Perindustrian
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 25 Februari 2025
JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Produsen Baja Ringan Indonesia (APBRI) mencatat industri logam dasar mengalami pertumbuhan sebesar 18,03 persen pada semester I-2021. Hal itu didukung oleh peningkatan produksi besi, baja, dan bahan baku logam lainnya.
Ketua APBRI Benny Lau menyebutkan bahwa selama paruh pertama tahun ini menjadi momentum bagi industri baja nasional dalam meningkatkan produksi dan ekspor baja ringan.
"Peningkatan ini cukup signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya tercatat sebesar 2,76 persen," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (13/9/2021).
Pertumbuhan tersebut juga diiringi peningkatan utilisasi dari 51,2 persen pada awal 2021 menjadi 79,93 persen pada pertengahan tahun ini.
Beberapa kebijakan yang dilakukan pemerintah mendukung pertumbuhan sektor industri logam, di antaranya program relaksasi tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang diberikan untuk sektor otomotif di dalam negeri.
Sementara itu, Asosiasi Baja Ringan dan Atap Ringan Indonesia (Asbarindo) menilai insentif PPnBM telah mendongkrak pertumbuhan sektor industri alat angkut sebesar 45,7 persen pada semester I 2021.
"Dalam proses manufakturnya, industri otomotif melibatkan ribuan tenaga kerja dan ratusan perusahaan terkait dari tier I, II, dan III yang juga menyerap produk baja dalam negeri untuk bahan baku produksi," kata Ketua Asbarindo Dwi Sudaryono. Di sisi lain, peningkatan impor besi dan baja juga diiringi peningkatan ekspor yang cukup signifikan, sehingga neraca perdagangan produk intermediate baja yang berada pada Pos HS 7208-7229 mengalami surplus sebesar 1,7 miliar dolar AS.
Jika ditambahkan oleh neraca perdagangan produk turunan baja yang berada pada HS 73, maka neraca tersebut mengalami surplus sebesar 2,7 miliar dolar AS atau meningkat lebih dari 1.500 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu pada level 117 ribu dolar AS.
Ketua Perkumpulan Seluruh Industri Baja Ringan Indonesia (Persibri) Liang Wali memandang bahwa kinerja perdagangan tersebut dipengaruhi oleh beberapa kebijakan dan fasilitas yang diberikan pemerintah, di antaranya pengendalian berbasis penawaran dan permintaan, hingga fasilitas harga gas tertentu yang diberikan pada sektor industri baja nasional.
Sumber: money.kompas.com
Perindustrian
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 25 Februari 2025
JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian terus memacu kinerja industri logam agar bisa memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Apalagi, kebutuhan baja saat ini semakin meningkat, baik di pasar domestik maupun ekspor.
“Tercatat industri logam dasar tumbuh 11,46 persen dengan meningkatnya permintaan luar negeri. Oleh karenanya, pemerintah bertekad untuk terus melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk impor,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, melalui siaran resminya, dikutip Kompas.com, Selasa (20/4/2021).
Menperin menyatakan, diperlukan instrumen yang mampu memacu daya saing produk nasional sekaligus menjaga kesehatan serta keselamatan konsumen dan lingkungan, termasuk di sektor industri logam.
“Dengan tetap mengedepankan asas fairness dalam perdagangan internasional, implementasi SNI wajib dapat bertujuan untuk meningkatkan akses pasar luar negeri dan menekan laju impor,” tegasnya.
Penerapan instrumen berupa pemberlakuan wajib SNI, fokus utamanya adalah untuk produk-produk yang berkaitan dengan Keamanan, Kesehatan, Keselamatan, dan Lingkungan (K3L).
“Dalam rangka mendorong industri logam nasional yang berdaya saing tinggi, perlu diciptakan iklim usaha yang kondusif dan kompetitif guna mendongkrak utilisasi serta kemampuan inovatif pada sektor tersebut,” paparnya.
Sementara itu, Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI), Doddy Rahadi mengatakan, nilai impor untuk HS produk SNI wajib tahun 2020 sebesar Rp 102 triliun, menurun dibandingkan tahun 2019 sebesar Rp 133 triliun.
“Meskipun nilai impornya menurun, saat ini terdapat 147 kode HS yang tersebar pada 28 SNI wajib sektor logam,” sebutnya.
Untuk itu, lanjut dia, diperlukan perhatian serius dari seluruh pemangku kepentingan terkait dalam mendukung pertumbuhan industri baja nasional.
