Manajemen Konstruksi

Mengkritisi Metode Pengadaan Proyek di Industri Konstruksi Nigeria: Antara Tradisional dan Inovasi

Dipublikasikan oleh Anisa pada 08 Mei 2025


Dalam dunia konstruksi, pemilihan metode pengadaan proyek (procurement method) bukan sekadar urusan administratif—ia adalah keputusan strategis yang berdampak langsung pada keberhasilan proyek dari sisi waktu, biaya, dan mutu. Penelitian Babatunde dkk. menawarkan evaluasi komprehensif terhadap berbagai metode pengadaan yang digunakan di Nigeria, serta menyingkap faktor-faktor utama yang memengaruhi preferensi terhadap metode tradisional maupun non-konvensional.

Latar Belakang—Mengapa Evaluasi Metode Pengadaan Penting?

Proyek konstruksi adalah investasi besar dengan kompleksitas tinggi. Menurut Daniel (2006), metode pengadaan bertujuan mengoptimalkan tiga parameter utama: waktu penyelesaian, biaya, dan kualitas bangunan. Namun kenyataannya, banyak proyek justru gagal memenuhi ketiganya. Hal ini mendorong evaluasi terhadap sistem pengadaan yang dipakai, terutama di negara berkembang seperti Nigeria, yang tengah menggeliat secara infrastruktur.

Metodologi Penelitian—Survei Profesional Konstruksi di Lagos

Penelitian ini menggunakan kuesioner terstruktur yang disebar kepada 100 profesional konstruksi di Lagos, pusat aktivitas konstruksi terbesar di Nigeria. Sebanyak 52 responden memberikan data valid, dengan representasi yang cukup merata:

  • Profesi: 53,84% quantity surveyor, 17,31% arsitek, 11,54% insinyur sipil/struktur, sisanya builder & engineer lainnya.

  • Latar organisasi: 42,3% institusi publik, 38,5% konsultan, 19,2% kontraktor.

  • Rata-rata pengalaman kerja: 8 tahun.
     

Dengan komposisi ini, data yang dikumpulkan dinilai cukup kredibel untuk merepresentasikan perspektif seluruh pelaku proyek.

Ragam Metode Pengadaan Proyek yang Digunakan

1. Metode Tradisional (Design-Bid-Build)

Metode klasik ini masih dominan, digunakan oleh 48,08% responden. Ciri utamanya adalah pemisahan antara fase desain, tender, dan pelaksanaan konstruksi.

Sub-varian Metode Tradisional:

  • Bills of Quantities

  • Drawings & Specifications

  • Cost Reimbursement

  • Schedule of Rates

2. Metode Design–Build

Meski lebih efisien secara teori, hanya 19,24% responden yang pernah menggunakannya. Sub-jenis yang paling dikenal:

  • Design and Construct (9,62%)

  • Package Deal (5,77%)

  • Construction Management (3,85%)

3. Public–Private Partnership (PPP)

Cukup populer di Nigeria, digunakan oleh 32,69% responden. Varian yang paling umum:

  • Build-Operate-Transfer (BOT) – 17,30%

  • Build-Own-Operate-Transfer (BOOT) – 5,77%

  • Lainnya: DBFT, ROT, BLT, dll.

Catatan penting: Management Contracting dan DBFO tidak digunakan sama sekali, mengindikasikan ketidaksiapan atau ketidakcocokan dengan struktur pasar lokal.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode

Penelitian ini menggunakan Relative Importance Index (RII) untuk menilai 15 faktor yang memengaruhi pemilihan metode, dari dua sisi: tradisional dan non-konvensional.

Untuk Metode Tradisional, Top 3 Faktor:

  1. Penyelesaian sesuai waktu (RII = 0.78)

  2. Penyelesaian sesuai biaya (RII = 0.76)

  3. Ketersediaan informasi sejak awal proyek (RII = 0.75)

Untuk Metode Non-Konvensional, Top 3 Faktor:

  1. Jaminan kualitas (RII = 0.81)

  2. Penyelesaian sesuai waktu (RII = 0.73)

  3. Kesesuaian dengan karakter proyek (RII = 0.73)

Temuan Tambahan:

  • Faktor “cheapest cost” justru tidak terlalu penting (RII rendah: 0.63–0.66), membantah mitos bahwa pemilihan metode selalu berorientasi harga.

  • “Fleksibilitas terhadap perubahan klien” menjadi faktor paling rendah dalam metode non-konvensional (RII = 0.55), yang ironis karena metode seperti D&B justru dikenal fleksibel.

Analisis Tambahan & Refleksi Praktis

A. Mengapa Metode Tradisional Masih Dominan?

Faktor sejarah dan kebiasaan memegang peran besar. Metode ini telah lama digunakan, dan banyak pemilik proyek serta pemerintah masih merasa nyaman dengan struktur yang dikenal.

Namun, metode ini memiliki kelemahan signifikan:

  • Tidak efisien waktu

  • Rentan konflik antara desainer dan kontraktor

  • Tidak cocok untuk proyek yang butuh kecepatan dan integrasi tinggi

B. Potensi Metode D&B dan PPP yang Belum Tergarap

Design–build hanya menyumbang 19,24% dari total praktik. Padahal di negara lain seperti Malaysia dan Indonesia, metode ini mulai populer untuk proyek swasta dan publik karena:

  • Lebih cepat

  • Tanggung jawab terpusat

  • Mengurangi konflik kontraktual

PPP juga sangat potensial untuk membiayai proyek besar di Nigeria, mengingat keterbatasan anggaran pemerintah.

Kritik Konstruktif terhadap Penelitian

Kekuatan:

  • Metodologi survei yang solid

  • Representasi responden yang beragam

  • Analisis kuantitatif yang tajam (menggunakan RII)
     

Kekurangan:

  • Terlalu terfokus pada wilayah Lagos; hasil mungkin tidak mewakili seluruh Nigeria.

  • Tidak ada studi kasus proyek nyata untuk menguatkan klaim.

  • Belum mengeksplorasi faktor eksternal seperti kebijakan pemerintah atau tekanan global.

Penelitian lanjutan disarankan mencakup data nasional, serta menggabungkan pendekatan studi kasus lapangan.

Implikasi untuk Dunia Konstruksi Global

1. Bagi Pemerintah dan Regulator

Perlu edukasi dan sosialisasi tentang alternatif metode pengadaan proyek, terutama PPP dan D&B. Regulasi juga harus fleksibel agar bisa mengakomodasi metode non-konvensional.

2. Bagi Praktisi

Kontraktor dan konsultan perlu meningkatkan kompetensi dalam metode baru. Misalnya, memahami risiko kontrak lump sum dalam D&B atau struktur keuangan dalam PPP.

3. Bagi Akademisi

Penelitian seperti ini harus dijadikan dasar kurikulum agar calon profesional memahami keunggulan dan tantangan dari setiap metode pengadaan.

Kesimpulan—Antara Tradisi dan Transformasi

Paper ini memberikan gambaran jelas tentang lanskap metode pengadaan proyek di Nigeria: masih didominasi oleh tradisi, namun perlahan-lahan membuka ruang untuk inovasi. Walau metode D&B dan PPP telah diterapkan, masih dibutuhkan upaya masif untuk mengubah pola pikir dan struktur industri.

Pemilihan metode pengadaan bukan sekadar teknis—ia adalah cerminan kesiapan industri dalam merespons tantangan zaman. Di tengah dorongan efisiensi, transparansi, dan percepatan pembangunan, masa depan konstruksi ada pada metode yang fleksibel, kolaboratif, dan adaptif.

Sumber Artikel

Babatunde, S.O., Opawole, A., & Ujaddughe, I.C. (2010). An Appraisal of Project Procurement Methods in the Nigerian Construction Industry.
Published in: Civil Engineering Dimension, Vol. 12, No. 1, pp. 1–7.
Tersedia di: Civil Engineering Dimension atau repositori akademik terdekat.

