalah buah, secara botani, tetapi sering kali diperlakukan sebagai sayuran dalam kuliner dan penggunaan umum. Sejalan dengan itu, detail penggunaan lainnya adalah bahwa beberapa spesies tanaman yang kadang-kadang disebut kacang, termasuk Vigna angularis (kacang azuki), mungo (gram hitam), radiata (gram hijau), dan aconitifolia (kacang ngengat), dulunya diklasifikasikan sebagai Phaseolus tetapi kemudian diklasifikasikan ulang-tetapi revisi taksonomi tidak sepenuhnya menghentikan penggunaan pengertian yang sudah mapan dalam penggunaan umum.

Budidaya

Tidak seperti kacang polong yang berkerabat dekat, buncis merupakan tanaman musim panas yang membutuhkan suhu hangat untuk tumbuh. Kacang-kacangan mampu memfiksasi nitrogen sehingga membutuhkan lebih sedikit pupuk daripada kebanyakan tanaman. Kematangan biasanya 55-60 hari dari penanaman hingga panen. Saat polong buncis matang, warnanya akan menguning dan mengering, dan biji di dalamnya berubah dari hijau menjadi warna matang yang dimilikinya saat matang. Banyak buncis yang merambat, karena itu tanaman ini membutuhkan penyangga eksternal, yang dapat berupa “kandang buncis” atau tiang khusus. Penduduk asli Amerika biasanya menanamnya bersama jagung dan labu (yang disebut Three Sisters), dengan batang jagung yang tinggi berfungsi sebagai penopang buncis.

Belakangan ini, telah dikembangkan apa yang disebut “bush bean” yang tidak membutuhkan penyangga dan semua polongnya berkembang secara bersamaan (berlawanan dengan kacang polong yang berkembang secara bertahap). Hal ini membuat buncis lebih praktis untuk produksi komersial.

Sejarah

Buncis merupakan salah satu tanaman yang paling lama dibudidayakan dalam sejarah. Buncis, yang juga disebut kacang fava, dalam keadaan liar berukuran sebesar kuku jari tangan, dan pertama kali dikumpulkan di Afganistan dan kaki bukit Himalaya. Bentuk awal yang dibudidayakan ditanam di Thailand sejak awal milenium ketujuh sebelum masehi, mendahului keramik. Kacang-kacangan dititipkan kepada orang mati di Mesir kuno. Baru pada milenium kedua sebelum masehi, buncis yang dibudidayakan dan berbiji besar muncul di wilayah Aegea, Iberia, dan Eropa bagian tengah. Dalam Iliad (abad ke-8 SM), ada penyebutan sepintas tentang kacang dan buncis yang dilemparkan ke lantai pengirikan.

Kacang-kacangan yang diketahui paling tua di Amerika ditemukan di Gua Guitarrero, sebuah situs arkeologi di Peru, dan berasal dari sekitar milenium kedua sebelum masehi. Analisis genetik kacang Phaseolus menunjukkan bahwa kacang ini berasal dari Mesoamerika, dan kemudian menyebar ke selatan, bersama dengan jagung dan labu, tanaman pendamping tradisional.

Sebagian besar jenis kacang-kacangan yang biasa dimakan saat ini adalah bagian dari genus Phaseolus, yang berasal dari Amerika. Orang Eropa pertama yang menemukan kacang ini adalah Christopher Columbus, ketika menjelajahi daerah yang mungkin adalah Bahama, dan melihat kacang ini tumbuh di ladang. Lima jenis kacang Phaseolus telah didomestikasi oleh masyarakat pra-Columbus: kacang biasa (P. vulgaris) yang ditanam dari Chili ke bagian utara yang sekarang menjadi Amerika Serikat; dan kacang lima dan sieva (P. lunatus); serta kacang tepari yang kurang tersebar luas (P. acutifolius), kacang pelari merah (P. coccineus), dan kacang polianthus.

