Manajemen Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 26 Mei 2025
Pengantar: Mengapa Triple Constraint Krusial dalam Proyek Konstruksi?
Dalam manajemen proyek, keberhasilan selalu dikaitkan dengan tercapainya tiga elemen utama yang dikenal sebagai triple constraint: waktu, biaya, dan mutu. Ketiga faktor ini membentuk fondasi yang saling terhubung, di mana perubahan satu variabel akan berdampak pada dua lainnya. Dalam konteks pandemi Covid-19, tekanan terhadap triple constraint semakin kompleks, terutama di pusat aktivitas konstruksi seperti Jakarta. Studi oleh Monika Natalia dkk. (2021) memberikan gambaran komprehensif terhadap berbagai faktor penyebab kendala dalam pelaksanaan proyek konstruksi di Jakarta selama pandemi.
Metodologi Penelitian: Kuantitatif, Terstruktur, dan Representatif
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner kepada 38 responden dari lima proyek konstruksi aktif di Jakarta. Responden terdiri dari manajer proyek, engineer, safety officer, hingga tim K3. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan SPSS v.22 melalui uji validitas, reliabilitas, korelasi Pearson, dan regresi linier berganda untuk mengidentifikasi faktor paling dominan yang mengganggu pelaksanaan proyek.
Hasil Utama: Tiga Faktor Paling Mempengaruhi Triple Constraint
Dari belasan faktor yang dianalisis, tiga sub-faktor ditemukan memiliki pengaruh signifikan terhadap pelaksanaan proyek selama pandemi, yaitu:
1. Kualitas Bahan yang Kurang Baik (X2.3)
Koefisien regresi: 0,302
T hitung: 2,641 (signifikan karena > t tabel)
Implikasi: Mutu material menjadi krusial. Saat pandemi, banyak kontraktor mengalami kesulitan impor bahan, atau harus menggunakan alternatif berkualitas rendah. Ini memicu rework dan keterlambatan.
2. Penerapan Teknologi Baru yang Belum Dikuasai (X8.2)
Koefisien regresi: 0,268
T hitung: 2,962
Analisis: Transisi ke metode konstruksi modern seperti BIM, prefabrikasi, atau teknologi jarak jauh memang terpaksa dilakukan. Namun, minimnya pelatihan dan kesiapan menyebabkan proyek berjalan lambat.
3. Kesulitan Melihat Laporan Laba Rugi per Proyek (X9.4)
Koefisien regresi: 0,194
T hitung: 3,324
Konsekuensi: Manajemen keuangan yang tidak transparan dan lambat memicu keterlambatan pengambilan keputusan, penundaan pembayaran vendor, hingga stagnasi proyek.
Konteks Nyata: Studi Kasus Proyek Rusun PIK Jakarta Timur
Salah satu proyek yang ditinjau adalah pembangunan Rusun PIK di Jakarta Timur. Proyek ini mengalami keterlambatan akibat pembatasan pekerja, sulitnya distribusi material, serta ketidakmampuan mengadaptasi teknologi kerja jarak jauh. Tim manajemen kesulitan mengevaluasi progres karena absennya sistem digital yang solid.
Korelasi Faktor Tambahan: Kompleksitas Tidak Hanya dari Tiga Sub-Faktor
Meskipun hanya tiga faktor yang signifikan secara statistik, analisis korelasi Pearson menunjukkan hubungan kuat pada beberapa sub-faktor lain:
Ketiga faktor ini tidak signifikan dalam regresi, namun tetap berpengaruh dalam dinamika proyek, khususnya dalam koordinasi harian dan pengambilan keputusan.
Interpretasi Tambahan: Mengapa Ini Terjadi?
Pandemi memaksa proyek bekerja dalam keterbatasan:
Perbandingan dengan Studi Sebelumnya
Penelitian ini senada dengan studi Dartok (2021) di Batam yang menunjukkan bahwa 50,16% keterlambatan proyek berasal dari masalah material, dan 26% dari PHK pekerja. Ini menunjukkan pola yang konsisten secara nasional: pasokan dan sumber daya manusia menjadi titik lemah utama saat pandemi.
Rekomendasi Praktis: Apa yang Bisa Dilakukan?
Berdasarkan temuan ini, beberapa strategi bisa diterapkan untuk mencegah kendala berulang:
Peningkatan Transparansi Laporan: Setiap proyek harus memiliki sistem laporan laba rugi mingguan yang dapat diakses stakeholder.
