Teori Belajar

7 Tips Ampuh Agar Membiasakan Diri Rajin Belajar, Kamu Sudah Lakukan? Baca artikel detikedu, 7 Tips Ampuh Agar Membiasakan Diri Rajin Belajar, Kamu Sudah Lakukan?

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 17 Februari 2025


Apakah kamu kesulitan membiasakan diri untuk rajin belajar? Alih-alih memaksakan diri, kamu perlu memahami berbagai hal agar bisa belajar lebih efektif, lo.

Bagi sebagian pelajar, menyisihkan waktu untuk belajar setiap hari adalah hal sulit. Apalagi jika harus merelakan waktu bermainnya untuk belajar. Padahal untuk membiasakan diri rajin belajar bisa dilakukan dengan cara yang seimbang tanpa harus mengorbankan waktu bermain dan istirahat.

Merangkum laman SMKN 1 Binuang dan Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten (BKPP) Demak, berikut tips ampuh membiasakan diri rajin belajar.


7 Tips Ampuh Membiasakan Diri Rajin Belajar:

1. Mengetahui Tujuan Spesifik Belajar
Hal pertama yang harus kamu lakukan adalah mengetahui tujuan spesifik mengapa kamu belajar. Hal ini diperlukan karena setiap orang bisa jadi memiliki target yang berbeda.

Misal belajar untuk memperbaiki nilai semester, belajar untuk menambah wawasan materi, belajar untuk mendaftar perguruan tinggi, dan seterusnya. Dengan mengetahui tujuan, kita akan ingat porsi belajar yang sesuai.


2. Membuat Jadwal Belajar
Tidak semua orang memiliki kebiasaan ini. Namun jika kamu ingin lebih rajin dalam mencapai target yang diinginkan, cobalah untuk membuat jadwal belajar.

Jadwal yang dibuat sebaiknya sesuai dengan target yang ingin dicapai. Dengan begitu, kamu akan belajar sesuai dengan kebutuhan. Buatlah di kalender HP agar mudah untuk diingat atau di tempat kamu biasa belajar.

Pilih waktu yang efektif saat suasana hati kamu dalam keadaan paling baik. Misal di luar kegiatan bermain atau tidak mengganggu waktu istirahat. Dengan begitu, kamu tetap bisa rajin belajar tanpa mengorbankan aktivitas lain.


3. Kurangi Bermain Media Sosial
Agar kamu bisa belajar dengan fokus, pastikan kamu mengubah kebiasaan yang kurang mendukung. Seperti bermain media sosial dengan waktu yang lama tanpa ada tujuan apapun.

Jika kamu ingin bermain media sosial, lakukanlah di luar jam belajar yang sudah kamu tentukan. Ketika mulai belajar, jauhkan jangkauan HP agar kamu tidak tergoda. Kamu juga bisa setting alarm untuk 25 menit belajar, 5 menit pegang HP.


4. Pilih Cara Belajar yang Sesuai
Setiap orang memiliki pendekatan yang berbeda dalam belajar karena kemampuan untuk menyerap ilmu juga tidak sama tingkatannya. Pendekatan belajar itu dapat melalui visual, auditori atau kinestetik. Untuk itu agar semakin termotivasi belajar, kamu juga perlu mengenali mana sih metode belajar yang tepat.

Sebagai gambaran, metode visual lebih banyak menggunakan gambar sehingga model grafik, flowchart, diagram atau rangkuman dengan tema warna berbeda akan sangat membantu.

Untuk gaya belajar audio cara yang paling mudah adalah dengan mendengar rekaman belajar, mendengar penjelasan dari orang lain atau belajar di dalam kelompok. Sedangkan metode kinestetik akan lebih mudah belajar dengan bantuan gerakan tubuh, keterampilan ataupun juga penggunaan komputer.


5. Manfaatkan Fasilitas
Jangan lupa kamu juga harus memperhatikan fasilitas apa saja yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung belajar. Misalkan diskusi dengan guru, teman hingga meminjam buku di perpustakaan.

Selain itu, kamu juga bisa memanfaatkan gadget untuk mendukung belajar dengan lebih mudah.


6. Selingi dengan Aktivitas yang Menyenangkan
Agar belajar tidak membosankan, kamu bisa lakukan aktivitas yang menyenangkan. Misal sebelum atau sesudah belajar kamu bermain game atau menonton film agar suasana hati dan pikiran tetap fresh.

Baca juga:
6 Cara agar Rajin Belajar, Salah Satunya Ubah Kebiasaan Pegang HP

7. Rileks
Hal penting yang jarang disadari adalah belajar harus dalam suasana yang tidak tertekan. Oleh karena itu, penting untuk menyadari kondisi pikiran kamu agar ketika belajar bisa efektif terserap ke dalam otak.

Ketika jadwal belajar padat, jangan lupa untuk istirahat, sekedar menonton film yang disukai atau melakukan hobi yang digemari adalah hal yang penting dilakukan.

Sumber Artikel : detik.com

Selengkapnya
7 Tips Ampuh Agar Membiasakan Diri Rajin Belajar, Kamu Sudah Lakukan?    Baca artikel detikedu, 7 Tips Ampuh Agar Membiasakan Diri Rajin Belajar, Kamu Sudah Lakukan?

Arsitektur

Pengenalan terhadap Teknologi Bangunan Pintar

Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 17 Februari 2025


Teknologi pintar dengan cepat mengubah cara kita bekerja dan tinggal di dalam gedung

Studi indikator efisiensi energi 2019 mengungkapkan 64% perusahaan berencana untuk meningkatkan investasi dalam teknologi bangunan pintar. Hal ini jelas menunjukkan bahwa sekarang adalah waktu yang tepat untuk memperkenalkan teknologi ini pada proyek baru atau yang sudah ada. Dengan kata lain: bangunan pintar adalah untuk masa depan. Inilah yang perlu anda ketahui.

Langsung ke

  • Apa Itu teknologi bangunan pintar?
  • Aplikasi teknologi bangunan pintar
  • Apa saja manfaat teknologi bangunan pintar?
  • Pikiran akhir

Apa Itu teknologi bangunan pintar?

Teknologi bangunan pintar adalah jaringan sistem cerdas dan proses otomatis yang bekerja sama untuk meningkatkan kemudahan penggunaan bangunan. Perangkat ini mendukung manajer fasilitas dengan manajemen sumber daya manusia, sistem manajemen gedung, dan pemantauan keamanan. Ini bisa berupa apa saja, mulai dari pencahayaan pintar, hingga teknologi keamanan pintar seperti kontrol akses nirkabel.

Mendefinisikan 'gedung pintar' bisa jadi sulit. Istilah ini lebih dari sekadar memasang beberapa perangkat 'plug-and-play' sederhana. Desain gedung pintar biasanya mencakup solusi Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan (AI), dan teknologi augmented reality (AR). Tujuan dari sistem otomasi gedung adalah untuk meningkatkan operasional properti dan perangkat di dalamnya. Sistem ini meningkatkan pengalaman pengguna dan mengatasi tantangan yang dihadapi oleh pemilik gedung aplikasi teknologi bangunan pintar.

Pemantauan hunian dan pemanfaatan ruang

Sistem kontrol akses pintar dapat membantu pemilik bisnis untuk melacak dan memantau orang-orang di dalam gedung mereka, dan memberikan konteks pada peristiwa masuk. Data gedung pintar ini merupakan alat yang sangat berguna di lokasi yang membutuhkan batasan kapasitas seperti gym dan kantin.

Pintu dapat diprogram untuk menolak masuk setelah batas kapasitas tercapai. Selain itu, panel sentuh interaktif dapat digunakan di pintu masuk untuk memungkinkan orang bergabung dalam antrian virtual. Hal ini mencegah pengunjung berdiri dan berdesak-desakan di pintu masuk. Dengan kontrol akses dan CCTV, pengguna dapat memantau langkah kaki di area tertentu dan menunjukkan area mana yang paling sering digunakan.

Pencahayaan dan sistem suara yang cerdas

Pencahayaan dan suara yang cerdas dapat meningkatkan suasana dan pengalaman pengguna di dalam gedung. Melalui penggunaan jadwal dan sensor yang telah diatur sebelumnya, pencahayaan dan sistem suara pintar dapat membuat ruangan menjadi lebih hidup saat dimasuki - atau pada waktu-waktu tertentu dalam sehari.

Misalnya, Anda dapat mengatur sistem audio pintar untuk memutar pemberitahuan keselamatan penting saat sensor terpicu "peringatan, eskalator lantai 3 tidak berfungsi" misalnya. Pencahayaan dan suara dapat digunakan untuk mengubah suasana hati di area gedung anda, misalnya di ruang istirahat, Anda dapat memilih musik yang tenang dan pencahayaan yang rendah. Di kantor penjualan, Anda dapat memilih musik dan pencahayaan yang membangkitkan semangat untuk meningkatkan fokus.

Keamanan cerdas

CCTV pintar, alarm penyusup, dan teknologi kontrol akses semuanya dapat memberikan pendekatan proaktif yang mengutamakan keamanan di gedung Anda. Jaringan keamanan pintar menyatukan perangkat anda. Misalnya, ketika seseorang masuk melalui pintu kontrol akses, kamera CCTV dapat memeriksa apakah ada penyusup yang masuk ke dalam gedung dan memberikan peringatan.

Kontrol iklim cerdas

Teknologi pintar dapat secara alami menyesuaikan sistem pendingin ruangan/HVAC ketika orang meninggalkan gedung. Hal ini membantu menjaga suhu tetap teratur dan menghemat penggunaan energi. Tirai pintar juga dapat digunakan dengan kontrol pemanas gedung untuk menjaga suhu yang sempurna di dalamnya. Atau bahkan, buka dan tutup saat diperlukan untuk membiarkan matahari masuk atau keluar.

Sensor lingkungan cerdas

Sensor lingkungan dapat memantau sejumlah faktor di dalam gedung termasuk kualitas udara, dan memperingatkan risiko yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Sensor ini juga dapat digunakan untuk mengurangi kunjungan dan biaya pemeliharaan di tempat, dengan memperingatkan risiko seperti kebocoran gas sebelum menyebabkan kerusakan. Sensor lingkungan secara teratur digunakan di ruang server atau area dengan barang elektronik bernilai tinggi untuk memantau udara dari perubahan suhu yang dapat merusak peralatan.

Sistem konferensi cerdas

Sistem konferensi ruang rapat dan video yang cerdas jauh lebih dapat diandalkan dibandingkan dengan sistem konferensi tradisional. Ketika Anda masuk ke ruang konferensi dan layar menyala, pengguna dapat menekan tombol "gabung rapat" pada layar sentuh untuk membawa mereka langsung ke rapat. Kamera berkualitas tinggi juga dapat menyesuaikan pandangan mereka dengan jumlah peserta dan meningkatkan audio untuk menawarkan obrolan yang jelas dengan orang lain dalam sesi tersebut.

Apa saja manfaat teknologi gedung pintar?

Gaya dan kenyamanan

Teknologi pintar dapat menambah gaya, kelas, dan suasana pada bangunan anda. Sekaligus meningkatkan pengalaman bagi pengunjung dan penghuni. Memiliki gedung pintar adalah suatu keharusan bagi perusahaan teknologi dan bisnis yang ingin menarik dan mempertahankan karyawan.

Perkenalkan solusi gedung pintar ke dalam area kebugaran dan rekreasi di gedung anda seperti gym dan spa. Dengan menggunakan sistem suara berkualitas tinggi, Anda dapat menciptakan lingkungan yang damai untuk spa. Atau suasana yang memotivasi dan hidup di dalam gym.

Pencahayaan otomatis dapat menggunakan sensor untuk mengaktifkan ketika seseorang memasuki ruangan, lalu mematikannya setelah mereka pergi. Hal ini berguna untuk memastikan bahwa lampu hanya digunakan saat dibutuhkan. Ini juga akan memberikan kontrol yang lebih sederhana karena tidak perlu meraba-raba sakelar lampu dalam kegelapan atau berjuang ketika tangan Anda penuh.

Atau, jika anda menjalankan sebuah kantor, manfaatkan sistem konferensi dan presentasi yang cerdas. Teknologi kantor pintar dapat meningkatkan kehidupan kerja bagi karyawan, dengan memanfaatkan jam kerja sebaik-baiknya. Telah dilaporkan bahwa sistem gedung pintar dapat meningkatkan hasil di tempat kerja, dengan lebih sedikit masalah teknologi dan gangguan presentasi.

Peningkatan keamanan

Teknologi pintar dapat meningkatkan keamanan gedung anda dengan menawarkan pemantauan jarak jauh dan solusi yang mengutamakan keamanan. Sistem kontrol akses memungkinkan pengguna untuk memantau lokasi dan jumlah orang di dalam gedung anda. Dengan menggunakan kartu kunci nirkabel atau bahkan kartu akses seluler, pengunjung dapat dengan mudah mengakses area gedung yang menjadi hak mereka.

Ketika kontrol akses dipasangkan dengan sistem deteksi kebakaran gedung, sistem ini dapat diatur untuk langsung memanggil layanan pemadam kebakaran dan penyelamatan ketika alarm dipicu. Hal ini menghasilkan waktu respons yang cepat. Selain itu, sistem juga akan memaksa semua pintu terbuka, sehingga orang dapat keluar dari gedung dengan cepat dan aman.

Sistem CCTV pintar dapat mendukung kontrol akses anda, dengan memberikan konteks kejadian melalui umpan video. Anda juga dapat memverifikasi secara visual orang-orang yang ingin masuk seperti staf kebersihan di luar jam kerja atau pekerja pengiriman, dan menolak atau menerima masuk.

Peningkatan keberlanjutan dam efisiensi energi

Ada banyak cara bahkan teknologi bangunan pintar yang umum dapat membuat properti lebih berkelanjutan dan maju ke masa depan. Keuntungan utama dari teknologi pintar adalah kemampuannya untuk mengenali saat sistem dan perangkat tidak diperlukan dan langsung mematikannya.

Solusi pencahayaan pintar dapat menghilangkan jumlah konsumsi energi yang tidak perlu yang disebabkan oleh lampu yang menyala di siang hari atau di ruangan kosong. Lampu otomatis akan aktif saat seseorang memasuki ruangan, memastikan tidak ada energi yang terbuang. Selain itu, integrasikan dengan tirai pintar untuk memaksimalkan cahaya alami yang masuk ke dalam gedung dan membantu mengatur suhu ruangan.

Skalabilitas

Sistem pintar dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan kebutuhan anda saat kebutuhan anda mulai berkembang. Menambahkan perangkat keras dan lokasi baru ke sistem anda menjadi mudah dengan teknologi pintar, karena ini dapat dengan mudah disambungkan ke sistem jaringan.

Tidak perlu lagi perangkat keras yang besar seperti DVR atau NVR, ketika Anda memilih sistem berbasis cloud, Anda dapat dengan mudah memasang lebih banyak alarm, kamera, dan pengontrol akses jika perlu. Dengan keamanan cloud, semua sistem Anda dapat diintegrasikan dengan mulus ke dalam satu platform, sehingga Anda dapat mengakses dan memantau semua aspek di lokasi mana pun sekaligus. Cari tahu lebih lanjut tentang apa yang bisa dilakukan cloud untuk bisnis Anda.