“Sehingga tidak ada celah lagi membanjirnya produk-produk impor yang tidak berkualitas ke pasar dalam negeri,” ujar Doddy.
Dia menambahkan, penerapan SNI wajib pada produk logam juga bertujuan untuk merealisasikan target substitusi impor sebesar 35 persen pada 2022. “Pembatasan impor terutama untuk produk yang sudah dapat diproduksi oleh industri dalam negeri perlu diperkuat,” imbuhnya.
Kemenperin menargetkan sektor industri logam dasar dapat tumbuh sebesar 3,54 persen pada tahun 2021. Hal ini menunjukkan industri baja merupakan sektor high resilience yang mampu bertahan di tengah pandemi Covid-19 dan siap untuk kembali meningkatkan kemampuan dan performanya di tahun ini.
Di sisi lain, Kepala Balai Riset dan Standardisasi (Baristand) Industri Surabaya, Aan Eddy Antana dalam sela-sela kunjungan ke PT Sunrise Steel beberapa waktu lalu mengemukakan, ketersediaan infrastruktur dan SDM di Baristand Industri Surabaya akan mampu mendukung pemerintah dalam mewujudkan target substitusi impor dan meningkatkan daya saing industri logam dalam negeri.
Hingga saat ini, Baristand Industri Surabaya terus berupaya untuk terus menambah ruang lingkup pengujian produk logam dan sertifikasi produk logam yang sudah ada untuk mendukung substitusi produk impor.
“LSPro kami telah mampu mensertifikasi 33 jenis SNI produk logam dan 17 produk logam dasar dan produk logam fabrikasi untuk Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu (LSSM),” ungkapnya.
Sementara laboratorium pengujian Baristand Industri Surabaya mampu menguji 50 produk logam baik pengujian sesuai dengan SNI maupun permintaan pelanggan.
“Rencananya, dalam waktu dekat, kami akan menambah ruang lingkup sertifikasi dan pengujian produk logam agar memudahkan industri dalam negeri untuk mensertifikasi produknya mengingat permintaannya semakin meningkat dari tahun ke tahun,” jelas Aan.
Sumber: money.kompas.com
Perindustrian
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 25 Februari 2025
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meskipun tantangan pandemi Covid-19 masih belum berakhir, kinerja industri nasional cukup menggembirakan dibanding tahun 2020 dengan indikasi rata-rata Purchasing Manager's Index (PMI) selama 2021 menunjukkan angka 50 atau ada dalam tahap ekspansif. Hal ini juga ditunjukkan oleh kinerja sektor industri logam dan baja yang turut mengalami pertumbuhan positif selama tahun 2021.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada kuartal ketiga 2021, sektor industri logam dengan HS 72-73 mampu tumbuh di atas 9,82%. Kinerja ini juga didukung ekspor produk baja hingga November 2021 mencapai US$ 19,6 miliar dan mengalami surplus sebesar US$ 6,1 miliar.
Direktur Industri Logam, Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Budi Susanto mengemukakan, pertumbuhan positif sektor baja disebabkan upaya pengendalian yang dilakukan pemerintah dengan konsep smart supply demand yang diterapkan dengan berpihak pada industri baja nasional mulai dari sektor hulu, antara, hingga hilir.
“Peningkatan kebutuhan baja ini didukung kebijakan PPnBM otomotif yang juga tumbuh hingga 27% di kuartal ketiga tahun 2021,” ungkap Budi dalam siaran pers di situs Kemenperin, Jumat (21/1).
Dia menyebut, pengaturan ini menjadi penting agar produk-produk baja yang sudah diproduksi di dalam negeri dapat dimaksimalkan dan hampir semua impor yang ada merupakan bahan baku untuk berbagai jenis industri.
Senada dengan Budi, Direktur Utama PT Saranacentral Bajatama Tbk (BAJA) Handjaja Susanto menyampaikan, salah satu keberhasilan perusahaan memperoleh laba bersih hingga Rp 100 miliar karena berkat kontrol pemerintah terhadap impor baja, sehingga pasar impor banyak beralih ke pasar lokal.
“Optimisme industri baja nasional ini terus dijaga dengan upaya hilirisasi dan substitusi impor yang telah dicanangkan oleh pemerintah,” ujarnya.
Iklim usaha dan investasi pun terus meningkat di Indonesia. Hingga kuartal ketiga 2021, investasi di sektor logam menunjukkan kinerja yang cukup menggembirakan dengan mencapai Rp 87,73 triliun serta utilisasi di sektor tersebut di atas 60%. Contohnya di industri baja lapis yang kinerjanya meningkat sangat baik seperti yang ditunjukkan oleh Saranacentral Bajatama.