Salah satu penggunaan kacang-kacangan yang terdokumentasi dengan baik oleh orang-orang pra-Columbus hingga ke utara pesisir Atlantik adalah metode budidaya tanaman pendamping “Three Sisters”: Banyak suku yang menanam kacang bersama dengan jagung atau “jagung”, dan labu. Jagung tidak ditanam dalam barisan seperti yang dilakukan oleh pertanian Eropa, tetapi dalam bentuk kotak-kotak/heksagonal di ladang, dalam petak-petak terpisah yang masing-masing terdiri dari satu hingga enam batang. Kacang akan ditanam di sekitar pangkal batang yang sedang tumbuh, dan akan merambat ke atas seiring dengan pertumbuhan batang. Semua kacang Amerika pada waktu itu adalah tanaman merambat; “kacang semak” dibudidayakan baru-baru ini. Batang jagung akan berfungsi sebagai teralis untuk tanaman kacang, dan kacang akan menyediakan nitrogen yang sangat dibutuhkan untuk jagung. Labu akan ditanam di ruang-ruang di antara petak-petak jagung di ladang. Labu akan memberikan sedikit perlindungan dari sinar matahari oleh jagung, menaungi tanah dan mengurangi penguapan, dan mencegah banyak hewan menyerang jagung dan buncis karena tanaman merambatnya yang kasar dan berbulu serta daunnya yang lebar dan kaku membuat hewan seperti rusa dan rakun sulit atau tidak nyaman untuk melewatinya, burung gagak hinggap, dan juga menjadi penghalang bagi hewan lain.

Marga dan spesies yang umum

Sebagian besar makanan yang kita sebut “kacang-kacangan”, “polong-polongan”, “lentil”, dan “kacang-kacangan” termasuk dalam famili yang sama, Fabaceae (tanaman polong-polongan), tetapi berasal dari marga dan spesies yang berbeda, berasal dari berbagai negara yang berbeda dan tersebar di seluruh dunia, bergantung pada kemampuan beradaptasinya. Banyak varietas yang dimakan segar (seluruh polong, dan biji yang belum matang mungkin ada di dalamnya) atau dikupas (biji yang belum matang, biji yang matang dan segar, atau biji yang matang dan kering). Banyak kacang-kacangan yang terlihat mirip, dan telah dinaturalisasi di berbagai lokasi di seluruh dunia, yang sering kali menyebabkan nama-nama yang mirip untuk spesies yang berbeda.

Penyimpanan benih kacang-kacangan

Pada tahun 2023, Gudang Benih Global Svalbard Norwegia menyimpan lebih dari 40.000 aksesi spesies kacang Phaseolus.

Properti

 

  • Nutrisi
    Kacang hijau mentah mengandung 90% air, 7% karbohidrat, 2% protein, dan mengandung sedikit lemak (tabel). Dalam 100 gram (3,5 ons) porsi referensi, kacang hijau mentah memasok 31 kalori energi makanan, dan merupakan sumber moderat (10-19% dari Nilai Harian, DV) vitamin C (15% DV) dan vitamin B6 (11% DV), tanpa mikronutrien lain yang signifikan (tabel).

 

  • Antinutrisi
    Banyak jenis kacang-kacangan seperti kacang merah mengandung sejumlah besar antinutrisi yang menghambat beberapa proses enzim dalam tubuh. Asam fitat dan fitat, yang terdapat pada biji-bijian, kacang-kacangan, biji-bijian dan kacang-kacangan, mengganggu pertumbuhan tulang dan mengganggu metabolisme vitamin D. Penelitian perintis tentang efek asam fitat dilakukan oleh Edward Mellanby dari tahun 1939.
  • Masalah kesehatan
    • Racun

Beberapa jenis kacang mentah mengandung racun yang berbahaya dan tidak berasa: lektin phytohaemagglutinin, yang harus dihilangkan dengan cara dimasak. Kacang merah sangat beracun, tetapi jenis kacang lainnya juga memiliki risiko keracunan makanan. Bahkan dalam jumlah kecil (4 atau 5 kacang mentah) dapat menyebabkan sakit perut yang parah, muntah, dan diare. Risiko ini tidak berlaku untuk kacang kalengan karena sudah dimasak. Metode yang disarankan adalah merebus kacang setidaknya selama sepuluh menit; kacang yang kurang matang mungkin lebih beracun daripada kacang mentah.

Memasak kacang, tanpa mendidihkannya, di dalam slow cooker dengan suhu di bawah titik didih tidak dapat menghancurkan racun. Sebuah kasus keracunan oleh kacang mentega yang digunakan untuk membuat falafel telah dilaporkan; kacang-kacangan tersebut digunakan sebagai pengganti kacang polong atau buncis tradisional, direndam dan digiling tanpa direbus, dijadikan roti, dan digoreng dangkal.

Keracunan kacang tidak dikenal dalam komunitas medis, dan banyak kasus yang mungkin salah didiagnosis atau tidak pernah dilaporkan; angka-angka tampaknya tidak tersedia. Dalam kasus Layanan Informasi Racun Nasional Inggris, yang hanya tersedia untuk para profesional kesehatan, bahaya kacang selain kacang merah tidak ditandai pada tahun 2008.