Kesimpulan: Triple Constraint Butuh Penanganan Holistik
Kunci dari keberhasilan proyek bukan sekadar menyelesaikan bangunan tepat waktu atau dalam anggaran, tetapi menjaga keseimbangan antara mutu, waktu, dan biaya. Pandemi menantang semua itu secara bersamaan. Studi Monika Natalia dkk. membuktikan bahwa kelemahan dalam mutu material, ketidaksiapan teknologi, dan buruknya sistem keuangan internal menjadi pemicu utama kegagalan proyek konstruksi di Jakarta. Tanpa perbaikan sistemik, triple constraint akan selalu menjadi sumber masalah dalam kondisi krisis.
Dalam kerangka ke depan, industri konstruksi Indonesia harus belajar dari pandemi dengan memperkuat teknologi, sumber daya manusia, serta keuangan proyek. Tidak cukup hanya bertahan, proyek-proyek masa depan harus tangguh menghadapi krisis. Transformasi digital, budaya belajar yang cepat, dan kolaborasi lintas fungsi bukan lagi pilihan—melainkan kebutuhan.
Sumber:
Natalia, M., Riswandi, R., Oktaviani, D., & Putri, M. H. (2021). Analisis Faktor-Faktor Penyebab Kendala Triple Constraint Proyek Konstruksi di Kota Jakarta Akibat Pandemi Covid-19. Siklus: Jurnal Teknik Sipil, 7(2), 160–174. https://doi.org/10.31849/siklus.v7i2.7397
Manajemen Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 19 Mei 2025
Pendahuluan
Industri konstruksi Mesir memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional, menyumbang lebih dari 15% PDB negara tersebut. Namun, di balik angka pertumbuhan yang mengesankan, proyek konstruksi Mesir kerap dilanda pembengkakan biaya dan keterlambatan waktu. Salah satu penyebab utamanya adalah "rework" atau pengerjaan ulang.
Rework adalah upaya mengoreksi kesalahan atau ketidaksesuaian pekerjaan sebelumnya agar sesuai dengan spesifikasi awal. Dalam studi oleh Al-Janabi et al. (2020), rework terbukti menjadi penyebab dominan rendahnya performa proyek, baik dari sisi biaya maupun durasi. Penelitian ini mencoba mengidentifikasi akar penyebab rework di Mesir, menilai dampaknya, serta memberikan rekomendasi strategis berbasis data dari 67 profesional konstruksi pada 19 proyek bernilai 45 juta hingga 5,25 miliar EGP.
Apa Itu Rework dan Mengapa Ia Begitu Merugikan?
Rework bukan sekadar kesalahan kecil. Ia merupakan biaya tersembunyi yang menggerogoti efisiensi proyek. Dampaknya bisa mencakup:
Studi Josephson et al. (2002) mencatat bahwa rework bisa menyita 7,1% waktu kerja dan menyumbang 4,4% dari total biaya proyek. Dalam konteks Mesir, angka-angka ini bahkan bisa lebih besar karena tantangan ekonomi dan sistem manajemen yang belum terstandardisasi.
10 Kategori Penyebab Rework: Temuan Utama Penelitian
Penelitian ini mengidentifikasi 87 faktor penyebab rework, yang dikelompokkan ke dalam 10 kategori:
1. Faktor Eksternal
Situasi ekonomi nasional (nilai tukar, inflasi) adalah penyebab rework paling krusial (T.I.I.R.I: 68%).
Dampaknya langsung terasa pada harga material, upah, dan jadwal proyek.
2. Faktor Konstruksi
Penjadwalan yang dipaksakan atau schedule compression (T.I.I.R.I: 51,75%) menempati urutan kedua.
Perubahan oleh klien setelah pekerjaan berjalan juga signifikan (T.I.I.R.I: 41%).
3. Faktor Desain
Perubahan desain karena tabrakan dengan utilitas bawah tanah (T.I.I.R.I: 47,83%) sering terjadi pada proyek infrastruktur.
Desain yang belum matang saat tender juga menghambat.
4. Faktor Klien
Perubahan spesifikasi dan kurangnya studi kelayakan sejak awal sangat berpengaruh.
Klien sering mengubah rencana tanpa mempertimbangkan dampak teknis.
5. Faktor Kontraktor dan Subkontraktor
Kekurangan dana dan arus kas menjadi tantangan utama (T.I.I.R.I: 41,54%).
Pemilihan subkontraktor tanpa kriteria kompetensi turut memperburuk situasi.