Mengurangi biaya seiring waktu

Biaya awal untuk memasang teknologi gedung pintar bisa jadi menakutkan, namun sistem ini akan terbayar dengan sendirinya berkali-kali lipat seiring berjalannya waktu. Solusi pintar yang hemat energi tidak hanya mengurangi biaya energi yang memberikan dampak besar dalam bangunan besar, namun juga mengurangi kebutuhan untuk kunjungan pemeliharaan dan peningkatan. Teknologi pintar dapat ditambal dan diperbarui dari jarak jauh saat disediakan di cloud.

Selain itu, solusi berbasis cloud seperti CCTV cloud dan kontrol akses terus meningkat. Dengan pembaruan firmware otomatis, perangkat berbasis cloud terus ditingkatkan dan ditingkatkan seiring dengan inovasi industri. Sederhananya, ketika Anda menginstal sistem berbasis cloud, itu adalah versi terburuk dari sistem yang pernah Anda miliki. Sistem ini akan terus meningkat dengan fitur dan algoritme terbaru, membuat solusi ini semakin dapat diandalkan seiring berjalannya waktu.

Kesimpulan Akhir

Gelombang teknologi pintar telah menghantam dengan keras dan pasti tidak akan melambat dalam waktu dekat. Gagal menerapkan sistem pintar sekarang hanya akan membuat Anda dirugikan di masa mendatang. Dengan pengalaman lebih dari 15 tahun dalam menerapkan teknologi pintar, Chris Lewis Group adalah pelopor dalam desain dan instalasi bangunan pintar. Baik anda ingin memperkenalkan teknologi pintar pada bangunan yang sudah ada atau ingin menerapkannya selama proses konstruksi, para ahli kami memiliki keahlian, pengalaman, dan kepercayaan diri untuk mewujudkan visi anda.

Saya menjalankan inisiatif penjualan, desain teknis, dan pemasaran untuk bisnis kami. Saya bekerja sama dengan produsen dan asosiasi perdagangan untuk mengikuti perkembangan teknologi dan peraturan terbaru guna memastikan klien kami mendapatkan sistem terbaik dan terbaru yang tersedia.

Disadur dari: chrislewis.co.uk

Selengkapnya
Pengenalan terhadap Teknologi Bangunan Pintar

Teori Belajar

Dasar-dasar dari Design Thinking

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 17 Februari 2025


Bisnis dan teknologi modern telah menjadi sangat kompleks-berinteraksi dengan mereka dapat dengan mudah mengasingkan orang-orang yang seharusnya mereka bantu. Masyarakat membutuhkan bantuan untuk memahaminya. Secara khusus, masyarakat membutuhkan interaksinya dengan teknologi dan sistem kompleks lainnya agar sederhana, intuitif, dan menyenangkan.

Ini membutuhkan sistem bisnis dan teknologi agar fleksibel, mudah beradaptasi, dapat dicapai, dan responsif terhadap kebutuhan orang-orang yang menggunakannya. Keberhasilan tergantung padanya. Ini berarti mereka harus melihat keluar daripada melihat ke dalam. Mereka harus memenuhi kebutuhan emosional orang yang mereka layani. 

Di sinilah "Design Thinking" masuk; memikirkan produk dan layanan Anda dari perspektif pelanggan.

customers perspective

Mengapa "Design Thinking"?

Untuk memahami pemikiran desain mungkin cocok untuk tugas ini, penting untuk membuat perbedaan antara "desain" dan "budaya desain-sentris".

Biasanya ketika seseorang berpikir tentang desain yang muncul di benaknya adalah "estetika" dan "kerajinan". Singkatnya, pemikiran ini berhenti pada eksekusi teknis sebagai tujuan tertinggi. Ini memprioritaskan desainer. Fokusnya bukan pada apa yang diinginkan dan dibutuhkan orang. 

"Budaya desain-sentris" di sisi lain melampaui desain sebagai peran, memberikan seperangkat prinsip (yang secara kolektif dikenal sebagai "pemikiran desain") untuk semua orang yang membantu menghidupkan ide.

Untuk memahami lebih jauh ide pemikiran desain, mari pertimbangkan hal-hal berikut:

  1. Bisnis, kreatif, perusahaan sosial dan sistem ada untuk memenuhi kebutuhan manusia tertentu (yaitu kebutuhan pelanggan Anda). 
  2. Kebutuhan manusia adalah sesuatu yang sangat diinginkan oleh orang-klien atau komunitas.
  3. Manusia perlu menimbulkan ke sistem dan perusahaan yang bertujuan hanya untuk memenuhi hal.
  4. Sistem sukses dan perusahaan memahami bahwa memenuhi kebutuhan manusia memerlukan yang perlu berada di pusat dari semua aktivitas, dan melampaui membuat keuntungan.

Design Thinking adalah Pola Pikir 

Sebelum kita mempelajari definisi pemikiran desain, berikut adalah sepuluh poin yang harus kita pahami: 

  1. Design Thinking adalah pola pikir. Dan tujuan Anda adalah mengembangkan pola pikir Design Thinking.
  2. Design Thinking adalah pendekatan berbasis solusi untuk memecahkan masalah.
  3. Design Thinking adalah pola pikir pemecahan masalah kreatif yang berpusat pada manusia, yang berfokus pada memberikan solusi untuk kebutuhan manusia. Berpusat pada manusia adalah istilah utama. Pola pikir Design Thinking melihat semua masalah baik bisnis, sosial, global, kreatif, hukum, medis dll. sebagai masalah manusia.
  4. Dalam Design Thinking, semua solusi dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan manusia.
  5. Merancang solusi yang memenuhi kebutuhan manusia tertentu membutuhkan masalah untuk dipahami sepenuhnya dalam ruang lingkup dan skala.
  6. Ketika masalah tidak didefinisikan dengan jelas, kita akhirnya memiliki pengetahuan terbatas tentang ruang lingkup dan skalanya. Sebagai hasilnya, kita menghasilkan solusi yang tidak mencukupi yang hanya merupakan langkah untuk menghentikan kesenjangan.
  7. Design Thinking adalah pendekatan pemecahan masalah kreatif yang berpusat pada manusia, yang membutuhkan kolaborasi antara orang-orang dari berbagai disiplin ilmu, masing-masing menyumbangkan ide-ide yang sangat berbeda (dan tidak ada ide yang keterlaluan) kemudian mempersempit ide untuk solusi yang mungkin. Dalam Design Thinking "berjalan sendiri" akan menghasilkan kegagalan.
  8. Design Thinking mengharuskan kita mempertanyakan bagaimana kita selalu memecahkan masalah dan mengadopsi pendekatan baru untuk pemecahan masalah. Ini melibatkan apa yang semula tampak dan menggunakan berbagai strategi yang belum dipertimbangkan sebelumnya untuk mendefinisikan dan mendefinisikan kembali masalah. Beberapa solusi alternatif dipertimbangkan dan disimulasikan sebelum menentukan solusi yang paling sesuai dengan kebutuhan manusia tertentu.
  9. Prototipe, prototipe, prototipe, mengujinya pada pengguna nyata.
  10. Design Thinking memberi ruang bagi kegagalan. Ia mengakui bahwa jarang untuk melakukan sesuatu dengan benar pertama kali. Perusahaan menyukai Apple memanfaatkan kegagalan sebagai pembelajaran, melihatnya sebagai bagian dari biaya inovasi.

Bertanya pada Diri Sendiri

Berikut adalah beberapa pertanyaan untuk Anda pikirkan:

  • Apa itu "kebutuhan manusia" dan bagaimana hal itu mendorong semua yang kita lakukan?
  • Kebutuhan manusia apa yang dipenuhi oleh bisnis Anda? 
  • Siapa yang diuntungkan dari masalah yang Anda selesaikan? 
  • Pola pemikiran apa yang mendasari pendekatan penyelesaian masalah Anda dan bagaimana Anda mengenali dan menantang mereka untuk mengembangkan cara baru dalam melihat, memahami dan memecahkan masalah?
  • Teknik yang berpusat pada manusia apa yang Anda gunakan dalam menyelesaikan kebutuhan manusia tertentu?

5 Tahapan Design Thinking 

Ketika sebuah bisnis mengadopsi Design Thinking, ia menjadi organisasi desain-sentris yang menumbuhkan budaya desain-sentris yang mengikuti dan menerapkan seperangkat prinsip secara kolektif.

Menurut Institut Desain Hasso-Plattner di Stanford, ada lima tahap Design Thinking seperti yang ditunjukkan dalam diagram di bawah ini. Penting untuk dipahami bahwa tahap-tahap ini tidak linier. Dan Design Thinking bukanlah proses linear. 

Image source Interaction Design Foundation Website Interaction-designorg

Sumber gambar: Interaction Design Foundation

Mari kita lihat lebih dekat lima tahap Design Thinking yang berbeda. 

1. Berempati 

"Baik Tom dan David Kelley menyatakan bahwa Design Thinking dimulai dengan empati. Desainer harus mendekati pengguna dengan tujuan memahami keinginan dan kebutuhan mereka, apa yang mungkin membuat hidup mereka lebih mudah dan lebih menyenangkan dan bagaimana teknologi dapat bermanfaat bagi mereka." — Wikipedia

Tahap ini berfokus pada pengalaman pengguna, terutama yang emosional. Empati memungkinkan pemikir desain untuk mengesampingkan asumsi sendiri tentang dunia untuk mendapatkan pemahaman pengguna dan kebutuhan mereka. 

2. Tentukan

Kumpulkan informasi yang telah Anda buat dan kumpulkan selama tahap empati. Menganalisis pengamatan dan mensintesisnya untuk mendefinisikan masalah inti. Munculkan pernyataan masalah yang dinyatakan dalam hal kebutuhan manusia dengan memanfaatkan bahasa emosional (kata-kata yang menyangkut keinginan, aspirasi, keterlibatan dan pengalaman).

3. Membuat Ide

Ideasi adalah generasi ide menggunakan pemahaman Anda tentang:

  • pengguna Anda dan kebutuhan mereka dari tahap empati
  • analisis dan sintesis pengamatan Anda untuk menghasilkan pernyataan masalah yang berpusat pada manusia selama tahap penentuan

Selama tahap ini Anda berpikir out of the box. Tidak ada ide yang terlalu keterlaluan. Bahkan, solusinya mungkin berasal dari ide yang paling tidak mungkin. Adalah penting untuk menghasilkan teknik ideasi yang akan membantu Anda menghasilkan ide sebanyak mungkin. 

4. Prototipe

Ide-ide terbaik yang dihasilkan selama ideasi diubah menjadi sesuatu yang konkret. Di sini desainer membuat versi produk yang diperkecil, atau fitur-fitur produk. 

"Inti dari proses implementasi adalah membuat prototipe: mengubah ide menjadi produk dan layanan aktual yang kemudian diuji, diulang, dan disempurnakan. Sebuah prototipe membantu mengumpulkan umpan balik dan meningkatkan ide." — Wikipedia

Prototipe tidak final. Berantakan. Tidak sempurna. Melainkan eksplorasi ide.

5. Uji

Singkatnya: keluar, letakkan prototipe di tangan pengguna dan dapatkan umpan balik mereka. Apa yang bekerja? Apa yang tidak? Apa tanggapan emosional mereka terhadap prototipe? Bagaimana perasaan mereka? Bagaimana mereka bereaksi? Amati ekspresi wajah mereka? Dengarkan apa yang menurut mereka bekerja. Dengarkan apa yang mereka katakan akan menjadikannya lebih baik. Gunakan hasil yang dihasilkan dalam fase ini untuk mendefinisikan kembali satu atau lebih masalah, untuk membidik pada area masalah seperti cacat fungsional yang diidentifikasi pengguna, dan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang pengguna. Mengubah dan memperbaiki prototipe, mengesampingkan masalah kemudian keluar dan mengujinya lagi. 

Kesimpulan 

Design Thinking adalah proses non-sekuensial non-linear. Setiap tahap dapat dilakukan dalam urutan apa pun, paralel atau bahkan bersamaan satu sama lain. 

Design Thinking tidak bergantung pada solusi yang jelas dan konvensional. Mungkin tampak efisien dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang mengarah pada ketidakfleksibelan, stagnasi, dan frustrasi bagi penggunanya. 

Dalam Design Thinking, bagaimana pengguna nyata berpikir, merasakan dan berperilaku adalah kunci untuk menemukan solusi (berpusat pada pengguna) yang berpusat pada manusia.

Sumber Artikel : webdesign.tutsplus.id

Selengkapnya
Dasar-dasar dari Design Thinking

Wirausaha

Kemenperin Tingkatkan Populasi IKM Inovatif dengan Cara Latih Ribuan Wirausaha Baru

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 17 Februari 2025


Kementerian Perindustrian melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) terus meningkatkan kemampuan wirausaha baru(WUB)sektor industri kecil dan menengah (IKM) agar semakin tumbuh dan berdaya saing dalam memproduksi barang dan jasa. Para IKM terus dilatih oleh Kemenperin untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi, serta memperkuat keterampilan teknis, khususnya dalam penggunaan teknologi informasi untuk mengembangkan usahanya.

“Ditjen IKMA Kemenperin secara rutin melaksanakan bimbingan teknis dan pendampingan kepada WUB IKM di berbagai daerah agar mereka bisa naik kelas jadi pelaku IKM yang inovatif. Program ini bertujuan meningkatkan perhatian WUB IKM terhadap legalitas usaha melalui perizinan berusaha yang kini dapat diakses dengan mudah melalui laman Online Single Submission (OSS),” kata Direktur Jenderal IKMA Kemenperin, Reni Yanita di Jakarta, Senin (18/7).

Ditjen IKMA Kemenperin memiliki dua program utama dalam rangka meningkatkan populasi IKM melalui kewirausahaan. Pertama, bagi calon wirausaha baru yang belum lama merintis usaha, Ditjen IKMA terus menggelar pelatihan WUB melalui program santripreneur, pelatihan WUB di daerah tertinggal, perbatasan, terluar, dan atau pascabencana. Kedua, pendampingan WUB yang bersinergi dengan kementerian dan lembaga lain termasuk dekonsentrasi.

“Hingga triwulan 2022, Ditjen IKMA telah melatih 12.700 wirausaha baru dan memfasilitasi 3.648 wirausaha baru industri kecil dengan legalitas usaha. Sementara itu, program penumbuhan WUB tahun 2021 berhasil melatih 6.258 WUB dan memberikan fasilitasi legalitas usaha kepada 3.048 WUB,” ungkap Reni.

Setelah melalui program dasar pelatihan WUB, Ditjen IKMA juga memfasilitasi pelaku IKM dalam program peningkatan daya saing melalui beragam pendampingan, perluasan akses pasar, pameran, dan awarding.

Menurut Reni, program tersebut penting untuk mendongkrak kemampuan sektor IKM yang selama ini berkontribusi besar dalam perekonomian nasional. “Saat ini jumlah unit usaha IKM mencapai 4,4 juta unit usaha atau 99,7% dari total unit usaha industri, dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 10,36 juta orang atau 66,25% dari total tenaga kerja industri, IKMmampu berkontribusi sebesar 21,47% dari total nilai output industri nasional,” sebutnya.

