Pendahuluan: Menjawab Tantangan Pembangunan Infrastruktur Nasional
Indonesia tengah menghadapi kebutuhan mendesak akan percepatan pembangunan infrastruktur. Dalam konteks itu, sistem pengadaan proyek Design and Build (D&B) mulai dipertimbangkan sebagai pendekatan inovatif untuk menjawab permasalahan keterlambatan proyek, efisiensi anggaran, serta peningkatan kualitas hasil bangunan. Paper oleh Dwijendra (2024) menyelami topik ini secara komprehensif, menelaah efektivitas sistem D&B dalam konteks pembangunan infrastruktur Indonesia yang kompleks dan penuh tantangan birokrasi.
Artikel ini mengulas dan menganalisis secara kritis isi paper tersebut, menambahkan studi kasus, tren terkini, serta implikasi praktis di lapangan agar menjadi rujukan yang informatif dan unik bagi pembaca profesional maupun awam.
Apa Itu Sistem Design and Build?
Berbeda dengan metode konvensional (Design-Bid-Build), sistem D&B menggabungkan perencanaan desain dan pelaksanaan konstruksi dalam satu kontrak. Artinya, satu pihak bertanggung jawab penuh dari awal hingga akhir proyek. Tujuannya adalah menciptakan efisiensi waktu, penghematan biaya, dan peningkatan kualitas proyek.
Kelebihan sistem D&B menurut Dwijendra:
-
Mengurangi konflik antar pihak (perencana dan pelaksana).
-
Mempercepat waktu pelaksanaan karena proses desain dan konstruksi bisa dilakukan paralel.
-
Menekan potensi pembengkakan biaya.
Namun, sistem ini juga menimbulkan tantangan tersendiri, terutama dalam hal pengawasan kualitas, kesenjangan kompetensi, dan potensi monopoli oleh penyedia jasa besar.
Analisis Kontekstual: Mengapa D&B Jadi Pilihan?
Tren Nasional
Dalam proyek-proyek strategis nasional (PSN) seperti jalan tol, bendungan, dan bandara, pendekatan D&B mulai dipilih oleh pemerintah untuk memangkas waktu dan biaya tender yang rumit. Dalam data Bappenas, tercatat bahwa proyek yang menggunakan metode D&B rata-rata selesai 20–25% lebih cepat dibanding metode konvensional.
Studi Kasus: Proyek Jalan Tol Cisumdawu
Proyek Tol Cisumdawu menjadi salah satu contoh penerapan metode D&B yang relatif berhasil. Dalam proyek sepanjang 60 km ini, kolaborasi desain dan konstruksi oleh satu konsorsium mempercepat penyelesaian proyek yang sebelumnya tersendat akibat permasalahan pembebasan lahan dan koordinasi desain.
Temuan Utama dari Paper Dwijendra
Dwijendra menyoroti beberapa temuan kunci yang layak menjadi bahan diskusi lanjutan:
1. Dukungan Regulasi Masih Lemah
Meski Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengakomodasi metode D&B, implementasinya di lapangan masih minim panduan teknis. Akibatnya, banyak pelaksana proyek bingung dalam menerapkan standar operasional (SOP) yang sesuai.
2. Rendahnya Kapasitas SDM
Mayoritas instansi pemerintah daerah belum siap mengelola proyek D&B karena kurangnya pemahaman teknis serta lemahnya sistem manajemen risiko.
3. Konflik Peran Pengawas
Karena desain dan pelaksanaan dilakukan oleh satu entitas, potensi konflik kepentingan meningkat. Fungsi pengawasan cenderung lemah, karena tidak ada pihak independen yang benar-benar netral.
4. Efektivitas Biaya Belum Konsisten
Meski D&B diklaim mampu menekan biaya, dalam beberapa kasus justru terjadi cost overrun akibat spesifikasi desain berubah selama proses berjalan. Ini menunjukkan perlunya perencanaan yang lebih matang sejak awal.
Perbandingan dengan Sistem Internasional
Di Amerika Serikat dan Inggris, metode D&B telah menjadi praktik umum, terutama dalam proyek sektor swasta dan militer. Perbedaannya terletak pada:
-
Kematangan regulasi.
-
Adanya lembaga independen pengontrol kualitas.
-
Penggunaan teknologi Building Information Modeling (BIM) yang membuat desain terintegrasi dan transparan.
Indonesia, menurut penulis, belum optimal dalam aspek tersebut. BIM masih belum diadopsi luas, dan belum ada badan audit proyek yang terintegrasi digital.
Tantangan di Indonesia: Birokrasi, Korupsi, dan Kesenjangan Kapasitas
Salah satu kendala besar adalah struktur birokrasi yang lamban serta potensi praktik korupsi dalam proses pengadaan. Dalam Laporan ICW tahun 2023, pengadaan barang/jasa masih menjadi sektor dengan potensi korupsi terbesar. Sistem D&B, jika tidak diawasi ketat, bisa membuka celah lebih besar karena kontrol teknis yang minim.
Rekomendasi Praktis dari Dwijendra
Dwijendra menyarankan reformasi besar-besaran dalam sistem pengadaan, dengan beberapa poin kunci:
-
Peningkatan kapasitas SDM pengelola proyek di daerah.
-
Penyusunan pedoman teknis khusus proyek D&B.
-
Pelibatan lembaga pengawas independen.
-
Adopsi sistem digital seperti e-procurement dan BIM.
Pandangan Kritis & Nilai Tambah
Meski Dwijendra menyajikan kajian yang solid, ada beberapa hal yang bisa dipertajam:
-
Belum adanya kuantifikasi dampak D&B di proyek-proyek gagal. Kajian lebih dalam soal risiko kegagalan D&B perlu dilakukan, misalnya dalam konteks proyek rusunawa yang desainnya buruk dan tak bisa dihuni.
-
Minimnya pendekatan studi ekonomi. Apakah D&B memang efisien secara makroekonomi, atau hanya terlihat lebih cepat dalam jangka pendek?
Dampak Strategis untuk Indonesia
Dengan masuknya Ibu Kota Negara (IKN) dan ratusan proyek PSN lainnya, sistem pengadaan yang cepat, efisien, dan adaptif sangat krusial. D&B bisa menjadi solusi—jika dan hanya jika—peraturan, sumber daya manusia, dan sistem pengawasan dibenahi.
Jika tidak, sistem ini justru bisa menjadi alat legitimasi praktik korupsi yang lebih terstruktur, di mana satu entitas mengendalikan seluruh proses tanpa kontrol eksternal yang memadai.
Kesimpulan: Menuju D&B yang Cerdas dan Transparan
Paper karya Dwijendra menjadi pengingat penting bahwa inovasi dalam sistem pengadaan proyek tidak cukup hanya di atas kertas. D&B hanya akan efektif jika dibarengi dengan:
-
Peningkatan kapasitas lembaga publik,
-
Reformasi regulasi,
-
Integrasi teknologi digital,
-
Dan, tentu saja, akuntabilitas dalam setiap tahap.
Sistem Design and Build bisa menjadi masa depan pengadaan proyek di Indonesia—tapi hanya jika dijalankan dengan visi yang jelas, etika yang kuat, dan kontrol yang tepat.
Sumber Asli Paper
Ngakan Ketut Acwin Dwijendra. (2024). Kajian Sistem Pengadaan Proyek Design and Build dalam Percepatan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia. Diakses dari: ResearchGate Link