6. Faktor Supervisi
Perencanaan aktivitas yang buruk dari tim pengawas (T.I.I.R.I: 38,36%) adalah penyumbang signifikan.
7. Faktor Material dan Peralatan
Ketiadaan material saat dibutuhkan (T.I.I.R.I: 37,6%) menyebabkan jeda dan pemborosan waktu.
8. Faktor Lokasi Proyek
Kondisi tanah yang buruk, air tanah tinggi, dan ketiadaan investigasi awal lapangan adalah masalah umum.
9. Faktor Tenaga Kerja
Kekurangan tenaga kerja terampil dan mutu pengerjaan rendah menjadi tantangan serius.
10. Faktor Dokumen Kontrak
Dokumen kontrak yang kabur atau tidak lengkap mengarah pada klaim dan perubahan pekerjaan.
Studi Kasus: Proyek-Proyek Bernilai Miliaran di Mesir
Dari 19 proyek yang diteliti, 16 di antaranya adalah proyek baru bernilai ratusan juta hingga miliaran EGP, mencakup:
Fakta menarik: proyek perumahan mendominasi dengan 40,3% responden bekerja pada sektor ini. Hal ini mencerminkan tren pertumbuhan pesat sektor properti di Mesir.
Dampak Langsung dan Tidak Langsung dari Rework
Rework memiliki dua jenis dampak:
Menurut Love (2002), dampak tak langsung bisa mencapai 3-6 kali lebih besar dari biaya langsung. Di proyek Mesir, keterlambatan akibat rework sering kali memicu tuntutan hukum antar pihak.
Analisis Tambahan dan Opini: Mengapa Rework Terjadi dan Bagaimana Mencegahnya?
Berdasarkan temuan, akar rework adalah kombinasi lemahnya koordinasi, kurangnya perencanaan awal, dan tekanan ekonomi. Dalam konteks Mesir:
Solusi Praktis yang Direkomendasikan:
Perbandingan dengan Negara Lain
Berikut perbandingan penyebab rework antara Mesir dan negara lain:
Mesir unik karena pengaruh besar kondisi ekonomi makro terhadap proyek mikro.
Kesimpulan
Penelitian ini berhasil mengidentifikasi faktor-faktor penyebab utama rework di proyek konstruksi Mesir. Yang paling dominan adalah pengaruh situasi ekonomi, disusul oleh penjadwalan yang dipaksakan dan perubahan desain. Dampaknya sangat signifikan, terutama pada proyek-proyek bernilai besar.
Untuk meminimalisir dampak rework, diperlukan perubahan pendekatan dari semua stakeholder: mulai dari perencanaan awal yang matang, penggunaan teknologi, hingga pengelolaan sumber daya manusia yang profesional.
Sumber
Al-Janabi, A. M., Abdel-Monem, M. S., & El-Dash, K. M. (2020). Factors causing rework and their impact on projects' performance in Egypt. Journal of Civil Engineering and Management, 26(7), 666-689. https://doi.org/10.3846/jcem.2020.12916
Manajemen Konstruksi
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 09 Mei 2025
Dalam dunia konstruksi yang penuh dengan dinamika dan banyak pihak terlibat, komunikasi visual menjadi kunci utama keberhasilan proyek. Artikel ini menyoroti betapa pentingnya penggunaan Visual Management (VM) sebagai bagian dari pendekatan Lean Construction. Diadaptasi dari kesuksesan lean manufacturing milik Toyota, pendekatan lean dalam konstruksi bertujuan mengurangi limbah dan meningkatkan nilai proyek. VM menjadi alat bantu yang sangat efektif dalam mendukung tujuan tersebut karena menyederhanakan komunikasi dan pengambilan keputusan langsung di lapangan.
Tujuan Penelitian dan Metodologi
Penelitian ini bertujuan menganalisis penggunaan dan efektivitas 12 alat visual dalam proyek konstruksi di India. Data dikumpulkan melalui survei terhadap 725 profesional konstruksi (kontraktor, konsultan, akademisi, dan lembaga pemerintah), yang menghasilkan 153 tanggapan valid. Metode analisis yang digunakan meliputi:
Pendekatan kuantitatif dan kualitatif dikombinasikan untuk memberikan gambaran menyeluruh.