Fermentasi digunakan di beberapa bagian Afrika untuk meningkatkan nilai gizi kacang-kacangan dengan menghilangkan racun. Fermentasi yang murah meningkatkan dampak gizi tepung dari kacang kering dan meningkatkan daya cerna, menurut penelitian yang ditulis bersama oleh Emire Shimelis, dari Program Teknik Pangan di Universitas Addis Ababa.[36] Kacang merupakan sumber utama protein makanan di Kenya, Malawi, Tanzania, Uganda, dan Zambia.

 

  • Infeksi bakteri dari tauge

Biasanya tauge dibuat dengan membiarkan beberapa jenis kacang, biasanya kacang hijau, berkecambah dalam kondisi lembab dan hangat; tauge dapat digunakan sebagai bahan masakan, atau dimakan mentah atau dimasak sebentar. Ada banyak wabah penyakit akibat kontaminasi bakteri, sering kali oleh salmonella, listeria, dan Escherichia coli, dari tauge yang tidak dimasak dengan sempurna, beberapa menyebabkan kematian yang signifikan.

Perut kembung

Banyak kacang-kacangan yang dapat dimakan, termasuk kacang panjang, kacang merah, kacang merah, dan kedelai, mengandung oligosakarida (terutama rafinosa dan stakiosa), sejenis molekul gula yang juga ditemukan dalam kubis. Enzim anti-oligosakarida diperlukan untuk mencerna molekul gula ini dengan baik. Karena saluran pencernaan manusia normal tidak mengandung enzim anti-oligosakarida, oligosakarida yang dikonsumsi biasanya dicerna oleh bakteri di usus besar. Proses pencernaan ini menghasilkan gas, seperti metana sebagai produk sampingan, yang kemudian dikeluarkan sebagai perut kembung.

Produksi

Data produksi kacang-kacangan diterbitkan oleh FAO dalam tiga kategori:

  1. Kacang-kacangan kering: semua biji tanaman polong-polongan yang sudah matang dan kering kecuali kedelai dan kacang tanah.
  2. Tanaman minyak: kedelai dan kacang tanah.
  3. Sayuran segar: buah segar hijau yang belum matang dari tanaman polongan.

Berikut ini adalah ringkasan data FAO.

Tanaman utama dari “Kacang-kacangan, Total (kering)” adalah “Kacang-kacangan, kering [176]” 26,83 juta ton, “Kacang polong, kering [187]” 14,36 juta ton, “Kacang polong kering [191]” 12,09 juta ton, “Kacang polong sapi [195]” 6,99 juta ton, “Kacang-kacangan [201]” 6,32 juta ton, “Kacang polong merpati [197]” 4,49 juta ton, “Kacang polong, kacang kuda [181]” 4,46 juta ton. Secara umum, konsumsi kacang-kacangan per kapita telah menurun sejak tahun 1961. Pengecualiannya adalah lentil dan kacang tunggak.

Produsen teratas, kacang-kacangan, total [1726]
(juta metrik ton)

Pemimpin dunia dalam produksi kacang-kacangan kering (Phaseolus spp) adalah India, diikuti oleh Myanmar (Burma) dan Brasil. Di Afrika, produsen terpenting adalah Tanzania.

Sepuluh produsen kacang kering (Phaseolus spp) teratas, 2020

Tidak ada simbol = angka resmi, P = angka resmi, F = estimasi FAO, * = data tidak resmi/semi resmi/cermin, C = angka yang dihitung A = agregat (bisa termasuk angka resmi, semi resmi atau estimasi)

Sumber: Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO)

Disadur dari: https://en.wikipedia.org/

Selengkapnya
Sayuran Buncis

Pertanian

Potret Perkebunan Teh Kayu Aro

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 11 Februari 2025


Teh Kayu Aro dikenal sebagai teh minuman ratu. Pada zaman Belanda, Teh Kayu Aro yang diekspor ke Eropa di antaranya untuk minum Ratu Belanda, Ratu Juliana, dan Ratu Wihelmina. Kualitasnya tinggi, aromanya wangi, rasanya enak.

Meski telah berusia enampuluh tahun, perkebunan Teh Kayu Aro (Kerinci, Jambi), masih mampu mengolah 5.500 ton teh kering setahun. Bagi pabrik teh yang dibangun tahun 1930, produk Kayu Aro tergolong paling besar di Indonesia bahkan Asia. Pabrik tua ini didukung perkebunan seluas 2.650 hektar di Kaki Gunung Kerinci.