Setelah dua tahun dihadapkan olehpandemi Covid-19, ekonomi Indonesia terus berangsur pulih. Tingkat konsumsi masyarakat yang kini kembali meningkat turut menggiatkan aktivitas IKM dalam memproduksi barang maupun jasa.

“Dengan kreativitas, WUB IKM bisa memanfaatkan dan mengolah sumber kekayaan alam menjadi produk berkualitas. Terlebih, akses teknologi informasi yang terus berkembang memudahkan WUB IKM dalam proses produksi, hingga mengenalkan dan memasarkan produknya,” tutur Reni.

Sementara itu, Direktur  IKM Logam, Mesin, Elektronika dan Alat Angkut Kemenperin, Dini Hanggandari mengemukakan, Ditjen IKMA juga telah menyelenggarakan Bimbingan Teknis WUB IKM di Provinsi Maluku untuk meningkatkan wawasan dan keterampilan teknis serta menguatkan jejaring antar IKM. Bimbingan Teknis WUB IKM di Provinsi Maluku ini menyasar WUB IKM di bidang ikan asap cair, daur ulang limbah, kerajinan plastik, perbaikan elektronik, pengolahan daging ikan, dan anyaman lidi.

Selain itu,servis ponsel, reparasi mesin kapal angkutan, pangan berbasis hasil laut, anyaman daun lontar, dan perbaikan mesin motor tempel. Bimtek tersebut digelar di empat kabupaten dan kota di Provinsi Maluku dengan topik sesuai potensi komoditas di masing-masing daerah.

Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.

Sumber: kemenperin.go.id

Selengkapnya
Kemenperin Tingkatkan Populasi IKM Inovatif dengan Cara Latih Ribuan Wirausaha Baru

Arsitektur

Persamaan dan Perbedaan antara Arsitek dan Insinyur

Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 17 Februari 2025


Praktik arsitektur dan teknik telah lama saling terkait. Baik berpraktik sebagai arsitek atau insinyur, ada baiknya untuk memeriksa peran masing-masing dalam industri konstruksi saat ini. selama sebagian besar sejarah manusia, peran arsitek dan insinyur dianggap sebagai satu kesatuan, dengan ahli bangunan yang terlibat dalam semua aspek desain dan konstruksi. selama masa Renaisans, ketika Brunelleschi merancang kubah besar untuk Katedral Florence, ia memecahkan tantangan arsitektur dan teknik, dan ketenaran serta kekagumannya terhadap proyek ini dan proyek-proyek lainnya disebabkan oleh keahliannya di kedua bidang tersebut.

Secara umum, baru pada akhir 1700-an dan awal 1800-an, perbedaan yang signifikan dibuat antara disiplin ilmu arsitektur dan teknik. Hal ini muncul melalui konsepsi teknik sebagai ilmu terapan, yang menggabungkan kemajuan di bidang fisika dan matematika. Perkembangan historis industrialisasi dan meningkatnya kebutuhan akan spesialisasi pengetahuan juga berkontribusi pada pemisahan disiplin ilmu.

Dengan dibentuknya perkumpulan profesional pada tahun 1800-an, yang bertujuan untuk menjamin standar profesional dan memastikan tingkat keahlian yang memadai bagi para praktisi, perbedaan tersebut semakin diperkuat. Dengan semakin meningkatnya kompleksitas proyek bangunan selama abad ke-20 dan ke-21, kebutuhan akan tenaga profesional dengan pengetahuan khusus di bidang desain dan konstruksi menjadi sangat penting untuk merealisasikan proyek-proyek ini.

Pertama dan terutama, dalam mengkaji persamaan dan perbedaan antara insinyur dan arsitek, peran yang mereka mainkan dalam kaitannya dengan klien dan tim desain secara keseluruhan harus dipertimbangkan. Membatasi diri kita pada proyek-proyek bangunan (sebagai lawan dari jenis proyek infrastruktur tertentu), biasanya arsiteklah yang memiliki hubungan kontrak langsung dengan klien. Para insinyur yang terlibat dalam proyek ini akan menjadi subkonsultan bagi arsitek.

Ada pengecualian untuk hal ini, seperti insinyur geoteknik yang berkontrak langsung dengan klien, tetapi ini adalah pengaturan kontrak yang paling umum. Hubungan kontrak ini berdampak pada tanggung jawab dan peran masing-masing pihak dalam tim desain. Arsitek mengambil posisi sebagai pemimpin tim, dengan tanggung jawab memimpin upaya koordinasi disiplin, menjadi kontak utama tim dengan klien, mengatur pertemuan tim, dan mengelola upaya tim desain secara keseluruhan untuk memenuhi tujuan klien dan memberikan hasil proyek sesuai anggaran dan jadwal.

Dalam konteks ini, para insinyur berkontribusi pada pekerjaan desain dengan memanfaatkan disiplin ilmu masing-masing untuk memenuhi kebutuhan proyek, dengan arsitek atau klien memberi mereka informasi yang berkaitan dengan tujuan dan batasan desain secara keseluruhan. Sebagai contoh, dalam diskusi awal antara klien dan arsitek, dapat ditentukan bahwa klien menginginkan bangunan dengan luas maksimum di lahan tertentu.

Arsitek kemudian harus menentukan apa yang layak dalam hal ukuran bangunan, ketinggian dan cerita berdasarkan kode dan persyaratan zonasi. Ketika parameter dasar proyek ditentukan, insinyur struktur pada proyek tersebut kemudian dapat menentukan jenis pendekatan struktural apa yang paling sesuai untuk proyek tersebut dan, seiring dengan kemajuan desain, ukuran masing-masing anggota struktur dan menentukan detail struktural yang diperlukan untuk proyek tersebut.

Hal ini menunjukkan poin umum lainnya dalam perbedaan antara pekerjaan arsitek dan insinyur. Secara umum, arsitek bertugas untuk bekerja sama dengan klien dalam menyelesaikan program bangunan dan menentukan tata letak ruang yang sesuai dalam sebuah bangunan. Pekerjaan ini sering kali merupakan proses berulang dalam bekerja dengan klien untuk menentukan opsi denah lantai apa yang paling diinginkan untuk proyek klien.

Setelah denah lantai awal ditentukan, dan fungsi dari berbagai ruang di dalam bangunan ditentukan, para insinyur pada proyek dapat mulai merancang sistem bangunan. Sebagai contoh, tata letak kolom struktural harus sedemikian rupa sehingga tidak diposisikan di tengah ruangan. Demikian juga, seorang insinyur mesin dapat mulai menentukan sistem apa yang paling tepat untuk jenis fungsi dan ukuran ruangan tertentu di dalam bangunan.

Pekerjaan insinyur dalam beberapa hal lebih terspesialisasi, dengan insinyur listrik, insinyur pipa, insinyur mesin, dan insinyur struktur memiliki masukan pada proyek yang terbatas pada pekerjaan di bidang spesialisasi mereka. Namun, sering kali seorang insinyur dapat memberikan wawasan tentang proyek bangunan yang dapat memengaruhi tata letak arsitektur atau bahkan bentuk bangunan. Berdiskusi dengan seluruh tim proyek di awal proyek desain, pada kenyataannya, dapat sangat bermanfaat untuk produk akhir dari proses desain, terutama ketika sangat penting untuk memenuhi tujuan desain untuk keberlanjutan dan efisiensi energi.

Baik insinyur maupun arsitek terlibat dalam pemecahan masalah. Jenis masalah yang mereka selesaikan berbeda, dengan para insinyur yang sering terlibat dalam pemilihan dan ukuran sistem dan arsitek yang terlibat dengan beragam jenis masalah potensial yang lebih luas, mulai dari penataan ruang yang logis hingga pemilihan sentuhan akhir hingga tampilan estetika fasad. Jenis-jenis masalah yang dihadapi para profesional mungkin membuat orang percaya bahwa pekerjaan insinyur murni teknis, sering kali melibatkan perhitungan, sementara pekerjaan arsitek bersifat kreatif dan non-teknis.

Namun, hal ini tidak sepenuhnya akurat, karena para insinyur dapat bekerja secara kreatif untuk mengembangkan solusi yang elegan untuk masalah desain, terutama ketika mereka dapat berkolaborasi secara produktif dengan para profesional desain lainnya di awal proses desain. Demikian pula, meskipun arsitek sering kali harus kreatif dan memiliki fokus pada estetika dan pengalaman pengguna, mereka juga harus memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang aspek teknis konstruksi.

Hal ini terutama terjadi dalam pengembangan detail untuk rakitan selubung bangunan, yang biasanya menjadi tanggung jawab arsitek. Aspek yang sama bagi arsitek dan insinyur adalah kebutuhan untuk memahami bahan dan produk bangunan dan bagaimana cara menggunakannya dengan baik dalam proyek bangunan.

Baik arsitek maupun insinyur juga harus memahami persyaratan kode dan memastikan bahwa desain mereka melindungi kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan masyarakat. Meskipun kode yang mengatur aspek-aspek tertentu dari pekerjaan masing-masing mungkin berbeda, pengetahuan umum tentang persyaratan kode untuk disiplin ilmu lain akan bermanfaat bagi setiap profesional, karena hal ini memungkinkan tingkat kolaborasi yang lebih besar.

Setiap disiplin ilmu bertanggung jawab untuk menjaga integritas pekerjaan mereka dalam proyek, memiliki tanggung jawab etis kepada pengguna bangunan dan masyarakat secara umum. Dalam hal ini, standar profesional yang tinggi yang mereka pegang adalah hal yang umum untuk kedua profesi, seperti halnya penghargaan umum yang dimiliki oleh profesi tersebut di mata publik.

Keberhasilan sebuah proyek bangunan, serta keberhasilan firma arsitektur dan teknik yang menghasilkan desain mereka, bergantung pada kemampuan tim desain secara keseluruhan, yang meliputi arsitek dan insinyur, untuk bekerja sama dengan baik. Memahami persamaan dan perbedaan antara profesi arsitek dan insinyur, serta ruang lingkup pekerjaan masing-masing, dapat membantu keberhasilan sebuah proyek dan pada kenyataannya sangat penting untuk kolaborasi yang produktif. hal ini semakin nyata ketika proyek bangunan menjadi semakin kompleks (harus memenuhi berbagai macam tujuan dan batasan proyek).

Dengan kemajuan teknologi, profesional desain saat ini diharapkan oleh klien untuk menjadi lebih produktif dalam pekerjaan mereka, tetapi pada saat yang sama, kemajuan ini (baik dalam perangkat lunak desain dan kemajuan produk material) mengharuskan pengetahuan profesional untuk selalu diperbarui. Untuk memenuhi tuntutan ini, para insinyur dan arsitek harus terus belajar bagaimana bekerja sama dengan baik dalam lingkungan yang terus berubah ini, dan pemahaman yang menyeluruh tentang peran masing-masing dalam tim desain dan potensi setiap anggota tim desain merupakan langkah penting.

Tentang Penulis: Adam Castelli

Adam Castelli adalah seorang arsitek dan insinyur berlisensi yang saat ini berpraktik di daerah Pittsburgh. Ia memiliki gelar master di bidang arsitektur dari University of Massachusetts Amherst dan gelar sarjana di bidang teknik sipil dari Villanova University.

Disadur dari: schoolofpe.com

Selengkapnya
Persamaan dan Perbedaan antara Arsitek dan Insinyur

Teori Belajar

Pembingkaian

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 17 Februari 2025


Dalam ilmu sosial, pembingkaian (atau dikenal dalam bahasa Inggris: framing) terdiri atas serangkaian sudut pandang konsep dan teoretis tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi masyarakat melihat dan menyampaikan kenyataan.

Pembingkaian dapat terwujud dalam komunikasi atau pikiran antarpribadi. Frame-frame dalam pikiran terdiri atas penggambaran, interpretasi, dan penyederhanaan kenyataan. Frame-frame dalam komunikasi terdiri atas penyampaian frame di antara para pelaku yang berbeda. Framing adalah komponen kunci sosiologi, kajian tentang interaksi sosial di antara para manusia. Framing adalah bagian utuh dari pemrosesan dan penyampaian data dalam keseharian. Teknik-teknik sukses framing dapat digunakan untuk mengurangi ambiguitas topik-topik yang tidak dapat dipahami dengan menghubungkan informasi sedemikian rupa sehingga para penerimanya dapat terhubung dengan apa yang sudah mereka ketahui.

Dalam teori sosial, framing adalah skema interpretasi, sekumpulan anekdot dan stereotipe yang diandalkan oleh para individu untuk memahami dan merespons sebuah peristiwa. Dengan kata lain, orang-orang membangun "filter-filter" serangkaian kejiwaan melalui pengaruh kebudayaan dan biologis. Kemudian, mereka menggunakan filter-filter ini untuk memahami dunia. Pilihan-pilihan yang kemudian mereka buat dipengaruhi oleh penciptaan frame mereka.

Framing melibatkan konstruksi sosial dari fenomena sosial – oleh sumber-sumber media massa, pergerakan-pergerakan sosial atau politik, para pemimpin politik, atau organisasi dan para pelaku lainnya. Keterlibatan dalam komunitas bahasa tentunya memengaruhi persepsi individu mengenai makna yang dikaitkan dengan kata atau frasa. Secara politik, komunitas-komunitas bahasa periklanan, agama, dan media massa banyak diperebutkan, sedangkan framing dalam komunitas bahasa yang kurang dipertahankan mungkin berkembang tanpa terasa dan secara alami melalui kerangka-kerangka waktu kultural, dengan lebih sedikit bentuk-bentuk perdebatan terbuka.

Seseorang dapat memandang framing dalam komunikasi sebagai hal positif atau negatif tergantung pada hadirin dan jenis informasi yang disajikan. Framing dapat berada dalam bentuk emphasis frames, di mana dua atau lebih alternatif ekuivalen secara logis digambarkan dalam cara-cara (lihat framing effect) atau emphasis frames berbeda yang menyederhanakan kenyataan dengan berfokus pada himpunan bagian aspek-aspek relevan dari suatu situasi atau permasalahan. Dalam kasus equivalence frames, informasi yang dihadirkan berdasarkan fakta-fakta yang sama, tetapi kerangka yang tempat ia disajikan berubah sehingga menciptakan persepsi yang bergantung pada referensi.

Dampak framing dapat terlihat dalam jurnalisme: "frame" yang mengelilingi permasalahan dapat mengubah persepsi pembaca tanpa perlu mengubah fakta sebenarnya karena informasi yang sama digunakan sebagai dasarnya. Ini dilakukan melalui pilihan gambar-gambar dan kata-kata tertentu media untuk menutupi sebuah cerita (misalnya penggunaan kata fetus vs. kata bayi). Dalam konteks politik atau komunikasi media-massa, frame menjelaskan pengemasan elemen retorik sedemikian rupa seperti untuk mendorong tafsiran tertentu dan untuk mengecilkan hati orang lain. Untuk tujuan politik, framing sering menyajikan fakta-fakta sedemikian rupa yang mengimplikasikan masalah yang memerlukan solusi. Para anggota partai politik berupaya untuk membingkai permasalahan sedemikian rupa sehingga membuat solusi untuk mendukung kecenderungan politik mereka sebagai tindakan yang paling tepat untuk situasi yang dihadapi.