Visual Management Tools: Alat yang Menyederhanakan Kompleksitas
Berikut ini beberapa alat visual yang dievaluasi dalam penelitian:
Big Room
Big Room adalah ruang kolaboratif yang dilengkapi dengan papan informasi, kode warna, dan jadwal kerja (LPS). Pertemuan harian 15 menit (disebut hurdle meeting) menjadi sarana untuk mengevaluasi status proyek, membahas kendala, dan menyelaraskan jadwal antar tim. RII Big Room: 92% (paling tinggi dalam survei)
5S (Sort, Set in Order, Shine, Standardize, Sustain)
Teknik manajemen lokasi kerja ini berasal dari Jepang dan bertujuan mengatur, membersihkan, dan menstandarkan lingkungan kerja agar lebih efisien. 5S memungkinkan pengurangan waktu pencarian alat dan meningkatkan disiplin visual. RII 5S: 91%
Last Planner System (LPS)
Sistem perencanaan kolaboratif lima tahap ini memungkinkan perencanaan jangka pendek yang realistis dan disepakati bersama, mengurangi ketidakpastian di lapangan. RII LPS: 90%
Building Information Modeling (BIM)
BIM digunakan untuk menyatukan semua informasi desain dan teknik dalam satu model digital. BIM membantu dalam clash detection dan memvisualisasikan hasil akhir proyek sejak awal. RII BIM: 88%
Augmented Construction Field Visualization
Teknologi realitas tertambah ini memproyeksikan desain 3D ke lokasi nyata, memudahkan stakeholder memahami hasil akhir dan melakukan revisi desain sebelum pekerjaan dimulai. RII: 85%
Temuan Utama: RII dan Cluster Analysis
Penelitian mengidentifikasi tiga kategori utama alat berdasarkan nilai RII:
Salah satu insight menarik dari cluster analysis adalah bahwa BIM, meskipun tidak mendapatkan RII tertinggi, menjadi predictor paling kuat dalam meningkatkan nilai proyek.
Studi Kasus: Praktik Visual Management di Lapangan
Salah satu studi kasus menampilkan pelaksanaan Big Room yang memperlihatkan manfaat besar dalam menyelaraskan komunikasi antar kontraktor dan subkontraktor. Misalnya, dengan memasang informasi status proyek secara visual, semua pekerja dari berbagai latar belakang bahasa dapat langsung memahami prioritas dan kendala tanpa harus melalui rapat panjang.
Sebagai contoh, ketika proyek mengalami keterlambatan dalam pengiriman beton pracetak, papan visual menampilkan status logistik real-time yang memungkinkan tim proyek segera mengatur ulang urutan pekerjaan. Ini menghindarkan biaya idle tinggi yang biasanya muncul karena informasi tidak tersebar dengan cepat.
Tantangan dan Hambatan
Meskipun manfaatnya jelas, masih banyak proyek yang belum menerapkan visual management. Alasan utamanya:
Penggunaan alat seperti Heijunka masih sangat minim, padahal teknik ini dapat mengatur produksi secara merata dan menghindari kelebihan stok yang sering kali membebani lokasi proyek.
Rekomendasi Penulis
Penulis memberikan beberapa rekomendasi kunci:
Opini Penulis Resensi: Visual Management sebagai Masa Depan Lean Konstruksi
Artikel ini menjadi jembatan penting antara teori lean dan praktik lapangan yang nyata. Visual Management tidak hanya sekadar alat komunikasi, tetapi juga platform koordinasi, pemantauan, hingga motivasi kerja. Dalam konteks proyek-proyek konstruksi di Indonesia yang juga memiliki masalah fragmentasi stakeholder dan keterlambatan logistik, pendekatan ini sangat relevan.
Dengan era digital yang terus berkembang dan adopsi teknologi seperti BIM semakin umum, visual management menjadi pilar utama dalam transformasi manajemen konstruksi yang lebih transparan, efisien, dan kolaboratif. Ini bukan sekadar tren, tapi kebutuhan.
Sumber asli artikel:
Subhav Singh & Kaushal Kumar. A study of lean construction and visual management tools through cluster analysis. Ain Shams Engineering Journal, 12 (2021), 1153–1162.
Manajemen Konstruksi
Dipublikasikan oleh Anisa pada 08 Mei 2025
Dalam dunia konstruksi, pemilihan metode pengadaan proyek (procurement method) bukan sekadar urusan administratif—ia adalah keputusan strategis yang berdampak langsung pada keberhasilan proyek dari sisi waktu, biaya, dan mutu. Penelitian Babatunde dkk. menawarkan evaluasi komprehensif terhadap berbagai metode pengadaan yang digunakan di Nigeria, serta menyingkap faktor-faktor utama yang memengaruhi preferensi terhadap metode tradisional maupun non-konvensional.
Latar Belakang—Mengapa Evaluasi Metode Pengadaan Penting?