Perkebunan Teh Kajoe Aro yang dibangun antara tahun 1925 dan 1928 oleh perusahaan Belanda, Namblodse Venotschaaf Handle Veriniging Amsterdam (NV HVA), ini semula digarap ramai-ramai oleh kuli atau pekerja-pekerja yang sengaja didatangkan dari Pulau Jawa. Penanaman pohon teh pertama dimulai tahun 1929.

Perkebunan teh Kayu Aro dengan luas tanaman 2.624,69 hektar berada di ketinggian 1.400-1.715 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan 2.000 milimeter per tahun. Luas hak guna usaha (HGU) 3.014,60 hektar, lokasinya di Kecamatan Kayu Aro, 37 kilometer sebelah utara Sungaipenuh, ibu kota Kabupaten Kerinci.

Enam rasa teh terbaik Kajoe Aro adalah jenis broken oranye pecco (BOP), broken oranye pecco fanning (BOPF), pecco fanning (PF), broken tea (BT), broken pecco (BP), dan dust. Masing-masing memiliki rasa yang berbeda meski sama-sama digolongkan teh hitam.

Perbedaan rasa pada masing-masing jenis teh tercipta dari fermentasi pada suhu tertentu yang menghasilkan enzim-enzim berbeda pembentuk rasa dan warna. Rasa teh jenis dust, misalnya, sangat kuat dan kelat di lidah, sedangkan warnanya pekat. Rasa teh jenis BP dominan mentol. Kalau yang jenis BOP warnanya lebih jingga, rasanya tidak terlalu kelat.

Seluruh jenis teh ini diakui oleh para penikmatnya, sebagai teh dengan citarasa terbaik yang ada di dunia. Itu sebabnya teh Kayu Aro dikenal sebagai minuman Ratu Belanda, Wihelmina. Bahkan, 80 persen dari hampir enam juta kilogram produksi teh kering per tahun yang dihasilkan PTPN VI, diekspor ke Inggris.

Proses produksi menjadi teh siap digunakan dimulai dari pemetikan pucuk segar daun teh yang di kirim ke pabrik tiga kali sehari, yakni jam 09.30-10.30, 13.00-14.00, dan 16.00-17.00. daun pucuk segar yang dikirim tersebut kemudikan dimasukan ke dalam bak pelayuan. Pucuk segar di bak pelayuan disembur angin melalui kompresor selama 16-20 jam, hal ini bertujuan bobot pucuk teh berukurang menjadi 49-50 persen.

Selanjutnya pucuk teh dimasukkan ke mesin penggulungan selama 50 menit. Setelah itu, teh dilakukan pengayakan untuk memisahkan bagian yang kasar dan halus dengan memasukkan dalam mesin pengayakan. Teh hasil pengayakan yang masih kasar dimasukkan ke mesin penghalus, kemudian diayak lagi, jika masih terdapat yang tah kasar dilakukan pengepresan, kemudian diayak lagi.

Tahap selanjutnya dilakukan fermentasi dengan temperatur 26 derajat Celcius. Setelah fermentasi, teh dimasukkan ke tempat pengeringan 15-20 menit, kemudian dilakukan sortasi guna menentukan grade I (tujuh jenis), grade II (tujuh jenis), dan grade III. Jenis pada masing-masing grade dibedakan oleh partikel teh.

Teh Kajoe Aro diproses tanpa campuran kimia dan bermanfaat untuk kesehatan karena mengandung riboflavin yang membantu pertumbuhan, pencernaan, dan vitalitas; Polifenol sebagai antioksidan jenis biolavanoid yang 100 kali lebih efektif dari vitamin C. Ini juga 25 kali lebih efektif dari vitamin E yang sangat berguna mencegah kolesterol jahat pemicu pertumbuhan plak penyumbat pembuluh darah arteri.

Pada tahun 1959, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penentuan Perusahaan Pertanian/Perkebunan milik Belanda yang dikenai naturalisasi, perkebunan tersebut diambil alih Republik Indonesia. Sejak itu perkebunan teh Kayu Aro mengalami perubahan atau status organisasi dan manajemen sesuai keadaan. Sejak 11 Maret 1996, perkebunan teh Kayu Aro menjadi salah satu unit kebun dari PTPN VI yang berkantor pusat di Kota Jambi.

Untuk memenuhi kebutuhan aroma dan cita rasa teh yang berkualitas di dalam negeri, sejak tahun 2000 pabrik teh PT. Perkebunan Nusantara VI (PT PN VI) Kebun Kayu Aro mulai memproduksi teh kayu aro dalam dua kemasan, Teh Celup Highland Tea Kajoe Aro dan Teh Seduh Highland Tea Kajoe Aro.

