Keselamatan Kerja

Keselamatan di Ruang Terbatas dalam Lingkungan Kerja

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025


Keselamatan kerja di ruang terbatas merupakan salah satu aspek paling kritis dalam manajemen keselamatan di industri. Berdasarkan dokumen "Safety in Confined Spaces" yang diterbitkan oleh Occupational Safety and Health Service, Departemen Tenaga Kerja Selandia Baru, bekerja di ruang terbatas 150 kali lebih berbahaya dibandingkan pekerjaan serupa di lingkungan terbuka. Oleh karena itu, standar keselamatan seperti AS 2865:1995 dirancang untuk memitigasi risiko ini dengan menetapkan prosedur dan tanggung jawab yang jelas bagi pekerja dan pemberi kerja.

Ruang terbatas adalah area yang tidak dirancang untuk okupansi manusia secara terus-menerus dan memiliki risiko atmosfer berbahaya. Beberapa contoh ruang terbatas termasuk tangki, silo, sumur, terowongan, dan ruang bawah tanah dengan ventilasi terbatas. Potensi bahaya utama dalam ruang terbatas mencakup:

  • Kekurangan oksigen, yang dapat menyebabkan asfiksia.
  • Gas beracun, seperti hidrogen sulfida atau karbon monoksida.
  • Bahan mudah terbakar, yang meningkatkan risiko ledakan dan kebakaran.
  • Risiko tertimpa atau terjebak, terutama dalam silo atau ruang dengan dinding konvergen.

Terdapat beberapa studi kasus kecelakaan fatal akibat kelalaian dalam mengikuti prosedur keselamatan.

Pekerja Pabrik Cat Terpapar Uap Pelarut Seorang pekerja masuk ke dalam wadah pencampur cat untuk mengambil pulpen yang jatuh tanpa menggunakan alat pelindung diri. Ia kehilangan kesadaran akibat paparan uap pelarut yang tinggi, dan meskipun berhasil diselamatkan, ia mengalami kerusakan otak permanen.

Kematian di Lubang Offal akibat Kekurangan Oksigen Seorang petani meninggal setelah turun ke dalam lubang offal untuk mengambil alat pertanian yang jatuh. Investigasi OSH menunjukkan bahwa kadar oksigen dalam lubang hanya 3%, jauh di bawah ambang batas aman 21%.

Ledakan di Kapal Akibat Uap Cat Dua pekerja sedang melakukan pengecatan di dalam kapal tanpa ventilasi yang memadai. Uap cat yang terkumpul akhirnya terbakar akibat percikan listrik dari lampu portabel, menyebabkan satu pekerja tewas dan yang lain mengalami luka bakar serius.

Sebelum memasuki ruang terbatas, perlu dilakukan evaluasi risiko oleh tenaga ahli yang kompeten. Evaluasi ini mencakup identifikasi jenis pekerjaan yang akan dilakukan, metode kerja yang paling aman, potensi bahaya, serta prosedur darurat jika terjadi kecelakaan. Atmosfer dalam ruang terbatas harus diuji sebelum dan selama pekerjaan berlangsung. Jika ditemukan kadar oksigen rendah atau gas beracun, langkah-langkah seperti ventilasi paksa atau pemurnian atmosfer harus diterapkan sebelum pekerja diizinkan masuk. APD seperti respirator, pakaian pelindung, dan alat bantu pernapasan harus disediakan sesuai dengan risiko yang diidentifikasi. Misalnya:

  • Masker udara bertekanan untuk lingkungan dengan kadar oksigen rendah.
  • Detektor gas portabel untuk memantau tingkat gas beracun.
  • Tali pengaman dan sistem penarikan otomatis untuk penyelamatan darurat.

Sebelum masuk ke ruang terbatas, pekerja harus mendapatkan izin kerja yang dikeluarkan oleh petugas keselamatan. Sistem ini memastikan bahwa semua langkah keselamatan telah dipenuhi, termasuk adanya tenaga pengawas di luar ruang terbatas untuk memantau kondisi pekerja di dalamnya. Pelatihan keselamatan bagi pekerja, pengawas, dan tim penyelamat sangat penting untuk memitigasi risiko kecelakaan. Simulasi keadaan darurat secara berkala dapat meningkatkan kesiapan tim dalam menangani insiden secara cepat dan efektif.