Sebelumnya, Direktur Komersial Krakatau Steel Melati Sarnita mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi kenaikan impor baja sebesar 23% yang semula 3,9 juta ton di tahun 2020 menjadi 4,8 juta ton di tahun 2021.
Sebaliknya, Direktur Eksekutif Research Oriented Development Analysis (RODA) Institute Ahmad Rijal Ilyas mengatakan, untuk melihat perbandingan data baja jangan menggunakan data tahun 2020. “Kalau menggunakan data tersebut pada saat itu semua industri terpuruk. Artinya kalau tidak boleh naik terhadap tahun 2020 sama saja tidak ingin industri baja ini tumbuh karena yang diimpor adalah bahan baku,” terangnya.
Ahmad Rijal Ilyas menambahkan, impor baja tahun 2021 dibanding 2019 mengalami penurunan yang cukup baik, yaitu dari 6,9 juta ton pada tahun 2019 menjadi 4,8 juta ton di 2021 atau menurun 31%.
Menurutnya, beberapa program pemerintah yang dirasakan manfaatnya oleh pelaku usaha antara lain pengendalian impor, program substitusi impor termasuk penurunan nilai impor untuk beberapa produk baja, peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN), penerapan SNI wajib dalam rangka melindungi konsumen dalam negeri dari produk baja yang tidak berkualitas, serta pemberian insentif untuk mendorong peningkatan investasi di sektor industri logam.
Sumber: industri.kontan.co.id
Perindustrian
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 25 Februari 2025
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan harga komoditas logam industri kompak menguat karena pasokan yang terbatas. Namun, para analis memproyeksikan pertumbuhan harga logam industri di tahun depan tidak lebih tinggi dari tahun ini.
Mengutip Bloomberg, Jumat (3/12), harga timah memimpin penguatan tertinggi diantara logam industri. Komoditas tersebut naik 93% secara year to date (ytd) ke US$ 39.335 per metrik ton. Sementara, harga aluminium naik 32% ytd ke US$ 2.623 per metrik ton.
Sementara, tembaga dan nikel masing-masing naik 21% ytd ke US$ 9.418 per metrik ton dan 20% ytd ke US$ 20.030 per metrik ton.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuabi mengatakan harga logam industri kompak naik karena jumlah pasokan lebih sedikit dari permintaan. Produksi belum pulih seperti sebelum pandemi Covid-19 menyerang.
Bahkan untuk aluminium, Founder Traderindo.com Wahyu Tribowo Laksono memproyeksikan defisit pasokan akan berlanjut ke 2022. Sementara, faktor cuaca ekstrem serta bencana banjir juga turut mengganggu produksi logam industri.
Sedangkan, permintaan meningkat pesat seiring ekonomi mulai bangkit. Wahyu mengatakan permintaan logam industri naik pasca pandemi mereda di China. "Pemulihan ekonomi meningkatkan permintaan untuk kebutuhan manufaktur yang kembali berjalan," kata Wahyu.
Namun, Ibrahim memproyeksikan harga komoditas dalam jangka pendek berpotensi terkoreksi. Sentimen negatif datang dari potensi The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuannya. Meski begitu, Ibrahim memproyeksikan koreksi harga hanya akan terjadi untuk sementara waktu.
Sementara, di kuartal I-2022, Ibrahim memproyeksikan harga logam industri masih dapat bertahan di level tingginya. Sentimen varian baru omicon yang menjadi pemicu harga komoditas masih tinggi.
Namun, memasuki kuartal selanjutnya, Ibrahim memproyeksikan pergerakan harga komoditas akan cenderung stagnan atau stabil. Sentimen yang mempengaruhi adalah proyeksi pemulihan ekonomi yang mulai kembali berjalan. Alhasil, negara produksi komoditas logam industri juga akan kembali menggenjot produksi.
Wahyu memproyeksikan harga timah masih bisa naik tetapi kenaikannya tidak lebih tinggi dari 2021. Rentang harga timah di 2022 US$ 25.000-US$45.000. Begitu pun, kenaikan harga aluminium di tahun depan tidak sekuat tahun ini. Namun, target rekor all time high di US$ 3.200 masih berpotensi tercapai. Rentang harga aluminium di 2022 US$ 2.000-US$ 3.500.