Kemasan kedua jenis teh itu berwarna dasar hijau, bagian muka dan belakang gambar cangkir putih berisi air teh warna coklat dengan latar belakang Gunung Kerinci. Kemasan teh celup berisi 25 tea bag (satu bag dua gram) per kotak, teh seduh berisi 250 gram dan 50 gram per kotak.

Meski telah berusia enampuluh tahun, perkebunan Teh Kayu Aro (Kerinci, Jambi), masih mampu mengolah 5.500 ton teh kering setahun. Bagi pabrik teh yang dibangun tahun 1930, produk Kayu Aro tergolong paling besar di Indonesia bahkan Asia. Pabrik tua ini didukung perkebunan seluas 2.650 hektar di Kaki Gunung Kerinci.

Salah satu obyek wisata menarik di Kerinci adalah perkebunan teh Kayu Aro. Perkebunan yang luasnya 3.020 hektar lebih ini merupakan hamparan perkebunan teh terluas di dunia. Selain itu, perkebunan teh ini merupakan perkebunan teh tertua di Indonesia, dibuka tahun 1925-1928. Pabrik pengolahan dibangun tahun 1932, merupakan pabrik teh terbesar di dunia yang masih aktif hingga kini. Teh hitam produksi perkebunan teh Kayu Aro juga dikenal sebagai teh yang terbaik di dunia.

KOMPAS/B JOSIE SUSILO HARDIANTO

Deretan kereta sapi merupakan pemandangan sehari-hari di kawasan perkebunan teh Kayu Aro, Jambi.

KOMPAS/B JOSIE SUSILO HARDIANTO

Para buruh pemetik teh tengah berjalan menuju kebun teh dengan membawa perbekalan dan cangkul.

KOMPAS/NELI TRIANA

Sekelompok petani tengah memetik pucuk-pucuk daun teh di kawasan Kayu Aro, Jambi. Kawasan ini dikenal sebagai daerah penghasil teh kualitas ekpor dengan bentangan luas lahan tanaman teh mencapai 12.000 hektar lebih. Terletak di kaki Gunung Kerinci dan dikelilingi pegunungan dalam gugusan Bukit Barisan, pemandangan indah selalu tersaji setiap hari. Gambar diambil Selasa (15/11/2005) Lintas Timur Barat – Lampung Sampai Sumatera Barat

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Aktivitas pekerja di perkebunan teh Kabawetan di Kepahiang, Bengkulu, Rabu (24/7/2019).

KOMPAS/B JOSIE SUSILO HARDIANTO

Karung plastik digunakan oleh pekerja pemetik daun teh untuk menahan rembesan embun dan air agar tidak membasahi pakaian mereka.

KOMPAS/IRMA TAMBUNAN

Petani kebun teh kayu aro di kaki gunung kerinci, Kabupaten Kerinci, Jambi.

KOMPAS/B JOSIE SUSILO HARDIANTO

Para pekerja tengah memanggul daun teh yang telah dipetik.

KOMPAS/NASRUL THAHAR

Buruh pemetik daun (pucuk) teh di Perkebunan Teh, Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Jambi sedang menimbang hasil di pinggir jalan, sebelum dimuat ke atas truk yang mengangkutnya ke pabrik. Di perkebunan ini terdapat sekitar 3.000 buruh pemetik pucuk teh dengan pendapatan rata-rata Rp 300.000/bulan. Setiap keluarga pemetik juga mendapat tunjangan beras 15 kg per orang.

KOMPAS/NASRUL THAHAR

Buruh pemetik daun (pucuk) teh di Perkebunan Teh, Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Jambi sedang menimbang hasil di pinggir jalan, sebelum dimuat ke atas truk yang mengangkutnya ke pabrik. Di perkebunan ini terdapat sekitar 3.000 buruh pemetik pucuk teh dengan pendapatan rata-rata Rp 300.000/bulan. Setiap keluarga pemetik juga mendapat tunjangan beras 15 kg per orang.

KOMPAS/CHRIS PUDJIASTUTI

Salah satu proses dari pucuk daun teh menjadi teh siap seduh di pabrik teh Kayu Aro, Jambi.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN

Pekerja mengawasi proses produksi teh di Unit Usaha Kayu Aro PT Perkebunan Nusantara VI di Kabupaten Kerinci, Jambi, Jumat (26/1/2016). Pabrik yang sudah berdiri sejak 1925 ini memproduksi teh yang sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan pasar ekspor.

Sumber: https://kompaspedia.kompas.id/

Selengkapnya
Potret Perkebunan Teh Kayu Aro
« First Previous page 25 of 27 Next Last »