Dokumen "Safety in Confined Spaces" menegaskan bahwa keselamatan dalam ruang terbatas memerlukan kombinasi kebijakan yang ketat, prosedur yang jelas, serta pelatihan berkelanjutan. Penerapan standar AS 2865:1995 menjadi krusial dalam mencegah kecelakaan kerja yang sering kali berujung pada korban jiwa. Dengan pendekatan yang terstruktur, termasuk evaluasi risiko, penggunaan APD, izin kerja, dan pelatihan rutin, angka kecelakaan dapat ditekan secara signifikan.

Sumber

Safety in Confined Spaces, Occupational Safety and Health Service, Department of Labour, Wellington, New Zealand.

Selengkapnya
Keselamatan di Ruang Terbatas dalam Lingkungan Kerja

Keselamatan Kerja

Panduan Keselamatan dalam Ruang Terbatas oleh N.C. Department of Labor

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025


Ruang terbatas (confined spaces) merupakan area kerja yang memiliki risiko tinggi bagi pekerja, terutama karena keterbatasan ventilasi, akses yang sempit, dan potensi paparan gas beracun atau bahaya lainnya. Pentingnya pemahaman terhadap risiko di ruang terbatas serta penerapan prosedur keselamatan yang ketat guna mengurangi angka kecelakaan kerja. Dengan mengikuti pedoman yang disajikan dalam paper ini, perusahaan dapat mengembangkan sistem keselamatan yang lebih efektif dan melindungi pekerja dari potensi bahaya.

Data dari berbagai sumber, termasuk:

Menurut definisi dari NIOSH, ruang terbatas dikategorikan sebagai area kerja yang memiliki akses masuk dan keluar yang terbatas, tidak dirancang untuk hunian pekerja dalam jangka panjangdan berpotensi mengandung atmosfer berbahaya seperti gas beracun atau kadar oksigen yang tidak memadai.

Contoh ruang terbatas meliputi:

  • Tangki penyimpanan dan silo.
  • Saluran pembuangan dan terowongan bawah tanah.
  • Boiler dan ventilasi industri.
  • Ruang sempit di kapal dan pesawat.

Ruang terbatas dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi Permit-Required Confined Space (PRCS) jika memiliki bahaya tambahan seperti:

  • Atmosfer beracun atau mudah terbakar.
  • Potensi terjebak atau terperangkap.
  • Material yang dapat menyebabkan pekerja tenggelam atau tertimbun.

Berdasarkan data NIOSH, dalam rentang tahun 1983 hingga 1993 terdapat 480 kematian akibat kecelakaan di ruang terbatas dalam 423 insiden berbeda. Dari jumlah 109 pekerja tewas dalam 70 investigasi kecelakaan besar. Lebih dari 60% korban merupakan penyelamat yang mencoba membantu pekerja yang terjebak. OSHA memperkirakan bahwa di sektor industri umum, terdapat sekitar 239.000 tempat kerja dengan ruang terbatas, yang mempekerjakan 12 juta pekerja. Setiap tahun, sekitar 1,6 juta pekerja memasuki ruang terbatas, sehingga penting bagi perusahaan untuk memiliki sistem keselamatan yang kuat guna mengurangi potensi kecelakaan.

Berbagai bahaya utama yang terdapat di ruang terbatas, termasuk:

Atmosfer beracun dan kekurangan oksigen, Atmosfer dengan kadar oksigen di bawah 19,5% dapat menyebabkan sesak napas dan kehilangan kesadaran. Gas beracun seperti hidrogen sulfida (H₂S) dan karbon monoksida (CO) dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Risiko kebakaran dan ledakan, Beberapa ruang terbatas mengandung gas mudah terbakar, seperti metana dan uap bahan kimia, yang dapat menyebabkan ledakan. Bahaya fisik, Terjebak dalam ruang sempit atau tertimbun oleh material seperti pasir atau biji-bijian. Permukaan licin atau basah yang meningkatkan risiko tergelincir. Suhu ekstrem yang menyebabkan dehidrasi atau sengatan panas.

