Geografi

Macam-Macam Komponen Peta, Lengkap Beserta Penjelasannya

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 18 Februari 2025


Peta adalah rupa permukaan bumi yang digambarkan menggunakan suatu sistem proyeksi dengan skala tertentu sehingga dapat disajikan dalam bidang datar.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), peta adalah gambar atau lukisan pada kertas dan sebagainya yang menunjukkan letak tanah, laut, sungai, gunung, dan sebagainya.

Peta merupakan representasi permukaan bumi berupa gambar, yang menunjukkan bagaimana sesuatu akan saling terkait oleh jarak, arah, dan ukuran.

Peta bukan foto dari permukaan bumi. Peta justru dapat menunjukkan banyak hal dari permukaan bumi yang tidak bisa ditunjukkan oleh foto.

Dalam pembuatan peta, setidaknya harus terdiri dari komponen-komponen peta. Apa saja komponen-komponen dalam peta?

Berikut ini ulasan tentang macam-macam komponen peta yang perlu diketahui, seperti dilansir dari repositori.kemdikbud.go.id, Kamis (11/11/2021).

Komponen Peta

1. Judul Peta

Judul peta merupakan hal yang pertama dilihat seseorang saat melihat sebuah peta. Biasanya, judul peta terletak di bagian tengah atas peta.

Jika judul peta diletakkan di bagian peta yang lain, letak judul tidak boleh mengganggu penampakan seluruh peta. Dalam judul peta memuat informasi sesuai isi informasi peta.

2. Garis Tepi

Garis tepi adalah garis yang terletak di bagian tepi peta dan ujung-ujung tiap garis bertemu dengan ujung garis yang berdekatan.

3. Orientasi

Orientasi peta atau diagram petunjuk arah menunjukkan posisi dan arah suatu titik maupun wilayah. Orientasi peta biasanya berbentuk tanda panah yang menunjuk ke arah utara dan dapat diletakkan di bagian mana saja sejauh tidak mengganggu ketampakan peta.

Komponen Peta

4. Skala Peta

Skala peta adalah perbandingan jarak antara dua titik sembarang atau luas wilayah di peta dan jarak sebenarnya dengan satuan ukur yang sama. Ada tiga bentuk penyajian sakala pada peta. Berikut ini bentuk skala dalam peta:

  • Skala pecahan (numerik)

Skala pecahan adalah skala yang dinyatakan dalam bentuk angka perbandingan atau pecahan. Misalnya, 1: 250.000. Skala ini menunjukkan bahwa setiap 1 cm pada peta sama dengan 250.000 cm atau 2,5 km pada kondisi sebenarnya.

  • Skala garis (grafis)

Skala garis adalah skala yang dinyatakan dalam bentuk sebuah ruas bilangan atau batang pengukur. Misalnya skala 1: 1000.000 yang menunjukkan bahwa satuan jarak 1 cm di peta berbanding lurus dengan satuan jarak 10 km kondisi sebenarnya.

  • Skala kalimat (skala verbal)

Skala kalimat adalah skala yang dinyatakan dalam bentuk kalimat. Meski skala kalimat mudah dimengerti, kurang biasa digunakan. Skala ini dapat dilihat pada peta-peta buatan Inggris.

Komponen Peta

5. Legenda atau Keterangan Peta

Legenda peta memuat keterangan semua simbol yang terdapat pada peta agar mudah dipahami. Legenda berisi informasi penting yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sebuah peta.

Biasanya, legenda ditempatkan pada sisi kiri atau kanan bagian bawah suatu peta atau di dalam garis tepi. Penempatan legenda peta hendaknya tidak mengganggu tampilan peta secara keseluruhan.

6. Koordinat (Garis Bujur dan Lintang)

Garis bujur dan lintang disebut juga dengan garis astronomi. Garis bujur dan lintang biasanya ditunjukkan dengan satuan derajat.

Komponen Peta

7. Simbol Peta

Seperti yang telah disinggung di atas, peta tidak sama dengan foto. Foto akan menampilkan bentuk apa adanya. Adapun peta menampilkan informasi yang tampak maupun tidak.

Untuk menampilkan fenomena dan bentuk secara informatif, digunakan simbol. Simbol peta digunakan untuk mewakili benda yang sebenarnya.

Agar simbol yang digunakan pada peta dapat memberikan informasi yang tepat, simbol harus sederhana, mudah dimengerti, dan bersifat umum.

Berdasarkan bentuknya, ada tujuh kategori simbol peta, yakni:

  1. Simbol titik untuk menyajikan lokasi tempat atau posisi data, seperti simbol kota, gunung, pertambangan, titik triangulasi (titik ketinggian) dari permukaan laut.
  2. Simbol garis untuk menyajikan data geografis, seperti sungai, batas wilayah, dan jalan.
  3. Simbol wilayah (area) untuk menunjukkan kenampakan wilayah, seperti rawa, hutan dan padang pasir.
  4. Simbol aliran untuk menyatakan alur dan gerak suatu fenomena.
  5. Simbol batang untuk menyatakan harga suatu fenomena atau membandingkannya dengan harga fenomena yang lain.
  6. Simbol lingkaran untuk menyatakan kuantitas dalam bentuk persentase.
  7. Simbol bola, untuk menyatakan volume (isi). Makin besar bola, makin besar pula volumenya. Demikian juga sebaliknya.

Sementara itu, berdasarkan sifatnya, ada simbol kualitatif dan kuantitatif. Simbol kualitatif dipakai untuk membedakan persebaran fenomena yang digambarkan tanpa ukuran yang tegas.

Berbeda dengan simbol kualitatif, simbol kuantitatif digunakan untuk menyatakan atau membedakan nilai fenomena yang digambarkan. Simbol-simbol kuantitatif biasanya menunjukkan gradasi nilai dalam bentuk arsiran atau warna.

Komponen Peta

8. Lettering

Lettering adalah semua tulisan bermakna yang terdapat pada peta. Bentuk huruf meliputi huruf kapital, huruf kecil, kombinasi huruf kapital-kecil, tegak, dan miring. Contoh penulisan pada peta, sebagai berikut:

  1. Gunakan huruf proporsional.
  2. Judul ditulis dengan huruf cetak besar yang tegak.
  3. Ketampakan air menggunakan jenis huruf miring.
  4. Nama tempat ditulis dengan huruf tegak.
  5. Sebaiknya tidak terlalu banyak huruf pada peta. Oleh karena itu, sebaiknya informasi yang ada hanya yang penting dan ditulis secara singkat dan padat.

9. Warna Peta

Penggunaan warna digunakan untuk menonjolkan perbedaan objek pada peta. Perbedaan objek tersebut kemudian digambarkan dengan warna berbeda. Penggunaan warna berbeda itu antara lain terlihat pada hal-hal berikut:

  1. Warna dasar cokelat untuk menggambarkan relief muka bumi.
  2. Warna dasar biru untuk menggambarkan wilayah perairan (sungai, danau, laut).
  3. Warna dasar hijau untuk menggambarkan vegetasi (hutan, perkebunan).
  4. Warna merah dan hitam untuk menggambarkan hasil budi daya manusia (misal jalan, permukiman, batas wilayah, dan pelabuhan).
  5. Warna putih menggambarkan es di permukaan bumi.

10. Sumber Data dan Tahun Pembuatan

Sumber peta menunjukan sumber data yang digunakan dalam pembuatan peta. Sumber peta memberi kepastian bahwa data dan informasi pada peta akurat. Sumber peta biasanya diletakan di bagian bawah peta.

Sementara itu, tahun pembuatan dapat membantu pembaca untuk menganalisis berbagai kecenderungan perubahan fenomena dari waktu ke waktu.

 

Sumber: Kemdikbud

Sumber Artikel : bola.com

Selengkapnya
Macam-Macam Komponen Peta, Lengkap Beserta Penjelasannya

Ekonomi dan Bisnis

7 Prinsip Inti Rekayasa Ulang Proses Bisnis (BPR)

Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 18 Februari 2025


Rekayasa ulang proses bisnis
Tujuh prinsip inti rekayasa ulang proses bisnis (BPR) ini adalah panduan penting yang membantu organisasi memikirkan kembali dan mendesain ulang proses mereka secara radikal.