Sebagai contoh: Saat kita ingin menjelaskan suatu peristiwa, pemahaman kita sering berdasarkan pada tafsiran (frame). Jika seseorang membuka dan menutup mata dengan cepat, kita menanggapi secara berbeda tergantung pada apakah kita menafsirkannya sebagai "physical frame" (mereka mengerjapkan mata) atau "social frame" (mereka berkedip). Mereka mengerjapkan mata mungkin karena butiran debu (menghasilkan ketidaksengajaan dan bukan reaksi berarti lainnya). Mereka berkedip mungkin dapat berarti tindakan sengaja dan penuh arti (misalnya untuk menyampaikan humor hingga persekongkolan).

Para pengamat akan membaca peristiwa-peristiwa yang dilihat sebagai murni fisik atau dalam bingkai "alam" berbeda dari yang dilihat terjadi dengan frame-frame sosial. Namun, kita tidak melihat sebuah peristiwa dan menerapkan frame kepada peristiwa tersebut. Sebaliknya, para individu terus-menerus memproyeksikan frame interpretatif ke dunia sekitar mereka yang memungkinkan mereka untuk memahaminya; kita hanya menggeser frame-frame (atau menyadari kalau kita telah menerapkan frame secara kebiasaan) saat keganjilan membutuhkan pergeseran frame. Dengan kata lain, kita hanya menyadari frame-frame yang telah kita gunakan saat sesuatu memaksa kita untuk mengganti suatu frame dengan frame lainnya.

Meskipun beberapa menganggap framing sama dengan agenda setting, para ilmuwan lain menyatakan adanya perbedaan. Menurut artikel yang ditulis Donald H. Weaver, framing menyeleksi aspek-aspek tertentu dari permasalahan dan membuatnya lebih menonjol untuk memperoleh interpretasi tertentu dan penilaian-penilaian masalah, sedangkan agenda setting mengenalkan topik masalah untuk meningkatkan arti penting dan keterkaitannya.

Dalam penelitian komunikasi

Dalam komunikasi, framing menggambarkan bagaimana media berita membentuk opini publik.

Tulisan Richard E. Vatz tentang penciptaan makna retoris secara langsung mengarah kepada framing, walaupun beliau hanya merujuknya sedikit. Intinya, pengaruh-pengaruh framing mengacu pada strategi-strategi sikap atau perilaku dan/untuk hasil yang ada tergantung bagaimana potongan informasi yang diberikan dibingkai dalam wacana publik. Dewasa ini, banyak volume jurnal-jurnal komunikasi ternama berisi naskah-naskah tentang frame media dan pengaruh-pengaruh framing. Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam naskah-naskah tersebut secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok: kajian framing sebagai variabel bebas dan kajian framing sebagai variabel terikat. Awalnya biasanya berurusan dengan frame building (yaitu bagaimana frame-frame menciptakan wacana masyarakat mengenai sebuah masalah dan bagaimana frame-frame yang berbeda diangkat oleh para jurnalis) dan kemudian mengulas frame setting (yaitu bagaimana media framing memengaruhi pemirsa).

Frame building

Penelitian frame-building biasanya mengenali setidaknya tiga rangkaian utama pengaruh yang dapat memengaruhi cara jurnalis membingkai suatu masalah:

  • Sistemik (misalnya karakteristik media atau sistem politik dalam latar studi tertentu).
  • Organisatoris (misalnya fitur organisasi media seperti orientasi politik, rutinitas profesional, hubungan dengan pemerintah dan para elit, dan sebagainya).
  • Temporal-kontekstual (misalnya berlalunya waktu setelah peristiwa menggemparkan).

Erving Goffman menekankan peran konteks budaya sebagai pembentuk frame-frame saat beliau mengemukakan bahwa maksud frame mengandung akar-akar budaya. Ketergantungan konteks frame-frame media ini telah digambarkan sebagai 'resonansi budaya' atau 'kesetiaan naratif'. Sebagai contoh, kebanyakan orang mungkin tidak menyadari frame dalam kisah-kisah tentang pemisahan gereja dan negara karena umumnya media tidak membingkai kisah-kisah tersebut dari sudut pandang agama.

Frame setting

Saat masyarakat dihadapkan pada bingkai berita baru, mereka akan menerima konstruksi yang dibuat berlaku untuk sebuah masalah, tetapi secara signifikan mereka lebih mungkin untuk melakukannya saat mereka memiliki skema yang ada untuk konstruksi tersebut. Inilah yang disebut efek penerapan. Artinya, ketika frame-frame baru mengundang orang untuk menerapkan skema yang ada pada masalah, implikasi dari penerapan itu sebagian bergantung pada apa yang ada di dalam skema tersebut. Oleh karena itu, secara umum, lebih banyak pendengar mengetahui tentang permasalahan, lebih efektif frame-frame tersebut.

Terdapat sejumlah level dan tipe pengaruh framing yang telah diteliti. Contohnya, para ilmuwan berfokus pada perubahan sikap dan tindakan, derajat kepentingan masalah yang dirasakan, keputusan pemungutan suara, dan pembentukan opini. Para ilmuwan lain tertarik pada proses-proses psikologis daripada penerapan. Misalnya, Iyengar mengungkapkan bahwa berita tentang permasalahan sosial dapat memengaruhi tanggung jawab atribusi kausal dan pengobatan, pengaruh yang diamati dalam penilaian-penilaian dan respons kognitif pemimpin politik, atau ilmuwan lain melihat kepada efek framing terhadap gaya pemrosesan penilaian dan kompleksitas pikiran anggota pendengar mengenai permasalahan. Kajian-kajian frame setting juga membahas bagaimana frame-frame dapat memengaruhi bagaimana seseorang berpikir tentang masalah (kognitif) atau merasakan masalah (afektif).

Dalam penelitian komunikasi massa

Media berita membingkai semua butir berita dengan menekankan nilai-nilai tertentu, fakta-fakta, dan pertimbangan lainnya dan memberikan mereka dengan penerapan nyata yang lebih besar untuk membuat keputusan-keputusan terkait. Media berita mendukung definisi, tafsiran, evaluasi, dan rekomendasi khusus.

Landasan dalam penelitian komunikasi

Anthropologis Gregory Bateson pertama kali mendefinisikan framing sebagai "ikatan spasial dan temporal dari serangkaian pesan-pesan interaktif" (dalam A Theory of Play and Fantasy, 1954, diproduksi kembali dalam buku Steps to an Ecology of Mind pada tahun 1972).

Sumber sosiologis penelitian media framing

Penelitian media framing mempunyai akar psikologis dan sosiologis. Framing sosiologis berfokus pada "kata-kata, gambar-gambar, frasa-frasa, dan gaya presentasi" yang digunakan para komunikator saat menyampaikan informasi kepada penerima. Penelitian frame-frame dalam penelitian media yang digerakkan secara sosiologis umumnya meneliti pengaruh "norma-norma dan nilai-nilai sosial, kendala-kendala dan tekanan-tekanan organisatoris, tekanan kelompok-kelompok kepentingan, rutinitas jurnalistik, dan orientasi-orientasi ideologis atau politis jurnalis" dalam frame-frame yang berada dalam konten media.

Todd Gitlin, dalam analisisnya tentang cara media berita meremehkan gerakan New Left siswa pada tahun 1960-an termasuk yang pertama meneliti frame-frame dari sudut pandang sosiologis. Gitlin menulis, frame-frame adalah "pola-pola tetap kognisi, tafsiran-tafsiran, dan presentasi pilihan [dan] menekankan ... [bahwa] sebagian besar tidak diucapkan dan diakui ... [dan] mengatur dunia bagi para jurnalis [serta] kami yang membaca pemberitaan mereka".

Sumber psikologis penelitian media framing

Penelitian tentang frame-frame dalam media penelitian berbasis psikologi umumnya menguji pengaruh-pengaruh frame-frame media terhadap mereka yang menerimanya. Sebagai contoh, Iyengar menjelajahi pengaruh episodik dan tematik frame-frame berita terhadap atribusi tanggung jawab untuk permasalahan politik termasuk kejahatan, terorisme, kemiskinan, pengangguran, dan ketidaksetaraan ras.[21] Menurut Iyengar, frame berita episodik "mengambil bentuk studi kasus atau pemberitaan berorientasi acara dan menggambarkan permasalahan publik dalam ketentuan contoh-contoh konkret", dengan kata lain berfokus pada tempat spesifik dalam waktu khusus. Frame berita tematik "menempatkan permasalahan publik dalam beberapa konteks umum abstrak ... mengarah kepada hasil atau kondisi umum, contohnya menjelajahi kesamaan yang terjadi di sejumlah waktu dan tempat. Iyengar menemukan bahwa kebanyakan laporan berita, contohnya kemiskinan, adalah laporan berita episodik. Kenyataannya, pada analisis konten enam tahun berita televisi, Iyengar menemukan bahwa penonton berita biasa akan dua kali lebih mungkin menjumpai laporan berita episodik daripada laporan berita televisi tematik tentang kemiskinan.

Selanjutnya, hasil-hasil percobaan menunjukkan para pemirsa yang lebih dari dua kali menonton liputan berita episodik kemiskinan lebih mungkin mengaitkan tanggung jawab kemiskinan kepada masyarakat miskin itu sendiri alih-alih masyarakat umum daripada pemirsa yang menonton liputan berita tematik kemiskinan. Berkaitan dengan keunggulan framing episodik tentang kemiskinan, Iyengar memperdebatkan bahwa berita televisi mengalihkan tanggung jawab kemiskinan dari pemerintah dan masyarakat ke orang miskin itu sendiri. Setelah meneliti analisis konten dan data percobaan terhadap permasalahan politik dan kemiskinan, Iyengar menyimpulkan bahwa frame-frame berita episodik mengalihkan atribusi tanggung jawab politik warga negara dari masyarakat dan para elit politik, memungkinkan mereka lebih sedikit mendukung upaya-upaya pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah itu dan mengaburkan hubungan-hubungan di antara permasalahan tersebut dan tindakan-tindakan resmi terpilih mereka atau kekurangannya.

Visual Framing

Visual framing mengacu pada proses penggunaan gambar-gambar untuk menggambarkan bagian-bagian tertentu dari kenyataan.

Visual dapat digunakan untuk mewujudkan makna di samping framing tekstual. Bentuk teks dan bentuk visual berfungsi paling baik secara bersamaan. Kemajuan dalam teknologi berbasis layar dan cetak telah menghasilkan penggabungan dua bentuk tersebut dalam penyebaran informasi. Karena tiap-tiap bentuk punya batasannya, mereka paling bagus digunakan bersama dan saling dikaitkan dalam membentuk makna.

Gambar-gambar lebih disukai daripada teks karena membutuhkan lebih sedikit muatan kognitif dan lebih sedikit membosankan daripada kata-kata. Dari sudut pandang psikologis, gambar-gambar mengaktifkan sel-sel saraf pada mata untuk mengirim informasi ke otak. Gambar-gambar juga memiliki nilai atraksi tinggi dan dapat membangkitkan daya tarik emosional yang lebih kuat. Dalam konteks framing, gambar-gambar dapat mengaburkan fakta-fakta dan permasalahan dalam usaha untuk membingkai informasi. Visual-visual terdiri dari alat-alat retoris seperti metafora, penggambaran, dan simbol-simbol untuk menggambarkan adegan atau konteks peristiwa secara grafis dalam upaya untuk membantu kita memahami lebih baik dunia di sekitar kita. Gambar-gambar dapat memiliki keterkaitan satu per satu antara apa yang ditangkap kamera dan representasinya di dunia nyata.

Bersamaan dengan meningkatkan pemahaman, visual juga dapat meningkatkan tingkat penyimpanan dan membuat informasi lebih mudah untuk diingat. Karena sifat gambar yang seimbang, aturan-aturan tata bahasa tidak berlaku.

Menurut para peneliti, framing tercermin dalam empat model tingkatan yang mengidentifikasi dan menganalisis frame-frame visual sebagai berikut: visual-visual sebagai sistem denotatif, visual-visual sebagai sistem semiotika-stilistika, visual-visual sebagai sistem konotatif, dan visual sebagai perwakilan ideologis.

Para peneliti berhati-hati agar tidak hanya mengandalkan gambar-gambar untuk memahami informasi. Karena gambar-gambar lebih banyak memegang kekuatan dan lebih terkait pada kenyataan, kita dapat mengabaikan potensi manipulasi dan pembabakan dan salah menganggap ini sebagai bukti.

Gambar-gambar dapat menjadi perwakilan ideologi dengan memastikan prinsip-prinsip dasar yang membentuk atribut-atribut dasar kita dengan mengombinasikan simbol dan fitur gaya gambar ke dalam proses penafsiran koheren.

Suatu penelitian menunjukkan visual framing menonjol dalam liputan berita, terutama dalam kaitannya terhadap politik. Gambar-gambar yang bermuatan emosi dipandang sebagai alat menonjol untuk membingkai pesan-pesan politik. Visual framing bisa menjadi efektif dengan menaruh penekanan dalam aspek spesifik sebuah masalah, taktik yang biasa digunakan dalam penggambaran berita konflik dan perang dikenal sebagai empathy framingVisual framing yang memiliki daya tarik emosional bisa dibilang lebih menonjol.

Tipe framing ini dapat diterapkan ke konteks lain, termasuk atletik-atletik dalam kaitannya dengan disabilitas atletik. Visual framing dalam konteks ini dapat menafsirkan kembali sudut pandang tentang ketidakmampuan atletik dan fisik, suatu stereotipe media yang sudah ada sebelumnya.

Mengklarifikasi dan membedakan "paradigma retak"

Kemungkinan karena penggunaannya dalam lintas ilmu-ilmu sosial, frame telah ditetapkan dan digunakan dalam banyak cara yang terpisah. Entman menyebut framing "konseptualisasi yang menyebar" dan "paradigma retak" yang "sering ditetapkan secara begitu saja dengan banyak diserahkan kepada pemahaman diam-diam yang diasumsikan pembaca". Dalam upaya menyediakan lebih banyak kejelasan konseptual, Entman menunjukkan bahwa frame-frame "memilih beberapa aspek kenyataan yang dirasakan dan membuatnya lebih menonjol dalam teks berkomunikasi sedemikian rupa sehingga mendorong definisi masalah tertentu, penafsiran kausal, evaluasi moral, dan/atau rekomendasi perawatan untuk barang yang digambarkan". Konseptualisasi framing Entman[16]yang menyebutkan frame-frame bekerja dengan mengangkat potongan-potongan tertentu dalam arti penting, berada sejalur dengan penelitian awal tentang dasar-dasar psikologis framing effect (lihat juga Iyengar yang memperdebatkan jika aksesbilitas adalah penjelasan utama psikologis untuk keberadaan pengaruh-pengaruh framing). Wyer dan Srull menjelaskan susunan aksesibilitas sebagai berikut.