Beberapa contoh kecelakaan kerja yang terjadi akibat kurangnya kepatuhan terhadap prosedur keselamatan:

  1. Kecelakaan di tangki penyimpanan
  2. Terowongan bawah tanah

Beberapa rekomendasi utama:

  1. Menerapkan Prosedur Perizinan yang Ketat
  2. Meningkatkan Deteksi Atmosfer
  3. Pelatihan dan Simulasi Keselamatan
  4. Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) yang Memadai
  5. Penerapan Teknologi dalam Pengawasan

A Guide to Safety in Confined Spaces oleh N.C. Department of Labor memberikan panduan komprehensif mengenai prosedur keselamatan dalam ruang terbatas. Dengan memahami klasifikasi ruang terbatas, bahaya yang ada, serta metode mitigasi yang efektif, perusahaan dapat mengurangi angka kecelakaan kerja yang terkait dengan pekerjaan di ruang terbatas. Implementasi prosedur perizinan yang ketat, deteksi atmosfer yang lebih baik, serta pelatihan dan teknologi pengawasan yang lebih maju merupakan langkah kunci untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman. Dengan menerapkan rekomendasi ini, diharapkan angka kecelakaan di ruang terbatas dapat dikurangi secara signifikan.

Sumber Artikel

North Carolina Department of Labor. (2014). A Guide to Safety in Confined Spaces.

Selengkapnya
Panduan Keselamatan dalam Ruang Terbatas oleh N.C. Department of Labor

Keselamatan Kerja

Dampak Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja terhadap Praktik Manajemen Risiko

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan aspek fundamental dalam operasional berbagai industri. Penelitian ini berfokus pada bagaimana faktor-faktor utama dalam OHSMS—seperti kepemimpinan, keterlibatan karyawan, lingkungan kerja, pelatihan, dan manajemen stres—mempengaruhi upaya mitigasi risiko.

Hubungan OHSMS dengan Manajemen Risiko

  • Kepemimpinan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen risiko (p=0,145), bertentangan dengan hipotesis awal.
  • Pelatihan K3 memiliki dampak paling besar terhadap efektivitas manajemen risiko (p<0,005), menunjukkan bahwa peningkatan keterampilan dan pengetahuan karyawan sangat berpengaruh dalam mengurangi insiden kerja.
  • Keterlibatan karyawan dan lingkungan kerja juga memiliki korelasi positif yang signifikan dengan pengelolaan risiko.
  • Manajemen stres berdampak langsung pada pengurangan kecelakaan kerja, karena stres yang tinggi berkorelasi dengan peningkatan tingkat kecelakaan.

Data dan Statistik K3

  • 91,5 juta hari kerja hilang setiap tahun akibat penyakit yang berkaitan dengan stres di tempat kerja.
  • Lebih dari 50% absensi kerja terkait langsung dengan gangguan stres kerja.
  • Sebanyak 52,6% responden berasal dari industri manufaktur, diikuti sektor energi (8,6%) dan transportasi (7,8%).
  • UKM memiliki tingkat penerapan OHSMS yang lebih rendah dibandingkan perusahaan besar, dengan hanya 19,8% responden berasal dari UKM kecil.

Dampak Pelatihan K3 terhadap Manajemen Risiko

Sebuah perusahaan manufaktur yang meningkatkan anggaran pelatihan K3 sebesar 25% dalam dua tahun mengalami penurunan insiden kerja sebesar 40%. Hasil ini menegaskan temuan dalam penelitian bahwa pelatihan K3 adalah faktor paling berpengaruh dalam pengurangan risiko kerja.

Manajemen Stres di Sektor Transportasi

Perusahaan logistik yang menerapkan program manajemen stres berbasis mindfulness dan fleksibilitas jam kerja mengalami peningkatan produktivitas hingga 18% dan penurunan kecelakaan kerja sebesar 22%.

Keunggulan 

  1. Pendekatan berbasis data kuantitatif yang memberikan hasil empiris dalam hubungan antara OHSMS dan manajemen risiko.
  2. Fokus pada berbagai sektor industri, memberikan perspektif luas tentang efektivitas sistem K3.
  3. Analisis regresi yang mendalam memungkinkan identifikasi faktor-faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi OHSMS.

Kelemahan

  • Tidak memasukkan aspek biaya implementasi OHSMS, yang bisa menjadi faktor penting dalam keputusan organisasi.
  • Fokus utama pada organisasi bersertifikasi OHSMS, sehingga kurang menggambarkan tantangan organisasi yang belum menerapkan sistem ini.
  • Kurangnya analisis dampak jangka panjang, seperti bagaimana investasi dalam pelatihan dan manajemen stres berdampak terhadap profitabilitas perusahaan.