Berikut ini adalah ikhtisar dari setiap prinsip:

Prinsip 1: Atur berdasarkan hasil, bukan tugas
Lebih dari sekadar berfokus pada hasil, prinsip ini membutuhkan perubahan mendasar dalam pola pikir organisasi. Ini berarti mendefinisikan peran dan tanggung jawab bukan berdasarkan tugas yang dilakukan karyawan, melainkan berdasarkan hasil yang menjadi tanggung jawab mereka. Pendekatan ini mendorong budaya yang lebih berorientasi pada hasil dalam perusahaan, mendorong akuntabilitas yang lebih besar dan kejelasan dalam mencapai tujuan bisnis.

Prinsip 2: Mengidentifikasi semua proses dalam perusahaan dan memprioritaskannya dalam urutan urgensi desain ulang
Setelah mengidentifikasi semua proses, langkah selanjutnya adalah mengevaluasi dampaknya terhadap tujuan strategis organisasi dan kepuasan pelanggan. Proses yang memiliki dampak terbesar pada area-area tersebut harus diprioritaskan untuk didesain ulang. Pendekatan sistematis ini memastikan bahwa proses yang paling penting dioptimalkan terlebih dahulu, yang mengarah pada peningkatan yang lebih efektif dan segera dalam kinerja secara keseluruhan.

Prinsip 3: Mintalah mereka yang menggunakan hasil dari proses tersebut untuk melakukan proses tersebut
BPR menganjurkan kepemilikan proses oleh mereka yang secara langsung mendapatkan manfaat dari atau menggunakan hasil dari proses tersebut. Prinsip ini menekankan bahwa individu yang memahami kebutuhan dan harapan pengguna akhir adalah yang paling cocok untuk mendorong peningkatan dalam proses terkait.

Prinsip 4: Memperlakukan sumber daya yang tersebar dari berbagai area seolah-olah terpusat
Sentralisasi memungkinkan pemanfaatan sumber daya yang lebih baik, karena memungkinkan alokasi dan manajemen yang lebih efisien. BPR memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan teknologi dan alat komunikasi untuk memperlakukan sumber daya yang tersebar secara geografis seolah-olah terpusat. Hal ini mengurangi redundansi dan biaya operasional. Hal ini juga mendorong strategi organisasi yang terpadu, karena sumber daya dari berbagai departemen diselaraskan untuk mencapai tujuan bersama.

Prinsip 5: Hubungkan aktivitas-aktivitas yang paralel dalam alur kerja
BPR mendorong untuk menghubungkan aktivitas-aktivitas yang serupa untuk menciptakan alur kerja yang lebih kohesif dan efisien. Prinsip ini bertujuan untuk menyinkronkan tugas-tugas paralel untuk meminimalkan waktu menganggur dan memastikan alur kerja yang berkesinambungan.

Ini adalah tentang menciptakan sinergi antara proses yang simultan dan meningkatkan kecepatan dan efisiensi operasi secara keseluruhan. Dengan berfokus pada aliran aktivitas, organisasi dapat menghindari kemacetan dan meningkatkan kecepatan proses secara keseluruhan.

Prinsip 6: Jadikan kinerja sebagai titik keputusan utama dan bangun kontrol ke dalam proses
BPR merekomendasikan desentralisasi pengambilan keputusan hingga ke titik di mana pekerjaan dilakukan. Prinsip ini memberdayakan karyawan di garis depan untuk membuat keputusan berdasarkan keahlian mereka, mengurangi birokrasi dan memfasilitasi waktu respon yang lebih cepat. Secara bersamaan, membangun mekanisme kontrol langsung ke dalam proses membantu menjaga konsistensi dan kualitas.

Prinsip 7: Dapatkan informasi sekali dan dari sumbernya
Menerapkan prinsip ini akan meminimalkan kesalahan dan kesalahan informasi yang sering terjadi akibat beberapa entri data. Prinsip ini memastikan bahwa data yang diperoleh akurat dan dapat diandalkan, yang sangat penting untuk membuat keputusan yang tepat. Pendekatan ini juga menyederhanakan pengumpulan dan pemrosesan data, menghemat waktu dan mengurangi beban kerja karyawan.

Prinsip-prinsip ini bukan hanya konsep teoretis; prinsip-prinsip ini merupakan panduan praktis yang, jika diterapkan secara efektif, dapat secara signifikan meningkatkan fungsi organisasi, meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya, dan meningkatkan pemberian layanan. Dengan kata lain, prinsip-prinsip ini membantu menciptakan kerangka kerja yang kuat untuk rekayasa ulang proses bisnis.

Contoh rekayasa ulang proses bisnis yang dapat anda pelajari
Rekayasa ulang proses bisnis
Berbagai perusahaan di berbagai industri telah menerapkan rekayasa ulang proses bisnis (RBP) secara efektif. Berikut adalah beberapa contoh nyata yang menggambarkan bagaimana BPR dapat mengubah operasi bisnis:

1. Ford
Sebelum BPR, sistem hutang piutang Ford harus lebih efisien dan membutuhkan banyak staf. Setelah menerapkan BPR, mereka merekayasa ulang prosesnya, mengadopsi sistem database baru, dan menghilangkan redundansi entri data. Pasca BPR, Ford secara signifikan mengurangi tenaga kerja di departemen ini sekaligus meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam proses akuntansi.

Selain itu, pada tahun 1990-an, Ford Motor Company berjuang untuk mengimbangi pesaing global seperti Toyota dan Honda. Ford berurusan dengan beberapa masalah rantai pasokan. Waktu tunggu yang lama, biaya persediaan yang tinggi, dan kebutuhan akan visibilitas yang lebih jelas terhadap kinerja pemasok menjadi perhatian utama.

Faktor-faktor ini menghambat kemampuan Ford untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan pasar dan permintaan pelanggan, sehingga menempatkannya pada posisi yang kurang menguntungkan terhadap pesaing yang lebih gesit. Ford beralih ke inisiatif rekayasa ulang proses bisnis (BPR) untuk meningkatkan keunggulan kompetitifnya, yang bertujuan untuk merampingkan operasi dan memangkas biaya.

Hal ini dilakukan dengan mengadopsi Ford Production System (FPS), sebuah strategi baru yang dirancang untuk merombak operasi Ford. FPS berperan penting dalam mengurangi waktu tunggu dan biaya inventaris sekaligus meningkatkan kinerja pemasok.

Selain itu, FPS meningkatkan transparansi di seluruh rantai pasokan, sehingga memungkinkan Ford untuk lebih responsif terhadap perubahan permintaan pelanggan. Dampak dari perubahan ini sangat signifikan. Ford tidak hanya mencapai peningkatan efisiensi dalam operasinya, tetapi juga mengalami peningkatan kepuasan pelanggan.

Langkah strategis ini membantu Ford meningkatkan profitabilitasnya dan memperkuat posisinya di pasar mobil yang sangat kompetitif. Melalui upaya BPR ini, Ford menunjukkan bagaimana memikirkan kembali dan menciptakan kembali proses internal dapat menghasilkan peningkatan bisnis yang substansial dan kesuksesan dalam lanskap industri yang dinamis.

2. Amazon
Manajemen inventaris Amazon pada awalnya membutuhkan banyak pekerjaan, yang menyebabkan penundaan dan inefisiensi. Perusahaan merevolusi proses pergudangan dan distribusinya melalui BPR, memperkenalkan otomatisasi canggih dan AI. Transformasi ini menghasilkan pemrosesan pesanan yang lebih cepat, mengurangi biaya, dan meningkatkan kepuasan pelanggan.

Amazon telah mengubah operasinya menggunakan teknologi cloud dan data besar, menciptakan model bisnis unik yang merangkul otomatisasi dan adaptasi berkelanjutan terhadap kebutuhan pelanggan. Pemasaran otomatis Amazon menyesuaikan rekomendasi dengan perilaku masing-masing pelanggan, meningkatkan pengalaman berbelanja dengan saran yang dipersonalisasi.