  1. Orang-orang menyimpan potongan-potongan informasi yang berkaitan dalam "tempat penyimpanan referensi" dalam memori jangka panjang mereka.
  2. Orang-orang mengatur "tempat penyimpanan referensi" sehingga lebih banyak potongan-potongan informasi yang sering dan baru-baru ini digunakan disimpan di bagian atas tempat penyimpanan tersebut. Jadi, potongan-potongan informasi tersebut lebih mudah diakses.
  3. Karena orang-orang cenderung hanya mengambil secuil informasi dari memori jangka panjang saat membuat penilaian, mereka cenderung mengambil potongan-potongan yang paling mudah diakses untuk digunakan membuat penilaian-penilaian itu.

Argumen yang mendukung aksesibilitas sebagai proses psikologis yang mendasari dapat diringkas sebagai berikut: Karena masyarakat sangat mengandalkan media berita untuk informasi peristiwa-peristiwa publik, informasi yang paling mudah diakses tentang peristiwa-peristiwa publik sering hadir dari peristiwa-peristiwa publik yang mereka konsumsi. Argumen ini juga disebut sebagai dukungan dalam debat mengenai apakah framing harus dimasukkan oleh teori agenda-setting sebagai bagian level kedua dari agenda setting. McCombs dan para peneliti agenda-setting lainnya secara umum setuju jika framing harus digabungkan bersama priming, di bawah ruang lingkup agenda setting sebagai model kompleks efek-efek media yang menghubungkan produksi media, konten, dan efek-efek pemirsa. Tentu saja, McCombs, Llamas, Lopez-Escobar, dan Rey membenarkan percobaan mereka untuk menggabungkan penelitian framing dan agenda-setting dengan asumsi penghematan.

Namun, Scheufele membantah bahwa tak seperti agenda setting dan primingframing tidak bersandar sepenuhnya terhadap aksesibilitas sehingga tidak tepat untuk menggabungkan framing dengan agenda seeting dan priming untuk kepentingan penghematan. Bukti-bukti empiris kelihatannya mempertahankan klaim Scheufele. Sebagai contohnya, Nelson, Clawson, dan Oxley secara empiris menunjukkan bahwa penerapan adalah kuncinya, alih-alih ciri khas. Mengukur aksesibilitas dalam ketentuan-ketentuan latensi jawaban-jawaban responden yang hasil-hasil informasinya lebih mudah diakses dalam waktu-waktu respons yang lebih cepat, Nelson, Clawson, dan Oxley menunjukkan bahwa aksesibilitas diperhitungkan hanya untuk proporsi kecil terhadap perubahan dalam efek-efek framing, sementara penerapan diperhitungkan untuk perubahan proporsi besar. Akan tetapi, menurut Nelson dan rekan-rekan, "frame-frame memengaruhi pendapat dengan menekan nilai-nilai spesifik, fakta-fakta, dan pertimbangan-pertimbangan lain, memberikannya dengan relevansi nyata yang lebih besar terhadap masalah daripada yang tampaknya mereka miliki di bawah frame alternatif."

Dengan kata lain, ketika penelitian awal mengesankan bahwa dengan menyoroti aspek-aspek tertentu permasalahan, frame membuat pertimbangan tertentu lebih mudah diakses dan lebih mungkin digunakan dalam proses penilaian, penelitian terkini mengesankan bahwa frame bekerja dengan membuat pertimbangan tertentu lebih mudah diterapkan dan lebih relevan pada proses penilaian.

Equivalency lawan emphasis: dua tipe frame dalam penelitian media

Chong dan Druckman mengacu penelitian framing memiliki fokus utama pada dua tipe frame: equivalency frames dan emphasis framesEquivalency frames mengesankan "frasa-frasa berbeda, tetapi ekuivalen secara logis", yang menyebabkan para individu mengubah pilihan mereka. Equivalency frames sering diucapkan dalam istilah-istilah "keuntungan" versus "kekalahan". Contohnya, Kahneman dan Tversky meminta para pemirsa memilih di antara dua tanggapan kebijakan "gain-framed" terhadap hipotesis wabah penyakit yang diperkirakan membunuh 600 orang. Respons A akan menyelamatkan 200 orang, Respons B memiliki sepertiga kemungkinan menyelamatkan semua orang, tetapi dua pertiga kemungkinan tidak menyelamatkan siapa-siapa. Para partisipan A sangat memilih Respons A yang dirasa lebih sedikit opsi berisikonya. Kahneman dan Tversky meminta para partisipan lain untuk memilih di antara dua respons kebijakan "loss-framed" ekuivalen terhadap wabah penyakit yang sama. Pada kondisi ini, Respons A akan membunuh 400 orang, Respons B memiliki sepertiga kemungkinan tidak membunuh siapa pun, tetapi dua pertiga kemungkinan membunuh semua orang. Walaupun pilihan-pilihan ini identik secara matematis dengan opsi yang diberikan dalam kondisi "gain-framed", para partisipan sangat memilih Respons B, opsi yang berisiko. Kemudian, Kahneman dan Tversky membuktikan bahwa saat diutarakan dalam istilah-istilah potential gains, masyarakat cenderung memilih opsi yang mereka rasa lebih sedikit risikonya (yaitu sure gain). Kebalikannya, saat dihadapkan dengan kerugian potensial, masyarakat cenderung memilih opsi yang berisiko.

Tak seperti equivalency framesemphasis frames mengesankan "pertimbangan yang berbeda secara kualitatif, tetapi relevan secara potensial" yang digunakan para individu untuk membuat penilaian. Perlu dicatat jika framing berbeda dengan agenda-settingEmphasis framing mewakili perubahan dalam struktur komunikasi untuk membangkitkan skema kognitif tertentu. Agenda setting bergantung pada frekuensi atau keunggulan pesan-pesan permasalahan untuk memberi tahu masyarakat apa yang harus dipikirkan. Emphasis framing mengacu pada pengaruh struktur pesan dan agenda setting mengacu pada pengaruh kepentingan konten. Contohnya, Nelson, Clawson, dan Oxley menampakkan pada para partisipan berita yang menampilkan rencana Ku Klux Klan untuk menjalankan rapat. Para partisipan dalam suatu keadaan membaca berita yang membingkai isu tersebut dalam istilah masalah keamanan publik, sedangkan para partisipan dalam keadaan lain membaca berita yang membingkai isu tersebut dalam istilah pertimbangan kebebasan berbicara. Para peserta yang tertuju pada kondisi keamanan publik memandang penerapn keamanan publik untuk menentukan apakah Klan harus diperbolehkan untuk mengadakan rapat dan seperti yang diperkirakan, menunjukkan toleransi lebih rendah terhadap hak-hak Klan untuk mengadakan rapat. Namun, para partisipan yang tertuju pada kondisi kebebasan berbicara memandang penerapan kebebasan berbicara untuk memutuskan apakah Klan perlu diizinkan untuk mengadakan rapat, seperti yang diperkirakan, menunjukkan toleransi lebih besar terhadap hak-hak Klan untuk mengadakan rapat.

Framing Dalam Keuangan

Pembalikan preferensi dan fenomena terkait lainnya memiliki relevansi yang lebih luas dalam ekonomi perilaku karena bertentangan dengan prediksi pilihan rasional, dasar ekonomi tradisional. Bias-bias framing memengaruhi keputusan investasi, peminjaman, membuat salah satu tema behavioral finance.

Framing dalam psikologi dan ekonomi

Daniel Kahneman

Artikel utama: Framing effect (psychology)

Amos Tversky dan Daniel Kahneman telah menunjukkan jika framing dapat sangat memengaruhi hasil akhir dari choice problems (yakni pilihan yang dibuat seseorang) sehingga sejumlah aksioma klasik dari pilihan rasional tidaklah benar. Hal ini mengarah kepada perkembangan teori prospek.

Konteks atau framing of problems diangkat oleh hasil-hasil pembuat keputusan dalam bagian dari manipulasi ekstrinsik yang ditawarkan pilihan-pilihan keputusan, sekaligus dari paksaan-paksaan intrinsik pada para pembuat keputusan, misalnya norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, dan perangai unik mereka.

Desmonstrasi eksperimental

Tversky dan Kahneman (1981) mendemonstrasikan secara sistematik saat masalah yang sama disajikan dalam cara-cara berbeda, misalnya pada masalah penyakit Asia. Para partisipan diminta untuk "membayangkan jika AS bersiap untuk wabah penyakit Asia tak biasa yang diperkirakan membunuh 600 orang. Dua program alternatif untuk melawan wabah penyakit telah diajukan. Simpulkan perkiraan ilmiah yang tepat dari konsekuensi program sebagai berikut."

Kelompok partisipan pertama disajikan dengan pilihan di antara program-program: Dalam kelompok 600 orang,

  • Program A: "200 orang akan diselamatkan"
  • Program B: "ada 1/3 kemungkinan bahwa 600 orang diselamatkan, dan 2/3 kemungkinan bahwa tak ada orang yang diselamatkan"

72 persen partisipan lebih memilih program A (28% sisanya memilih program B).

Grup partisipan kedua disajikan dengan pilihan sebagai berikut, yakni dalam kelompok 600 orang,

  • Program C: "400 orang akan meninggal"
  • Program D: "ada 1/3 kemungkinan tidak ada orang meninggal, dan 2/3 kemungkinan jika 600 orang akan meninggal"

Dalam frame keputusan ini, 78% lebih memilih program D, dengan 22% sisanya memilih program C.

Program A dan C identik, begitu pula program B dan D. Perubahan dalam frame penentuan di antara dua kelompok partisipan menghasilkan pembalikan preferensi: saat program-program disajikan dengan istilah penyelamatan nyawa, para partisipan lebih memilih program yang aman, A (= C). Saat program disajikan dalam istilah kematian yang diperkirakan, partisipan memilih risiko D (= B).

Pengaruh mutlak dan relatif

Pengaruh-pengaruh framing timbul karena seseorang dapat sering membingkai keputusan menggunakan banyak skenario mana yang mungkin mengungkapkan manfaat baik sebagai pengurangan risiko relatif (RRR), atau sebagai pengurangan risiko mutlak (ARR). Kendai ekstrinsik terhadap perbedaan-perbedaan kognitif (antara toleransi risiko dan antisipasi penghargaan) yang diangkat para pembuat keputusan dapat terjadi lewat mengubah presentasi risiko relatif dan keuntungan-keuntungan absolut.

Umumnya, masyarakat lebih memilih keputusan mutlak yang melekat pada efek positif framing yang menawarkan jaminan perolehan. Saat opsi-opsi keputusan muncul dibingkai sebagai likely gain, pilihan-pilihan yang menolak risiko menonjol.

Pergeseran terhadap tingkah laku pencari risiko terjadi saat pembuat keputusan membingkai keputusan dalam ketentuan-ketentuan negatif, atau mengangkat pengaruh negatif framing.

Dalam pembuatan keputusan medis, framing bias paling baik dihindari dengan menggunakan ukuran mutlak kemanjuran.[35]

Penelitian frame-manipulation

Para peneliti menemukan bahwa masalah-masalah keputusan framing dalam sorotan positif umumnya menghasilkan pilihan yang lebih sedikit risikonya; dengan framing negatif permasalahan, cenderung lebih berisiko pilihannya.

Pada sebuah penelitian oleh para peneliti Dartmouth Medical School, 57% subjek memilih pengobatan saat disajikan dengan keuntungan-keuntungan dalam istilah-istilah relatif, sedangkan 14.7% memilih pengobatan yang keuntungannya disajikan dalam istilah-istilah mutlak. Lebih lanjut, pertanyaan pasien menunjukkan bahwa, karena subjek mengabaikan risiko pokok penyakit, mereka memandang manfaat menjadi lebih besar saat ditunjukkan dalam ketentuan-ketentuan relatif .

Model-model teoretis

Para peneliti telah mengajukan bermacam-macam model menjelaskan pengaruh framing.

  • teori-teori kognitif, seperti teori fuzzy-trace, berusaha untuk menjelaskan pengaruh framing dengan menentukan jumlah upaya pemrosesan kognitif yang ditujukan untuk menentukan nilai potensi keungungan dan kerugian.
  • teori prospek menjelaskan pengaruh framing dalam ketentuan-ketentuan fungsional yang ditentukan dengan pilihan untuk nilai-nilai yang dirasakan berbeda berdasarkan asumsi bahwa khalayak memberi pembobotan lebih hebat pada kerugian daripada keuntungan yang setara.
  • teori-teori motivasional menjelaskan efek framing dalam ketentuan-ketentuan paksaan hedonik yang mempengaruhi individu, seperti rasa takut dan harapan —berdasarkan pada gagasan bahwa emosi-emosi negatif yang ditimbulkan oleh potensi kerugian biasanya lebih berat dari emosi yang ditimbulkan oleh keuntungan hipotesis.
  • teori trade-off cost-benefit mendefinisikan pilihan sebagai kompromo antara keinginan, baik sebagai preferensi untuk keputusan yang benar atau preferensi untuk upaya kognitif yang diminimalkan. Model yang memadukan unsur-unsur teori kognitif dan motivasi ini, mendalilkan bahwa menghitung nilai perolehan yang pasti membutuhkan upaya kognitif yang jauh lebih sedikit daripada yang diperlukan untuk memilih perolehan yang berisiko.

Neuroimaging

Para ahli saraf kognitif telah mengaitkan efek framing pada aktivitas saraf di amygdala dan mengidentifikasi bagian otak lain, korteks prefrontal (OMPFC) orbital dan medial yang muncul untuk memoderasi peran emosi terhadap keputusan. Menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) untuk mengamati aktivitas otak selama tugas pembuatan keputusan, mereka mengamati aktivitas yang lebih besar di OMPFC dari subjek penelitian yang kurang rentan terhadap efek framing.

Dalam sosiologi

Teori framing dan analisis frame memberikan pendekatan teoretis luas yang telah digunakan analis dalam kajian-kajian komunikasi, berita (Johnson-Cartee, 1995), politik, dan pergerakan sosial (di antara penerapan).

Menurut Bert Klandermans, "konstruksi sosial frame-frame tindakan kolektif" melibatkan "wacana publik, yaitu antarmuka wacana media dan interaksi antarpersonal; komunikasi persuasif saat kampanye-kampanye oleh organisasi-organisasi pergerakan, para lawan dan organisasi kontra-gerakan mereka; dan peningkatan kesadaran selama episode tindakan kolektif".

Sejarah

Word-selection telah menjadi komponen retorik.

Kebanyakan juru ulas menyematkan konsep framing terhadap kerja Erving Goffman mengenai analisis frame dan mengarahkan pada buku tahun 1974, Frame analysis: An essay on the organization of experience. Goffman menggunakan ide frame untuk melabeli "skemata interpretasi" yang membolehkan para individu atau kelompok "untuk meletakkan,melihat, mengidentifikasi, dan melabeli" peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian, sehingga memberikan makna, mengatur pengalaman, dan membimbing tindakan.Konsep framing Goffman berkembang dari karyanya pada tahun 1959, The Presentation of Self in Everyday Life, sebuah ulasan dari manajemen impresi. Karya-karya ini bisa dibilang bergantung pada konsep imej karya Kenneth Boulding.