Rekomendasi untuk Peningkatan OHSMS

  1. Meningkatkan Kualitas dan Frekuensi Pelatihan K3
    • Mengintegrasikan teknologi digital, seperti simulasi VR, dalam program pelatihan.
    • Menjadikan pelatihan K3 sebagai persyaratan wajib bagi seluruh karyawan, bukan hanya pekerja lapangan.
  2. Penguatan Manajemen Stres di Tempat Kerja
    • Menyediakan layanan konsultasi psikologis bagi karyawan yang mengalami tekanan kerja tinggi.
    • Menerapkan fleksibilitas jam kerja untuk mengurangi beban kerja berlebihan.
  3. Memperkuat Peran Kepemimpinan dalam Keselamatan Kerja
    • Mengembangkan kebijakan keselamatan berbasis partisipatif dengan melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan.
    • Memastikan bahwa manajer puncak ikut serta dalam sesi pelatihan K3 untuk memperkuat budaya keselamatan di perusahaan.

Efektivitas sistem manajemen keselamatan kerja sangat bergantung pada pelatihan, keterlibatan karyawan, dan pengelolaan stres. Meskipun kepemimpinan tidak menunjukkan dampak yang signifikan dalam studi ini, peran mereka dalam menciptakan budaya keselamatan tetap krusial. Dengan meningkatkan aspek-aspek ini, organisasi dapat secara signifikan mengurangi risiko kecelakaan kerja dan meningkatkan kesejahteraan karyawan.

Sumber: Vulanovic, S., Zizakov, M., Vasic, S., Delic, M., & Sremcev, N. (2019). The Impact of Occupational Health and Safety (OH&S) Management Systems on Risk Management Practices. Proceedings of the 30th DAAAM International Symposium, pp. 1188-1195, Vienna, Austria.

Selengkapnya
Dampak Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja terhadap Praktik Manajemen Risiko

Keselamatan Kerja

Standar Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Internasional sebagai Kerangka Keberlanjutan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor krusial dalam operasional bisnis dan industri. OHSMS dikembangkan sebagai respons terhadap berbagai kecelakaan industri besar di era 1970-an dan 1980-an, seperti insiden Flixborough (1974), Seveso (1976), dan Piper Alpha (1987). 

  1. Memetakan standar internasional yang ada terkait OHSMS.
  2. Menganalisis secara statistik perkembangan dan tren OHSMS dari tahun 2006 hingga 2017.
  3. Mengidentifikasi sektor industri yang paling banyak menerapkan standar OHSMS.

Tren Publikasi dan Standar yang Dominan

  • OHSAS 18001 merupakan standar yang paling sering dibahas dalam publikasi (47,06%).
  • Puncak minat akademis terhadap OHSMS terjadi pada 2011–2012, dengan penurunan signifikan pada 2013–2015 dan kembali meningkat pada 2016–2017.
  • Dua jurnal utama yang paling banyak mempublikasikan penelitian OHSMS adalah Safety Science dan Journal of Loss Prevention in the Process Industries.

Sektor dengan Implementasi OHSMS Tertinggi

  1. Industri manufaktur (28%) – Standar OHSMS diterapkan untuk mengurangi kecelakaan akibat penggunaan mesin berat.
  2. Konstruksi (16%) – Risiko tinggi karena faktor lingkungan kerja yang dinamis.
  3. Kimia dan minyak & gas (10%) – Fokus utama pada pengelolaan bahan berbahaya dan prosedur keselamatan ketat.

Dampak Implementasi OHSMS

Penelitian menunjukkan bahwa organisasi yang menerapkan OHSMS mengalami peningkatan produktivitas dan penurunan angka kecelakaan:

  • Penurunan kecelakaan kerja: Hingga 30% di sektor pertambangan dan 40% di industri manufaktur.
  • Pengurangan absensi akibat kecelakaan: Hingga 50% di perusahaan yang menjalankan pelatihan keselamatan secara berkala.
  • Efisiensi biaya asuransi: Perusahaan dengan sistem keselamatan yang baik mengalami penurunan klaim asuransi hingga 20%.

Keunggulan

  1. Analisis Komprehensif – Paper ini tidak hanya membandingkan berbagai standar OHSMS tetapi juga menyertakan analisis statistik terhadap tren penelitian.
  2. Pendekatan Kuantitatif – Data numerik dari berbagai sektor industri memperkuat validitas penelitian.
  3. Relevansi dengan Keberlanjutan – Paper ini menghubungkan OHSMS dengan upaya keberlanjutan bisnis dan sosial.

