Infrastruktur Jalan

Menakar Efektivitas Metode Design-Build dalam Proyek Jalan Raya: Evaluasi Nasional oleh FHWA

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 09 September 2025


Design-Build: Evolusi Strategis dalam Dunia Infrastruktur AS

Selama lebih dari tiga dekade, badan transportasi di Amerika Serikat telah bereksperimen dengan berbagai metode pengadaan inovatif untuk menjawab tekanan biaya, waktu, dan kualitas proyek jalan raya. Salah satu pendekatan paling menonjol adalah design-build (D-B), sebuah metode yang menggabungkan desain dan konstruksi dalam satu kontrak. Ini berbeda dari metode tradisional design-bid-build (D-B-B) yang memisahkan keduanya.

Laporan ini disusun sebagai kewajiban legislatif di bawah TEA-21 (Transportation Equity Act for the 21st Century), khususnya Pasal 1307(f), untuk mengevaluasi efektivitas metode D-B. Hasil studi ini menjadi penentu utama bagi masa depan penggunaan D-B secara luas dalam proyek infrastruktur AS, khususnya di bawah skema SEP-14.

Fokus dan Ruang Lingkup Studi

Tujuan Studi

  1. Menilai pengaruh D-B terhadap kualitas, biaya, dan waktu proyek.

  2. Menentukan tingkat desain awal yang sesuai sebelum pelelangan D-B.

  3. Menilai dampaknya terhadap pelaku usaha kecil.

  4. Meneliti unsur subjektivitas dalam kontrak D-B.

  5. Menyusun rekomendasi untuk penyempurnaan prosedur D-B.
     

Cakupan Studi

  • Proyek yang masuk dalam program SEP-14 (Special Experimental Project No. 14).

  • 140 proyek D-B yang telah diselesaikan hingga akhir 2002.

  • Dibandingkan dengan 17 proyek D-B-B yang serupa untuk menilai kinerja.

Hasil Studi: D-B vs D-B-B, Siapa Lebih Unggul?

Dampak terhadap Durasi Proyek

  • Pengurangan durasi proyek secara rata-rata: 14%.

  • Untuk fase konstruksi saja, D-B menghemat waktu hingga 13% dibanding D-B-B.

  • Penyebabnya antara lain:

    • Proses desain dan konstruksi berlangsung paralel.

    • Eliminasi proses lelang kedua.

    • Desain yang lebih mudah dikonstruksi.

Contoh ilustratif:

Jika proyek jalan raya dengan pendekatan D-B-B membutuhkan waktu 24 bulan, pendekatan D-B dapat memangkas waktu menjadi sekitar 20,6 bulan.

Dampak terhadap Biaya Proyek

  • Secara umum, pengurangan biaya rata-rata: 2,6%, meski variasinya sangat besar.

  • Proyek D-B lebih sensitif terhadap modifikasi desain oleh pihak ketiga.

  • Jumlah change order lebih sedikit dibanding D-B-B, tetapi nilai per unitnya lebih tinggi karena ukuran proyek yang lebih besar.

Catatan:

  • Klaim proyek pada D-B hampir nol, sedangkan D-B-B cenderung menghasilkan lebih banyak klaim litigatif.

Dampak terhadap Kualitas Proyek

  • Tingkat kepuasan lembaga kontraktor D-B setara atau lebih tinggi dibanding D-B-B.

  • D-B lebih unggul dalam kepatuhan terhadap spesifikasi teknis dan standar mutu.

  • Kualitas proyek sangat bergantung pada:

    • Metode seleksi (best value > low bid),

    • Ukuran proyek (semakin besar, semakin cocok D-B),

    • Persentase desain awal (lebih rendah lebih baik untuk D-B).

Faktor Kunci Keberhasilan Proyek D-B

Tingkat Desain Awal (Preliminary Design)

  • Idealnya, desain awal yang selesai sebelum pelelangan D-B tidak melebihi 30%.

  • Hanya 27% desain yang selesai rata-rata sebelum kontrak D-B dibuat.

  • Alasannya? Semakin rendah persentase desain awal, semakin tinggi fleksibilitas dan kreativitas kontraktor dalam optimalisasi desain dan konstruksi.

Dampak pada Usaha Kecil

  • Tidak ditemukan bukti bahwa D-B mendiskriminasi pelaku usaha kecil.

  • Justru ada indikasi peningkatan partisipasi sebagai subkonsultan desain.

  • Namun, beban syarat kelayakan dan bonding sering menjadi penghalang untuk bertindak sebagai kontraktor utama.

Subjektivitas dalam Pemilihan Kontrak D-B

  • D-B memungkinkan seleksi berbasis best value, bukan hanya low bid.

  • Faktor-faktor yang dinilai mencakup:

    • Tim proyek,

    • Rencana manajemen mutu,

    • Pengalaman,

    • Inovasi desain.

  • Best value gaining popularity, karena lebih fleksibel dan mempertimbangkan kualitas dibanding hanya harga.

Rekomendasi FHWA untuk Masa Depan

Strategi Penerapan D-B yang Efektif

  • Gunakan kriteria performa, bukan spesifikasi teknis rigid.

  • Pertahankan desain awal <30% untuk memberi ruang inovasi.

  • Terapkan metode seleksi best value daripada lowest bid.

  • Sediakan pelatihan menyeluruh bagi kontraktor dan pengelola proyek.
    Kembangkan dokumen panduan dan standar nasional (contoh: NCHRP).

Kritik & Implikasi Praktis

Kelebihan Studi:

  • Skala nasional, berbasis data proyek nyata.

  • Melibatkan lebih dari 60 proyek dan 30 negara bagian.

  • Memberikan peta jalan konkret untuk adopsi D-B.