 

Selengkapnya
Mengkritisi Metode Pengadaan Proyek di Industri Konstruksi Nigeria: Antara Tradisional dan Inovasi

Manajemen Konstruksi

Penerimaan Teknologi Modern dalam Manajemen Biaya Proyek Konstruksi: Tantangan dan Arah Masa Depan

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 30 April 2025


Pendahuluan: Mengapa Teknologi Penting dalam Manajemen Biaya Konstruksi?

Industri konstruksi adalah salah satu sektor dengan tingkat ketidakpastian tertinggi, terutama terkait pengelolaan waktu dan biaya. Dalam konteks ini, peran teknologi menjadi sangat vital untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi. Artikel yang ditulis oleh Uchenna Sampson Igwe dan rekan-rekannya bertujuan mengevaluasi penerimaan terhadap teknologi kontemporer dalam manajemen biaya proyek konstruksi di Nigeria, dengan menyasar pelaku profesional seperti quantity surveyor, insinyur, arsitek, dan manajer proyek.

 

Tujuan dan Signifikansi Studi

Penelitian ini bertujuan untuk:

  • Menilai tingkat pemahaman para profesional terhadap teknologi konstruksi modern

  • Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi penerimaan teknologi

  • Menentukan strategi adopsi teknologi yang optimal dalam konteks lokal
     

Dengan pendekatan ini, studi berkontribusi langsung terhadap pengambilan keputusan berbasis data dalam implementasi teknologi di sektor konstruksi—khususnya pada area manajemen biaya.

 

Metode Penelitian: Kuantitatif dan Statistis

Responden

Penelitian dilakukan dengan menyebarkan 450 kuesioner ke berbagai profesional di industri konstruksi di Nigeria, dengan tingkat respons sebesar 86,7% (390 responden).

Alat Analisis

  • Deskriptif Statistik: untuk menilai pengetahuan dan pengalaman

  • Exploratory Factor Analysis (EFA): untuk mengidentifikasi klaster faktor yang memengaruhi penerimaan teknologi

  • SPSS 22.0: sebagai alat bantu analisis data
     

 

Hasil Utama: Tingkat Pemahaman dan Penggunaan Teknologi

Pengetahuan Umum

Mayoritas responden menunjukkan pemahaman tinggi terhadap berbagai teknologi modern seperti:

  • BIM (Building Information Modeling)

  • CostX

  • Microsoft Project

  • Primavera Namun hanya 42% dari responden yang menggunakan teknologi ini secara rutin dalam pekerjaan sehari-hari.
     

Tingkat Penerimaan (Acceptance Level)

Hasil EFA menunjukkan 5 faktor utama yang membentuk dimensi penerimaan teknologi:

  1. Technological Competence

  2. Organizational Readiness

  3. External Influence

  4. Economic Viability

  5. Behavioral Intention
     

Analisis tambahan: Dari kelima faktor tersebut, kompetensi teknis individu memiliki bobot tertinggi (0,781), mengindikasikan bahwa kemampuan personel lebih berpengaruh daripada aspek biaya atau dorongan eksternal.

 

Hambatan Implementasi Teknologi

Faktor Internal

  • Kurangnya pelatihan reguler dan pendidikan berbasis teknologi

  • Keterbatasan dalam integrasi software

  • Resistensi terhadap perubahan, terutama dari staf senior
     

Faktor Eksternal

  • Infrastruktur internet yang buruk

  • Biaya lisensi software yang tinggi

  • Kurangnya dukungan kebijakan dari regulator lokal
     

Studi pembanding: Kondisi ini mirip dengan hasil penelitian di Ghana (Owusu-Manu, 2018), di mana profesional konstruksi mengalami hambatan besar dalam adopsi BIM karena kekurangan infrastruktur dan pelatihan.

 

Rekomendasi Penelitian: Jalan Menuju Transformasi

Penulis merekomendasikan strategi berikut untuk mendorong adopsi teknologi:

  • In-house training dan sertifikasi profesional untuk BIM, CostX, dsb.

  • Investasi dalam infrastruktur digital dan cloud computing

  • Insentif pemerintah atau lembaga proyek bagi kontraktor yang menerapkan teknologi manajemen biaya

  • Kolaborasi antara industri dan institusi pendidikan tinggi dalam kurikulum berbasis teknologi
     

Opini tambahan: Pemerintah dapat mempertimbangkan pemberian subsidi software atau kebijakan pajak progresif untuk mendorong adopsi teknologi bagi perusahaan kecil dan menengah.

 

Dampak Praktis terhadap Industri Konstruksi

Dengan adopsi teknologi yang baik:

  • Proyek bisa mengurangi deviasi anggaran hingga 30% (berdasarkan simulasi dari proyek BIM di Afrika Selatan)

  • Durasi perencanaan proyek dipangkas 20–25%

  • Risiko keterlambatan dan konflik kontrak bisa ditekan melalui visualisasi biaya dan progres waktu secara simultan
     

 

Kritik Terhadap Penelitian

  • Keterbatasan Lokasi: Penelitian hanya fokus pada wilayah Nigeria, sehingga hasilnya mungkin tidak dapat digeneralisasi secara global.

  • Tidak menguji korelasi langsung antar variabel: Seperti antara pengalaman kerja dengan tingkat adopsi teknologi.

  • Aspek gender dan generasi tidak dieksplorasi, padahal perbedaan adopsi antara profesional muda dan senior bisa sangat signifikan.
     

 

Kesimpulan: Teknologi Bukan Pilihan, Tapi Kebutuhan

Penelitian ini secara gamblang menunjukkan bahwa penerimaan terhadap teknologi dalam manajemen biaya proyek konstruksi tidak hanya ditentukan oleh biaya atau tekanan eksternal, melainkan juga kesiapan teknis internal dan niat perilaku. Dalam era digital, kemampuan adaptasi terhadap perangkat lunak dan sistem berbasis data bukanlah nilai tambah, melainkan keharusan.

Untuk negara berkembang, termasuk Indonesia, temuan ini menguatkan pentingnya pembangunan ekosistem teknologi yang mendukung efisiensi biaya proyek, transparansi, serta daya saing sektor konstruksi di masa depan.

 

Sumber Artikel

Igwe, U. S., Okolie, K. C., & Ngwu, C. A. (2023). Acceptance of Contemporary Technologies for Cost Management of Construction Projects. Journal of Engineering, Project, and Production Management, 13(1), 51–63.
Tersedia di: https://www.ppml.url.tw/EPPM_Journal/volumns/13_01_January_2023/ID_9255_13_1_51_63.pdf

Selengkapnya
Penerimaan Teknologi Modern dalam Manajemen Biaya Proyek Konstruksi: Tantangan dan Arah Masa Depan

Manajemen Konstruksi

Meningkatkan Keberhasilan Proyek Konstruksi melalui Implementasi Manajemen: Studi Kasus Superflat Floor Karawang

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 30 April 2025


Pendahuluan

Pembangunan kawasan industri seperti Karawang memerlukan kualitas infrastruktur yang tinggi, termasuk dalam konstruksi lantai beton. Salah satu inovasi terbaru adalah metode superflat floor, yang dirancang untuk memenuhi standar tinggi dalam hal kerataan dan elevasi lantai. Artikel ini mengulas secara kritis implementasi manajemen konstruksi terhadap keberhasilan proyek superflat floor berdasarkan penelitian oleh Imam Muhammad Fikri, Darmawan Pontan, dan Dhanu Setyo Bhekti.

Apa Itu Superflat Floor dan Mengapa Penting?

Superflat floor adalah sistem pelat lantai beton dengan standar deviasi elevasi maksimum 3 mm dalam jarak 3 meter, sesuai spesifikasi American Concrete Institute (ACI). Lantai jenis ini digunakan di pabrik dan gudang yang menggunakan kendaraan otomatis (AGV) atau rak penyimpanan berkapasitas tinggi, sehingga kerataan sangat krusial.