Kekurangan

  1. Minimnya Pembahasan tentang UKM – Fokus utama paper ini adalah pada industri besar, sementara dampak OHSMS pada usaha kecil dan menengah kurang dibahas.
  2. Kurangnya Analisis Biaya Implementasi – Tidak ada estimasi biaya penerapan standar OHSMS yang dapat membantu perusahaan membuat keputusan strategis.

Rekomendasi

  1. Integrasi dengan Teknologi Digital – Penggunaan AI dan IoT dalam monitoring keselamatan dapat meningkatkan efektivitas OHSMS.
  2. Peningkatan Regulasi – Pemerintah perlu memberikan insentif bagi perusahaan yang menerapkan standar OHSMS dengan baik.
  3. Fokus pada UKM – Studi lebih lanjut perlu mengeksplorasi bagaimana usaha kecil dapat mengadopsi OHSMS dengan biaya yang lebih rendah.

Standar OHSMS memainkan peran penting dalam meningkatkan keselamatan kerja, produktivitas, dan keberlanjutan bisnis. Dengan meningkatnya kepedulian terhadap keselamatan kerja, diharapkan lebih banyak organisasi menerapkan standar ini untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan efisien.

Sumber: Marhavilas, P., Koulouriotis, D., Nikolaou, I., & Tsotoulidou, S. (2018). International Occupational Health and Safety Management-Systems Standards as a Frame for the Sustainability: Mapping the Territory. Sustainability, 10(10), 3663.

Selengkapnya
Standar Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Internasional sebagai Kerangka Keberlanjutan

Keselamatan Kerja

Evaluasi Manajemen Keselamatan Industri dan Peranannya dalam Peningkatan Produktivitas

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025


Keselamatan industri telah menjadi salah satu aspek kritis dalam sektor manufaktur dan rekayasa. Manajemen keselamatan industri telah berkembang sejak Revolusi Industri (1750-1850). Awalnya, minimnya pemahaman mengenai risiko penggunaan mesin menyebabkan banyak kecelakaan kerja. Di Inggris pada tahun 1974, dilaporkan 256.930 kecelakaan, dengan 479 di antaranya bersifat fatal. Di Nigeria pada tahun 1975, tercatat 804 kecelakaan, dengan 12 kasus berujung pada kematian. Dengan meningkatnya kesadaran terhadap pentingnya keselamatan kerja, banyak perusahaan mulai menerapkan sistem perlindungan bagi pekerja dan membentuk badan-badan keselamatan, seperti National Safety Council di Amerika Serikat pada tahun 1913.

Beberapa metode yang digunakan dalam evaluasi risiko meliputi:

  • Checklists untuk mengidentifikasi potensi bahaya.
  • Hazard and Operability Study (HAZOP) untuk memprediksi potensi bahaya dalam operasi.
  • Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk mengantisipasi kemungkinan kegagalan sistem.
  • Fault Tree Analysis (FTA) guna memahami hubungan sebab akibat dari kecelakaan.

Model keselamatan berdasarkan ISO 14121, yang mencakup lima langkah utama:

  1. Identifikasi Batasan Mesin – Menentukan risiko berdasarkan pengguna dan lingkungan kerja.
  2. Identifikasi Bahaya – Mengklasifikasikan risiko mekanis, listrik, termal, dan kimia.
  3. Estimasi Risiko – Menganalisis tingkat bahaya berdasarkan probabilitas kejadian.
  4. Evaluasi Risiko – Menentukan apakah langkah mitigasi diperlukan.
  5. Reduksi Risiko – Implementasi langkah-langkah keselamatan untuk mengurangi risiko.

Contoh penerapan keselamatan di berbagai sektor:

  • Industri Pertambangan: Dengan penerapan sistem keselamatan berbasis teknologi, kecelakaan akibat ledakan bahan peledak berkurang 30% dalam 5 tahun terakhir.
  • Industri Manufaktur: Penggunaan sensor IoT untuk memantau kondisi mesin berhasil mengurangi insiden kecelakaan hingga 40%.
  • Sektor Konstruksi: Pelaksanaan pelatihan keselamatan berbasis VR (Virtual Reality) meningkatkan kesadaran pekerja hingga 70%, yang berkontribusi pada penurunan kecelakaan di lokasi kerja.