Kekurangan:

  • Jumlah proyek D-B-B pembanding sangat terbatas.

  • Tidak menyertakan proyek pasca 2002, padahal tren D-B meningkat drastis setelahnya.

  • Belum menyentuh aspek keberlanjutan dan integrasi teknologi seperti BIM.

Penutup: Design-Build Sebagai Pilar Baru Infrastruktur Modern

Laporan ini memberikan dasar kuat bahwa metode design-build mampu menjadi tulang punggung pengadaan proyek jalan raya yang cepat, efisien, dan berkualitas di Amerika Serikat. Meski bukan tanpa tantangan, ketika dipilih dan dikelola secara bijak terutama untuk proyek bernilai besar dan kompleks, D-B memberikan keunggulan kompetitif nyata.

Sebagaimana diungkapkan oleh Florida DOT:

“Tanpa design-build, kami tidak akan mampu merespons tuntutan stimulus ekonomi Presiden dan Gubernur. Program ini sangat bermanfaat.”

Bagi negara berkembang seperti Indonesia, di mana urgensi pembangunan infrastruktur begitu tinggi, temuan ini layak menjadi rujukan untuk mengadaptasi metode D-B pada tingkat nasional. Tentu, adopsi tersebut perlu dilengkapi dengan modifikasi kontekstual terhadap regulasi, sumber daya, dan kesiapan kelembagaan.

Sumber

Design-Build Effectiveness Study – As Required by TEA-21 Section 1307(f)
Federal Highway Administration (2006)
Tautan resmi: https://www.fhwa.dot.gov/programadmin/contracts/sep14a.htm

Selengkapnya
Menakar Efektivitas Metode Design-Build dalam Proyek Jalan Raya: Evaluasi Nasional oleh FHWA

Infrastruktur Jalan

Strategi Inovasi Teknologi Konstruksi Jalan: Peran Pemerintah sebagai Penggerak Utama

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 21 Mei 2025


Pengantar

 

Industri konstruksi jalan berada dalam pusaran kebutuhan inovasi berkelanjutan. Meskipun pembangunan infrastruktur jalan merupakan kebutuhan utama dalam kebijakan publik, proses adopsi teknologi di sektor ini kerap terhambat oleh kerangka regulasi, konservatisme desain, dan kurangnya insentif. Penelitian Jasper M. Caerteling secara komprehensif menyigi bagaimana pemerintah memainkan beragam peran dalam mendorong (atau justru menghambat) pengembangan teknologi baru dalam proyek infrastruktur jalan. Disertasi ini tidak hanya menganalisis teori, tetapi juga didukung oleh studi kasus dan survei skala besar.

 

Pergeseran Paradigma Pemerintah: Dari Manajer Proyek Menjadi Enabler Inovasi

 

Dalam beberapa dekade terakhir, terjadi pergeseran besar dalam peran pemerintah, terutama di negara-negara seperti Belanda dan Amerika Serikat. Pemerintah tidak lagi sekadar sebagai manajer proyek, tetapi sebagai arsitek ekosistem inovasi. Langkah strategis seperti integrasi desain dan konstruksi, outsourcing fungsi teknis, serta kontrak berbasis kinerja telah menciptakan ruang lebih besar bagi perusahaan konstruksi untuk bereksperimen dan berinovasi.

 

Contoh nyatanya adalah program Roads to the Future di Belanda dan Corporate Master Plan for Research and Deployment of Technology and Innovation oleh FHWA di AS. Program-program ini memungkinkan sektor swasta menguji solusi baru melalui proyek percontohan yang didukung pemerintah.

 

Ragam Peran Pemerintah dalam Proyek Teknologi Konstruksi

 

Caerteling mengidentifikasi bahwa pemerintah berperan tidak hanya sebagai pembeli dan pengatur, tetapi juga sebagai sponsor, penyusun sistem, dan pengampu perubahan. Dalam penelitian ini, peran pemerintah dibagi menjadi dua kelompok utama:

 

1. Supply-side policies:

  • Pendanaan R&D swasta
  • Bantuan teknis dan finansial
  • Penetapan standar teknologi

 

2. Demand-side policies:

  • Pengadaan teknologi publik
  • Promosi penggunaan teknologi baru melalui regulasi
  • Program demonstrasi teknologi

 

Namun, adanya kebijakan yang terpisah antara sisi permintaan dan penawaran sering kali menciptakan inkonsistensi. Misalnya, ketika pemerintah mempromosikan teknologi tertentu melalui program R&D, namun pengadaan publik tetap netral (technology-blind), maka pasar untuk teknologi baru tidak terbentuk dengan jelas.

 

Hasil Studi Kasus dan Survei: Dampak Strategis Pemerintah

 

Studi kualitatif dilakukan terhadap tiga perusahaan konstruksi jalan yang mengembangkan delapan proyek teknologi. Di samping itu, survei kuantitatif melibatkan perusahaan di sektor konstruksi, manufaktur, dan farmasi di AS untuk membandingkan ketergantungan terhadap peran pemerintah.

 

Temuan utama meliputi:

  • Peran championing (dukungan aktif pemerintah) adalah faktor kedua paling penting dalam menciptakan manfaat pelanggan.
  • Public procurement (pengadaan teknologi publik) justru kurang berpengaruh, kemungkinan karena pengadaan publik tidak boleh memihak satu teknologi atau perusahaan.
  • Peran strategis perusahaan, seperti orientasi pada pelanggan dan inovasi, lebih dominan dalam industri manufaktur dibandingkan sektor infrastruktur jalan.

 

Kritik dan Tantangan Nyata di Lapangan

 

Salah satu kritik menarik dari penelitian ini adalah ketidakefisienan dalam penggunaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam proyek jalan. Posisi dominan pemerintah dan model tender kompetitif mengurangi nilai komersial dari paten karena tidak ada jaminan adopsi teknologi tersebut dalam proyek publik.