Tujuan Penelitian dan Metode

Penelitian bertujuan mengukur dampak implementasi manajemen konstruksi terhadap kesuksesan proyek superflat floor di kawasan industri Karawang. Metode yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif berbasis kuesioner pada 30 responden dari kalangan kontraktor, pemilik proyek, dan perencana. Analisis data dilakukan dengan PLS-SEM menggunakan SmartPLS 3.0.

Variabel Penelitian

Penelitian menguji lima variabel utama:

  • Administrasi: mencakup kemampuan teknis, manajerial, dan K3.

  • Manajemen Teknologi: efisiensi dan pengembangan teknologi konstruksi.

  • Total Quality Management (TQM): leadership, komunikasi, dan perencanaan kualitas.

  • Manajemen Pengetahuan: budaya organisasi dan knowledge sharing.

  • Keberhasilan Proyek: kriteria seperti ketepatan waktu, minim limbah, dan kepuasan stakeholder.

Hasil Penelitian

Dari hasil analisis statistik, tiga variabel memiliki pengaruh signifikan terhadap keberhasilan proyek:

  1. Manajemen Pengetahuan (T-statistik: 2,111; P-value: 0.035)

  2. Total Quality Management (T-statistik: 1,546; P-value: 0.122)

  3. Administrasi (T-statistik: 1,594; P-value: 0.111)

Sementara itu, manajemen teknologi tidak memberikan dampak signifikan (T-statistik: 0.276; P-value: 0.783).

 

Analisis Tambahan:

  • Knowledge Management terbukti menjadi variabel paling dominan. Dalam industri konstruksi modern, praktik berbagi pengetahuan dan pengembangan budaya organisasi mendukung produktivitas dan adaptasi teknologi.

  • Administrasi seperti kemampuan teknis dan pengalaman juga sangat penting, terutama dalam proses tender dan pengawasan proyek.

 

Studi Kasus: Proyek Superflat Floor di Karawang

Proyek ini dilaksanakan di kawasan industri pabrik tisu. Tantangan utamanya adalah menjaga konsistensi elevasi dan menghindari retakan. Berkat perencanaan yang matang dan manajemen kualitas yang baik, proyek mampu menyelesaikan konstruksi sesuai spesifikasi standar ACI Superflat.

 

Implikasi Praktis untuk Industri Konstruksi

Penelitian ini memberikan wawasan bagi para profesional konstruksi untuk lebih fokus pada:

  • Peningkatan pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia.

  • Penguatan sistem dokumentasi dan evaluasi proyek.

  • Penerapan sistem manajemen mutu secara menyeluruh.

 

Kritik dan Saran

Meskipun metodologi penelitian cukup solid, jumlah responden yang terbatas (30 orang) bisa jadi kurang representatif. Akan lebih baik jika penelitian lanjutan mencakup proyek dari berbagai sektor konstruksi dan melibatkan lebih banyak stakeholder.

Selain itu, variabel manajemen teknologi yang tidak signifikan sebaiknya dikaji ulang—bisa jadi ini akibat rendahnya penetrasi teknologi mutakhir seperti BIM (Building Information Modeling) di proyek tersebut.

 

Kesimpulan

Implementasi manajemen konstruksi, khususnya dalam aspek pengetahuan, kualitas, dan administrasi, berperan krusial dalam keberhasilan proyek superflat floor. Industri konstruksi di Indonesia harus mulai mengadopsi pendekatan berbasis pengetahuan dan kualitas secara lebih menyeluruh agar mampu bersaing secara global.

 

Referensi

Penelitian ini dapat diakses melalui jurnal Syntax Idea Vol. 6, No. 1 (2024), dengan judul: "Analisis Implementasi Manajemen Konstruksi Terhadap Keberhasilan Proyek Lantai Beton Superflat" oleh Imam Muhammad Fikri, Darmawan Pontan, dan Dhanu Setyo Bhekti. DOI: https://doi.org/10.46799/syntax-idea.v6i1.2840

 

Selengkapnya
Meningkatkan Keberhasilan Proyek Konstruksi melalui Implementasi Manajemen: Studi Kasus Superflat Floor Karawang

Manajemen Konstruksi

Krisis Jalan Nasional: Menelusuri Akar Masalah Penurunan Kualitas Jalan di Indonesia

Dipublikasikan oleh Anisa pada 30 April 2025


Pendahuluan: Jalan sebagai Tulang Punggung Mobilitas Nasional

Jalan bukan sekadar infrastruktur—ia adalah nadi konektivitas sebuah bangsa. Dalam konteks Indonesia, jaringan jalan nasional memainkan peran vital dalam distribusi logistik, konektivitas wilayah, dan penggerak ekonomi lokal hingga nasional. Namun sayangnya, performa pelayanan jalan nasional terus menunjukkan gejala degradasi yang serius.

Laporan dari Kementerian PUPR menyebutkan bahwa meskipun panjang jalan nasional hanya sekitar 8% dari total jaringan jalan Indonesia (sekitar 47.017 km), proporsi kondisi mantapnya jauh lebih tinggi dibandingkan jalan daerah. Jalan provinsi dan kabupaten masih banyak yang rusak ringan hingga berat.

Ironisnya, penurunan kualitas pelayanan ini tidak hanya terjadi karena umur teknis jalan semata, tetapi dipicu oleh kesalahan sistemik yang berlapis: mulai dari perencanaan yang tidak berbasis data, lemahnya manajemen konstruksi, hingga ketidaktegasan hukum terhadap pelanggaran.

Akar Masalah Penurunan Kualitas Jalan Nasional

1. Kelemahan dalam Tahap Perencanaan dan DED

Perencanaan jalan seharusnya menjadi fondasi keberhasilan proyek. Namun dalam banyak kasus, tahapan ini dilakukan dengan basis data yang lemah. Akibatnya, banyak proyek mengalami "addendum kontrak" berulang, di mana rincian desain (DED) harus direvisi karena tidak akurat mencerminkan kondisi lapangan.

Menurut penelitian Rosenfeld (2014), dokumen tender yang belum matang adalah salah satu penyebab utama terjadinya pembengkakan biaya (cost overrun). Hal ini diperparah oleh kecenderungan pemenang tender yang menawar terlalu rendah untuk menang kompetisi, bukan karena efisiensi.

 2. Masalah Pelaksanaan Konstruksi

Proses konstruksi jalan seringkali tidak berjalan sesuai rencana karena berbagai kendala:

  • Material: kualitas buruk, pengiriman terlambat, dan biaya tinggi.
     

  • Peralatan: minim perawatan, suku cadang tidak tersedia, operator tidak terlatih.
     

  • SDM: kompetensi rendah, tidak berorientasi pada standar mutu.
     

  • Pengawasan: lemahnya sistem kontrol mutu dan birokrasi pengujian yang berbelit.
     

Dari hasil penelitian lapangan yang dikutip dalam paper ini, kontribusi keterlambatan proyek paling besar berasal dari kondisi keuangan kontraktor (57%), disusul oleh masalah tenaga kerja (45%) dan material (37%).

3. Pengoperasian Jalan yang Tidak Terkendali

Pasal 307 UU No. 22 Tahun 2009 secara tegas mengatur batas beban kendaraan, namun implementasinya di lapangan masih lemah. Hampir tidak ada pengawasan terhadap kendaraan over dimension dan overload (ODOL), yang mempercepat kerusakan struktural jalan.

Lebih dari 80% logistik di Indonesia diangkut menggunakan moda jalan, menyebabkan "loading time" tinggi dan menurunkan usia pakai jalan secara signifikan. Drainase yang buruk dan tidak terintegrasi juga mempercepat kerusakan karena banjir lokal.

4. Lemahnya Sistem Pemeliharaan Jalan

Pemeliharaan jalan seharusnya bersifat preventif dan berkelanjutan. Sayangnya, anggaran pemeliharaan rutin masih di bawah 4% dari total alokasi belanja jalan nasional. Rehabilitasi sering kali bersifat reaktif dan tidak berdasarkan riset komprehensif akar masalah kerusakan jalan.