Sementara, harga nikel terpantau stabil konsolidasi. Wahyu memproyeksikan pergerakan tersebut akan berlanjut di tahun depan. "Harga nikel sulit naik tetapi juga tidak anjlok, konsolidasi saja," kata Wahyu. Rentang harga nikel pada 2022 berada di kisaran US$ 16.000-US$23.000.
Sumber: investasi.kontan.co.id
Perindustrian
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 25 Februari 2025
Presiden Jokowi saat melakukan groundbreaking atau peletakan batu pertama pembangunan smelter PT Freeport Indonesia di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) atau tepatnya di Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur, Selasa, (12/10/2021).
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pembangunan smelter di Gresik, Jawa Timur memberikan nilai tambah bagi ekonomi Indonesia.
Di antaranya membuka lapangan kerja di Indonesia. Pada saat pembangunan smelter saja akan ada 40 ribu tenaga kerja.
"Karena sekali lagi, kita ingin nilai tambah itu ada di sini tadi disampaikan pak menteri bahwa ini dalam masa konstruksi saja akan ada 40 ribu tenaga kerja," kata Jokowi saat melakukan groundbreaking atau peletakan batu pertama pembangunan smelter PT Freeport Indonesia di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) atau tepatnya di Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur, Selasa, (12/10/2021).
Jokowi yakin setelah smelter ini jadi, maka tenaga kerja yang terserap akan semakin banyak. Smelter yang akan dibangun dengan desain single line ini merupakan terbesar di dunia karena mampu mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun.
"Menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan ini goal yang penting bagi rakyat dan tentu saja membuat bangsa kita semakin mandiri, semakin maju," katanya.
Jokowi berharap kehadiran smelter dapat menjadi daya tarik bagi industri lainnya untuk masuk ke KEK Gresik. Sehingga lapangan kerja yang terbuka semakin luas.
"Ini khususnya industri turunan tembaga, untuk ikut berinvestasi di sini," katanya.
Sumber: www.tribunnews.com
Perindustrian
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 25 Februari 2025
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono meninjau pembangunan ruas Jalan Morosi-Lasolo di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara, Senin (27/12) 2021).
Penanganan Jalan Morosi sepanjang 17 kilometer untuk meningkatkan konektivitas dari Konawe ke Konawe Utara guna mendukung pengembangan kawasan industri nikel di Konawe.
Dalam tinjauannya, Basuki meminta Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sulawesi Tenggara, Direktorat Jenderal Bina Marga sebagai penanggung jawab untuk mempercepat penyelesaian Jalan Morosi-Lasolo.
"Saya ingin pembangunan Jalan Morosi - Lasolo bisa dipercepat penyelesaiannya karena jalan poros ini memberikan manfaat yang sangat besar," kata Basuki dalam keterangannya, Selasa (28/12/2021). Penanganan Segmen Jalan Morosi dimulai pada tahun 2020 secara bertahap dengan panjang 4,5 kilometer. Pada TA 2021-2022, dilanjutkan dengan penanganan sepanjang 16,9 kilometer meliputi rekonstruksi jalan 3,2 kilometer, dan pelebaran jalan 13,7 kilometer,
Lalu pelebaran jembatan 20,6 meter, pemeliharaan rutin jalan 4,5 kilometer dan pemeliharaan jembatan 134,8 meter. Adapun progres penanganan fisik untuk TA 2021-2022 mencapai 18,6 persen.
Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan bertujuan untuk memangkas biaya logistik agar daya saing produk Indonesia meningkat.
Untuk itu, penyelesaian pekerjaan ini harus dipercepat dengan tetap menjalankan protokol kesehatan yang ketat.
"Akses jalan yang semakin baik juga akan menunjang perekonomian masyarakat di kawasan sekitar," tuturnya.
Dengan adanya jalan poros tersebut, kondisi jalan dalam kota juga bisa lebih awet, karena kendaraan besar memiliki jalur alternatif.
Sehingga pada akhirnya diharapkan juga akan menekan angka kecelakaan lalu lintas di jalur tersebut.
"Sekali lagi tolong dipercepat, langgamnya rock on roll, jangan keroncong. Tetapi jangan korbankan kualitas beton karena pasti nanti di sini akan banyak kendaraan over dimension over load (ODOL)," ucapnya.
Pembangunan Jalan Morosi menggunakan anggaran APBN senilai Rp 139,9 miliar dikerjakan oleh kontraktor PT Yasa Patria Perkasa-PT Gangking Raya (KSO).
Sesuai kontrak, ditargetkan serah terima sementara pekerjaan atau Provisional Hand Over (PHO) konstruksi Jalan Morosi pada Desember 2022.
Sumber: www.kompas.com