 

Selain itu, Caerteling menyoroti bahwa kebijakan subsidi untuk teknologi lama justru bisa menciptakan hambatan masuk bagi inovasi baru. Dengan kata lain, insentif pemerintah kadang mendukung status quo dan merugikan teknologi disruptif.

 

Nilai Tambah dan Relevansi Praktis

 

Disertasi ini memberikan kontribusi penting pada literatur dengan:

 

1. Model Konseptual Baru: Model dampak peran pemerintah terhadap performa proyek teknologi menunjukkan bahwa keberhasilan bukan hanya soal dana, tetapi juga konteks kebijakan dan struktur insentif.

 

2. Framework Strategi Bisnis: Analisis Caerteling membantu perusahaan memahami bagaimana menyelaraskan proyek R&D dengan strategi korporat dan tuntutan eksternal.

 

3. Pemahaman Baru tentang Infrastruktur Publik sebagai Sistem Teknis Besar: Pemerintah tidak sekadar pembeli, tetapi pencipta pasar untuk teknologi baru. Dalam sektor seperti energi atau telekomunikasi yang telah diprivatisasi, peran ini semakin berkurang. Namun di sektor jalan, pemerintah tetap menjadi sistem builder.

 

Studi Kasus Nyata dan Aplikasi Global

 

Contoh global dari peran aktif pemerintah dalam pengembangan teknologi jalan dapat dilihat di proyek SMART Motorways di Inggris yang mengandalkan teknologi pengaturan lalu lintas berbasis sensor dan AI. Di Jepang, ITS (Intelligent Transport Systems) menjadi prioritas nasional dalam strategi transportasi cerdas. Dalam konteks Indonesia, peluang ini terbuka lebar terutama dengan agenda transformasi digital dan proyek infrastruktur berskala besar seperti Ibu Kota Nusantara (IKN).

 

Rekomendasi Kebijakan dan Manajerial

 

Dari hasil penelitian, Caerteling menyarankan:

  • Pemerintah perlu menyelaraskan program R&D dengan kebijakan pengadaan agar terjadi penciptaan pasar nyata untuk teknologi baru.
  • Sistem pengadaan sebaiknya tidak hanya berbasis harga, tetapi juga memberi bobot lebih pada nilai sosial dan inovasi teknologi.
  • Kolaborasi lintas sektor (publik-swasta-akademik) perlu difasilitasi agar ekosistem inovasi lebih hidup.

 

Kesimpulan

 

Disertasi ini memberikan gambaran tajam tentang bagaimana peran pemerintah sebagai pengatur, pembeli, dan fasilitator dapat mendorong—atau menghambat—adopsi teknologi di sektor konstruksi jalan. Bagi pemerintah, kunci keberhasilan bukan hanya pada alokasi anggaran, tetapi pada desain kebijakan yang terkoordinasi dan penciptaan iklim inovasi yang sehat. Sementara bagi pelaku industri, memahami dinamika ini menjadi keunggulan strategis dalam memenangkan proyek dan memimpin inovasi.

 

Sumber

 

Penelitian ini dapat diakses melalui Delft University of Technology dengan judul lengkap “Technology Development in Road Construction: The Role of Government in Technology Development and Commercialization” oleh Jasper M. Caerteling. Link resmi: https://repository.tudelft.nl/islandora/object/uuid:1883a257-739e-4c7d-9e27-18334ed41862

Selengkapnya
Strategi Inovasi Teknologi Konstruksi Jalan: Peran Pemerintah sebagai Penggerak Utama

Infrastruktur Jalan

Meningkatkan Kualitas Proyek Konstruksi melalui Penerapan Teknologi dan Optimalisasi Kinerja Perusahaan

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 07 Mei 2025


Pendahuluan

 

Industri jasa konstruksi merupakan sektor strategis dalam pembangunan infrastruktur nasional. Namun, di tengah tantangan teknis dan eksternal seperti beban kendaraan berlebih dan curah hujan tinggi, kualitas proyek jalan sering kali belum optimal. Artikel ilmiah karya Jan Lumempouw dan Estrellita V. Y. Waney yang diterbitkan dalam Jurnal Ilmiah Media Engineering (2014) mencoba menelaah secara mendalam bagaimana penerapan teknologi dan kinerja perusahaan jasa konstruksi memengaruhi keberhasilan proyek, khususnya pada tiga indikator: biaya, waktu, dan mutu.

 

Latar Belakang Permasalahan Konstruksi Jalan

 

Banyak proyek jalan mengalami kerusakan dini meski baru selesai dikerjakan. Permasalahan ini kerap dituding berasal dari faktor eksternal seperti genangan air atau beban kendaraan berat. Namun, penelitian ini mengungkap bahwa kelemahan internal seperti ketidakcermatan penerapan standar mutu dan teknologi konstruksi memiliki dampak lebih signifikan. Kondisi ini mengindikasikan pentingnya peningkatan kualitas perencanaan, pengendalian, dan pelaksanaan proyek.

 

Metodologi Penelitian dan Rancangan Model

 

Penelitian ini melibatkan 50 responden dari perusahaan jasa konstruksi di bawah BPC Gapensi Sulawesi Utara, yang diklasifikasikan dalam tiga tingkatan: M1, M2, dan B1. Teknik stratified proportional random sampling digunakan untuk menjamin distribusi data yang representatif. Tiga variabel independen dikaji, yaitu:

 

1. Teknologi pekerjaan persiapan dan subgrade (X1)

2. Teknologi pekerjaan subbase Kelas B dan base Kelas A (X2

3. Teknologi pekerjaan AC-BC dan AC-WC (X3)

 

Dua variabel dependen ditinjau:

 

1. Kinerja perusahaan (Y1)

2. Sasaran proyek (Y2), meliputi ketepatan biaya, mutu, dan waktu.

Model analisis jalur digunakan untuk menguji hubungan langsung dan tidak langsung antar variabel.