Pemeliharaan juga gagal menyentuh aspek struktural karena rendahnya pemahaman penyedia jasa terhadap standar mutu. Pemanfaatan teknologi seperti Building Information Modelling (BIM) dan IRMS belum sepenuhnya diadopsi oleh seluruh pelaksana.

Konsep SIDLACOM: Solusi atau Sekadar Retorika?

SIDLACOM (Survey, Investigation, Design, Land Acquisition, Construction, Operation, Maintenance) merupakan konsep penyelenggaraan jalan berbasis siklus hidup infrastruktur. Konsep ini diatur dalam Permen PU No. 603/2005 dan telah diterapkan oleh Ditjen Bina Marga sebagai bagian dari transformasi digital (Big Data dan Industri 4.0).

Beberapa aplikasi pendukungnya antara lain:

  • IRMS (Indonesia Road Management System): Perencanaan berbasis data real-time.
     

  • SHMS (Structural Health Monitoring System): Pemantauan struktur jembatan.
     

  • WIM-Bridge: Pemantauan kendaraan ODOL secara otomatis.
     

  • Invi-J: Inspeksi jembatan berbasis digital.
     

Namun efektivitas SIDLACOM belum maksimal. Salah satu kritik utama adalah lemahnya kompetensi SDM di tiap tahap siklus proyek. Tanpa manajemen konstruksi yang kuat, konsep ideal seperti SIDLACOM hanya akan menjadi wacana tanpa implementasi nyata.

Studi Kasus dan Pembelajaran dari Lapangan

Studi Kasus 1: Ruas Jalan Tol Cisumdawu

Dalam studi oleh Priyambodo (2019), keterlambatan pembangunan Tol Cisumdawu disebabkan oleh rendahnya kompetensi konsultan pengawas, pengukuran volume pekerjaan yang keliru, serta lemahnya pengendalian biaya dan waktu. Padahal proyek ini merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional.

Studi Kasus 2: Jalan Flobamora dan W. J. Lalamentik

Udiana et al. (2014) mengidentifikasi penyebab kerusakan jalan di NTT sebagai akibat dari sistem drainase yang buruk, kualitas material rendah, dan perencanaan lapis perkerasan yang tidak sesuai dengan kondisi tanah. Solusinya adalah sinkronisasi perencanaan dengan kondisi mikro lokal.

Studi Kasus 3: Proyek Jalan di Asia

Herrera et al. (2020) menyatakan bahwa mayoritas proyek jalan di Asia mengalami pembengkakan biaya karena kegagalan pada tahap desain dan perencanaan. Ini menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi Indonesia juga merupakan isu global.

Rekomendasi Strategis

1. Penguatan Manajemen Konstruksi Berbasis 5M

Faktor Man, Money, Material, Machine, dan Method harus dikelola secara sinergis. Monitoring dan evaluasi harus dilakukan pada setiap tahapan proyek.

2. Adopsi Big Data dan Teknologi 4.0

  • Sensor real-time untuk pemantauan kondisi jalan.
     

  • Penggunaan BIM untuk visualisasi proyek secara akurat.
     

  • Platform digital terpadu agar data lintas lembaga bisa digunakan secara efisien.
     

3. Reformasi Regulasi dan Penegakan Hukum

Pemerintah harus tegas dalam menindak pelanggaran ODOL dan tata ruang jalan. Penegakan Pasal 307 UU 22/2009 harus diaktifkan kembali dengan perangkat monitoring otomatis.

4. Investasi pada SDM Infrastruktur

Peningkatan kompetensi SDM menjadi kunci implementasi SIDLACOM. Diperlukan kurikulum pelatihan teknis, manajerial, dan berbasis teknologi terbaru.

Kesimpulan

Penurunan kualitas jalan nasional di Indonesia bukan sekadar masalah teknis, tetapi sistemik dan multidimensional. Meski konsep SIDLACOM telah diperkenalkan sebagai solusi, tantangan implementasi masih besar, terutama pada kompetensi SDM, koordinasi lintas lembaga, dan kepastian hukum.

Dengan perencanaan berbasis data, pengawasan ketat terhadap pelaksanaan konstruksi, serta transformasi digital di sektor infrastruktur, maka Indonesia dapat mencapai visium “99% jalan mantap” pada 2030 secara realistis dan berkelanjutan.

Sumber Artikel:

Sugiyartanto. (2021). Tinjauan Terhadap Penurunan Kualitas Pelayanan Jalan Nasional di Indonesia. Kementerian PUPR. [Diakses dari Jurnal Resmi PUPR]

DOI dan tautan asli belum tersedia secara digital, namun artikel dapat dirujuk dari publikasi Kementerian PUPR atau menghubungi penulis melalui: sugiyartanto@pu.go.id

Selengkapnya
Krisis Jalan Nasional: Menelusuri Akar Masalah Penurunan Kualitas Jalan di Indonesia

Manajemen Konstruksi

Konstruksi

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 19 Februari 2025


Konstruksi adalah suatu kegiatan pembangunan sarana maupun prasarana. Selain itu kontruksi juga dapat diartikan sebagai bangunan maupun satuan infrastruktur dalam satu atau beberapa area.

Kontruksi juda merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana Dalam sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil. Sebuah konstruksi juga dikenal sebagai bangunan atau satuan infrastruktur pada sebuah area atau pada beberapa area. Secara ringkas konstruksi didefinisikan sebagai objek keseluruhan bangun(an) yang terdiri dari bagian-bagian struktur. Misal, konstruksi struktur bangunan adalah bentuk/bangun secara keseluruhan dari struktur bangunan. contoh lain: Konstruksi jalan raya, konstruksi jembatan, konstruksi kapal, dan lain lain.

Konstruksi dapat juga didefinisikan sebagai susunan (model, tata letak) suatu bangunan (jembatan, rumah, dan lain sebagainya). Walaupun kegiatan konstruksi dikenal sebagai satu pekerjaan, tetapi dalam kenyataannya konstruksi merupakan satuan kegiatan yang terdiri dari beberapa pekerjaan lain yang berbeda.

Pada umumnya kegiatan konstruksi diawasi oleh manajer proyek, insinyur disain, atau arsitek proyek. Orang-orang ini bekerja di dalam kantor, sedangkan pengawasan lapangan biasanya diserahkan kepada mandor (proyek yang mengawasi buruh bangunan, tukang kayu, dan ahli bangunan lainnya untuk menyelesaikan "fisik" sebuah konstruksi).

Untuk keberhasilan pelaksanaan proyek konstruksi, perencanaan yang efektif sangatlah penting. Hal ini terkait dengan rancang-bangun (desain dan pelaksanaan) infrastruktur yang mempertimbangkan mengenai dampak pada lingkungan/AMDAL, metode penentukan besarnya biaya yang diperlukan/anggaran, disertai dengan jadwal perencanaan yang baik, keselamatan lingkungan kerja, ketersediaan material bangunan, logistik, ketidaknyamanan publik terkait dengan yang disebabkan oleh keterlambatan persiapan tender dan penawaran, dll.

Jenis

Berikut ini beberapa jenis kontruksi yang dapat anda ketahui yaitu:

  1. Kontruksi Gedung
  2. Kontruksi Teknik
  3. Kontruksi Industri.

Konstruksi permukiman

Konstruksi permukiman merupakan konstruksi yang mempertimbangkan tata ruang di masa depan. Kisaran waktu masa depan ini sekitar 20 tahun sejak konstruksi dimulai. Konstruksi permukiman meliputi konstruksi tempat tinggal dan kompleks permukiman.

Konstruksi gedung

Konstruksi gedung merupakan konstruksi yang mempertimbangkan penataan fasilitas-fasilitas yang tersedia di dalam bangunan. Penataan fasilitas ini berkaitan dengan kebutuhan dari pengguna bangunan. Konstruksi gedung meliputi antara lain gedung perkantoran, gedung kuliah dan gedung perbankan.