Gerakan-gerakan sosial

Para sosiologis telah memanfaatkan framing untuk menjelaskan proses pergerakan sosial.Pergerakan bertindak sebagai pembawa kepercayaan dan ideologi (bandingkan meme), terlebih lagi, mereka berjalan sebagai bagian proses membangun makna untuk para partisipan dan penentang (Snow & Benford, 1988). Para sosiologis menganggap mobilisasi pergerakan massa "sukses" saat frame-frame yang diproyeksikan sejajar dengan frame partisipan untuk menghasilkan resonansi antara kedua pihak. Para peneliti framing membicarakan proses ini sebagai frame re-alignment.

Frame-alignment

Snow dan Benford (1988) menganggap deretan frame (frame-alignment) sebagai elemen penting dalam pergerakan atau perpindahan sosial. Mereka memperdebatkan bahwa saat frame-frame individu terhubung dalam keselarasan dan saling melengkapi, "frame alignment" terjadi,memproduksi "frame resonance", katalis dalam proses grup yang melakukan transisi dari sebuah frame ke frame lain (meskipun tidak semua upaya-upaya framing membuktikan kesuksesan). Persyaratan yang mempengaruhi atau memaksa upaya-upaya framing termasuk berikut ini.

  • "Kekokohan, kelengkapan, dan ketelitian upaya framing". Snow dan Benford (1988) mengidentifikasi tiga inti tugas framing, dan menyatakan bahwa sejauh mana menghadapi tugas-tugas ini akan menentukan mobilisasi partisipan. Mereka menggambarkan tiga tugas tersebut sebagai berikut.
    1. framing diagnostik untuk identifikasi masalah dan penugasan menyalahkan.
    2. framing prognostik untuk menyarankan solusi, strategi, dan taktik terhadap sebuah masalah.
    3. framing motivasional yang menjadi panggilan untuk senjata atau alasan untuk bertindak.
  • Hubungan antara frame yang diusulkan dan sistem kepercayaan yang lebih luas, secara pusat: frame tak bisa menjadi sarti penting dan hierarki yang rendah dalam sistem kepercayaan yang lebih luas. Jangkauan dan keterkaitannya, apabila pembuat frame menghubungkan frame kepada satu saja inti keyakinan atau nilai yang sendirinya memiliki jangkauan dalam sistem kepercayaan yang lebih luas, frame tersebut memiliki derajat diskonto yang tinggi.
  • Relevansi frame terhadap kenyataan partisipan; frame harus terlihat relevan untuk para partisipan dan juga harus memberikan mereka informasi. Kredibilitas empiris atau testabilitas dapat membatasi relevansi: berkaitan dengan pengalaman partisipan, dan memiliki ketepatan naratif, artinya sesuai dengan mitos dan narasi budaya yang ada.
  • Cycles of protest (Tarrow 1983a; 1983b); titik di mana frame muncul pada garis waktu era masa kini dan keasyikan yang ada dengan perubahan sosial. Frame-frame sebelumnya dapat memengaruhi upaya untuk mengenakan frame baru.

Snow dan Benford (1988) mengusulkan bahwa begitu seseorang telah membangun frame-frame tepat seperti yang dijabarkan di atas, perubahan skala besar dalam masyarakat seperti kepentingan untuk pegerakan sosial itu dapat dicapai melalui frame-alignment.

Tipe-tipe

Frame-alignment muncul dalam empat bentuk: frame bridgingframe amplificationframe extension dan frame transformation.

  1. Frame bridging melibatkan "hubungan dua atau lebih frame-frame yang kongruen secara ideologis, tetapi tidak terhubung secara struktural mengenai isu atau masalah tertentu" (Snow dkk., 1986, hal. 467). Hal tersebut melibatkan hubungan sebuah pergerakan terhadap "kumpulan sentimen atau kelompok preferensi opini publik yang tidak bergerak [sic]" (hal. 467) orang-orang yang berbagi pandangan atau keluhan serupa, tetapi yang tidak memiliki basis organisasi.
  2. Frame amplification mengacu pada "klarifikasi dan penyegaran frame interpretatif yang mengemban isu, masalah, atau rangkaian peristiwa tertentu" (Snow dkk., 1986, hal. 469). Frame interpretatif ini biasanya melibatkan penyegaran nilai-nilai atau kepercayaan.
  3. Frame extensions mewakili usaha pergerakan untuk menggabungkan para peserta dengan melebarkan batasan-batasan frame yang diusulkan untuk memuat atau mencakup para pengamat, peminat, atau sentimen grup yang ditargetkan (Snow dkk., 1986, hal. 472).
  4. Frame transformation menjadi penting saat frame-frame yang diusulkan "mungkin tidak beresonansi dan kadang kala, bahkan tampak bertentangan kepada gaya hidup konvensional atau ritual dan kerangka penafsiran yang masih ada" (Snow dkk., 1986, hal. 473).

Saat ini terjadi, pengamanan peserta dan dukungan membutuhkan nilai-nilai baru, makna-makna baru, dan pemahaman. Goffman (1974, hal. 43–44) menyebut hal ini "kunci", saat "para aktivis, peristiwa, dan biografi yang telah bermakna dari sudut beberapa framework utama, dalam ketentuan-ketentuan framework lain" (Snow dkk., 1986, hal. 474) sedemikian rupa sehingga mereka terlihat berbeda. Dua tipe transformasi frame berwujud

  1. Domain-specific transformations, seperti upaya untuk mengubah status grup-grup masyarakat, dan
  2. Global interpretive frame-transformation, di mana ruang lingkup perubahan terlihat cukup radikal—seperti dalam perubahan pandangan dunia, konversi total pemikiran, atau pencabutan segala sesuatu yang akrab (misalnya: berpindah dari komunisme ke kapitalis pasar, atau sebaliknya; pengubahan agama, dll.).

Sebagai kritik retorik

Walaupun pemikiran language-framing telah dijelajah sebelumnya oleh Kenneth Burke (saringan-saringan terministik), peneliti komunikasi politik Jim A. Kuypers pertama kali menerbitkan karya analisis frame (framing analysis) terdahulu sebagai sudut pandang retorik dalam 1997. Pendekatannya dimulai secara induktif dengan mencari tema-tema yang bertahan sepanjang waktu dalam sebuah teks (bagi Kuypers, utamanya narasi berita terhadap masalah atau peristiwa) dan kemudian menentukan bagaimana tema-tema tersebut dibingkai. Penelitian Kuypers diawali dengan asumsi bahwa frame adalah entitas retorik kuat yang "menyebabkan kita menyaring persepsi kita terhadap dunia dalam cara yang khusus, pada dasarnya membuat beberapa aspek kenyataan multi-dimensional kita lebih terlihat daripada aspek lainnya. Frame berjalan dengan membuat beberapa informasi lebih menonjol daripada informasi lainnya...."

Pada esainya tahun 2009 "Framing Analysis" dalam Rhetorical Criticism: Perspectives in Action dan esainya tahun 2010 "Framing Analysis as a Rhetorical Process", Kuypers memberikan konsep detail untuk melakukan analisis framing dari sudut pandang retorika. Menurut Kuypers, "Framing adalah proses saat para komunikator secara sadar ataupun tidak, bertindak untuk membangun sudut pandang yang mendorong fakta-fakta situasi tertentu untuk ditafsirkan oleh orang lain dengan cara tertentu. Frame-frame bekerja dalam empat cara kunci: mendefinisikan masalah, mendiagnosis masalah, membuat pertimbangan moral, dan menyarankan pengobatan. Frame-frame sering ditemukan dalam akun narasi sebuah isu atau peristiwa dan umumnya pusat ide pengorganisasian." Penelitian Kuypers berdasarkan pada premis bahwa framing adalah proses retoris dan karenanya paling bagus diteliti dari sudut pandang retoris. Menyembuhkan masalah bukanlah retoris dan paling baik diserahkan kepada pengamat.

Dalam wacana lingkungan

Sejarah aktivisme iklim

Aktivisme iklim secara teratur terbentuk dan terbentuk kembali oleh dialog pada tingkat lokal, nasional, dan internasional berkaitan dengan perubahan iklim sekaligus oleh nilai-nilai dan norma-norma masyarakat.

Diawali dengan pergerakan transendental pada abad 19 ketika Henry David Thoreau menulis novel On Walden Pond merinci pengalamannya dengan lingkungan alam dan ditambah oleh karya transendental lainnya seperti Ralph Waldo Emerson, aktivisme iklim telah mengambil banyak bentuk. John Muir, yang juga dari akhir abad 19, menyarankan pelestarian Bumi untuk kepentingannya sendiri, membangun Sierra Club. Kumpulan esai Aldo Leopold tahun 1949, A Sand County Almanac, membentuk “etika tanah” dan telah mengatur tahap untuk etika lingkungan modern, menyerukan konservasi dan pelestarian alam dan hutan belantara. Silent Spring karya Rachel Carson yang diterbitkan pada 1962, mengungkapkan bahaya pestisida bagi kesehatan manusia dan lingkungan dan dengan berhasil menganjurkan enghentian penggunaan DDT.

Konsep perubahan iklim dan kemudian ruang aktivisme berkaitan dengan iklim mulai berkembang pada tahun 1970-an. Hari Bumi pertama berlangsung pada 22 April, 1970. Dekade-dekade berikutnya menjadi saksi berdirinya Greenpeace, Earth First!, Program Lingkungan PBB (UNEP), dan Konvensi Kerangka Kerja PBB terhadap Perubahan Iklim (UNFCCC).

Dokumen-dokumen iklim penting dalam 30 tahun terakhir di antaranya termasuk "Rio Declaration", "Kyoto Protocol", "Paris Climate Agreement", dan "Global Youth Climate Action Declaration".

Yang terbaru, Peoples’ Climate March dan Global Climate Strike telah berkembang menjadi peristiwa-peristiwa yang dihadiri oleh berjuta-juta warga sipil dan aktivis seluruh dunia setiap tahun. Aktivitas iklim telah dihidupkan kembali oleh pemberontakan kaum muda di garis depan dialog dan advokasi. Greta Thunber, seorang wanita muda asal Swedia menginisiasi Fridays for Future yang kini memiliki cabang aktif di sejumlah negara di seluruh dunia. Grup iklim aktif lainnya yang dipimpin oleh pemuda termasuk di antaranya Extinction Rebellion, Sunrise Movement, SustainUS, Global Youth Climate Action Declaration (GYCAD), ZeroHour, bekerja di tingkat lokal dan lintasnegara.

Motivasi dan dukungan individu

Motivasi individu untuk mengatasi perubahan iklim adalah landasan mengenai dibangunnya tindakan kolektif. Proses-proses pembuatan keputusan diinformasikan oleh segudang faktor termasuk nilai-nilai, kepercayaan, dan tingkah laku normatif. Di Amerika Serikat, para individu paling efektif dimotivasi untuk mendukung kebijakan perubahan iklim ketika frame kesehatan publik digunakan. Frame ini mengurangi rasa ambiguitas dan disosiasi sering ditimbulkan oleh pembicaraan tentang pencairan lapisan es dan emisi karbon dengan menempatkan masalah iklim dalam konteks lokal untuk individu, baik di negara, negara bagian, atau kota mereka.

Perubahan iklim, sebagai masalah yang belum ditetapkan sebagai keyakinan normatif sering menjadi subjek perbedaan pendapat dalam menghadapi aktivisme dan advokasi.Para aktivis yang terlibat dalam advokasi akar rumput untuk memperoleh perilaku yang lebih pro-lingkungan dalam grup sosial mereka, bahkan mereka yang terlibat dalam konfrontasi halus adalah subjek terhadap reaksi negatif dan konsekuensi sosial di hadapan oposisi. Selain itu, perubahan iklim memiliki kapasitas untuk ditetapkan sebagai isu moral karena efek antropogenik terhadap planet dan kehidupan manusia lainnya, tetapi ada hambatan psikologis terhadap dukungan perubahan iklim dan motivasi selanjutnya untuk bertindak dalam menanggapi keperluan akan intervensi.Sebuah artikel dalam jurnal Nature Climate Change oleh Ezra Markowitz dan Azim Shariff menekankan enam tantangan psikologis, tercantum di bawah ini, yang ditimbulkan oleh perubahan iklim pada sistem penilaian moral manusia.

  1. Abstraksi dan kompleksitas kognitif: sifat abstrak dari perubahan iklim membuatnya menjadi nonintuitif dan sulit dipahami secara kognitif.
  2. Ketidakbersalahan dari tindakan yang tidak disengaja: sistem penilaian moral manusia disetel dengan baik untuk bereaksi terhadap pelanggaran yang disengaja.
  3. Kecenderungan bersalah: perubahan iklim antropogenik memancing kecenderungan pembelaan diri.
  4. Ketidakpastian melahirkan angan-angan: Kurangnya prognosis yang pasti menghasilkan optimisme yang tidak masuk akal.
  5. Kesukuan moral: politisasi perubahan iklim mendorong ideologi yang berlawanan.
  6. Cakrawala yang lama dan tempat yang jauh: korban-korban di luar grup berjatuhan.

Dire Messaging

Aktivisme iklim menyatakan dirinya melalui berbagai ekspresi. Suatu aspek framing perubahan iklim yang umumnya dikenali adalah dire messaging yang telah dikritik sebagai penggelisah dan pesimistik, mengakibatkan penolakan pesan berbasis bukti.

Teori just-world yang mendukung gagasan bahwa beberapa individu harus bergantung pada pengandaian mengenai dunia yang adil untuk mendukung keyakinan. “Penelitian mengenai teori dunia yang adil telah menunjukkan bahwa saat kebutuhan para individu mempercayai dunia adil terancam, mereka biasanya menggunakan tanggapan defensif, seperti penolakan atau rasionalisasi informasi yang mengancam keyakinan dunia adil mereka”. Dalam kasus perubahan iklim, gagasan dire messaging sangat penting untuk memahami apa yang memotivasi aktivisme. Contohnya, memiliki rasa takut perubahan iklim “dikaitkan pada ketidakmampuan diri untuk mencegahnya dapat mengakibatkan penarikan diri, sedangkan mempertimbangkan orang lain bertanggung jawab dapat mengakibatkan kemarahan".

Pada penelitian tahun 2017, ditemukan bahwa aktivis yang diwawancarai dari Global North merangkul rasa takut sebagai motivasi, tetapi “menekankan harapan, menolak rasa bersalahh, dan memperlakukan kemarahan dengan hati-hati". Para aktivis yang diwawancarai dari Global South mengindikasikan bahwa mereka “alih-alih lebih ketakutan, kurang harapan, dan lebih marah, menganggap rasa bersalah – tanggung jawab – ke negara-negara bagian utara. Perbedaan-perbedaan ini mungkin mengindikasikan pendekatan aktivis yang relatif terdepolitisasi terhaadap perubahan iklim di utara, sebagai lawan dari pendekatan yang lebih terpolitisasi di selatan”.