Proyek konstruksi adalah investasi besar dengan kompleksitas tinggi. Menurut Daniel (2006), metode pengadaan bertujuan mengoptimalkan tiga parameter utama: waktu penyelesaian, biaya, dan kualitas bangunan. Namun kenyataannya, banyak proyek justru gagal memenuhi ketiganya. Hal ini mendorong evaluasi terhadap sistem pengadaan yang dipakai, terutama di negara berkembang seperti Nigeria, yang tengah menggeliat secara infrastruktur.
Metodologi Penelitian—Survei Profesional Konstruksi di Lagos
Penelitian ini menggunakan kuesioner terstruktur yang disebar kepada 100 profesional konstruksi di Lagos, pusat aktivitas konstruksi terbesar di Nigeria. Sebanyak 52 responden memberikan data valid, dengan representasi yang cukup merata:
Profesi: 53,84% quantity surveyor, 17,31% arsitek, 11,54% insinyur sipil/struktur, sisanya builder & engineer lainnya.
Latar organisasi: 42,3% institusi publik, 38,5% konsultan, 19,2% kontraktor.
Rata-rata pengalaman kerja: 8 tahun.
Dengan komposisi ini, data yang dikumpulkan dinilai cukup kredibel untuk merepresentasikan perspektif seluruh pelaku proyek.
Ragam Metode Pengadaan Proyek yang Digunakan
1. Metode Tradisional (Design-Bid-Build)
Metode klasik ini masih dominan, digunakan oleh 48,08% responden. Ciri utamanya adalah pemisahan antara fase desain, tender, dan pelaksanaan konstruksi.
Sub-varian Metode Tradisional:
Bills of Quantities
Drawings & Specifications
Cost Reimbursement
Schedule of Rates
2. Metode Design–Build
Meski lebih efisien secara teori, hanya 19,24% responden yang pernah menggunakannya. Sub-jenis yang paling dikenal:
Design and Construct (9,62%)
Package Deal (5,77%)
Construction Management (3,85%)
3. Public–Private Partnership (PPP)
Cukup populer di Nigeria, digunakan oleh 32,69% responden. Varian yang paling umum:
Build-Operate-Transfer (BOT) – 17,30%
Build-Own-Operate-Transfer (BOOT) – 5,77%
Lainnya: DBFT, ROT, BLT, dll.
Catatan penting: Management Contracting dan DBFO tidak digunakan sama sekali, mengindikasikan ketidaksiapan atau ketidakcocokan dengan struktur pasar lokal.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode
Penelitian ini menggunakan Relative Importance Index (RII) untuk menilai 15 faktor yang memengaruhi pemilihan metode, dari dua sisi: tradisional dan non-konvensional.
Untuk Metode Tradisional, Top 3 Faktor:
Penyelesaian sesuai waktu (RII = 0.78)
Penyelesaian sesuai biaya (RII = 0.76)
Ketersediaan informasi sejak awal proyek (RII = 0.75)
Untuk Metode Non-Konvensional, Top 3 Faktor:
Jaminan kualitas (RII = 0.81)
Penyelesaian sesuai waktu (RII = 0.73)
Kesesuaian dengan karakter proyek (RII = 0.73)
Temuan Tambahan:
Faktor “cheapest cost” justru tidak terlalu penting (RII rendah: 0.63–0.66), membantah mitos bahwa pemilihan metode selalu berorientasi harga.
“Fleksibilitas terhadap perubahan klien” menjadi faktor paling rendah dalam metode non-konvensional (RII = 0.55), yang ironis karena metode seperti D&B justru dikenal fleksibel.
Analisis Tambahan & Refleksi Praktis
A. Mengapa Metode Tradisional Masih Dominan?
Faktor sejarah dan kebiasaan memegang peran besar. Metode ini telah lama digunakan, dan banyak pemilik proyek serta pemerintah masih merasa nyaman dengan struktur yang dikenal.
Namun, metode ini memiliki kelemahan signifikan:
Tidak efisien waktu
Rentan konflik antara desainer dan kontraktor
Tidak cocok untuk proyek yang butuh kecepatan dan integrasi tinggi
B. Potensi Metode D&B dan PPP yang Belum Tergarap
Design–build hanya menyumbang 19,24% dari total praktik. Padahal di negara lain seperti Malaysia dan Indonesia, metode ini mulai populer untuk proyek swasta dan publik karena:
Lebih cepat
Tanggung jawab terpusat
Mengurangi konflik kontraktual
PPP juga sangat potensial untuk membiayai proyek besar di Nigeria, mengingat keterbatasan anggaran pemerintah.