Fungsi utama manajemen keselamatan:

  1. Pengurangan Risiko – Menggunakan teknologi dan regulasi untuk mengeliminasi potensi kecelakaan.
  2. Audit Keselamatan – Mengevaluasi implementasi program keselamatan dan menyesuaikannya dengan standar yang berlaku.
  3. Partisipasi Pekerja – Mengedukasi pekerja tentang pentingnya kepatuhan terhadap standar keselamatan.

Kaitan Antara Keselamatan dan Produktivitas

Manajemen keselamatan yang baik tidak hanya melindungi pekerja tetapi juga meningkatkan produktivitas. Studi di Lockheed Martin Paducah Plant menunjukkan bahwa budaya keselamatan yang kuat meningkatkan produktivitas hingga 24%, sekaligus menurunkan biaya produksi sebesar 20%. Hal ini membuktikan bahwa investasi dalam keselamatan dapat memberikan dampak positif terhadap kinerja bisnis.

Keunggulan:

  • Pendekatan Berbasis Data: Menggunakan statistik dan studi kasus nyata untuk mendukung argumen.
  • Komprehensif: Mencakup berbagai aspek keselamatan, mulai dari evaluasi hingga implementasi teknologi.
  • Aplikatif: Memberikan panduan bagi industri dalam meningkatkan keselamatan kerja.

Kelemahan:

  • Minimnya Pembahasan Implementasi Biaya: Tidak banyak membahas biaya yang diperlukan untuk menerapkan sistem keselamatan.
  • Fokus Terbatas pada Industri Besar: Kurangnya pembahasan mengenai bagaimana UKM dapat menerapkan strategi keselamatan dengan anggaran terbatas.

Rekomendasi:

  • Integrasi dengan Teknologi Digital: Penggunaan AI dan IoT dalam pemantauan keselamatan dapat meningkatkan efisiensi manajemen risiko.
  • Peningkatan Regulasi dan Kepatuhan: Pemerintah perlu memberikan insentif bagi perusahaan yang menerapkan standar keselamatan tinggi.
  • Pendidikan dan Pelatihan Berkelanjutan: Keselamatan kerja harus menjadi bagian dari budaya perusahaan melalui pelatihan yang berkelanjutan.

Pentingnya keselamatan industri dan bagaimana penerapan sistem manajemen keselamatan yang baik dapat mengurangi risiko kecelakaan kerja. Dengan mengadopsi model yang diusulkan, perusahaan dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja sekaligus meningkatkan produktivitas dan efisiensi operasional.

Sumber: Industrial Safety Engineering - SMEA3017, School of Mechanical Engineering.

Selengkapnya
Evaluasi Manajemen Keselamatan Industri dan Peranannya dalam Peningkatan Produktivitas

Keselamatan Kerja

Model Analisis Risiko Multi-Kriteria dan Studi Kasus di Industri Logam

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025


Manajemen risiko keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menjadi aspek penting dalam meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan industri. Model yang diusulkan dalam penelitian ini menggabungkan pendekatan berbasis data dengan penilaian ahli guna:

  1. Mengidentifikasi hubungan antar faktor risiko melalui DEMATEL.
  2. Menentukan bobot relatif faktor risiko menggunakan ANP.
  3. Menyusun peringkat risiko untuk tiap unit kerja melalui TOPSIS.

Faktor Risiko dalam Industri Logam

Penelitian ini mengidentifikasi 30 faktor risiko utama yang dikelompokkan dalam 8 kategori:

  • Faktor fisik (misalnya kebisingan, ventilasi, pencahayaan buruk)
  • Faktor kimia (misalnya paparan gas beracun, debu industri)
  • Faktor kelistrikan (misalnya kondisi instalasi listrik)
  • Faktor mekanis (misalnya pemeliharaan peralatan kerja)
  • Perilaku tidak aman (misalnya tidak menggunakan APD, pengoperasian alat yang tidak sesuai prosedur)
  • Faktor lingkungan kerja (misalnya kesiapan darurat, rambu keselamatan)
  • Faktor ergonomis (misalnya posisi kerja tidak tepat, beban angkat manual)
  • Faktor psikososial (misalnya stres kerja, kurangnya komunikasi)

 Analisis DEMATEL: Hubungan Antar Risiko

  • Faktor risiko dengan dampak paling besar terhadap keselamatan kerja adalah stres kerja (K81), kepatuhan terhadap prosedur operasi (K52), dan kesiapan darurat (K64).
  • Faktor yang paling berpengaruh dalam menyebabkan kecelakaan adalah penggunaan APD (K53) dan pemeliharaan peralatan kerja (K41).