Sekarang menjadi pemimpin e-commerce, Amazon telah merambah ke layanan logistik, penyimpanan data, dan pembayaran. Dengan 85 juta pelanggan Amazon Prime di Amerika Serikat saja, menyebut Amazon sebagai perusahaan e-commerce adalah pernyataan yang meremehkan. Pertumbuhannya yang terus berlanjut memberikan pelajaran berharga bagi bisnis di semua sektor.

3. Taco Bell
Lintasan pertumbuhan Taco Bell dari bisnis senilai $500 juta pada tahun 1982 menjadi kerajaan senilai $3 miliar pada awal 1990-an adalah bukti kekuatan rekayasa ulang proses bisnis (BPR). Perusahaan ini sepenuhnya mengubah model bisnisnya, mengalihkan fokus ke layanan ritel dan memusatkan persiapan makanan.

Memperkenalkan program K-minus berarti bahwa bahan-bahan makanan disiapkan di dapur pusat dan dirakit di restoran sesuai pesanan, sehingga merampingkan layanan.

Upaya rekayasa ulang ini mengatasi beberapa masalah yang dihadapi Taco Bell:

  • Perusahaan mengatasi masalah visi bisnis yang tidak jelas dengan menata ulang departemen SDM-nya secara menyeluruh.
  • Sistem operasional mengalami desain ulang yang dramatis, mengalihkan fokus dari proses ke kepuasan pelanggan.
  • Struktur manajemen disederhanakan dengan mengganti supervisor area menjadi manajer pasar dan mengurangi jumlah mereka, sehingga menghasilkan tim manajemen yang lebih ramping dan responsif.
  • Dalam sebuah langkah berani, ruang fisik dapur dikurangi dari 70% menjadi 30%, sementara ruang untuk pelanggan ditambah, sehingga kapasitas tempat duduk menjadi dua kali lipat.
  • Perubahan struktural ini memungkinkan fokus yang lebih besar pada layanan pelanggan, karena sumber daya dialokasikan dari ruang dapur ke area yang secara langsung berdampak pada pengalaman pelanggan.
  • Pasca-BPR, Taco Bell menikmati banyak peningkatan, termasuk moral karyawan yang lebih baik dan peningkatan fokus pada pelanggan. Kontrol kualitas diperketat, menghasilkan lebih sedikit kecelakaan dan cedera serta penghematan yang lebih signifikan bagi perusahaan.
  • Perubahan ini memungkinkan Taco Bell menghemat biaya operasional dan menginvestasikan lebih banyak sumber daya untuk meningkatkan layanan pelanggan, yang memainkan peran penting dalam pertumbuhan perusahaan yang mengesankan.

4. IBM Credit Corp
IBM Credit, bagian keuangan dari IBM Corporation, merevolusi pemrosesan aplikasinya dengan merampingkan prosedur yang dulunya memakan waktu hingga dua minggu menjadi hanya 90 menit. Pengungkapan bahwa aplikasi hanya menganggur di atas meja untuk sebagian besar waktu pemrosesan mendorong rekayasa ulang yang radikal.

Mereka mengganti sistem sebelumnya, di mana empat spesialis menangani berbagai tahap aplikasi, dengan “strukturisasi kesepakatan” seorang generalis yang dilengkapi dengan sistem komputer baru yang mengkonsolidasikan semua alat dan data yang diperlukan. Sistem ini mempercepat aplikasi rutin dan mempertahankan dukungan spesialis untuk kasus-kasus yang kompleks.

Transformasi ini membuahkan hasil yang luar biasa. Waktu penyelesaian aplikasi menurun drastis dari rata-rata tujuh hari menjadi hanya empat jam. Selain itu, tanpa menambah staf, IBM Credit mengalami lonjakan produktivitas, dan kini menangani volume aplikasi kredit seratus kali lipat lebih besar daripada sebelum inisiatif BPR. Kasus ini dengan jelas menunjukkan bagaimana memikirkan kembali dan memperbaiki proses bisnis dapat menghasilkan keuntungan yang luar biasa dalam hal efisiensi dan hasil.

5. Hallmark
Sebelumnya, proses Hallmark dalam meluncurkan produk baru ke pasar biasanya memakan waktu tiga tahun. Ketika mereka mengidentifikasi segmen pasar yang lebih spesifik, pimpinan Hallmark menyadari perlunya merombak pendekatan pengembangan produk mereka. Mereka menetapkan target yang ambisius melalui rekayasa ulang: memangkas siklus pengembangan menjadi hanya satu tahun.

Setelah meneliti proses mereka, Hallmark menemukan bahwa sebagian besar siklus produk-sekitar dua pertiganya-dihabiskan dalam tahap perencanaan dan konseptualisasi, bertentangan dengan keyakinan sebelumnya bahwa sebagian besar waktu dihabiskan untuk pencetakan dan produksi. Ternyata konsep-konsep tersebut sebagian besar menganggur, menunggu staf kreatif menyelesaikan iterasi baru.

Transformasi yang terjadi kemudian sangat berdampak. Hallmark membentuk tim lintas fungsi yang didedikasikan untuk pengembangan produk, yang menghasilkan operasi yang lebih efisien dan efisien. Pada tahun 1991, perubahan strategis ini membuahkan hasil karena Hallmark berhasil meluncurkan lini kartu baru hanya dalam waktu delapan bulan, jauh lebih cepat dari jadwal biasanya.

Pengurangan waktu yang signifikan dalam hal waktu ke pasar ini menandai pencapaian penting bagi Hallmark, yang menunjukkan keefektifan rekayasa ulang proses bisnis dalam mempercepat pengembangan produk dan beradaptasi dengan kebutuhan pasar secara lebih cepat.

Disadur dari: www.sweetprocess.com

Selengkapnya
7 Prinsip Inti Rekayasa Ulang Proses Bisnis (BPR)

Fisiologi

Fisiologi

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 18 Februari 2025


Fisiologi atau ilmu faal (dibaca fa-al) adalah salah satu dari cabang-cabang biologi yang mempelajari berlangsungnya sistem kehidupan. Istilah fisiologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu physis dan logos yang berarti alam dan cerita. Metode ilmiah yang digunakan dalam fisiologi bertujuan untuk mempelajari fungsi fisika dan kimia dari biomolekul, sel, jaringan, organ, sistem organ, dan organisme secara keseluruhan. Kajian mengenai fisiologi dimulai ketika ahli anatomi William Harvey menjelaskan adanya sirkulasi darah pada abad ke-17 Masehi. Fisiologi kemudian menjadi sebuah disiplin ilmiah melalui buku teks berjudul Institutiones Medicae (1708) yang ditulis dan diajarkan oleh Herman Boerhaave di Leiden. Fisiologi tidak memperdulikan jenis makhluk hidup yang dipelajari.

Istilah "fisiologi" dipinjam dari bahasa Belanda, physiologie, yang dibentuk dari dua kata Yunani Kuno: φύσις, physis, berarti "asal-usul" atau "hakikat" dan λογία, logia, yang berarti "kajian". Istilah "faal" diambil dari bahasa Arab, berarti "pertanda", "fungsi", "kerja". Fisiologi merupakan salah satu bidang ilmu yang menjadi objek pemberian Penghargaan Nobel (Penghargaan Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran)

Ilmu-ilmu lain telah berkembang dari fisiologi mengingat ilmu ini sudah cukup tua. Beberapa turunan yang penting adalah biokimia, biofisika, biomekanika, genetika sel, farmakologi, dan ekofisiologi. Perkembangan biologi molekuler memengaruhi arah kajian fisiologi.

Sejarah

Ilmu fisiologi manusia dimulai dari sekitar tahun 420SM hingga zaman Hipokrates, yang juga dikenal sebagai bapak kedokteran. Pemikiran kritis dari Aristoteles dan perhatiannya pada hubungan antara struktur dan fungsi menandai dimulainya ilmu fisiologi pada Yunani Kuno.