 

Temuan Kunci dan Interpretasi Data

 

1. Korelasi Antar Variabel

Terdapat korelasi kuat dan signifikan antar ketiga jenis teknologi (X1, X2, X3) dengan kinerja perusahaan dan sasaran proyek.

Penerapan teknologi pekerjaan persiapan (X1) memiliki korelasi tertinggi terhadap kinerja dan sasaran proyek.

 

2. Pengaruh Simultan dan Parsial

Secara simultan, penerapan teknologi (X1, X2, X3) mempengaruhi kinerja perusahaan sebesar 97,1% (R² = 0,971).

Pengaruh langsung terhadap sasaran proyek mencapai 90,7%.

Ketika ditambahkan variabel kinerja perusahaan, pengaruh terhadap sasaran proyek meningkat menjadi 94,6%.

 

3. Kontribusi Parsial Setiap Teknologi

  • X1 terhadap Y1: 51,5%
  • X2 terhadap Y1: 21,0%
  • X3 terhadap Y1: 35,1%
  • X1 terhadap Y2: 52,8%
  • X2 terhadap Y2: 22,0%
  • X3 terhadap Y2: 29,3%
  • Y1 terhadap Y2: 32,2%

 

Analisis Tambahan dan Relevansi Industri

 

Hasil ini menunjukkan bahwa pekerjaan subgrade dan persiapan (X1) adalah elemen paling krusial. Dalam praktik industri, ini berkaitan dengan tahap paling awal yang menentukan kekuatan struktur jalan. Kesalahan pada tahap ini akan berdampak sistemik. Penerapan teknologi yang dimaksud termasuk penggunaan GPS untuk pemetaan topografi, alat berat canggih, serta sistem monitoring kualitas berbasis sensor.

 

Penerapan sistem manajemen mutu seperti ISO 9001, penggunaan perangkat lunak seperti MS Project untuk penjadwalan, serta adopsi alat uji kepadatan dan aspal modern turut meningkatkan kualitas pelaksanaan. Selain itu, pemanfaatan data logistik real-time dan IoT dalam manajemen proyek berpotensi mendorong efisiensi lebih lanjut.

 

Studi Kasus Pendukung

 

Salah satu contoh implementasi sukses adalah proyek jalan tol Balikpapan-Samarinda yang memanfaatkan drone untuk pemantauan progres dan GPS dalam penentuan cut and fill. Efektivitas proyek meningkat karena pemantauan yang presisi dan waktu respons cepat atas deviasi kualitas.

 

Kritik dan Potensi Pengembangan

 

Meskipun penelitian ini kuat secara kuantitatif, beberapa aspek dapat diperluas, seperti dimensi manajerial yang lebih kompleks (misalnya pengaruh gaya kepemimpinan) atau dampak kebijakan pemerintah lokal terhadap efektivitas teknologi. Perlu juga pengujian pada wilayah geografis dan jenis proyek berbeda agar hasilnya lebih generalizable.

 

Kesimpulan

 

Penerapan teknologi konstruksi yang tepat, terutama pada tahap awal proyek seperti pekerjaan subgrade, memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan jasa konstruksi dan pencapaian sasaran proyek. Investasi pada teknologi canggih dan peningkatan kapasitas SDM menjadi kunci kesuksesan proyek konstruksi. Kinerja perusahaan menjadi mediator penting dalam memastikan implementasi teknologi berujung pada hasil proyek yang sesuai target.

 

Sumber

Lumempouw, Jan & Waney, Estrellita V.Y. (2014). Analisis Pengaruh Penerapan Teknologi dan Kinerja Perusahaan Jasa Konstruksi terhadap Sasaran Proyek. Jurnal Ilmiah Media Engineering, Vol. 4 No. 3, hlm. 160-174. ISSN: 2087-9334.

Selengkapnya
Meningkatkan Kualitas Proyek Konstruksi melalui Penerapan Teknologi dan Optimalisasi Kinerja Perusahaan

Infrastruktur Jalan

Mengungkap Akar Masalah Penurunan Kualitas Jalan Nasional: Analisis Sistemik Berbasis Metode SIDLACOM

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 05 Mei 2025


Pendahuluan: Jalan Nasional dan Krisis Kualitas yang Berulang

Kondisi jalan nasional di Indonesia sering menjadi sorotan karena cepat mengalami kerusakan meski belum lama diperbaiki. Hal ini tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi akibat terganggunya distribusi logistik dan transportasi, tapi juga memperbesar risiko kecelakaan. Lantas, apa akar dari masalah ini?

Dalam artikel berjudul “Analisis Sistemik Penurunan Kualitas Jalan Nasional Menggunakan Metode SIDLACOM”, Arifin dan rekan-rekannya mencoba menyigi persoalan ini secara komprehensif dengan menggunakan pendekatan sistemik. Penelitian ini tidak berhenti pada permukaan (seperti kesalahan teknis pelaksanaan proyek), melainkan menggali hubungan antar faktor—mulai dari kelembagaan, sumber daya manusia, manajemen proyek, hingga budaya kerja.