Analisis ANP: Pemberian Bobot Risiko

Bobot risiko yang diperoleh dari ANP menunjukkan lima faktor risiko dengan dampak tertinggi:

  1. Kepatuhan terhadap prosedur operasi (K52) - 15,45%
  2. Kesiapan darurat (K64) - 13,16%
  3. Rambu keselamatan (K63) - 12,6%
  4. Penggunaan APD (K53) - 8,72%
  5. Kondisi instalasi listrik (K32) - 5,56%

Faktor psikososial seperti stres kerja (K81) dan kejelasan tugas (K82) juga memiliki bobot yang cukup tinggi, menunjukkan pentingnya faktor ini dalam mencegah kecelakaan kerja.

Analisis TOPSIS: Peringkat Risiko di Unit Kerja

Berdasarkan analisis TOPSIS, peringkat unit kerja berdasarkan tingkat risiko adalah:

  1. Manufaktur (tingkat risiko 48%) → prioritas utama untuk intervensi keselamatan
  2. Pengecatan (tingkat risiko 31%) → risiko sedang
  3. Perakitan (tingkat risiko 21%) → risiko lebih rendah dibanding unit lain

Sebagai implementasi, perusahaan industri logam yang menjadi subjek studi mencatat adanya peningkatan kecelakaan dari 12 kasus (2015) menjadi 26 kasus (2018). Dengan menerapkan model ini, perusahaan dapat mengidentifikasi faktor utama penyebab kecelakaan dan memprioritaskan langkah mitigasi risiko.

Keunggulan:

  • Pendekatan berbasis multi-kriteria memungkinkan analisis risiko yang lebih komprehensif dibanding metode konvensional.
  • Mempertimbangkan faktor psikososial, yang sering diabaikan dalam analisis risiko K3.
  • Aplikasi nyata dalam industri logam, memberikan hasil yang dapat diterapkan langsung di dunia industri.

Kelemahan:

  • Kurangnya perbandingan dengan metode analisis risiko lain, misalnya metode berbasis AI atau simulasi komputer.
  • Tidak membahas dampak ekonomi dari kecelakaan kerja, yang bisa menjadi faktor penting dalam justifikasi kebijakan K3.
  • Terbatas pada satu industri, sehingga penerapannya di sektor lain masih perlu diuji lebih lanjut.

Rekomendasi untuk Peningkatan Manajemen Keselamatan

  1. Peningkatan Edukasi dan Kepatuhan K3
    • Pelatihan rutin bagi pekerja tentang pentingnya prosedur keselamatan dan penggunaan APD.
    • Inspeksi berkala untuk memastikan pemeliharaan peralatan kerja.
  2. Penggunaan Teknologi dalam Manajemen Risiko
    • Implementasi sensor IoT untuk mendeteksi bahaya di lingkungan kerja.
    • Pemanfaatan AI untuk menganalisis data kecelakaan dan memberikan rekomendasi pencegahan.
  3. Pendekatan Holistik dengan Melibatkan Karyawan
    • Membentuk tim keselamatan kerja yang terdiri dari perwakilan setiap unit.
    • Menerapkan sistem pelaporan insiden yang lebih transparan dan berbasis digital.

Paper ini memberikan wawasan berharga tentang pentingnya analisis risiko berbasis multi-kriteria dalam meningkatkan keselamatan kerja di industri logam. Model yang diusulkan dapat membantu perusahaan mengidentifikasi dan mengelola risiko secara lebih efektif. Meskipun masih memiliki keterbatasan, pendekatan ini dapat menjadi dasar bagi penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan keselamatan kerja di berbagai sektor industri.

Sumber: Safinaz Esra Ciftci, Feyzan Arikan. A Multiple Criteria Risk Analysis Model and a Case Study in Metal Industry. Open Journal of Business and Management, Vol. 8, 2020, pp. 2048-2070.

Selengkapnya
Model Analisis Risiko Multi-Kriteria dan Studi Kasus di Industri Logam
« First Previous page 6 of 11 Next Last »