Jean Fernel, seorang peneliti berkewarganegaraan Prancis memperkenalkan istilah "fisiologi" pada tahun 1525. Namun fisiologi eksperimental baru diawali pada abad ke-17, ketika ahli anatomi William Harvey menjelaskan adanya sirkulasi darah. Herman Boerhaave sering disebut sebagai bapak fisiologi karena karyanya berupa buku teks berjudul Institutiones Medicae (1708) dan cara mengajarnya yang cemerlang di Leiden.

Pada abad ke-19, ilmu fisiologi mulai berkembang dengan pesat, secara khusus pada tahun 1838 dengan ditemukannya teori sel oleh Matthias Schleiden dan Theodor Schwann. Secara radikal teori ini menyatakan bahwa organisme terdiri atas unit yang disebut sel. Claude Bernard (1813–1878) kemudian menemukan konsep milieu interieur (lingkungan internal), yang kemudian disebut sebagai "homeostasis" oleh peneliti dari Amerika, Walter Cannon.

Pada abad ke-20, ahli biologi juga mengalami ketertarikan pada bagaimana organisme selain manusia melakukan fungsinya, yang kemudian menimbulkan adanya fisiologi komparatif dan ekofisiologi. Pada tahun belakangan, fisiologi evolusi telah menjadi salah satu subdisiplin dari fisiologi.

Bidang-bidang fisiologi

Fisiologi di bidang kedokteran berperan sangat besar. Akibat mendalamnya kajian, terdapat beberapa subbidang. Elektrofisiologi berkaitan dengan cara kerja saraf dan otot; neurofisiologi mempelajari fisiologi otak; fisiologi sel menunjuk pada fungsi sel secara individual.

Banyak bidang yang berkaitan dengan fisiologi, di antaranya adalah Ekofisiologi yang mempelajari pengaruh lingkungan terhadap perubahan fisiologi dalam tubuh hewan dan tumbuhan. Genetika bukanlah satu-satunya faktor yang memengaruhi fisiologi hewan dan tumbuhan. Tekanan lingkungan juga sering menyebabkan kerusakan pada organisme eukariotik. Organisme yang tidak hidup di habitat akuatik harus menyimpan air dalam lingkungan seluler. Pada organisme demikian, dehidrasi dapat menjadi masalah besar.

Dehidrasi pada manusia dapat terjadi ketika terdapat peningkatan aktivitas fisik. Dalam bidang fisiologi keolahragaan, telah dilakukan berbagai penelitian mengenai efek dehidrasi terhadap homeostasis.

Fisiologi hewan

Fisiologi hewan bermula dari metode dan peralatan yang digunakan dalam pembelajaran fisiologi manusia yang kemudian meluas pada spesies hewan selain manusia. Fisiologi tumbuhan banyak menggunakan teknik dari kedua bidang ini.

Cakupan subjek dari fisiologi hewan adalah semua makhluk hidup. Banyaknya subjek menyebabkan penelitian di bidang fisiologi hewan lebih terkonsentrasi pada pemahaman bagaimana ciri fisiologis berubah sepanjang sejarah evolusi hewan.

 

Sumber Artikel: id.wikipedia.org

Selengkapnya
Fisiologi

Ekonomi dan Bisnis

Metodologi Rekayasa Ulang Proses Bisnis (BPR)

Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 18 Februari 2025


Rekayasa ulang proses bisnis
Rekayasa ulang proses bisnis (business process reengineering/BPR) memiliki beberapa metodologi yang memandu organisasi melalui transformasi radikal proses mereka. Masing-masing menawarkan perspektif yang unik dalam mendekonstruksi dan merekonstruksi alur kerja untuk kinerja yang optimal.

1. Metodologi Hammer/Champy
Metodologi BPR dari Michael Hammer dan James Champy dianggap sebagai landasan dalam bidang ini. Mereka berpendapat untuk memikirkan kembali secara mendasar dan mendesain ulang proses bisnis secara radikal untuk mencapai peningkatan yang dramatis.

Pendekatan ini menyerukan untuk membuang sistem lama dan memulai dari awal, dengan fokus pada proses dan kepuasan pelanggan, sering kali menggunakan teknologi sebagai pendorong yang penting. Prinsip ini mengedepankan inovasi dan mendorong perusahaan untuk memanfaatkan teknologi baru untuk memfasilitasi perubahan transformatif, yang mengarah pada model bisnis yang lebih lincah dan berpusat pada pelanggan.

2. Metodologi Davenport
Metodologi Thomas Davenport menempatkan teknologi informasi di jantung BPR, melihatnya sebagai alat penting untuk memungkinkan transformasi bisnis yang signifikan. Daripada melakukan perubahan yang luas dan menyeluruh, Davenport menganjurkan untuk fokus pada hasil bisnis yang spesifik dan strategis dan membuat perubahan bertahap yang dapat dibangun seiring berjalannya waktu.

Metode ini memungkinkan bisnis untuk berevolusi dengan teknologi, menerapkan perubahan bertahap yang secara kolektif menghasilkan transformasi yang signifikan tanpa mengganggu perombakan total. Ini adalah pendekatan yang selaras dengan filosofi peningkatan berkelanjutan yang ditemukan dalam metodologi seperti Kaizen, yang berfokus pada evolusi daripada revolusi dalam proses bisnis.

3. Metodologi Manganelli/Klein
Dikembangkan oleh Raymond Manganelli dan Mark Klein, metodologi ini menekankan pada kecepatan, menganjurkan BPR yang cepat. Metodologi ini adalah tentang mengidentifikasi dan menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah dengan cepat dan merampingkan proses untuk perbaikan segera. Pendekatan yang berorientasi pada tindakan ini bertujuan untuk memberikan kemenangan cepat dan mempertahankan momentum dalam perjalanan transformasi proses.

Metodologi Manganelli/Klein mendorong organisasi untuk bertindak tegas, menghapus prosedur yang tidak menambah nilai langsung dan dengan cepat menerapkan alur kerja yang efisien. Strategi ini bertujuan untuk mencapai hasil yang cepat, menyuntikkan energi dan fokus ke dalam inisiatif BPR.

Strategi ini sangat cocok untuk bisnis yang membutuhkan peningkatan kinerja dengan cepat dan dapat dengan cepat beradaptasi dengan cara-cara baru yang lebih efisien dalam beroperasi. Dengan mengamankan kesuksesan awal, pendekatan ini membantu membangun kepercayaan diri dalam proses BPR dan menggembleng organisasi menuju perubahan lebih lanjut.

4. Metodologi Kodak
Muncul dari pengalaman praktis Eastman Kodak dengan BPR, metodologi mereka menekankan pentingnya kepemilikan proses dan tim lintas fungsi yang kolaboratif. Dengan memiliki pemilik proses yang jelas dan melibatkan karyawan dari berbagai departemen, pendekatan Kodak memastikan pandangan holistik ketika mendesain ulang proses, yang membantu dalam mencapai peningkatan proses yang berkelanjutan.

Pada saat yang sama, pendekatan ini menganjurkan kolaborasi di antara tim yang beragam, menyatukan berbagai perspektif dan keahlian. Struktur seperti ini memastikan pendekatan yang komprehensif untuk mendesain ulang proses, dengan mempertimbangkan berbagai aspek bisnis.

Metodologi ini menumbuhkan rasa tanggung jawab dan mendorong wawasan yang beragam, yang mengarah pada peningkatan proses bisnis yang berkelanjutan dan menyeluruh. Ini merupakan bukti nilai budaya kerja yang inklusif dan kolaboratif dalam mendorong perubahan perusahaan yang sukses.

Setiap metodologi, dengan fokus dan strateginya yang berbeda, memberikan organisasi berbagai lensa untuk melihat upaya rekayasa ulang proses mereka. Organisasi dapat memilih salah satu atau memadukan beberapa elemen dari beberapa metodologi yang sesuai dengan kebutuhan unik mereka, memastikan pendekatan yang disesuaikan dengan inisiatif BPR mereka.