Konstruksi rekayasa berat

Konstruksi rekayasa berat merupakan konstruksi yang mempertimbangkan keterbengkalaian penggunaan alat-alat berat hasil penyewaan. Jenis konstruksi ini ditandai dengan banyaknya peralatan berat di dalam bangunan. Penataan alat-alat berat di dalam konstruksi rekayasa berat bertujuan untuk mengurangi biaya sewa dari alat-alat tersebut.

Konstruksi industri

Konstruksi industri merupakan konstruksi yang mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan di dalam bangunan terhadap lingkungan di sekitarnya. Dampak yang ditimbulkan seperti pencemaran dan limbah. Tata ruang pada konstruksi industri mengutamakan keberadaan fasilitas-fasilitas yang mampu mengurangi dampak dari kegiatan di industri. Konstruksi industri biasanya diterapkan pada pabrik.

 

Sumber Artikel: id.wikipedia.org

Selengkapnya
Konstruksi

Manajemen Konstruksi

Manajemen Proyek: Sejarah, Proses dan Ruang Lingkupnya

Dipublikasikan oleh Azka M Irfan pada 29 September 2024


Tantangan utama sebuah proyek adalah mencapai sasaran-sasaran dan tujuan proyek dengan menyadari adanya batasan-batasan yang telah dipahami sebelumnya. Pada umumnya batasan-batasan itu adalah ruang lingkup pekerjaan, waktu pekerjaan dan anggaran pekerjaan. Dan hal ini biasanya disebut dengan "triple constrains" atau "tiga batasan". Dengan semakin meningkatnya kesadaran akan harkat dan martabat individu dalam menjalankan proyek, maka batasan ini kemudian berkembang dengan ditambahkan dengan batasan keempat yaitu faktor keselamatan. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana mengoptimasikan dan pengalokasian semua sumber daya dan mengintegrasikannya untuk mencapai tujuan proyek yang telah ditentukan.

Sejarah

Tidak ditemukan sumber yang pasti mengenai bagaimana sejarah manajemen proyek yang sebenarnya. Namun, bukti terhadap diimplementasikannya ilmu manajemen proyek sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya piramid raksasa di kota Mesir. Piramida yang secara umum merupakan sebuah bangunan yang berfungsi sebagai makam raja-raja dan juga sebagai sarana tempat peribadahan, merupakan bukti yang paling menakjubkan dari penerapan ilmu manajemen proyek pada masa lalu.

Pembangunan piramid yang tidak dilakukan sembarangan membuktikan bahwa desain dari setiap sudut bangunan diperhitungkan dengan sangat teliti. Hampir setiap piramid dibangun dengan memperhitungkan jarak piramid dengan matahari, karena matahari merupakan elemen terpenting bagi kehidupan masyarakat kuno. Pembangunan piramid ini tidak mungkin dapat terlaksana jika tidak ada orang yang melakukan perencanaan, pengorganisasian dan menggerakkan para pekerja serta melakukan pengontrolan dalam pembangunannya.

Dan sejarah pun mencatat bahwa bangsa Indonesia juga mempunyai catatan gemilang dalam Manajemen Proyek, salah satunya adalah Borobudur yang dibangun pada kurun waktu antara 760 dan 830 AD pada masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah.

Sebagai sebuah dispilin keilmuan, Manajemen Proyek dikembangkan dari beberapa bidang aplikasi termasuk didalamnya konstruksi sipil, teknik rekayasa, dan juga aktivitas di bidang HANKAM (pertahanan-keamanan). Manajemen Proyek telah diterapkan dari awal perabadan manusia. Di antaranya misalnya Vitruvius (1 abad SM), Christopher Wren (1632-1723), Thomas Telford (1757-1834) dan Isambard Kingdom Brunel (1806-1859).

Kemudian baru pada tahun 1900 an Manajemen Proyek dengan proses sistematiknya diterapkan pada proyek rekayasa yang kompleks. Dua tokoh yang fenomenal dari manajemen proyek. Adalah Henry Gantt, disebut ayah dari teknik perencanaan dan kontrol, yang terkenal dengan penggunaan tentang Gantt chart sebagai alat manajemen proyek;. dan kemudian Henri Fayol untuk ciptaan-Nya dari 5 fungsi manajemen yang membentuk dasar dari tubuh pengetahuan yang terkait dengan proyek dan manajemen program. Gantt dan Fayol, keduanya adalah mahasiswa Frederick Winslow Taylor untuk memperdalam teori manajemen ilmiah. Karyanya adalah pelopor alat manajemen proyek modern termasuk rincian struktur kerja (WBS - Work Breakdown Structure) dan alokasi sumber daya.

Tahun 1950 menandai awal era Manajemen Proyek modern datang bersama-sama dengan bidang Rekayasa Teknis (Enjinering) sebagai satu kesatuan. Manajemen proyek menjadi dikenal sebagai suatu disiplin ilmu yang berbeda yang timbul dari disiplin ilmu manajemen dengan model rekayasa Di Amerika Serikat.

Sebelum tahun 1950-an secara garis besar, proyek dikelola dengan menggunakan Grafik Gantt, sebagai suatu alat dan teknik informal. Pada saat itu, dua model penjadwalan proyek dengan model matematis sedang dikembangkan. Yang pertama adalah Metode Jalur Kritis (CPM - Critical Path Method) yang dikembangkan pada suatu proyek sebagai usaha patungan antara DuPont Corporation dan Remington Rand Corporation untuk mengelola proyek-proyek pemeliharaan tanaman.

Dan yang kedua adalah "Evaluasi Program dan Tinjauan Teknik" (atau PERT - Program Evaluation and Review Technique), dikembangkan oleh Booz Allen Hamilton sebagai bagian dari Angkatan Laut Amerika Serikat (dalam hubungannya dengan Lockheed Corporation) dalam pengembangan Program rudal kapal selam Polaris; Perhitungan teknik matematis ini kemudian cepat menyebar ke perusahaan-perusahaan swasta untuk diterapkan. Dalam waktu yang sama, model penjadwalan-proyek juga sedang dikembangkan, teknik menghitung biaya proyek, manajemen biaya, dan ekonomi teknik terus berkembang, dengan kepeloporannya oleh Hans Lang dan lain-lain.

Pada tahun 1956, American Association of Cost Engineers (AACE), yang sekarang disebut AACE Internasional; Asosiasi Internasional untuk ahli Teknik Biaya yang pada awalnya dibentuk oleh praktisi manajemen proyek dan spesialisasi terkait dengan perencanaan dan penjadwalan, perkiraan biaya, dan pengenadalian jadwal proyek (Pengendali Proyek - Project Control). AACE terus bekerja sebagai perintis dan pada tahun 2006 pertama kali merilis proses yang terintegrasi untuk manajemen portofolio, program dan proyek (Total Cost Management Framework). AACE meneawarkan beberapa sertifikasi seperti CCE, PSP dan lain sebagainya.

Pada tahun 1967, International Project Management Association (IPMA) didirikan di Eropa, sebagai sebuah federasi dari beberapa asosiasi manajemen proyek nasional. IPMA memelihara struktur federal hari ini dan sekarang termasuk asosiasi anggota pada setiap benua kecuali Antartika. IPMA menawarkan Sertifikasi Tingkat Empat program yang berdasarkan Baseline IPMA Kompetensi (ICB). ICB ini mencakup kompetensi teknis, kompetensi kontekstual, dan kompetensi perilaku.

Pada tahun 1969, Project Management Institute (PMI) dibentuk di Amerika Serikat.PMI menerbitkan buku Panduan yang sering disebut dengan PMBOK Guide (Project Management Body of Knowledge Guide), yang menggambarkan praktik manajemen proyek yang umum untuk "hampir semua proyek dan hampir semua waktu". PMI juga menawarkan beberapa sertifikasi seperti PMP, CAMP dan lain sebagainya.