Metodologi: Pendekatan Sistemik ala SIDLACOM

SIDLACOM (Systemic, Identification, Learning, and Control Methodology) adalah metode pemecahan masalah sistemik yang memetakan interaksi antar elemen dalam suatu sistem, termasuk soft system seperti perilaku dan budaya organisasi. Metode ini terdiri dari tujuh komponen utama:

  1. Structure (Struktur Organisasi)

  2. Infrastructure (Sarana-Prasarana)

  3. Software (Perangkat Manajemen & Digitalisasi)

  4. Stakeholder (Pemangku Kepentingan)

  5. Strategy (Strategi Perencanaan)

  6. Skill (Kapasitas SDM)

  7. Style (Gaya Kepemimpinan dan Budaya Kerja)

 

Dalam konteks penelitian ini, SIDLACOM digunakan untuk memetakan penyebab penurunan kualitas jalan secara holistik dan menyusun strategi solutif berbasis sistemik.

Temuan Utama: Jalan Rusak, Sistem yang Sakit

1. Kelemahan dalam Struktur dan Infrastruktur

Penelitian mengungkapkan bahwa struktur organisasi pengelola proyek jalan nasional masih bersifat birokratis dan terfragmentasi. Koordinasi antar lembaga (seperti Kementerian PUPR, Dinas Provinsi/Kabupaten, dan pelaksana teknis) lemah, menyebabkan bottleneck dalam pengambilan keputusan dan respons terhadap kerusakan.

Selain itu, infrastruktur pendukung seperti laboratorium uji kualitas jalan atau sistem monitoring proyek belum optimal digunakan. Ini berdampak pada lemahnya pengawasan mutu konstruksi.

2. Ketimpangan Kompetensi SDM dan Gaya Kepemimpinan

Sebanyak 60% SDM yang terlibat dalam proyek jalan nasional di daerah studi tidak memiliki sertifikasi kompetensi terkini. Ini diperparah oleh gaya kepemimpinan yang cenderung top-down dan minim ruang diskusi antartim. Budaya kerja pun cenderung formalistik—mengutamakan administrasi dibanding kualitas teknis di lapangan.

3. Ketidakjelasan Strategi dan Lemahnya Digitalisasi

Strategi jangka panjang pembangunan jalan masih bersifat reaktif. Banyak proyek hanya menambal kerusakan daripada membangun ketahanan jangka panjang. Selain itu, pemanfaatan software manajemen proyek, seperti BIM (Building Information Modelling), masih minim. Ini menyebabkan ketidaktepatan dalam pengendalian mutu dan waktu pengerjaan.

Studi Kasus: Proyek Jalan Nasional di Sulawesi Tenggara

Penelitian mengambil studi kasus di Sulawesi Tenggara, khususnya ruas jalan nasional yang menghubungkan Kendari dengan beberapa kabupaten pesisir. Hasil observasi lapangan menunjukkan:

  • Kerusakan jalan muncul dalam waktu kurang dari 2 tahun pasca perbaikan.

  • Kontrol kualitas hanya dilakukan saat serah terima proyek, bukan selama proses pembangunan.

  • Kepuasan pengguna jalan sangat rendah, dengan indeks hanya 48 dari 100.

 

Data tersebut menunjukkan bahwa masalah kualitas jalan bukan sekadar pada teknis pengerjaan, tapi lebih kompleks dan sistemik.

Nilai Tambah dan Kritik terhadap Penelitian

Kelebihan:

  • Pendekatan sistemik sangat relevan untuk menjelaskan kompleksitas persoalan infrastruktur.

  • Penggunaan metode SIDLACOM berhasil membuka blind spot dalam manajemen proyek jalan nasional.

  • Studi kasus konkret memberikan gambaran nyata dan kontekstual.

Catatan Kritis:

  • Sampel data masih terbatas pada satu wilayah (Sulawesi Tenggara) sehingga generalisasi nasional perlu dikaji lebih lanjut.

  • Belum ada simulasi policy modeling untuk menguji dampak dari solusi yang diusulkan.

  • Aspek pembiayaan (funding structure) tidak

Perbandingan dengan Studi Sebelumnya

Beberapa studi terdahulu, seperti penelitian oleh Nugroho dkk. (2021) dalam Jurnal Infrastruktur Nasional, menyebut bahwa kualitas jalan dipengaruhi oleh faktor teknis seperti pemilihan material dan cuaca. Namun, Arifin dkk. memperluas cakupan analisis hingga ke faktor perilaku organisasi dan budaya kerja. Ini menjadikan penelitian ini sebagai kontribusi penting dalam wacana reformasi manajemen infrastruktur nasional.

 

Implikasi Praktis dan Rekomendasi Strategis

Penelitian ini menghasilkan beberapa rekomendasi strategis:

  1. Reformasi Struktur dan Digitalisasi Sistem

    • Pemerintah perlu mengintegrasikan data proyek dalam satu sistem digital lintas lembaga (misalnya melalui dashboard Kementerian PUPR berbasis cloud).

    • Sertifikasi SDM harus menjadi syarat wajib bagi pelaksana proyek strategis.

  2. Perubahan Gaya Kepemimpinan dan Budaya Kerja

    • Diperlukan gaya kepemimpinan partisipatif dan agile.

    • Budaya kerja berbasis continuous improvement harus dibangun sejak tahap perencanaan.

  3. Monitoring Jalan Berbasis Data

    • Sensor IoT dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan jalan secara real time.

    • Penilaian kepuasan pengguna jalan harus dilakukan rutin dan menjadi indikator kinerja utama (KPI).

Mengaitkan Temuan dengan Tantangan Industri

Dalam konteks transformasi digital sektor konstruksi, penggunaan BIM, GIS, dan dashboard monitoring menjadi tren global. Namun, seperti disorot dalam artikel ini, Indonesia masih tertinggal dalam adopsinya. Ini menjadi peluang sekaligus tantangan: tanpa perubahan sistemik, investasi besar pada infrastruktur bisa terus “bocor” di lapangan.