Kritik Konstruktif terhadap Penelitian
Kekuatan:
Metodologi survei yang solid
Representasi responden yang beragam
Analisis kuantitatif yang tajam (menggunakan RII)
Kekurangan:
Terlalu terfokus pada wilayah Lagos; hasil mungkin tidak mewakili seluruh Nigeria.
Tidak ada studi kasus proyek nyata untuk menguatkan klaim.
Belum mengeksplorasi faktor eksternal seperti kebijakan pemerintah atau tekanan global.
Penelitian lanjutan disarankan mencakup data nasional, serta menggabungkan pendekatan studi kasus lapangan.
Implikasi untuk Dunia Konstruksi Global
1. Bagi Pemerintah dan Regulator
Perlu edukasi dan sosialisasi tentang alternatif metode pengadaan proyek, terutama PPP dan D&B. Regulasi juga harus fleksibel agar bisa mengakomodasi metode non-konvensional.
2. Bagi Praktisi
Kontraktor dan konsultan perlu meningkatkan kompetensi dalam metode baru. Misalnya, memahami risiko kontrak lump sum dalam D&B atau struktur keuangan dalam PPP.
3. Bagi Akademisi
Penelitian seperti ini harus dijadikan dasar kurikulum agar calon profesional memahami keunggulan dan tantangan dari setiap metode pengadaan.
Kesimpulan—Antara Tradisi dan Transformasi
Paper ini memberikan gambaran jelas tentang lanskap metode pengadaan proyek di Nigeria: masih didominasi oleh tradisi, namun perlahan-lahan membuka ruang untuk inovasi. Walau metode D&B dan PPP telah diterapkan, masih dibutuhkan upaya masif untuk mengubah pola pikir dan struktur industri.
Pemilihan metode pengadaan bukan sekadar teknis—ia adalah cerminan kesiapan industri dalam merespons tantangan zaman. Di tengah dorongan efisiensi, transparansi, dan percepatan pembangunan, masa depan konstruksi ada pada metode yang fleksibel, kolaboratif, dan adaptif.
Sumber Artikel
Babatunde, S.O., Opawole, A., & Ujaddughe, I.C. (2010). An Appraisal of Project Procurement Methods in the Nigerian Construction Industry.
Published in: Civil Engineering Dimension, Vol. 12, No. 1, pp. 1–7.
Tersedia di: Civil Engineering Dimension atau repositori akademik terdekat.
Manajemen Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 30 April 2025
Pendahuluan: Mengapa Teknologi Penting dalam Manajemen Biaya Konstruksi?
Industri konstruksi adalah salah satu sektor dengan tingkat ketidakpastian tertinggi, terutama terkait pengelolaan waktu dan biaya. Dalam konteks ini, peran teknologi menjadi sangat vital untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi. Artikel yang ditulis oleh Uchenna Sampson Igwe dan rekan-rekannya bertujuan mengevaluasi penerimaan terhadap teknologi kontemporer dalam manajemen biaya proyek konstruksi di Nigeria, dengan menyasar pelaku profesional seperti quantity surveyor, insinyur, arsitek, dan manajer proyek.
Tujuan dan Signifikansi Studi
Penelitian ini bertujuan untuk:
Menilai tingkat pemahaman para profesional terhadap teknologi konstruksi modern
Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi penerimaan teknologi
Menentukan strategi adopsi teknologi yang optimal dalam konteks lokal
Dengan pendekatan ini, studi berkontribusi langsung terhadap pengambilan keputusan berbasis data dalam implementasi teknologi di sektor konstruksi—khususnya pada area manajemen biaya.
Metode Penelitian: Kuantitatif dan Statistis
Responden
Penelitian dilakukan dengan menyebarkan 450 kuesioner ke berbagai profesional di industri konstruksi di Nigeria, dengan tingkat respons sebesar 86,7% (390 responden).
Alat Analisis
Deskriptif Statistik: untuk menilai pengetahuan dan pengalaman
Exploratory Factor Analysis (EFA): untuk mengidentifikasi klaster faktor yang memengaruhi penerimaan teknologi
SPSS 22.0: sebagai alat bantu analisis data
Hasil Utama: Tingkat Pemahaman dan Penggunaan Teknologi
Pengetahuan Umum
Mayoritas responden menunjukkan pemahaman tinggi terhadap berbagai teknologi modern seperti:
BIM (Building Information Modeling)
CostX
Microsoft Project
Primavera Namun hanya 42% dari responden yang menggunakan teknologi ini secara rutin dalam pekerjaan sehari-hari.