Di Indonesia sendiri Manajemen Proyek berkembang pada era tahun 1970-1990 an diawali dengan semakin banyaknya berkembang proyek-proyek infrastruktur yang banyak memerlukan profesional di bidang Manajemen Proyek. Salah satunya yang berdiri pertama kali adalah Project Management Institut Chapter Jakarta (yan sekarang disebut PMI - Indonesia). PMI Indonesia didirikan pada tahun 1996 dan merupakan organisasi yang didedikasikan untuk meningkatkan, konsolidasi dan penyaluran manajemen proyek Indonesia dan bekerja untuk pengembangan pengetahuan dan keahlian untuk kepentingan semua stakeholder. Organisasi ini adalah salah satu cabang dari Project Management Institute (PMI), sebuah organisasi, nirlaba profesional di seluruh dunia terkemuka.

Dan pada tanggal 16 Juli 1999 didirikanlah Ikatan Ahli Manajemen Proyek Indonesia (IAMPI) yang merupakan asosiasi dari para Ahli Manajemen Proyek Indonesia dan didirikan di Jakarta, sebagai salah satu asosiasi profesi anggota LPKJ. Lembaga IAMPI ini juga menawarakan sertifikasi yang betaraf nasional di Indonesia.

Dan terakhir adalah lembaga ITAPPI (Ikatan Tenaga Ahli Pengendali Proyek Indonesia) yang didirikan pada tahun 2008 dan merupakan organisasi profesional dengan bidang pengendali proyek (Project Control).

Proses

Pendekatan mengenai tahapan proyek secara umum adalah mengidentifikasi urutan langkah yang harus diselesaikan. Dalam "pendekatan tradisional" ini, lima komponen perkembangan proyek dapat dibedakan (empat tahap ditambah kontrol) dan ditambah lagi tahapan penyelesaian proyek, yang dapat juga dapat disebut "Siklus Kehidupan Proyek" (Project Life Cycle). Secara umum, siklus hidup proyek merupakan suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan bagaimana sebuah proyek direncanakan, dikontrol, dan diawasi sejak proyek disepakati untuk dikerjakan hingga tujuan akhir proyek tercapai. Terdapat lima tahap kegiatan utama yang dilakukan dalam siklus hidup proyek yaitu:

  • Inisiasi.
  • Perencanaan dan desain.
  • Pelaksanaan dan konstruksi(kontrol).
  • Pemantauan dan sistem pengendalian.
  • Penyelesaian.

Tahap Inisiasi

Tahap inisiasi proyek merupakan tahap awal kegiatan proyek sejak sebuah proyek disepakati untuk dikerjakan. Pada tahap ini, permasalahan yang ingin diselesaikan akan diidentifikasi. Beberapa pilihan solusi untuk menyelesaikan permasalahan juga didefinisikan. Sebuah studi kelayakan dapat dilakukan untuk memilih sebuah solusi yang memiliki kemungkinan terbesar untuk direkomendasikan sebagai solusi terbaik dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika sebuah solusi telah ditetapkan, maka seorang manajer proyek akan ditunjuk sehingga tim proyek dapat dibentuk.

Tahap Perencanaan dan Desain

Ketika ruang lingkup proyek telah ditetapkan dan tim proyek terbentuk, maka aktivitas proyek mulai memasuki tahap perencanaan. Pada tahap ini, dokumen perencanaan akan disusun secara terperinci sebagai panduan bagi tim proyek selama kegiatan proyek berlangsung. Adapun aktivitas yang akan dilakukan pada tahap ini adalah membuat dokumentasi project plan, resource plan, financial plan, risk plan, acceptance plan, communication plan, procurement plan, contract supplier dan perform phare review.

Tahap Eksekusi (Pelaksanaan proyek dan Konstruksi)

Dengan definisi proyek yang jelas dan terperinci, maka aktivitas proyek siap untuk memasuki tahap eksekusi atau pelaksanaan proyek. Pada tahap ini, deliverables atau tujuan proyek secara fisik akan dibangun. Seluruh aktivitas yang terdapat dalam dokumentasi project plan akan dieksekusi.

Tahap Pemantauan dan Sistem Pengendalian

Sementara kegiatan pengembangan berlangsung, beberapa proses manajemen perlu dilakukan guna memantau dan mengontrol penyelesaian deliverables sebagai hasil akhir proyek.

Tahap Penutupan

Tahap ini merupakan akhir dari aktivitas proyek. Pada tahap ini, hasil akhir proyek (deliverables project) beserta dokumentasinya diserahkan kepada pelanggan, kontak dengan supplier diakhiri, tim proyek dibubarkan dan memberikan laporan kepada semua stakeholder yang menyatakan bahwa kegiatan proyek telah selesai dilaksanakan. Langkah akhir yang perlu dilakukan pada tahap ini yaitu melakukan post implementation review untuk mengetahui tingkat keberhasilan proyek dan mencatat setiap pelajaran yang diperoleh selama kegiatan proyek berlangsung sebagai pelajaran untuk proyek-proyek dimasa yang akan datang.

Organisasi Proyek

Tahapan ini merupakan tahapan proyek sebelum kemudian ditutup (penyelesaian). Namun tidak semua proyek akan melalui setiap tahap, artinya proyek dapat dihentikan sebelum mereka mencapai penyelesaian. Beberapa proyek tidak mengikuti perencanaan terstruktur dan / atau proses pemantauan. Beberapa proyek akan melalui langkah 2, 3 dan 4 beberapa kali.

Banyak industri menggunakan variasi pada tahap-tahapan proyek ini. Sebagai contoh, ketika bekerja pada sebuah perencanaan desain dan konstruksi, proyek biasanya akan melalui tahapan dengan nama yang berbeda-beda seperti pada tahapan Perencanaan dengan nama: Pra-Perencanaan, Desain Konseptual, Desain Skema, Pengembangan Desain, Gambar Konstruksi (atau Dokumen Kontrak), dan atau Administrasi Konstruksi.

Topik lainnya

Manajemen Proyek Konstruksi

Proyek konstruksi adalah suatu rangkaian kegiatan yang sifatnya hanya dilakukan satu kali. Pada umumnya proyek konstruksi memiliki jangka waktu yang pendek. Di dalam rangkaian kegiatan proyek kontstruksi tersebut, biasanya terdapat suatu proses yang berfungsi untuk mengolah sumber daya proyek sehingga dapat menjadi suatu hasil kegiatan yang menghasilkan sebuah bangunan.

Adapun proses yang terjadi dalam rangkaian kegiatan tersebut tentunya akan melibatkan pihak-pihak yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan terlibatnya banyak pihak dalam sebuah proyek konstruksi maka hal ini dapat menyebabkan potensi terjadinya konflik juga sangat besar sehingga dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa proyek konstruksi sebenarnya mengandung konflik yang cukup tinggi juga.

Manajemen Konstruksi pada umumnya akan meliputi mutu fisik konstruksi, biaya dan waktu. manajemen material serta manjemen tenaga kerja. Pada prinsipnya, dalam manajemen konstruksi, manajemen tenaga kerja merupakan salah satu hal yang akan lebih ditekankan. Hal ini disebabkan manajemen perencanaan hanya berperan sekitar 20% dari rencana kerja proyek. Sisanya manajemen pelaksanaan termasuk didalamnya pengendalian biaya dan waktu proyek. Adapun fungsi dari manajemen konstruksi yaitu:

  1. Sebagai Quality Control sehingga dapat menjaga kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan.
  2. Mengantisipasi terjadinya perubahan kondisi di lapangan yang tidak pasti serta mengatasi kendala terjadinya keterbatasan waktu pelaksanaan.
  3. Memantau prestasi dan kemajuan proyek yang telah dicapai. Hal itu dilakukan dengan opname (laporan) harian, mingguan dan bulanan.
  4. Hasil evaluasi dapat dijadikan tindakan dalam pengambilan keputusan terhadap masalah-masalah yang terjadi di lapangan.
  5. Fungsi manajerial dari manajemen merupakan sebuah sistem informasi yang baik yang dapat digunakan untuk menganalisis performa dilapangan.