Kesimpulan: Jalan Rusak adalah Cerminan Sistem yang Lemah

Kerusakan jalan bukanlah masalah permukaan. Ia merupakan refleksi dari sistem manajemen proyek yang tidak sehat—mulai dari kelembagaan, kepemimpinan, hingga budaya kerja. Pendekatan SIDLACOM yang digunakan dalam artikel ini mampu memperlihatkan hubungan sebab-akibat yang selama ini tersembunyi.

Dengan penguatan sistem dan digitalisasi berbasis data, harapan untuk membangun jalan nasional yang tangguh bukanlah ilusi. Namun, dibutuhkan komitmen lintas sektor untuk menjadikan infrastruktur bukan hanya proyek fisik, tetapi juga representasi kualitas tata kelola bangsa.

Sumber:

Arifin, Tumpal Pandapotan Silalahi, dan Fajrin Fadillah. Analisis Sistemik Penurunan Kualitas Jalan Nasional Menggunakan Metode SIDLACOM. Dipublikasikan di Jurnal Penelitian Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Vol. 14 No. 2 (2021). Tersedia di: https://ejurnal.pps.uns.ac.id/index.php/jpptk/article/view/1119

Selengkapnya
Mengungkap Akar Masalah Penurunan Kualitas Jalan Nasional: Analisis Sistemik Berbasis Metode SIDLACOM

Infrastruktur Jalan

Tanggung Gugat Perencana Jalan Tol: Menjaga Akuntabilitas dalam Infrastruktur Nasional

Dipublikasikan oleh Anisa pada 05 Mei 2025


Pendahuluan: Saat Rancang Bangun Jadi Sumber Gugatan

Dalam konteks pembangunan infrastruktur, khususnya jalan tol, posisi perencana seringkali terlupakan dalam diskursus publik. Padahal, peran mereka sangat krusial dalam menjamin keselamatan pengguna jalan, efisiensi biaya, hingga keberlanjutan struktur dalam jangka panjang. Buku karya Dr. Arya Wijayanto ini hadir sebagai pengingat bahwa tanggung jawab perencana tak bisa dianggap sepele—bahkan bisa menjadi subjek tuntutan hukum jika kelalaiannya terbukti merugikan pengguna atau negara.

Dengan fokus pada aspek tanggung gugat perdata, buku ini menyoroti berbagai prinsip hukum yang mengikat perencana dalam proyek jalan tol. Mengacu pada teori hukum perdata dan praktik di lapangan, kajian ini sangat relevan di tengah meningkatnya insiden kecelakaan akibat kegagalan perencanaan teknis.

 

Hukum Perdata dan Peran Profesional: Siapa yang Bertanggung Jawab?

Prinsip Dasar Tanggung Gugat

Secara yuridis, tanggung gugat adalah kewajiban seseorang untuk memberikan ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatannya, baik karena wanprestasi (ingkar janji) maupun perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Dalam konteks perencana jalan tol, tanggung gugat bisa muncul dari:

  • Kesalahan teknis dalam perencanaan geometrik (tikungan, tanjakan, drainase).
     

  • Kegagalan menganalisis data geoteknik secara akurat.
     

  • Kelalaian dalam mengikuti standar baku desain nasional/internasional.

Analisis Kritis: Kapan Perencana Bisa Digugat?

Buku ini menjelaskan bahwa perencana profesional, termasuk konsultan atau insinyur sipil, terikat oleh kontrak kerja dan kewajiban hukum tak tertulis untuk menjalankan pekerjaannya sesuai standar keahlian yang wajar (duty of care).

Berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata, seseorang dapat dimintai tanggung jawab jika memenuhi unsur:

  1. Ada perbuatan melawan hukum
     

  2. Ada kerugian
     

  3. Ada hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian
     

  4. Ada kesalahan (schuld)
     

Dalam buku ini, dijelaskan secara rinci bahwa perencana jalan tol bisa dimintai tanggung jawab apabila hasil perencanaannya menimbulkan kerugian, misalnya:

  • Konstruksi amblas karena kesalahan hitung beban tanah.
     

  • Genangan rutin akibat desain saluran air yang tidak mencukupi.
     

  • Kecelakaan lalu lintas karena tikungan tajam di luar standar toleransi.
     

Contoh Kasus: Kegagalan Jalan Tol Cipularang

Salah satu studi kasus penting yang relevan adalah amblesnya Jalan Tol Cipularang KM 100+600. Berdasarkan audit teknis, ditemukan adanya kelemahan dalam perencanaan fondasi dan geoteknik, khususnya terkait daerah rawan longsor. Jika dibuktikan bahwa perencana mengabaikan data lapangan atau menyederhanakan parameter keamanan, maka bisa dibuktikan unsur kelalaiannya secara hukum.

Dimensi Praktis: Apakah Perencana Bisa Bebas dari Gugatan?

Dalam praktiknya, perencana seringkali berkilah dengan menyatakan bahwa mereka hanya memberikan “saran teknis”, sementara keputusan akhir di tangan pelaksana. Namun argumen ini lemah, karena tanggung jawab profesional tetap melekat pada output yang diberikan.

Beberapa cara mitigasi risiko tanggung gugat, sebagaimana dijelaskan dalam buku ini:

  • Kontrak kerja yang rinci, termasuk klausul pembatasan tanggung jawab.
     

  • Asuransi profesi (professional indemnity insurance) untuk menutup risiko hukum.
     

  • Audit eksternal sebelum implementasi desain besar.
     

Statistik & Tren Industri: Meningkatnya Gugatan terhadap Konsultan

Data dari LPJK dan Kementerian PUPR menunjukkan bahwa dalam satu dekade terakhir, jumlah gugatan terhadap konsultan teknik di Indonesia mengalami peningkatan 32%. Sebagian besar terkait proyek jalan raya dan tol.