Rekayasa ulang proses bisnis

Aspek rekayasa ulang proses bisnis (BPR) Peningkatan Proses Bisnis (BPI) Manajemen Proses Bisnis (BPM) Perbaikan Berkesinambungan (CI). Fokus desain ulang radikal terhadap proses yang ada untuk terobosan peningkatan Perubahan bertahap untuk meningkatkan proses tertentu Manajemen proses secara menyeluruh untuk mencapai tujuan organisasi Peningkatan proses yang sedang berlangsung dan bertahap. Cakupan perubahan perubahan yang luas dan transformatif di seluruhi perusahaan cakupan terbatas, dengan target proses atau area tertentu Perbaikan menyeluruh di seluruh perusahaan Perbaikan yang terus menerus dan berulang-ulang

Tujuan Mencapai peningkatan radikal dalam efisiensi, efektivitas, dan daya saing Meningkatkan proses tertentu untuk mencapai hasil yang lebih baik Menyelaraskan proses dengan tujua nperusahaan dan meningkatkan kinerja secara keseluruhan Mempertahankan dan meningkatkan kinerja dari waktu ke waktu. Frekuensi Perubahan Jarang, dilakukan sebagai inisiatif besar dengan dampak organisasi yang signifikan Sesekali, sesuai kebutuhan, berdasarkan peluang perbaikan yang teridentifikasi Berkelanjutan, dapat beradaptasi dengan perubahan kebutuhan bisnis Berkesinambungan dan merupakan bagian dari budaya perusahaan.

Pendekatan terhadap Teknologi Merangkul teknologi baru dan disruptif untuk mendesain ulang proses secara radikal Mengadopsi teknologi untuk mendukung peningkatan bertahap Memanfaatkan teknologi untuk mengelola dan mengoptimalkan proses Mengintegrasikan teknologi untuk peningkatan berkelanjutan. Waktu Implementasi Biasanya, inisiatif besar yang dilakukan satu kali dengan jangka waktu implementasi yang lebih lama Diimplementasikan sesuai kebutuhan, dengan jangka waktu yang lebih pendek untuk peningkatan tertentu Sedang berlangsung dan dapat diadaptasi, dengan implementasi bertahap Berkelanjutan dan tertanam dalam operasi sehari-hari.

Tingkat analisis proses analisis mendalam terhadap proses yang ada, sering kali melibatkan pemikiran ulang alur kerja secara menyeluruh Menganalisis proses tertentu untuk mengidentifikasi peluang peningkatan Analisis komprehensif terhadap semua proses, sering kali menggunakan alat bantu BPM Analisis rutin dengan fokus pada pengoptimalan yang berkelanjutan. Keterlibatan Karyawan Membutuhkan keterlibatan karyawan yang signifikan dan perubahan budaya Melibatkan karyawan dalam proyek peningkatan tertentu Melibatkan karyawan dalam desain proses dan mendorong pola pikir peningkatan berkelanjutan Menekankan keterlibatan karyawan dalam inisiatif peningkatan.

Alat dan teknik utama alat rekayasa ulang proses seperti SweetProcess, metodologi manajemen perubahan Lean Six Sigma, acara Kaizen, alat pemetaan proses seperti SweetProcess Alat pengukuran kinerja dan alat otomatisasi perangkat lunak BPM seperti SweetProcess Lean, Six Sigma, Kaizen, alat siklus Plan-Do-Check-Act dari Deming seperti SweetProcess.

Rekayasa ulang proses bisnis anda menggunakan SweetProcess
Rekayasa ulang proses bisnis
Rekayasa ulang proses bisnis anda dapat menjadi langkah penting menuju peningkatan yang signifikan dalam efisiensi, produktivitas, dan kinerja secara keseluruhan. SweetProcess menawarkan platform yang ideal untuk memandu dan memfasilitasi perjalanan transformatif ini untuk bisnis anda.

SweetProcess menonjol dengan alat intuitifnya yang dirancang untuk menyederhanakan proses pendokumentasian, pengelolaan, dan pengoptimalan alur kerja bisnis Anda. Antarmuka yang mudah digunakan menyederhanakan pemetaan proses yang ada, mengidentifikasi ketidakefisienan, dan membayangkan prosedur baru yang lebih efektif. Kejelasan dan pengorganisasian ini sangat penting untuk keberhasilan rekayasa ulang proses bisnis (BPR).

Selain itu, SweetProcess unggul dalam membina kolaborasi. Mengizinkan anggota tim untuk menyumbangkan wawasan dan saran mereka memastikan bahwa proses yang direkayasa ulang praktis, efisien, dan selaras dengan dinamika kerja tim yang sebenarnya. Pendekatan kolektif ini meningkatkan kualitas proses yang didesain ulang dan mendorong dukungan serta implementasi yang lebih lancar.

SweetProcess juga menyediakan fitur pelacakan dan pelaporan yang kuat. Alat-alat ini memungkinkan Anda untuk memantau efektivitas proses yang baru diimplementasikan dan melakukan penyesuaian yang berkelanjutan. Aspek peningkatan berkelanjutan ini memastikan bahwa upaya BPR Anda memberikan manfaat yang langgeng.

Jika Anda mempertimbangkan untuk merekayasa ulang proses bisnis anda, SweetProcess adalah alat yang sangat berharga. Alat ini dirancang untuk mendukung Anda di setiap tahap proses, mulai dari analisis awal hingga implementasi dan peningkatan berkelanjutan. Apakah anda bertujuan untuk melakukan perombakan total dengan BPR atau lebih memilih rute perbaikan berkelanjutan, SweetProcess memiliki fleksibilitas untuk beradaptasi dengan strategi Anda.

Disadur dari: sweetprocess.com

Selengkapnya
Metodologi Rekayasa Ulang Proses Bisnis (BPR)

Farmasi

Sekolah Farmasi

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 18 Februari 2025


Informasi Umum dan Sejarah

Sekolah Farmasi ITB didirikan pada 6 Oktober 1947, dengan nama Departemen Farmasi, di bawah fakultas yang bernama Faculteit voor Wiskunde and Natuurwetenschapen. Saat itu, fakultas ini merupakan bagian dari Univertitas Indonesia. Pada tanggal 1 Februari 1949, fakultas ini diubah menjadi Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Alam (FIPIA), namun tetap berada di bawah Universitas Indonesia. Struktur organisasi Departemen Farmasi sangat sederhana, hanya satu orang yang bertanggungjawab untuk mengatur departemen, namun sejak 1959, organisasi berkembang dan seorang sekretaris diangkat untuk membantu ketua departemen.

Pada tahun 1953 untuk pertama kalinya, warga negara Indonesia, Prof. dr. Rd Mhd Djuhana Wiradikarta, menjadi dekan of FIPIA, salah satu staf akademik di Departemen Farmasi, sampai tahun 1959. Pada tanggal 2 Maret 1959, Fakultas Teknik dan FIPIA digabung menjadi sebuah institusi baru, yaitu Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Departemen Farmasi menjadi bagian dari Departemen Kimia dan Biologi sampai tahun 1961. Setelah perubahan organisasi pada tahun 1973, Departemen Farmasi menjadi bagian dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Hingga tahun 1987, Departemen Farmasi terdiri dari 5 bagian keilmuan, yaitu Kimia Farmasi, Formulasi, Biologi Farmasi, Farmakologi, dan Ilmu Dasar dan Ilmu Tambahan. Tiap-tiap bagian merupakan ilmu yang berhubungan, atau kelompok keilmuan dan terapan di bidang farmasi. Bagian-bagian ini meliputi teori, praktek, dan penelitian. Pada tiap bagian ada beberapa mata kuliah yang dibimbing oleh seorang staf sebagai kepala bagian yang bertanggungjawab untuk mengatur dan mengembangkan bagiannya dalam kuliah yang diberikan, praktek di laboratorium, dan mengatur proyek penelitian. Setiap laboratorium diatur dan diawasi oleh kepala laboratorium, dan setiap staf di departemen punya tanggung jawab masing-masing dalam memberikan kuliah, mendampingi praktikum, dan membimbing proyek penelitian mahasiswa. Organisasi akademik ini perlahan berkembang dan meningkat, dan sekarang sekolah mempunyai 5 Kelompok Keilmuan, yaitu Farmasetika, Farmakokimia, Farmakologi, Farmasi Klinik serta Biologi Farmasi dan Olahraga.