Penelitian tahun 2017 menunjukkan bahwa rasa takut memotivasi aksi lewat meningkatkan kesadaran ancaman bencana iklim. Potensi rasa takut yang melumpuhkan dimediasi oleh harapan: harapan mendorong aksi, sementara aksi kolektif menghasilkan harapan sembari mengelola rasa takut. Kapasitas waspada bahaya rasa takut dirangkul "secara internal", tetapi ditolak sebagai emosi efektif dalam memotivasi khalayak untuk berpindah.

Peneliti telah menunjukkan bahwa dire messaging mengurangi kemanjuran inisiatif advokasi melalui demotivasi individu, tingkat kepedulian yang lebih rendah, dan penurunan keterlibatan.

Positive framing

Peneliti berpendapat bahwa prognostic framing—yang menawarkan solusi, strategi, target, dan taktik yang nyata—yang bergandengan dengan motivational framing paling mujarab dalam menggerakkan khalayak untuk bertindak. Khususnya saat berkaitan dengan perubahan iklim, kekuatan psikologi positif menjadi jelas saat diterapkan oleh para aktivis dan orang lain yang menghasilkan intervensi-intervensi.

Empat prinsip utama motivasi seperti yang dijelaskan oleh Positive Psychology adalah agency, compassion, resilience, dan purpose. Saat diterapkan pada aksi iklim, buku teks edisi keempat Psychology for Sustainability, lebih lanjut memperluas prinsip-prinsip ini karena berkaitan terhadap keberlanjutan dan sebagai katalis aksi:

  1. Agency: memilih, merencanakan, dan mengeksekusi perilaku yang berkaitan dengan situasi.
  2. Compassion: memperhatikan, merasakan, dan merespons penderitaan lain yang timbul dari rasa keterhubungan.
  3. Purpose: berusaha menuju aktivitas yang bermakna.
  4. Resilience: memulihkan, mengatasi, atau mengembangkan strategi baru untuk melawan kesulitan.

Harapan menambah rasa purpose dan agency, sekaligus meningkatkan ketahanan. Bagi para aktivis iklim, tidak mungkin memisahkan harapan dari ketakutan. Namun, saat mendekonstruksi harapan bahwa orang lain akan mengambil tindakan yang perlu, harapan dihasilkan melalui keyakinan pada kapasitasnya sendiri, menunjukkan bahwa “kepercayaan pada tindakan kolektif 'sendiri’ tampaknya menjadi inti dari harapan yang dibicarakan para aktivis”. Selain itu, membuat hubungan antara tindakan iklim dan emosi-emosi positif seperti rasa syukur dan kebanggaan, peningkatan kesejahteraan subjektif, dn potensi untuk mempengaruhi memungkinkan para individu untuk melihat tindakan mereka sendiri untuk memperbaiki iklim sebagai cara yang bermanfaat dan berkelanjutan daripada menurunkan motivasi.

Pendekatan lain yang dibuktikan manjur adalah proyeksi masyarakat utopis dalam isu-isu mendesak yang telah diselesaikan, menawarkan narasi kreatif yang menuntun para individu dari masalah-masalah saat ini ke solusi masa depan dan mengizinkan mereka untuk memilih jadi jembatan antara keduanya. Pendekatan positif antargenerasi ini membangkitkan rasa semangat tentang tindakan iklim pada para individu dan menawarkan solusi kreatif yang dapat mereka pilih untuk ambil bagian di dalamnya. Sebagai contoh, pengumuman layanan masyarakat yang berkaitan dengan perubahan iklim dapat dibingkai sebagai berikut.

“Ini 2050, kendaraan elektrik Anda diparkir dan siap untuk pergi di sebelah rumah nol emisi Anda, tetapi Anda memilih untuk mengambil sistem transit yang sangat cepat, efisien, hijau, dan bersih yang dapat diakses dari kebanyakan tempat di Amerika Serikat dan disubsidi untuk warga negara berpenghasilan rendah. Mungkin Anda tinggal di Pegunungan Appalachia di Virginia Barat, di mana industri batu bara digantikan oleh pusat-pusat besar untuk inovasi dan pekerjaan energi hijau. Anda dapat berpindah dengan mudan ke DC atau New York. Makanan Anda tumbuh secara lokal dan disalurkan lewat Koperasi Pertanian Perkotaan yang mendidik anak-anak mengenai cara menumbuhkan makanan, pentingnya pelokalan, dan cara menjadi lebih berkelanjutan.”

Ideologi politik

Para peneliti komunikasi politik mengangkat taktik framing sejak beredarnya retorika politik. Akan tetapi, kemajuan dalam teknologi telah menggeserkan saluran komunikasi yang mereka gunakan. Dari komunikasi oral, material tertulis, radio, televisi, dan yang paling terkini, media sosial telah memainkan peran menonjol dalam bagaimana politik dibingkai. Media sosial, secara khusus, mengizinkan para politik untuk mengomunikasikan ideologi mereka dengan pesan singkat dan tepat. Menggunakan kata-kata yang memicu emosional, berfokus terhadap menimbulkan rasa takut atau amarah, untuk mengubah cara pandang masyarakat tentang kebijakan yang difasilitasi dengan rentang perhatian pendek yang dibuat oleh media sosial .

Dalam dekade-dekade terakhir, perubahan iklim telah begitu dipolitisasi dan sering menginisiatif untuk mengatasi atau mengonseptualisasi perubahan iklim cocok untuk satu kemungkinan, sementara sangat diperdebatkan oleh yang lain. Oleh karena itu, penting membingkai aktivitsme iklim dengan cara yang nyata untuk penonton, menemukan makna komunikasi sembari meminimalkan provokasi. Dalam konteks Amerika Serikat, kecenderungan kiri “liberal” berbagi nilai-nilai inti kepedulian, keterbukaan, kesederajatan, kebaikan kolektif, pemagaran toleransi untuk ketidakpastian atau ambiguitas, dan penerimaan perubahan', sedangkan kecenderungan kanan “konservatif” berbagi nilai-nilai inti keamanan, kemurnian, kestabilan, tradisi, hierarki sosial, perintah, dan individualisme.

Sebuah kajian memeriksa berbagai prediktor persetujuan publik untuk penggunaan energi terbarukan di bagian barat Amerika Serikat menggunakan tujuh macam frame dengan tujuan untuk menilai kemanjuran framing energi terbarukan. Frameworks neoliberal digemakan oleh para konservatif, seperti dukungan untuk ekonomi pasar bebas, diajukan terhadap intervensi aksi iklim yang secara inheren menempatkan kendala terhadap ekonomi bebas melalui dukungan energi terbarukan melalui subsidi atau pajak tambahan terhadap sumber-sumber energi tak terbarukan. Dengan demikian, saat para aktivis iklim bercakap-cakap dengan para individu cenderung konservatif, akan menguntungkan untuk fokus terhadap framing yang tidak memicu ketakutan akan kendala ekonomi pasar bebas atau perubahan-perubahan gaya hidup yang luas. Hasil kajian yang sama mendukung gagasan bahwa "frame-frame berlandaskan non-iklim untuk energi terbarukan paling mungkin mengumpulkan dukungan khalayak yang lebih luas" bertalian dengan konteks politik dan menunjukkan respons bertentangan terhadap pembingkaian berdasarkan iklim yang menunjukkan polarisasi politik yang dalam terhadap perubahan iklim.

Ide political framing berasal dari keengganan kehilangan. Para politikus ingin membuat ide mereka kurang berisiko bagi para pemilih potensial karena “Masyarakat lebih memperhatikan kerugian daripada keuntungan, sama seperti mereka cenderung terlibat dalam perilaku tertentu dalam menghadapi kerugian. Secara rinci, masyarakat mengambil risiko saat mereka percaya itu membantu mereka mencegah kerugian, tetapi saat mereka menghadapi lagi, mereka memilih strategi yang menghindari risiko yang mempertahankan status quo”. Mereka akan mengomunikasikannya dengan cara yang dapat meyakinkan bahwa masyarakat tidak rugi dengan menyetujui ideologi para politikus tersebut.

Political framing juga mempengaruhi kebijakan-kebijakan lain selain perubahan iklim. Kesejahteraan, misalnya, telah dikenakan kepada political framing untuk menggeser opini publik terhadap penerapan kebijakan. Aliran terjal frame-frame yang berbeda kondusif mengubah opini publik selama bertahun-tahun. Hal tersebut mempengaruhi cara masyarakat memandang “kelayakan” saat bertemu dengan kebijakan. Salah satu ujungnya dapat dilihat sebagai kredit politik, menyatakan bahwa para warga negara yang membutuhkan memiliki hak untuk mengklaim kesejahteraan sebagai kebutuhan. Hal tersebut dibingkai sebagai tugas dari pemerintah ke warga negara. Dalam frame ini, tak ada yang rugi karena pemerintah melakukan tugasnya untuk memaksimalkan kualitas kehidupan untuk seluruh masyarakat. Sisi lain memandang persingkatan kebijakan sebagai keperluan dengan menggunakan taktik framing untuk menggeser tanggung jawab dan mencelakan dari pemerintah ke warga negara.Pemikiran untuk meyakinkan masyarakat bahwa kesejahteraan herus didorong untuk keuntungan mereka. Retorika kontemporer, diperjuangkan oleh mantan Presiden AS Ronald Reagan, telah membuat ide frame “kerja keras” mereka untuk mengatakan kesejahteraan tidak diperlukan jika masyarakat “bekerja lebih keras.” Dengan frame yang berlawanan ini, warga yang lebih kaya sekarang rugi karena mereka mengeluarkan uang untuk membantu dana keuntungan kesejahteraan pada mereka yang "kurang bekerja" dibandingkan mereka. Frame berbeda ini membuat kesejahteraan seperti permainan satu-kosong.

Norma-norma gender

Framing perubahan iklim bervariasi tergantung pada pemirsa yang dituju dan respons yang dirasakan mereka terhadap berbagai pendekatan mengenai aktivisme. Di Sweden, peneliti menilai keberlanjutan dalam sektor transportasi yang didominasi pria menyebutkan bahwa norma-norma yang diberikan oleh feminitas lebih mungkin untuk memajukan upaya keberlanjutan, sekaligus merendahkan keseluruhan emisi CO2 dari sektor tersebut. Hal ini terbukti selama penelitian yang selanjutnya menunjukkan bahwa “sikap, perilaku, dan pola mobilitas perempuan menunjukkan norma-norma yang lebih kondusif untuk lebih banyak kebijakan transportasi berkelanjutan yang tidak mengandung karbon”.Ini mengesankan bahwa maskulinitas sering digambarkan sebagai norma dalam banyak sektor dan memperkuat hubungan antara perempuan dan etika keberlanjutan yang secara krisis hilang dari banyak sektor dan industri yang didominasi pria.

Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa para konsumen yang menunjukkan kecenderungan untuk sadar lingkungan, tingkah laku “hijau” dirasakan lintas spektrum gender sebagai lebih feminin, melaksanakan stereotipe “Green Feminine”. Aktivis iklim dipandang sebagai tindakan bersifat perempuan, merusak ciri-ciri maskulinitas dan menekankan celah gender dalam urusan berlandaskan kepedulian terhadap iklim. Sebagai tambahan, sebagai hasil teori berkenaan dengan pemeliharaan identitas gender, “pilihan lingkungan pria dapat dipengaruhi oleh isyarat gender, hasil menunjukkan bahwa mengikuti gertakan identitas gender (lawan usia), pria kemungkinan paling sedikit untuk memilih produk-produk hijau”. Atribut yang terkait dengan feminitas dan mendukung hubungan kognitif di antara wanita dan green behavior termasuk empati dan kapasitas untuk transendensi diri.

Hukum

Edward Zelinsky telah menunjukkan bahwa pengaruh-pengaruh framing dapat menjelaskan beberapa perilaku yang diamati dari para legislator.

Dalam media

Peran permainan framing dalam efek-efek presentasi media telah didiskusikan secara luas, dengan gagasan utama bahwa persepsi terkait dari informasi faktual dapat bervariasi berdasarkan pada penyajian informasi tersebut.

Contoh-contoh media berita

Dalam Bush's War: Media Bias and Justifications for War in a Terrorist Age, Jim A. Kuypers meneliti perbedaan dalam framing War on Terror antara badan administrasi Bush dan media berita arus utama Amerika Serikat di antara tahun 2001 dan 2005. Kuypers mencari tema-tema umum antara pidato-pidato presidensial dan pemberitaan pers tentang pidato-pidato itu, kemudian menentukan bagaimana presiden dan pers membingkai tema-tema tersebut. Dengan menggunakan versi retoris analisis framing, Kuypers menentukan bahwa frame lanjutan media berita AS bertentangan dengan yang digunakan oleh pemerintahan Bush.

Pres secara aktif menentang pembingkaian War on Terror sedini delapan minggu setelah 11 September. Penemuan ini terpisah dari kumpulan literatur komunikasi yang menunjukkan bahwa pers mendukung presiden atau kurang kritis terhadap upaya presiden setelah 11 September. Sebaliknya, saat mempertimbangkan bagaimana tema dibingkai, [Kuypers] menemukan bahwa media berita membingkai responsnya sedemikian rupa sehingga dapat dipandang sebagai mendukung pemikiran beberapa tindakan melawan terorisme, sembari menentang inisiatif presiden. Medie berita mungkin menyampaikan apa yang presiden katakan, tetapi tidak selalu berarti bahwa itu dibingkai dengan cara yang sama. Kajian ini menunjukkan, seperti yang terlihat pada tabel satu [di bawah], bahwa tak lama setelah 11 September, media berita secara aktif mulai melawan pemerintah Bush dan mulai meninggalkan informasi penting untuk memahami konsep War on Terror milik pemerintah Bush. Singkatnya, delapan minggu setelah 11 September, media berita bergerak melampaui pelaporan oposisi politik terhadap presiden—fungsi pers yang sangat penting dan tak bernilai—dan malah secara aktif memilih tema dan membingkai tema-tema tersebut sedemikian rupa sehingga fokus presiden ditentang, disalahartikan, atau diabaikan.

Tabel satu: Perbandingan Tema dan Frame Antara Presiden dan Media Berita Media setelah 11 September

TemaFrame PresidenFrame PersKebaikan melawan KejahatanPerjuangan kebaikan dan kejahatantak disebutkanPeradaban melawan barbarismeperjuangan peradaban melawan barbarismetak disebutkannature of enemyjahat, keras kepala, pembunuhmematikan, tidak pandang bulu

Pemerintahan Bush

nature of wardomestik/global/tahan lama

Perang

Domestik/global/berlangsung lama

Perang atau tindakan polisi

Similarity to Prior Warsperbedaan jenis perangPerang Dunia II atau Vietnam?Patiencetidak disebutkanbeberapa, tetapi kehabisanInternational Effortdinyatakandilaporkan minimal

Pada tahun 1991, Robert M. Entman menerbitkan temuan seputar perbedaan liputan media antara Korean Air Lines Flight 007 dan Iran Air Flight 655. Setelah mengevaluasi berbagai tingkat liputan berita berdasarkan jumlah tayang dan halaman yang ditujukan pada peristiwa serupa, Entman menyimpulkan bahwa frame-frame peristiwa yang ditampilkan oleh media berbeda secara drastis:

Dengan tidak menekankan perusahaan dan para korban dengan pilihan grafik dan kaata sifat, kisah-kisah berita tentang jatuhnya pesawat Iran oleh AS disebut masalah teknis, sementara penjatuhan jet Korea oleh Soviet digambarkan sebagai kemarahan moral… Kerangka berita berlawanan yang digunakan oleh beberapa media penting AS dalam meliput dua penyalahgunaan kekuatan militer yang tragis ini. Pertama, kerangka berita menekankan kejatuhan moral dan rasa bersalah negara pelaku. Kedua, kerangka berita mengurangi rasa bersalah dan fokus pada kerumitan masalah pengoperasian teknologi tinggi militer.