Beberapa Angka Penting:

  • Rata-rata kerugian akibat kegagalan desain jalan tol mencapai Rp12,5 miliar per kasus.
     

  • 65% kecelakaan struktural dalam proyek tol diakibatkan oleh kelalaian teknis tahap perencanaan.
     

  • Hanya 20% perusahaan konsultan yang memiliki asuransi tanggung gugat profesional secara aktif.
     

Angka-angka ini menunjukkan pentingnya urgensi pembahasan buku ini, serta perlunya peningkatan standar akuntabilitas dalam jasa perencanaan.

Dimensi Etika: Bukan Sekadar Persoalan Hukum

Dalam banyak kasus, kegagalan desain bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga mencerminkan krisis etika profesional. Buku ini menekankan bahwa tanggung gugat perencana juga bermuatan moral, karena menyangkut keselamatan publik yang bergantung pada hasil pekerjaan teknis tersebut.

Komparasi Internasional:

  • Di Inggris dan Australia, konsultan teknik diwajibkan memiliki lisensi dan mempertanggungjawabkan pekerjaan dalam pengadilan profesional.
     

  • Di Indonesia, sanksi terhadap perencana seringkali hanya bersifat administratif atau teguran ringan dari asosiasi.
     

Buku ini dengan tepat menyerukan reformasi kelembagaan, di mana Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) perlu lebih tegas dalam mengawasi tanggung jawab etika dan hukum perencana.

Kritik dan Saran: Mengembangkan Perspektif Multidisipliner

Walaupun buku ini memberikan fondasi hukum yang kuat, ada beberapa aspek yang bisa diperluas:

  • Dimensi sosioteknis: Bagaimana tekanan proyek cepat selesai berdampak pada kualitas desain?
     

  • Kajian ekonomi: Sejauh mana tanggung gugat memengaruhi biaya total proyek tol?
     

  • Pendekatan preventif: Penguatan sistem peer review dalam desain sebelum disahkan.
     

Penulis bisa mempertimbangkan memasukkan studi perbandingan sistem tanggung gugat di negara maju, sehingga pembaca mendapat perspektif global tentang bagaimana perlindungan pengguna jalan bisa dilakukan secara sistemik.

Kesimpulan: Membangun Jalan, Menjaga Tanggung Jawab

Buku “Prinsip Tanggung Gugat Perencana Jalan Tol” merupakan kontribusi penting dalam memperkuat aspek hukum dari profesi perencana infrastruktur. Dalam era pembangunan masif seperti sekarang, kejelasan tanggung jawab profesional menjadi sangat vital untuk menjaga integritas proyek dan keselamatan publik.

Nilai Plus Buku Ini:

  • Penjelasan hukum disampaikan dengan lugas dan sistematis.
     

  • Studi kasus dan implikasi praktis memperkuat argumen.
     

  • Relevan dengan kondisi aktual proyek jalan tol di Indonesia.
     

Dampak Praktis:

Buku ini layak dibaca oleh:

  • Konsultan teknik dan profesional konstruksi.
     

  • Mahasiswa teknik sipil dan hukum.
     

  • Pembuat kebijakan di sektor infrastruktur.

Sumber Asli:

Wijayanto, Arya. (2023). Prinsip Tanggung Gugat Perencana Jalan Tol. Jakarta: Lembaga Penerbit Badan Litbang PUPR.
Tersedia melalui katalog digital PUPR atau pustaka perguruan tinggi teknik.

Selengkapnya
Tanggung Gugat Perencana Jalan Tol: Menjaga Akuntabilitas dalam Infrastruktur Nasional

Infrastruktur Jalan

Sistem Pengadaan Proyek Design and Build di Indonesia: Solusi Strategis atau Tantangan Terselubung?

Dipublikasikan oleh Anisa pada 30 April 2025


Pendahuluan: Menjawab Tantangan Pembangunan Infrastruktur Nasional

Indonesia tengah menghadapi kebutuhan mendesak akan percepatan pembangunan infrastruktur. Dalam konteks itu, sistem pengadaan proyek Design and Build (D&B) mulai dipertimbangkan sebagai pendekatan inovatif untuk menjawab permasalahan keterlambatan proyek, efisiensi anggaran, serta peningkatan kualitas hasil bangunan. Paper oleh Dwijendra (2024) menyelami topik ini secara komprehensif, menelaah efektivitas sistem D&B dalam konteks pembangunan infrastruktur Indonesia yang kompleks dan penuh tantangan birokrasi.

Artikel ini mengulas dan menganalisis secara kritis isi paper tersebut, menambahkan studi kasus, tren terkini, serta implikasi praktis di lapangan agar menjadi rujukan yang informatif dan unik bagi pembaca profesional maupun awam.

Apa Itu Sistem Design and Build?

Berbeda dengan metode konvensional (Design-Bid-Build), sistem D&B menggabungkan perencanaan desain dan pelaksanaan konstruksi dalam satu kontrak. Artinya, satu pihak bertanggung jawab penuh dari awal hingga akhir proyek. Tujuannya adalah menciptakan efisiensi waktu, penghematan biaya, dan peningkatan kualitas proyek.

Kelebihan sistem D&B menurut Dwijendra:

  • Mengurangi konflik antar pihak (perencana dan pelaksana).

  • Mempercepat waktu pelaksanaan karena proses desain dan konstruksi bisa dilakukan paralel.

  • Menekan potensi pembengkakan biaya.

Namun, sistem ini juga menimbulkan tantangan tersendiri, terutama dalam hal pengawasan kualitas, kesenjangan kompetensi, dan potensi monopoli oleh penyedia jasa besar.

Analisis Kontekstual: Mengapa D&B Jadi Pilihan?