Manajemen Waktu Proyek

Manajemen waktu proyek merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang manajer proyek. Manajemen waktu proyek dibutuhkan manajer proyek untuk memantau dan mengendalikan waktu yang dihabiskan dalam menyelesaikan sebuah proyek. Dengan menerapkan manajemen waktu proyek, seorang manajer proyek dapat mengontrol jumlah waktu yang dibutuhkan oleh tim proyek untuk membangun deliverables proyek sehingga memperbesar kemungkinan sebuah proyek dapat diselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Terdapat beberapa proses yang perlu dilakukankan seorang manajer proyek dalam mengendalikan waktu proyek yaitu:

  1. Mendefinisikan aktivitas proyek
    Merupakan sebuah proses untuk mendefinisikan setiap aktivitas yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan proyek.
  2. Urutan aktivitas proyek
    Proses ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendokumentasikan hubungan antara tiap-tiap aktivitas proyek.
  3. Estimasi aktivitas sumber daya proyek
    Estimasi aktivitas sumber daya proyek bertujuan untuk melakukan estimasi terhadap penggunaan sumber daya proyek.
  4. Estimasi durasi kegiatan proyek
    Proses ini diperlukan untuk menentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan proyek.
  5. Membuat jadwal proyek
    Setelah seluruh aktivitas, waktu dan sumber daya proyek terdefinisi dengan jelas, maka seorang manager proyek akan membuat jadwal proyek. Jadwal proyek ini nantinya dapat digunakan untu menggambarkan secara rinci mengenai seluruh aktivitas proyek dari awal pengerjaan proyek hingga proyek diselesaikan.
  6. Mengontrol dan mengendalikan jadwal proyek
    Saat kegiatan proyek mulai berjalan, maka pengendalian dan pengontrolan jadwal proyek perlu dilakukan. Hal ini diperlukan untuk memastikan apakah kegiatan proyek berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan atau tidak.

Setiap proses di atas setidaknya terjadi sekali dalam setiap proyek dan dalam satu atau lebih tahapan proyek. 

Manajemen Ruang Lingkup Proyek

Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang manajer proyek handal adalah kemampuan dalam melakukan manajemen ruang lingkup proyek. Dalam hal ini, seorang manajer proyek harus mampu memastikan bahwa seluruh aktivitas yang dilakukan dalam proyek adalah aktivitas yang berhubungan dengan proyek dan aktivitas tersebut telah memenuhi kebutuhan proyek.

Dengan kata lain, manajemen ruang lingkup proyek memiliki fungsi untuk mendefinisikan serta mengendalikan aktivitas-aktivitas apa yang bisa dilakukan dan aktivitas-aktivitas apa saja yang tidak boleh dilakukan dalam menyelesaikan suatu proyek. Terdapat beberapa proses yang perlu dilakukan seorang manajer proyek dalam melakukan manajemen ruang lingkup proyek, yaitu:

  1. Perencanaan ruang lingkup proyek
    Pada tahap ini, manajer proyek akan mendokumentasikan bagaimana ruang lingkup proyek akan didefinisikan, diverifikasi, dikontrol dan menentukan bagaimana WBS akan dibuat serta merencanakan bagaimana mengendalikan perubahan akan ruang lingkup proyek.
  2. Mendefinisikan ruang lingkup proyek
    Pada tahap ini, ruang lingkup proyek akan didefinisikan secara terperinci sebagai landasan untuk pengambilan keputusan proyek dimasa depan.
  3. Membuat Work Breakdown Structure
    WBS merupakan pembagian deliverables proyek berdasarkan kelompok kerja. WBS dibutuhkan karena pada umumnya dalam sebuah proyek biasanya melibatkan banyak orang dan deliverables, sehingga sangat penting untuk mengorganisasikan pekerjaan-pekerjaan tersebut menjadi bagian-bagian yang lebih terperinci lagi.
  4. Melakukan verifikasi ruang lingkup proyek
    Tahap ini merupakan tahap dimana final project scope statement diserahkan kepada stakeholder untuk diverifikasi.
  5. Melakukan kontrol terhadap ruang lingkup proyek
    Dalam pelaksanaan proyek, tidak jarang ruang lingkup proyek mengalami perubahan. Untuk itu, perlu dilakukannya kontrol terhadap perubahan ruang lingkup proyek. Perubahan yang tidak terkendali, akan mengakibatkan meluasnya ruang lingkup proyek.

Kompetensi Yang Harus Dimiliki Seorang Manajer Proyek

Seorang manager proyek merupakan seorang professional dalam bidang manajemen proyek. Manajer proyek memiliki tanggung jawab untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan dan penutupan sebuah proyek yang biasanya berkaitan dengan bidang industri kontruksi, arsitektur, telekomunikasi dan informasi teknologi.

Untuk menghasilkan kinerja yang baik, sebuah proyek harus dimanage dengan baik oleh manajer proyek yang berkualitas baik serta memiliki kompetensi yang disyaratkan. Seorang manajer proyek yang baik harus memiliki kompetensi yang mencakup unsur ilmu pengetahuan (knowledge), kemampuan (skill) dan sikap (attitude). Ketiga unsur ini merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan proyek.

Sebuah proyek akan dinyatakan berhasil apabila proyek dapat diselesaikan sesuai dengan waktu, ruang lingkup dan biaya yang telah direncanakan. Manajer proyek merupakan individu yang paling menentukan keberhasilan / kegalan proyek. Karena dalam hal ini manajer proyek adalah orang yang memegang peranan penting dalam mengintegrasikan, mengkoordinasikan semua sumber daya yang dimiliki dan bertanggung jawab sepenuhnya atas kenberhasilan dalam pencapaian sasaran proyek.

Untuk menjadi manajer proyek yang baik, terdapat 9 ilmu yang harus dikuasai. Adapun ke sembilan ilmu yang dimaksud antara lain:

  1. Manajemen ruang lingkup.
  2. Manajemen waktu.
  3. Manajemen biaya.
  4. Manajemen kualitas.
  5. Manajemen sumber daya manusia.
  6. Manajemen pengadaan.
  7. Manajemen komunikasi.
  8. Manajemen resiko.
  9. Manajemen integrasi.

Seorang manajer proyek yang baik juga harus mempersiapkan dan melengkapi kemampuan diri sendiri yang bisa diperoleh melalui kursus manajemen proyek. Adapun panduan referensi standart internasional yang kerap dipergunakan dalam bidang manajemen proyek adalam PMBOK (Project Management Body Of Knowledge).

Setelah seorang manajer proyek dirasa cukup menguasai bidang pekerjaan yang sedang dijalani, maka disarankan untuk dapat mengambil sertifikasi manajemen proyek. Mereka yang berhasil mendapatkan sertifikasi ini akan memperoleh gelar PMP (Project Management Professional) dibelakang namanya sebagai bukti dimilikinya kemampuan terkait.

Tipe Organisasi di dalam Proyek

Proyek merupakan suatu kegiatan usaha yang kompleks, sifatnya tidak rutin, memiliki keterbatasan terhadap waktu, anggaran dan sumber daya serta memiliki spesifikasi tersendiri atas produk yang akan dihasilkan. Dengan adanya keterbatasan-keterbatasan dalam mengerjakan suatu proyek, maka sebuah organisasi proyek sangat dibutuhkan untuk mengatur sumber daya yang dimiliki agar dapat melakukan aktivitas-aktivitas yang sinkron sehingga tujuan proyek bisa tercapai. Organisasi proyek juga dibutuhkan untuk memastikan bahwa pekerjaan dapat diselesaikan dengan cara yang efisien, tepat waktu dan sesuai dengan kualitas yang diharapkan.

Secara umum, terdapat 4 jenis organisasi proyek yang biasa digunakan dalam menyelesaikan suatu proyek. Adapun jenis-jenis organisasi proyek yang dimaksud antara lain:

Organisasi Proyek Fungsional

Dalam organisasi proyek fungsional, susunan organisasi proyek dibentuk dari fungsi-fungsi yang terdapat dalam suatu organisasi. Organisasi ini biasanya digunakan ketika suatu bagian fungsional memiliki kepentingan yang lebih dominan dalam penyelesaian suatu proyek. Top manajer yang berada dalam fungsi tersebut akan diberikan wewenang untuk mengkoordinir proyek.