Di awal tahun 1947, mahasiswa yang diterima di Departemen Farmasi merupakan lulusan sekolah kelas B, seperti HBS, AMS, VHO atau sekolah menengah. Bahasa yang digunakan dalam perkuliahan adalah Bahasa Belanda dan Bahasa Inggris. Lama studi 5,5 tahun, terdiri dari 3 tahun tahap Sarjana Muda dan 2,5 tahun tahap Sarjana (S-1). Lulusannya mempunyai kesempatan untuk melanjutkan pendidikan lanjut (S-3) jika telah mengerjakan sedikitnya 1 subyek (mata kuliah) besar (hoofdvak) dan 2 subyek kecil(bijvak). Sebagai contoh, subyek besar adalah kimia, dan subyek kecil adalah botani, kehewanan, dan fisika. Kurikulum belum terstruktur dengan baik dan tidak ada batasan lama studi. Mulai tahun 1951, beberapa subyek telah ditambahkan ke dalam kurikulum sesuai dengan kebutuhan sistem pendidikan.

Karena keberadaan apoteker di Indonesia kurang memuaskan, pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional RI mengeluarkan peraturan lama studi farmasi di perguruan tinggi, yaitu 4 tahun, yang terdiri dari 1 tahun tahap persiapan, 1 tahun pendidikan calon farmasis, dan 2 tahun pendidikan farmasi.

Pada tahun 1960, lama pendidikan farmasi berubah menjadi 6 tahun, yaitu 5 tahun pendidikan sarjana dan 1 tahun pendidikan profesi. Kurikulumnya diubah dan disesuaikan dengan kebutuhan sistem pendidikan. Beberapa mata kuliah baru dimasukkan ke dalam kurikulum, seperti Bahasa Inggris, Pendidikan Militer, Ilmu Resep, dan lain-lain.

Pada tahun 1973, ada perkembangan yang signifikan di ITB. Semua mahasiswa baru dimasukkan ke dalam Tahap Persiapan Bersama (TPB), mereka tidak dapat mendapatkan pendidikan di departemen manapun hingga mereka lulus TPB. Pada saat ini berlaku sistem kredit semester (SKS). Mahasiswa dapat memilih mata kuliah yang diinginkan dengan jumlah maksimum 24 SKS per semester. Sistem ini memudahkan mahasiswa untuk mengembangkan kemampuannya sendiri selama menyelesaikan pendidikan. Kemudian, kurikulum diubah setiap 5 tahun, disusun berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Kurikulum yang berlaku saat ini adalah kurikulum tahun 2008.

Selain Program Sarjana, sekarang Sekolah Farmasi menyediakan Program Magister dan Program Doktoral. Ada 8 jalur pilihan untuk Program Magister dan Doktoral, yaitu Farmasi Analisis, Kimia Medisinal, Teknologi Farmasi, Biofarmasi, Farmakognosi-Fitokimia, Farmakologi-Toksikologi, Analisis dan Keamanan Makanan, dan Farmasi Rumah Sakit. Sekolah farmasi juga membuka program pendidikan profesi yang bergelar apoteker dengan lama studi 1 tahun, pendidikan meliputi kuliah, kerja praktek profesi farmasi dan ujian komprehensif.

Pada tahun 1996, Departemen Farmasi ITB mempunyai kesempatan untuk mendapatkan tempat baru, yaitu Laboratorium Teknologi (Labtek) VII, di tengah ITB, di sebelah Gedung Teknik Elektro dan FMIPA. Dengan luas tanah 6579 m2, Departmen Farmasi ITB mengoptimalkan fasilitas dan bangunan untuk melayani mahasiswa dan stake holder. Banyak instrumen dan fasilitas modern diadakan, dan didukung oleh staf-staf berpengalaman. Semua ini membuat Departemen Farmasi ITB menjadi salah satu pendidikan farmasi terbaik di Indonesia.

Berdasarkan SK Rektor ITB No. 222/SK/1001/OT/2005 yang ditandatangani 29 Agustus 2005, status Departemen Farmasi berubah menjadi Sekolah Farmasi dan mulai berjalan sejak 29 Agustus 2005. Sekolah Farmasi mulai tahun 2006 memiliki 2 program studi untuk strata sarjana, yaitu Program Studi Sains dan Teknologi Farmasi serta  Program Studi Farmasi Klinik dan Komunitas.

Sumber: itb.ac.id

Selengkapnya
Sekolah Farmasi

Organisasi Olahraga Indonesia

Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 18 Februari 2025


Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (Bahasa Inggris : Football Association of Indonesia) atau disingkat PSSI, adalah organisasi yang bertanggung jawab mengelola sepak bola asosiasi di Indonesia. PSSI berdiri pada tanggal 19 April 1930 dengan nama awal Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia. Ketua umum pertamanya adalah Ir. Soeratin Sosrosoegondo.

Dalam perjalanan keorganisasiannya, PSSI bergabung dengan badan sepak bola dunia, FIFA, pada tahun 1952, kemudian dengan badan sepak bola Asia, AFC, pada tahun 1954. PSSI menggelar beragam kompetisi dan turnamen, seperti Liga Indonesia atau Liga 1, lalu ada Liga 2, Liga 3, Liga 1 Putri, Piala Indonesia, Elite Pro Academy, Piala Soeratin, Piala Presiden, Piala bola pantai, Piala Pertiwi, dan epiala indonesia

Kursi kepemimpinan PSSI diisi oleh Mochammad Iriawan yang menang mutlak pada Kongres Luar Biasa PSSI tahun 2019 dengan memperoleh suara 82 di Hotel Shangri-La Jakarta. Mochammad Iriawan yang memiliki nama panggilan Iwan Bule akan menjabat sebagai Ketua Umum PSSI hingga 2023.

Sejarah

Perkumpulan Sepak bola di Indonesia

Artikel utama: Sepak bola di Hindia Belanda

Di 1920, pertandingan voetbal atau sepak bola digelar untuk meramaikan pasar malam. Pertandingan dilaksanakan sore hari. Selain sepak bola, bangsa Eropa termasuk Belanda juga memperkenalkan olahraga lain, seperti kasti, bola tangan, renang, tenis, dan hoki. Hanya, semua jenis olahraga itu hanya terbatas untuk kalangan Eropa, Belanda, dan Indo. Sepak bola tidak memerlukan tempat khusus dan pribumi boleh memainkannya.

Lapangan Singa (Lapangan Banteng) menjadi saksi di mana orang Belanda menggelar pertandingan panca lomba (vijfkam) dan tienkam (dasa lomba). Khusus untuk sepak bola, serdadu di tangsi-tangsi militer paling sering bertanding. Mereka kemudian membentuk bond sepak bola atau perkumpulan sepak bola. Dari bond-bond itulah kemudian terbentuk satu klub. Tak hanya serdadu militer, tetapi juga warga Belanda, Eropa, dan Indonesia membuat bond-bond serupa.

Dari bond-bond itu kemudian terbentuklah Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) yang pada tahun 1927 berubah menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU). Sampai tahun 1929, NIVU mengadakan pertandingan termasuk dalam rangka memeriahkan pasar malam dan tak ketinggalan sebagai ajang judi. Bond China menggunakan nama antara lain Tiong un Tong, Donar, dan UMS. Adapun bond pribumi mungkin mengambil nama wilayahnya, seperti Cahaya Kwitang, Sinar Kernolong, atau Si Sawo Mateng.

Pada 1928 dibentuk Voetbalbond Indonesia Jacatra (VIJ) sebagai akibat dari diskriminasi yang dilakukan NIVB. Sebelumnya bahkan sudah dibentuk Persatuan Sepak Bola Djakarta (Persidja) pada 1925. Pada 19 April 1930, Persidja ikut membentuk Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) di gedung Soceiteit Hande Projo, Yogyakarta. Pada saat itu Persidja menggunakan lapangan di Jalan Biak, Roxy, Jakpus.