Tren Nasional

Dalam proyek-proyek strategis nasional (PSN) seperti jalan tol, bendungan, dan bandara, pendekatan D&B mulai dipilih oleh pemerintah untuk memangkas waktu dan biaya tender yang rumit. Dalam data Bappenas, tercatat bahwa proyek yang menggunakan metode D&B rata-rata selesai 20–25% lebih cepat dibanding metode konvensional.

Studi Kasus: Proyek Jalan Tol Cisumdawu

Proyek Tol Cisumdawu menjadi salah satu contoh penerapan metode D&B yang relatif berhasil. Dalam proyek sepanjang 60 km ini, kolaborasi desain dan konstruksi oleh satu konsorsium mempercepat penyelesaian proyek yang sebelumnya tersendat akibat permasalahan pembebasan lahan dan koordinasi desain.

Temuan Utama dari Paper Dwijendra

Dwijendra menyoroti beberapa temuan kunci yang layak menjadi bahan diskusi lanjutan:

1. Dukungan Regulasi Masih Lemah

Meski Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengakomodasi metode D&B, implementasinya di lapangan masih minim panduan teknis. Akibatnya, banyak pelaksana proyek bingung dalam menerapkan standar operasional (SOP) yang sesuai.

2. Rendahnya Kapasitas SDM

Mayoritas instansi pemerintah daerah belum siap mengelola proyek D&B karena kurangnya pemahaman teknis serta lemahnya sistem manajemen risiko.

3. Konflik Peran Pengawas

Karena desain dan pelaksanaan dilakukan oleh satu entitas, potensi konflik kepentingan meningkat. Fungsi pengawasan cenderung lemah, karena tidak ada pihak independen yang benar-benar netral.

4. Efektivitas Biaya Belum Konsisten

Meski D&B diklaim mampu menekan biaya, dalam beberapa kasus justru terjadi cost overrun akibat spesifikasi desain berubah selama proses berjalan. Ini menunjukkan perlunya perencanaan yang lebih matang sejak awal.

Perbandingan dengan Sistem Internasional

Di Amerika Serikat dan Inggris, metode D&B telah menjadi praktik umum, terutama dalam proyek sektor swasta dan militer. Perbedaannya terletak pada:

  • Kematangan regulasi.

  • Adanya lembaga independen pengontrol kualitas.

  • Penggunaan teknologi Building Information Modeling (BIM) yang membuat desain terintegrasi dan transparan.
     

Indonesia, menurut penulis, belum optimal dalam aspek tersebut. BIM masih belum diadopsi luas, dan belum ada badan audit proyek yang terintegrasi digital.

Tantangan di Indonesia: Birokrasi, Korupsi, dan Kesenjangan Kapasitas

Salah satu kendala besar adalah struktur birokrasi yang lamban serta potensi praktik korupsi dalam proses pengadaan. Dalam Laporan ICW tahun 2023, pengadaan barang/jasa masih menjadi sektor dengan potensi korupsi terbesar. Sistem D&B, jika tidak diawasi ketat, bisa membuka celah lebih besar karena kontrol teknis yang minim.

Rekomendasi Praktis dari Dwijendra

Dwijendra menyarankan reformasi besar-besaran dalam sistem pengadaan, dengan beberapa poin kunci:

  • Peningkatan kapasitas SDM pengelola proyek di daerah.

  • Penyusunan pedoman teknis khusus proyek D&B.

  • Pelibatan lembaga pengawas independen.

  • Adopsi sistem digital seperti e-procurement dan BIM.

Pandangan Kritis & Nilai Tambah

Meski Dwijendra menyajikan kajian yang solid, ada beberapa hal yang bisa dipertajam:

  • Belum adanya kuantifikasi dampak D&B di proyek-proyek gagal. Kajian lebih dalam soal risiko kegagalan D&B perlu dilakukan, misalnya dalam konteks proyek rusunawa yang desainnya buruk dan tak bisa dihuni.

  • Minimnya pendekatan studi ekonomi. Apakah D&B memang efisien secara makroekonomi, atau hanya terlihat lebih cepat dalam jangka pendek?
     

Dampak Strategis untuk Indonesia

Dengan masuknya Ibu Kota Negara (IKN) dan ratusan proyek PSN lainnya, sistem pengadaan yang cepat, efisien, dan adaptif sangat krusial. D&B bisa menjadi solusi—jika dan hanya jika—peraturan, sumber daya manusia, dan sistem pengawasan dibenahi.

Jika tidak, sistem ini justru bisa menjadi alat legitimasi praktik korupsi yang lebih terstruktur, di mana satu entitas mengendalikan seluruh proses tanpa kontrol eksternal yang memadai.

Kesimpulan: Menuju D&B yang Cerdas dan Transparan

Paper karya Dwijendra menjadi pengingat penting bahwa inovasi dalam sistem pengadaan proyek tidak cukup hanya di atas kertas. D&B hanya akan efektif jika dibarengi dengan:

  • Peningkatan kapasitas lembaga publik,

  • Reformasi regulasi,

  • Integrasi teknologi digital,

  • Dan, tentu saja, akuntabilitas dalam setiap tahap.

Sistem Design and Build bisa menjadi masa depan pengadaan proyek di Indonesia—tapi hanya jika dijalankan dengan visi yang jelas, etika yang kuat, dan kontrol yang tepat.

Sumber Asli Paper

Ngakan Ketut Acwin Dwijendra. (2024). Kajian Sistem Pengadaan Proyek Design and Build dalam Percepatan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia. Diakses dari: ResearchGate Link

Selengkapnya
Sistem Pengadaan Proyek Design and Build di Indonesia: Solusi Strategis atau Tantangan Terselubung?
« First Previous page 4 of 4