Adapun beberapa kelebihan yang terdapat dalam organisasi proyek ini antara lain proyek dapat diselesaikan dengan struktur dasar fungsional organisasi induk, memiliki fleksibilitas maksimum dalam penggunaan staf, adanya pembauran berbagai jenis keahlian bagi tiap-tiap fungsi serta peningkatan terhadap profesionalisme pada sebuah divisi fungsional.

Sedangkan beberapa kelemahan yang ditemui dalam organisasi proyek fungsional antara lain proyek biasanya kurang fokus, terdapat kemungkinan terjadinya kesulitan integrasi antar tiap-tiap fungsi, biasanya membutuhkan waktu yang lebih lama serta motivasi orang-orang yang terdapat dalam organisasi menjadi lemah.

Organisasi Proyek Tim Khusus

Dalam organisasi proyek tim khusus, organisasi akan membentuk tim yang bersifat independen. Tim ini bisa direkrut dari dalam dan luar organisasi yang akan bekerja sebagai suatu unit yang terpisah dari organisasi induk. Seorang manajer proyek full time akan ditunjuk dan diberi tanggung jawab untuk memimpin tenaga-tenaga ahli yang terdapat dalam tim.

Adapun beberapa kelebihan yang terdapat dalam organisasi proyek tim khusus yakni tim akan terbentuk dengan bagian-bagian yang lengkap dan memiliki susunan komando tunggal sehingga tim proyek memiliki wewenang penuh atas sumber daya yang ada untuk mencapai sasaran proyek, sangat dimungkinkan ditanggapinya perubahan serta dapat diambil sebuah keputusan dengan tepat dan cepat karena keputusan tersebut dibuat oleh tim dan tidak menunda hierarki, status tim yang mandiri akan menumbuhkan identitas dan komitmen anggotanya untuk menyelesaikan proyek dengan baik, jalur komunikasi dan arus kegiatan menjadi lebih singkat, mempermudah koordinasi maupun integrasi personel serta orientasi tim akan lebih kuat kepada kepentingan penyelesaian proyek.

Sedangkan beberapa kelemahan yang ditemukan dalam organisasi proyek ini adalah biaya proyek menjadi besar karena kurang efisien dalam membagi dan memecahkan masalah dalam penggunaan sumber daya, terdapat kecendrungan terjadinya perpecahan antara tim proyek dengan organisasi induk serta proses transisi anggota tim proyek untuk kembali ke fungsi semula jika proyek telah selesai akan terasa sulit karena telah meninggalkan departemen fungsionalnya dalam waktu yang lama.

Organisasi Proyek Matriks

Organisasi proyek matriks merupakan suatu organisasi proyek yang melekat pada divisi fungsional suatu organisasi induk. Pada dasarnya organisasi ini merupakan penggabungan kelebihan yang terdapat dalam organisasi fungsional dan organisasi proyek khusus.

Beberapa kelebihan yang terdapat dalam bentuk organisasi ini yaitu manajer proyek bertanggung jawab penuh kepada proyek, permasalahan yang terjadi dapat segera ditindaklanjuti, lebih efisien karena menggunakan sumber daya maupun tenaga ahli yang dimiliki pada beberapa proyek sekaligus serta para personel dapat kembali ke organisasi induk semula apabila proyek telah selesai.

Adapun beberapa kekurangan yang terdapat dalam bentuk organisasi proyek ini antara lain manajer proyek tidak dapat mengambil keputusan mengenai pelaksanaan pekerjaan dan kebutuhan personel karena keputusan tersebut merupakan wewenang dari pada departemen lain, terdapat tingkat ketergantungan yang tinggi antara proyek dan organisasi lain pendukung proyek serta terdapat dua jalur pelaporan bagi personel proyek karena personel proyek berada dibahwah komando pimpinan proyek dan departemen fungsional.

Organisasi Proyek Virtual

Organisasi proyek virtual adalah suatu bentuk organisasi proyek yang merupakan aliansi dari beberapa organisasi dengan tujuan untuk menghasilkan suatu produk tertentu. Struktur kolaborasi ini terdiri dari beberapa organisasi lain yang saling bekerjasama dan berada disekelilin perusahaan inti.

Adapun beberapa kelebihan yang terdapat dalam susunan organisasi proyek virtual ini antara lain terjadi pengurangan biaya yang signifikan, cepat beradaptasi dengan pesatnya perkembangan teknologi serta adanya peningkatan terhadap fleksibilitas usaha.

Sedangkan beberapa kekurangan yang terdapat dalam organisasi ini yakni proses koordinasi keprofesionalan dari berbagai organisasi yang berbeda dapat menjadi hambatan, terdapat potensi terjadinya kehilangan kontrol pada proyek serta terdapat potensi terjadinya konflik interpersonal.

Jenis-jenis Proyek

Proyek merupakan aktivitas yang bersifat temporer. Dalam pengerjaannya, selalu ada batasan (time, scope dan budget) yang mempengaruhi kesuksesan pelaksanaan proyek. Perubahan terhadap salah satu faktor akan mempengaruhi faktor yang lain. Seluruh aktivitas yang terdapat pada proyek merupakan sebuah mata rantai yang dimulai sejak dituangkannya ide, direncanakan, kemudian dilaksanakan, sampai benar-benar memberikan hasil yang sesuai dengan perencanaannya semula.

Dalam kehidupan sehari-hari, dapat terlihat berbagai jenis kegiatan proyek. Jenis-jenis kegiatan proyek tersebut secara garis besar terkait dengan pengkajian aspek ekonomi, keuangan, permasalahan lingkungan, desain engineering, marketing, manufaktur, dan lain-lain.

Namun, pada kenyataannya, tidaklah dapat membagi-bagi proyek pada satu jenis tertentu saja, kerena pada umumnya kegiatan proyek merupakan kombinasi dari beberapa jenis kegiatan sekaligus. Akan tetapi, jika ditinjau dari aktivitas yang paling dominan yang dilakukan pada sebuah proyek, maka kita dapat mengkategorikan proyek sebagai berikut:

  • Proyek Engineering Kontruksi
    Dalam kegiatannya, aktivitas yang paling dominan yang dilakukan dalam proyek ini adalah pengkajian kelayakan, desain engineering, pengadaan dan konstruksi.
  • Proyek engineering Manufacture
    Secara garis besar, kegitan proyek ini meliputi seluruh kegitan yang bersifat untuk menghasilkan produk baru.
  • Proyek Pelayanan Manajemen
    Dalam pengerjaannya, aktivitas utama dalam proyek ini adalah merancang system informasi manajemen, merancang program efisiensi dan penghematan, diversifikasi, penggabungan dan pengambilalihan, memberikan bantuan emergency untuk daerah yang terkena musibah, merancang strategi untuk mengurangi kriminalitas dan penggunaan obat-obat terlarang dan lain-lain.
  • Proyek Penelitian dan Pengembangan
    Adapun aktivitas utama yang dilakukan dalam pelaksanaan proyek ini meliputi melakukan penelitian dan pengembangan suatu produk tertentu.
  • Proyek Kapital
    Secara umum, kegiatan yang dilakukan dalam proyek ini biasanya digunakan oleh sebuah badan usaha atau pemerintah, misalnya pembebasan tanah, penyiapan lahan dan pembelian material.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat juga ditarik suatu kesimpulan yaitu bahwa dalam suatu jenis proyek yang memiliki beberapa aktivitas sekaligus, maka pembagiannya merupakan kombinasi. Proyek pembuatan sumur minyak dan gas, jika ditinjau dari segi pembangunannya dapat dikategorikan sebagai proyek engineering konstruksi. Namun, dari seluruh tahapan dan biaya yang dibutuhkan pada pelaksanaannya dapat dikategorikan sebagai proyek capital.

Sumber. id.wikipedia.org

Selengkapnya
Manajemen Proyek: Sejarah, Proses dan Ruang Lingkupnya
« First Previous page 2 of 3 Next Last »