Pada tahun 1930-an, di Indonesia berdiri tiga organisasi sepak bola berdasarkan suku bangsa, yaitu Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) yang berganti nama menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU) pada tahun 1936 yang merupakan milik bangsa Belanda, Hwa Nan Voetbal Bond (HNVB) milik bangsa Tionghoa, dan Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI) milik orang Indonesia. Pamor bintang lapangan Bond NIVB, G Rehatta dan de Wolf, mulai menemui senja berganti bintang lapangan bond China dan pribumi, seperti Maladi, Sumadi, dan Ernst Mangindaan. Pada 1933, VIJ keluar sebagai juara pada kejuaraan PSSI ke-3.

Pada 1938 Indonesia lolos ke Piala Dunia. Pengiriman kesebelasan Indonesia (Hindia Belanda) sempat mengalami hambatan. NIVU (Nederlandsche Indische Voetbal Unie) atau organisasi sepak bola Belanda di Jakarta bersitegang dengan PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) yang telah berdiri pada bulan April 1930. PSSI yang diketuai Soeratin Sosrosoegondo, insinyur lulusan Jerman yang tinggal di Eropa, ingin pemain PSSI yang dikirimkan. Namun, akhirnya kesebelasan dikirimkan tanpa mengikutsertakan pemain PSSI dan menggunakan bendera NIVU yang diakui FIFA.

Pada masa Jepang, semua bond sepak bola dipaksa masuk Tai Iku Koi bentukan pemerintahan militer Jepang. Pada masa ini, Taiso, sejenis senam, menggantikan olahraga permainan. Baru setelah kemerdekaan, olahraga permainan kembali semarak.

Tahun 1948, pesta olahraga bernama PON (Pekan Olahraga Nasional) diadakan pertama kali di Solo. Di kala itu saja, sudah 12 cabang olahraga yang dipertandingkan.

Hingga 1950 masih terdapat pemain indo di beberapa klub Jakarta. Sebut saja Vander Vin di klub UMS; Van den Berg, Hercules, Niezen, dan Pesch dari klub BBSA. Pemain indo mulai luntur pada tahun 1960-an.

PSSI

Monumen PSSI atau Gedung Bola PSIM di Yogyakarta

PSSI dibentuk pada tanggal 19 April 1930 di Yogyakarta dengan nama Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia. Sebagai organisasi olahraga yang lahir pada masa penjajahan Belanda, kelahiran PSSI ada kaitannya dengan upaya politik untuk menentang penjajahan. Apabila mau meneliti dan menganalisis lebih lanjut saat-saat sebelum, selama, dan sesudah kelahirannya hingga 5 tahun pasca proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, PSSI mungkin lahir dibidani oleh muatan politis, baik secara langsung maupun tidak, untuk menentang penjajahan dengan strategi menyemai benih-benih nasionalisme di dada pemuda-pemuda Indonesia yang ikut bergabung.

PSSI didirikan oleh seorang insinyur sipil bernama Soeratin Sosrosoegondo. Ia menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Teknik Tinggi di Heckelenburg, Jerman, pada tahun 1927 dan kembali ke tanah air pada tahun 1928. Ketika kembali, Soeratin bekerja pada sebuah perusahaan bangunan Belanda, Sizten en Lausada, yang berkantor pusat di Yogyakarta. Di sana dia merupakan satu-satunya orang Indonesia yang duduk sejajar dengan komisaris perusahaan konstruksi itu. Akan tetapi, "didorong oleh semangat nasionalisme yang tinggi", dia kemudian memutuskan untuk mundur dari perusahaan tersebut.

Setelah berhenti dari Sizten en Lausada, Soeratin lebih banyak aktif di bidang pergerakan. Sebagai seorang yang gemar bermain sepak bola, dia menyadari kepentingan pelaksanaan butir-butir keputusan yang telah disepakati bersama dalam pertemuan para pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 (Sumpah Pemuda). Soeratin melihat sepak bola sebagai wadah terbaik untuk menyemai nasionalisme di kalangan pemuda sebagai sarana untuk menentang Belanda.

Untuk mewujudkan cita-citanya itu, Soeratin mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh sepak bola di Solo, Yogyakarta, dan Bandung. Pertemuan dilakukan dengan kontak pribadi secara diam-diam untuk menghindari sergapan Polisi Belanda (PID). Kemudian, ketika mengadakan pertemuan di hotel Binnenhof di Jalan Kramat 17, Jakarta, Soeri, ketua VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta), dan juga pengurus lainnya, dimatangkanlah gagasan perlunya dibentuk sebuah organisasi sepak bola nasional. Selanjutnya, pematangan gagasan tersebut dilakukan kembali di Bandung, Yogyakarta, dan Solo yang dilakukan dengan beberapa tokoh pergerakan nasional, seperti Daslam Hadiwasito, Amir Notopratomo, A. Hamid, dan Soekarno (bukan Bung Karno). Sementara itu, untuk kota-kota lainnya, pematangan dilakukan dengan cara kontak pribadi atau melalui kurir, seperti dengan Soediro yang menjadi Ketua Asosiasi Muda Magelang.

Kemudian pada tanggal 19 April 1930, berkumpullah wakil dari VIJ (Sjamsoedin, mahasiswa RHS), BIVB - Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (Gatot), PSM - Persatuan sepak bola Mataram Yogyakarta (Daslam Hadiwasito, A. Hamid, dan M. Amir Notopratomo), VVB - Vortenlandsche Voetbal Bond Solo (Soekarno), MVB - Madioensche Voetbal Bond Madiun (Kartodarmoedjo), IVBM - Indonesische Voetbal Bond Magelang (E.A. Mangindaan), dan SIVB - Soerabajasche Indonesische Voetbal BondSurabaya(Pamoedji). Dari pertemuan tersebut, diambillah keputusan untuk mendirikan PSSI, singkatan dari Persatoean Sepak Raga Seloeroeh Indonesia. Nama PSSI lalu diubah dalam kongres PSSI di Solo pada tahun 1930 menjadi Persatuan sepak bola Seluruh Indonesia sekaligus menetapkan Ir. Soeratin sebagai ketua umumnya.

Kontroversi

PSSI pada masa kepemimpinan Nurdin Halid memiliki beberapa hal yang dianggap kontroversi, antara lain mudahnya Nurdin Halid memberikan ampunan atas pelanggaran, kukuhnya Nurdin Halid sebagai Ketua Umum meski dia dipenjara, isu tidak sedap yang beredar pada masa pemilihan Ketua Umum tahun 2010, dan reaksi penolakan atas diselenggarakannya Liga Primer Indonesia.

Kasus Hukum Nurdin Halid

Pada 13 Agustus 2007, Ketua Umum Nurdin Halid divonis 2 tahun penjara akibat kasus pengadaan minyak goreng. Berdasarkan standar statuta FIFA, seorang pelaku kriminal tidak boleh menjabat sebagai ketua umum sebuah asosiasi sepak bola nasional. Karena alasan tersebut, Nurdin didesak untuk mundur dari berbagai pihak; Jusuf Kalla (Wakil Presiden RI saat itu), Ketua KONI, dan FIFA menekan Nurdin untuk mundur. FIFA mengancam untuk menjatuhkan sanksi kepada PSSI jika tidak diselenggarakan pemilihan ulang ketua umum. Akan tetapi Nurdin bersikeras untuk tidak mundur dari jabatannya sebagai ketua PSSI, dan tetap menjalankan kepemimpinan PSSI dari balik jeruji penjara. Agar tidak melanggar statuta PSSI, statuta mengenai ketua umum yang sebelumnya berbunyi "harus tidak pernah terlibat dalam kasus kriminal" (bahasa Inggris: “They..., must not have been previously found guilty of a criminal offense....") diubah dengan menghapuskan kata "pernah" (bahasa Inggris: "have been previously") sehingga artinya menjadi "harus tidak sedang dinyatakan bersalah atas suatu tindakan kriminal" (bahasa Inggris: "... must not found guilty of a criminal offense..."). Setelah masa tahanannya selesai, Nurdin kembali menjabat sebagai ketua PSSI.