Tingkat Penerimaan (Acceptance Level)
Hasil EFA menunjukkan 5 faktor utama yang membentuk dimensi penerimaan teknologi:
Technological Competence
Organizational Readiness
External Influence
Economic Viability
Behavioral Intention
Analisis tambahan: Dari kelima faktor tersebut, kompetensi teknis individu memiliki bobot tertinggi (0,781), mengindikasikan bahwa kemampuan personel lebih berpengaruh daripada aspek biaya atau dorongan eksternal.
Hambatan Implementasi Teknologi
Faktor Internal
Kurangnya pelatihan reguler dan pendidikan berbasis teknologi
Keterbatasan dalam integrasi software
Resistensi terhadap perubahan, terutama dari staf senior
Faktor Eksternal
Infrastruktur internet yang buruk
Biaya lisensi software yang tinggi
Kurangnya dukungan kebijakan dari regulator lokal
Studi pembanding: Kondisi ini mirip dengan hasil penelitian di Ghana (Owusu-Manu, 2018), di mana profesional konstruksi mengalami hambatan besar dalam adopsi BIM karena kekurangan infrastruktur dan pelatihan.
Rekomendasi Penelitian: Jalan Menuju Transformasi
Penulis merekomendasikan strategi berikut untuk mendorong adopsi teknologi:
In-house training dan sertifikasi profesional untuk BIM, CostX, dsb.
Investasi dalam infrastruktur digital dan cloud computing
Insentif pemerintah atau lembaga proyek bagi kontraktor yang menerapkan teknologi manajemen biaya
Kolaborasi antara industri dan institusi pendidikan tinggi dalam kurikulum berbasis teknologi
Opini tambahan: Pemerintah dapat mempertimbangkan pemberian subsidi software atau kebijakan pajak progresif untuk mendorong adopsi teknologi bagi perusahaan kecil dan menengah.
Dampak Praktis terhadap Industri Konstruksi
Dengan adopsi teknologi yang baik:
Proyek bisa mengurangi deviasi anggaran hingga 30% (berdasarkan simulasi dari proyek BIM di Afrika Selatan)
Durasi perencanaan proyek dipangkas 20–25%
Risiko keterlambatan dan konflik kontrak bisa ditekan melalui visualisasi biaya dan progres waktu secara simultan
Kritik Terhadap Penelitian
Keterbatasan Lokasi: Penelitian hanya fokus pada wilayah Nigeria, sehingga hasilnya mungkin tidak dapat digeneralisasi secara global.
Tidak menguji korelasi langsung antar variabel: Seperti antara pengalaman kerja dengan tingkat adopsi teknologi.
Aspek gender dan generasi tidak dieksplorasi, padahal perbedaan adopsi antara profesional muda dan senior bisa sangat signifikan.
Kesimpulan: Teknologi Bukan Pilihan, Tapi Kebutuhan
Penelitian ini secara gamblang menunjukkan bahwa penerimaan terhadap teknologi dalam manajemen biaya proyek konstruksi tidak hanya ditentukan oleh biaya atau tekanan eksternal, melainkan juga kesiapan teknis internal dan niat perilaku. Dalam era digital, kemampuan adaptasi terhadap perangkat lunak dan sistem berbasis data bukanlah nilai tambah, melainkan keharusan.
Untuk negara berkembang, termasuk Indonesia, temuan ini menguatkan pentingnya pembangunan ekosistem teknologi yang mendukung efisiensi biaya proyek, transparansi, serta daya saing sektor konstruksi di masa depan.
Sumber Artikel
Igwe, U. S., Okolie, K. C., & Ngwu, C. A. (2023). Acceptance of Contemporary Technologies for Cost Management of Construction Projects. Journal of Engineering, Project, and Production Management, 13(1), 51–63.
Tersedia di: https://www.ppml.url.tw/EPPM_Journal/volumns/13_01_January_2023/ID_9255_13_1_51_63.pdf
Manajemen Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 30 April 2025
Pendahuluan
Pembangunan kawasan industri seperti Karawang memerlukan kualitas infrastruktur yang tinggi, termasuk dalam konstruksi lantai beton. Salah satu inovasi terbaru adalah metode superflat floor, yang dirancang untuk memenuhi standar tinggi dalam hal kerataan dan elevasi lantai. Artikel ini mengulas secara kritis implementasi manajemen konstruksi terhadap keberhasilan proyek superflat floor berdasarkan penelitian oleh Imam Muhammad Fikri, Darmawan Pontan, dan Dhanu Setyo Bhekti.