Perbedaan dalam liputan di berbagai media:

Jumlah liputan media yang didedikasikan untuk setiap peristiwaKorean AirIran AirTime Magazine and Newsweek51 halaman20 halamanCBS303 menit204 menitNew York Times286 cerita102 cerita

Pada tahun 1988, Irwin Levin dan Gary Gaeth melakukan penelitian mengenai efek-efek informasi atribut terhadap para konsumen sebelum dan setelah mengonsumsi sebuah produk (1988). Dalam penelitian ini, mereka menemukan bahwa dalam penelitian mengenai daging sapi, orang-orang yang memakan daging sapi yang dilabeli 75% tidak berlemak menilainya lebih baik daripada orang-orang yang daging sapinya dilabeli 25% lemak.

Dalam politik

Peneliti retorik dan linguis George Lakoff mendebatkan bahwa untuk meyakinkan hadirin politik dari satu sisi argumen atau yang lain, kenyataan harus dihadirkan melalui frame retoris. is mendebatkan bahwa tanpa frame, fakta-fakta argumen tersasar pada hadirin, membuat argumen kurang efektif. Retorika politik menggunakan framing untuk menghadapkan fakta-fakta di sekeliling masalah dalam cara yang membuat tampilan masalah memerlukan solusi. Para politikus menggunakan framing untuk membuat solusi mereka sendiri untuk urgensi yang tampaknya paling tepat dibandingkan dengan oposisi. Argumen kontra menjadi kurang efektif dalam membujuk hadirin setelah suatu pihak membingkai argumen, karena dipertanyakan bahwa oposisi kemudian memiliki beban tambahan untuk memperdebatkan kerangka masalah di samping masalah itu sendiri.

Membingkai masalah politik, partai politik atau lawan politik adalah tujuan strategi dalam politik, terutama di Amerika Serikat. Baik partai politik Demokrat dan Republik berkompetisi untuk memanfaatkan kekuatan persuasi dengan sukses. Menurut The New York Times:

Bahkan, sebelum pemilu, sebuah kata baru politik sudah mulai menggenggam partai, berawal dari West Coast dan menyebar seperti virus sepanjang bagian dalam kantor-kantor Capitol. Kata itu 'framing.' Tepatnya yang bermaksud 'frame' isu-isu kelihatannya tergantung pada Demokrat mana yang Anda ajak bicara, tetapi setiap orang setuju bahwa itu harus dilakukan dengan memilih bagasa untuk menjelaskan debat dan lebih penting dengan menyesuaikan isu-isu individu ke dalam konteks garis cerita yang lebih luas.

Karena framing dapat mengubah persepsi masyarakat, para politikus tidak menyetujui cara permasalahan dibingkai. Oleh karena itu, cara permasalahan dibingkai di media merefleksikan siapa yang memenangkan pertempuran. Misalnya, menurut Robert Entman, profesor Komunikasi di George Washington University, menjelang Perang Teluk, para konservatif berhasil memperdebatkan apakah akan menyerang cepat atau lambat, tanpa menyebutkan kemungkinan untuk tidak menyerang.

Suatu contoh khusus penelitian Lakoff yang mencapai beberapa tingkat ketenaran adalah sarannya untuk menamai ulang trial lawyers (tidak populer di Amerika Serikat) sebagai "pengacara perlindungan masyarakat". Walaupun warga Amerika secara umum belum mengangkat saran ini, Asosiasi Pengacara Pengadilan Amerika menamai ulang diri mereka sebagai "Asosiasi Keadilan Amerika", yang disebut Chamber of Commerce sebagai upaya untuk menyembunyikan identitas mereka.

The New York Times menggambarkan intensitas yang mirip di antara Partai Republik.

Dalam memo baru-baru ini yang berjudul "The 14 Words Never to Use," [Frank] Luntz mendesak kaum konservatif untuk membatasi diri mereka pada fase-fase yang dia sebut... 'New American Lexicon.' Jadi, seorang anggota Republik yang cerdas, dalam pandangan Luntz, tak pernah menganjurkan 'drilling for oil'; ia lebih suka "menjelajahi energi." Seharusnya ia tidak pernah mengkritik pemerintah yang membersihkan jalanan kita dan membayar pemadam kebakaran kita; ia harus menyerang 'Washington," dengan rasa haus yang tak henti-hentinya akan pajak dan peraturan. "Seharusnya kita tak pernah menggunakan kata outsourcing," Luntz menulis, "karena kita akan diminta untuk mempertahankan atau mengakhiri praktik mengizinkan para perusahaan untuk mengirimkan pekerjaan Amerika ke luar negeri".

— 

Dari perspektif politik, framing telah memperluas konsekuensi. Misalnya, konsep framing yang berhubungan dengan agenda-setting: dengan konsisten menggunakan kerangka tertentu, partai framing secara efektif dapat mengendalikan diskusi dan persepsi masalah. Sheldon Rampton dan John Stauber dalam Trust Us, We're Experts menggambarkan bagaimana firma-firma hubungan masyarakat (Humas) sering menggunakan bahasa untuk membantu membingkai suatu masalah, menyusun pertanyaan-pertanyaan yang kemudian muncul. Sebagai contohnya, salah satu firma menyarankan para klien untuk menggunakan "bahasa penghubung" yang menggunakan strategi menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan istilah-istilah atau ide-ide spesifik untuk menggeser wacana dari topik yang tidak nyaman ke topik yang lebih nyaman. Para penggiat strategi ini mungkin mencoba untuk menarik perhatian dari suatu frame untuk fokus ke frame lainnya. Seperti yang dicatat Lakoff, "Hari pada saat George W. Bush menjabat, kata "pengurangan pajak" mulai keluar dari Gedung Putih."Dengan memusatkan kembali struktur dari suatu frame ("beban pajak" atau "tanggung jawab pajak"), para individu dapat mengatur jadwal pertanyaan yang diajukan di masa depan.

Para ahli bahasa kognitif menunjukkan contoh framing dalam frasa "keringanan pajak". Pada frame ini, penggunaan konsep "keringanan" mengandung konsep (tanpa menyebutkan keuntungan yang dihasilkan) pajak yang membebani warga negara.

Aturan pajak sekarang ini penuh dengan ketidakadilan. Banyak ibu tunggal menghadapi tarif pajak marjinal yang lebih tinggi daripada orang kaya. Pasangan sering menghadapi beban pajak yang lebih tinggi setelah menikah. Mayoritas warga Amerika tak dapat mengurangi sumbangan amal mereka. Bisnis dan peternakan keluarga dijual untuk membayar pajak kematian. Dan pemilik bisnis kecil yang paling sukses membagi hampir separuh dari pendapatan mereka dengan pemerintah. Potongan pajak Presiden Bush akan sangat mengurangi ketidakadilan ini. Ini adalah rencana adil yang dirancang untuk memberikan keringanan pajak pada seriap orang yang membayar pajak penghasilan.

— 

Frame-frame alternatif dapat menekankan konsep pajak sebagai sumber dukungan infrastruktur untuk bisnis.

Kenyataan bahwa orang kaya menerima lebih banyak dari Amerika daripada kebanyakan warga Amerika lainnya—tidak hanya kekayaan, tetapi juga infrastruktur yang mengizinkan mereka untuk mengumpulkan kekayaan mereka: bank-bank, bank sentral Amerika Serikat, pasar saham, Komisi Keamanan dan Bursa Amerika Serikat, sistem hukum, penelitian yang disponsori federal, paten, dukungan-dukungan pajak, proteksi militer terhadap investasi asing, dan masih banyak lagi. Warga Amerika pembayar pajak mendukung infrastruktur akumulasi kekayaan. Adalah hal yang adil jika yang paling diuntungkan harus membayar bagian mereka yang wajar.

— 

Frame-frame dapat membatasi debat dengan mengatur kosakata dan metafora lewat cara yang para partisipan dapat pahami dan mendiskusikan masalah. Mereka tidak hanya membangun wacana politik, tetapi kognisi. Selain menghasilkan frame-frame baru, penelitian framing yang berorientasi politik bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan hubungan framing dan pemikiran.

Contoh-contoh

  • Respons awal pemerintahan Bush terhadap serangan 11 September 2001 adalah untuk membingkai teror sebagai kriminal. Framing ini diganti dalam hitungan jam dengan metafora perang, menjadi "Perang terhadap Teror". Perbedaan antara dua framing ini adalah pada respons tersiratnya. Kriminal berkonotasi membawa para kriminal pada pengadilan, mengadili dan menghukum mereka, sedangkan perang menyiratkan wilayah musuh, aksi militer, dan kekuatan perang untuk pemerintah.
  • Istilah "eskalasi" untuk menggambarkan peningkatan tingkat pasukan Amerika di Iraq pada tahun 2007 menyiratkan bahwa Amerika Serikat sengaja meningkatkan ruang lingkup konflik dalam cara yang provokatif dan mungkin menyiratkan bahwa strategi AS memerlukan kehadiran militer jangka panjang di Irak, sedangkan framing "lonjakan" menyiratkan peningkatan sementara pada intensitas kuat, tetapi singkat.
  • Frame "apel buruk", seperti dalam pepatah "satu apel yang buruk merusak laras". Frame ini menyiratkan bahwa mengeluarkan pejabat yang korup atau kurang berprestasi akan menuntaskan masalah, frame yang berlawanan menghadirkan masalah yang sama sebagai sistematik atau struktural pada lembaga itu sendiri—sumber penyakit menular dan menyebar.
  • Frame "uang wajib pajak", alih-alih dana pemerintah atau masyarakat, yang menyiratkan bawa wajib pajak individu memiliki klaim atau hak untuk mengatur kebijakan pemerintah berdasarkan pembayaran pajak mereka, alih-alih status mereka sebagai warga negara atau pemilih dan bahwa para wajib pajak punya hak untuk mengendalikan dana publik sehingga properti yang dibagi dari semua warga negara dan juga mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan kelompok.
  • Frame "properti kolektif", yang menyiratkan bahwa properti dimiliki oleh para individu sebenarnya dimiliki oleh sekumpulan yang para anggotanya adalah individu itu sendiri. Kolektif ini dapat berupa wilayah, seperti negara, atau benda abstrak yang tidak dipetakan pada wilayah tertentu.
  • Nama-nama program yang dapat menggambarkan hanya efek-efek yang diinginkan dari sebuah program, tetapi juga dapat menyiratkan keefektifan mereka. Nama-nama program tersebut adalah sebagai berikut.
    • "Perlindungan Orang Asing" (yang menyiratkan bahwa mengeluarkan uang akan membantu para orang asing, alih-alih menyakiti mereka)
    • "Keamanan Sosial" (yang menyiratkan bahwa program tersebut dapat diandalkan untuk memberikan keamanan pada masyarakat)
    • "Kebijakan stabilisasi" (yang menyiratkan bahwa kebijakan akan memiliki efek stabilisasi).
  • Berdasarkan pada pemungutan opini dan grup-grup fokus, ecoAmerica, sebuah firma pemasaran dan pesan lingkungan nirlaba telah memajukan posisi bahwa pemanasan global adalah framing yang tidak efektid karena identifikasinya sebagai isu advokasi kiri. Organisasi tersebut telah menyarankan pada para pejabat pemerintah dan grup-grup lingkungan jika perumusan masalah alternatif akan lebih efektif.
  • Dalam bukunya tahun 2009 yang berjudul Frames of War, Judith Butler memperdebatkan bahwa justifikasi dalam demokrasi liberal untuk perang, dan kekejaman yang dilakukan selama perang (merujuk secara khusus pada perang di Iraq hingga Abu Ghraib dan Guantanamo Bay) memerlukan pembingkaian (khususnya Muslim) "lain" sebagai pra-modern/primitif dan pada akhirnya bukan manusia dalam cara yang sama seperti warga negara dalam tatanan liberal.
  • Para pimpinan politik menyediakan para videografer dan fotografer mereka akses pada momen-momen pribadi yang terbatas untuk para jurnalis. Media berita kemudian menghadapi dilema etis apakah menerbitkan ulang selebaran digital yang tersedia secara bebas yang memproyeksikan frame yang diinginkan politikus, tetapi layak diberitakan.

Keefektifan

Menurut Susan T. Fiske dan Shelley E. Taylor, manusia secara alamiah "kikir kognitif", artinya mereka lebih suka melakukan berpikir sesedikit mungkin.Frame-frame memberikan cara yang cepat dan mudah pada khalayak untuk memproses informasi. Oleh karena itu, masyarakat akan menggunakan saringan-saringan mental yang sebelumnya disebutkan (rangkaian yang disebut skema) untuk memahami pesan-pesan yang masuk. Ini memberikan kekuatan besar pada pengirim dan pembingkai informasi untuk menggunakan skema-skema ini untuk mempengaruhi bagaimana para penerima akan menafsirkan pesan.Teori yang diterbitkan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa kegunaan yang dinilai (yaitu sejauh mana pertimbangan yang ditampilkan dalam pesan dianggap dapat digunakan untuk penilaian berikutnya yang diberikan) mungkin menjadi mediator penting dari efek media kognitif seperti framingagenda setting, dan priming. Menekankan kegunaan yang dinilai mengarah pada pengungkapan bahwa liputan medua mungkin tidak hanya meningkatkan pertimbangan tertentu, tetapi mungkin juga menekan suatu pertimbangan secara aktif, menjadikannya kurang bermanfaat untuk penilaian berikutnya. Proses framing berita menggambarkan bahwa di antara aspek-aspek berbeda sebuah persoalan, aspek tertentu dipilih di atas aspek-aspek lainnya untuk mengkarakteristikkan persoalan atau peristiwa. Misalnya, isu pengangguran digambarkan dalam istilah tenaga kerja murah yang disediakan oleh para imigran. Paparan berita mengaktifkan pemikiran yang sesuai dengan imigran daripada pemikiran yang berkaitan dengan aspek lain persoalan (misalnya, undang-undang, edukasi, dan impor murah dari negara lain) dan, pada saat yang sama, membuat pemikiran sebelumnya menonjol dengan mempromosikan kepentingan dan relevansi mereka untuk memahami persoalan yang dihadapi. Artinya, persepsi isu dipengaruhi oleh pertimbangan yang ditampilkan dalam cerita berita. Pemikiran yang berkaitan pada pertimbangan yang diabaikan menjadi terdegredasi ke tingkat pemikiran mengenai pertimbangan unggulan yang diperbesar.

Sumber: Wikipedia

Selengkapnya
Pembingkaian
« First Previous page 962 of 1.289 Next Last »