Apa Itu Superflat Floor dan Mengapa Penting?
Superflat floor adalah sistem pelat lantai beton dengan standar deviasi elevasi maksimum 3 mm dalam jarak 3 meter, sesuai spesifikasi American Concrete Institute (ACI). Lantai jenis ini digunakan di pabrik dan gudang yang menggunakan kendaraan otomatis (AGV) atau rak penyimpanan berkapasitas tinggi, sehingga kerataan sangat krusial.
Tujuan Penelitian dan Metode
Penelitian bertujuan mengukur dampak implementasi manajemen konstruksi terhadap kesuksesan proyek superflat floor di kawasan industri Karawang. Metode yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif berbasis kuesioner pada 30 responden dari kalangan kontraktor, pemilik proyek, dan perencana. Analisis data dilakukan dengan PLS-SEM menggunakan SmartPLS 3.0.
Variabel Penelitian
Penelitian menguji lima variabel utama:
Administrasi: mencakup kemampuan teknis, manajerial, dan K3.
Manajemen Teknologi: efisiensi dan pengembangan teknologi konstruksi.
Total Quality Management (TQM): leadership, komunikasi, dan perencanaan kualitas.
Manajemen Pengetahuan: budaya organisasi dan knowledge sharing.
Keberhasilan Proyek: kriteria seperti ketepatan waktu, minim limbah, dan kepuasan stakeholder.
Hasil Penelitian
Dari hasil analisis statistik, tiga variabel memiliki pengaruh signifikan terhadap keberhasilan proyek:
Manajemen Pengetahuan (T-statistik: 2,111; P-value: 0.035)
Total Quality Management (T-statistik: 1,546; P-value: 0.122)
Administrasi (T-statistik: 1,594; P-value: 0.111)
Sementara itu, manajemen teknologi tidak memberikan dampak signifikan (T-statistik: 0.276; P-value: 0.783).
Analisis Tambahan:
Knowledge Management terbukti menjadi variabel paling dominan. Dalam industri konstruksi modern, praktik berbagi pengetahuan dan pengembangan budaya organisasi mendukung produktivitas dan adaptasi teknologi.
Administrasi seperti kemampuan teknis dan pengalaman juga sangat penting, terutama dalam proses tender dan pengawasan proyek.
Studi Kasus: Proyek Superflat Floor di Karawang
Proyek ini dilaksanakan di kawasan industri pabrik tisu. Tantangan utamanya adalah menjaga konsistensi elevasi dan menghindari retakan. Berkat perencanaan yang matang dan manajemen kualitas yang baik, proyek mampu menyelesaikan konstruksi sesuai spesifikasi standar ACI Superflat.
Implikasi Praktis untuk Industri Konstruksi
Penelitian ini memberikan wawasan bagi para profesional konstruksi untuk lebih fokus pada:
Peningkatan pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia.
Penguatan sistem dokumentasi dan evaluasi proyek.
Penerapan sistem manajemen mutu secara menyeluruh.
Kritik dan Saran
Meskipun metodologi penelitian cukup solid, jumlah responden yang terbatas (30 orang) bisa jadi kurang representatif. Akan lebih baik jika penelitian lanjutan mencakup proyek dari berbagai sektor konstruksi dan melibatkan lebih banyak stakeholder.
Selain itu, variabel manajemen teknologi yang tidak signifikan sebaiknya dikaji ulang—bisa jadi ini akibat rendahnya penetrasi teknologi mutakhir seperti BIM (Building Information Modeling) di proyek tersebut.
Kesimpulan
Implementasi manajemen konstruksi, khususnya dalam aspek pengetahuan, kualitas, dan administrasi, berperan krusial dalam keberhasilan proyek superflat floor. Industri konstruksi di Indonesia harus mulai mengadopsi pendekatan berbasis pengetahuan dan kualitas secara lebih menyeluruh agar mampu bersaing secara global.
Referensi
Penelitian ini dapat diakses melalui jurnal Syntax Idea Vol. 6, No. 1 (2024), dengan judul: "Analisis Implementasi Manajemen Konstruksi Terhadap Keberhasilan Proyek Lantai Beton Superflat" oleh Imam Muhammad Fikri, Darmawan Pontan, dan Dhanu Setyo Bhekti. DOI: https://doi.org/10.46799/syntax-idea.v6i1.2840