Reaksi atas Liga Primer Indonesia

Artikel utama: Liga Primer Indonesia

Pada Oktober 2010, Liga Primer Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sepak bola Indonesia dideklarasikan di Semarang oleh Konsorsium dan 17 perwakilan klub. Kompetisi ini tidak direstui oleh PSSI dan dianggap ilegal. Meski PSSI memaparkan secara panjang lebar alasan mengapa LPI melawan hukum, organisasi ini tidak pernah menjelaskan alasan mengapa mereka tidak merestui LPI, kecuali menyebut LPI sebagai "kompetisi ecek-ecek","tarkam", dan "banci". LPI akhirnya mendapatkan izin dari pemerintah melalui Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng.

Klub anggota yang keluar dari kompetisi PSSI dan mengikuti Liga Primer Indonesia dikenakan sanksi degradasi dan tidak diundang dalam Munas PSSI. Padahal klub-klub tersebut hanya mengundurkan diri dari Liga Super Indonesia dan bukan dari keanggotaan PSSI, sehingga masih memiliki hak suara dalam kongres. Selain itu, menurut Statuta PSSI, penghapusan keanggotaan klub dari PSSI tidak dapat ditentukan hanya oleh petinggi PSSI, harus melalui kongres dan disetujui minimal 3/4 anggota yang hadir.

Kisruh dan pembentukan komite normalisasi

Kisruh di PSSI semakin menjadi-jadi semenjak munculnya LPI. Ketua Umum Nurdin Halid melarang segala aktivitas yang dilakukan oleh LPI. Pada Kongres PSSI tanggal 26 Maret 2011 di Pekanbaru, Riau, masalah kekisruhan di tubuh PSSI seperti disengaja disembunyikan dari publik dengan cara mengadakan kongres secara tertutup. Kongres tersebut pada akhirnya tidak berhasil diselenggarakan karena terjadi kekisruhan mengenai hak suara.

Pada 1 April 2011, Komite Darurat FIFA memutuskan untuk membentuk Komite Normalisasi yang akan mengambil alih kepemimpinan PSSI dari komite eksekutif di bawah pimpinan Nurdin Halid. Komite Darurat FIFA menganggap bahwa kepemimpinan PSSI saat ini tidak dapat mengendalikan sepak bola di Indonesia, terbukti dengan kegagalannya mengendalikan LPI dan menyelenggarakan kongres. FIFA juga menyatakan bahwa 4 orang calon Ketua Umum PSSI yaitu Nurdin Halid, Nirwan Bakrie, Arifin Panigoro, dan George Toisutta tidak dapat mencalonkan diri sebagai ketua umum sesuai dengan keputusan Komite Banding PSSI tanggal 28 Februari 2011. Selanjutnya, FIFA mengangkat Agum Gumelar sebagai Ketua Komite Normalisasi PSSI.

Setelah melalui serangkaian kegagalan, termasuk kembali gagalnya penyelengaraan Kongres tanggal 20 Mei 2011 di Jakarta, akhirnya dalam Kongres Luar Biasa tanggal 9 Juli 2011 di Kota Surakarta, Djohar Arifin Husin terpilih sebagai Ketua Umum PSSI periode 2011-2015.

Pemecatan Alfred Riedl

Pemecatan dan penunggakan gaji Alfred Riedl menimbulkan hal yang kontroversial karena pihak PSSI mengaku bahwa Alfred Riedl dikontrak oleh Mantan Wakil Ketua Umum PSSI Nirwan Bakrie secara pribadi dan bukan oleh PSSI akan tetapi Alfred Riedl membantah hal tersebut dan membawa persoalan ini ke FIFA.

Kisruh Indonesian Premier League

Setelah berganti kepengurusan Ketua umum PSSI dari Nurdin Halid ke Djohar Arifin Husin dimulai era kompetisi baru. Dalam pembentukan IPL, beberapa masalah yang terjadi karena aturan-aturan yang ditetapkan oleh PSSI. Pembentukan IPL mendapat tekanan dari 12 klub sepak bola atau kelompok 14 karena kompetisi berjumlah 24 klub dan 6 klub di antaranya langsung menjadi klub IPL. Namun, PSSI meyakinkan bahwa untuk memenuhi standar kompetisi profesional AFC, klasemen musim sebelumnya (musim 2010/2011) dihapuskan. Sebagai gantinya, yang dilihat adalah poin tertinggi dalam verifikasi tentang profesionalisme klub Indonesia. Akan tetapi, dengan adanya IPL, Indonesia terhindar dari sanksi AFC.

Konflik PSSI dengan Pemerintah, Pembekuan PSSI dan Sanksi FIFA

Berawal dari ikut sertanya Arema Indonesia dan Persebaya Surabaya dalam ajang QNB League yang telah dilarang ikut serta oleh Badan Olahraga Profesional Indonesia, Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia memberikan surat peringatan kepada PSSI. Surat peringatan I diberikan pada 8 April 2015 yang menyatakan bahwa PSSI telah mengabaikan rekomendasi BOPI atas larangan ikut sertanya Arema dan Persebaya. Selain itu, Kemenpora meminta kedua klub untuk mengikuti rekomendasi BOPI. Selang seminggu kemudian, Kemenpora kembali mengeluarkan surat peringatan II karena PSSI serta Arema dan Persebaya tidak juga mematuhi perintah BOPI sebelumnya. Ketua Umum PSSI Djohar Arifin Husin menilai ini hanya kesalahpahaman antara PSSI dengan Kemenpora dan BOPI. Ia pun yakin masalah ini dapat selesai jika PSSI serta Kemenpora dan BOPI duduk bersama. Sebelumnya pada 10 April, FIFA mengirim surat kepada Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi agar pemerintah tidak mengintervensi PSSI. Apabila intervensi berlanjut, maka FIFA akan memberikan sanksi kepada PSSI. Pada 16 April, Kemenpora kembali mengirimkan surat peringatan III kepada PSSI. Kemenpora menilai PSSI mengabaikan surat peringatan I dan II sebelumnya. PSSI juga kembali diminta patuh kepada rekomendasi BOPI sebelumnya. Akhirnya, pada 17 April 2015, Menpora Imam Nahrawi membekukan PSSI. Menpora juga tidak mengakui penyelenggaraan Kongres Luar Biasa PSSI yang tengah berlangsung di Kota Surabaya, yang berakhir dengan terpilihnya La Nyalla Mahmud Mattalitti sebagai ketua umum periode 2015-2019. Dalam keputusan menteri tersebut, Menpora menerangkan pemerintah akan membentuk Tim Transisi yang mengambil alih hak dan kewenangan PSSI sampai dengan terbentuknya kepengurusaan PSSI yang kompeten sesuai dengan mekanisme organisasi dan statuta FIFA. Sedangkan soal Timnas Indonesia untuk SEA Games dan penyelenggaraan QNB League akan diambil alih oleh KONI dan KOI. Tim Transisi tersebut adalah FX Hadi Rudyatmo, Lodewijk Freidrich Paulus, Ridwan Kamil, Eddy Rumpoko, Ricky Yakobi, Bibit Samad Riyanto, Darmin Nasution, Cheppy T. Wartono, Tommy Kurniawan, Iwan Lukminto, Francis Wanandi, Saut H. Sirait, Andrew Darwis, Fahri Husaini, Zuhairi Misrawi, Diaz Faisal Malik Hendropriyono, Velix F. Wanggai. Dari 17 nama tersebut, Velix F. Wanggai, Darmin Nasution, Farid Husain dan Ridwan Kamil mengundurkan diri sebelum Tim bekerja.

Pada 25 Mei 2015, Pemerintah melalui Wakil Presiden Jusuf Kalla, menganjurkan untuk mencabut pembekuan PSSI pimpinan La Nyalla Mattalitti. Hal ini dilakukan setelah adanya pertemuan tertutup dengan Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, Wakil Ketua Umum PSSI Hinca Panjaitan, Ketua Komite Olimpiade Indonesia Rita Subowo dan mantan Ketua Umum PSSI Agum Gumelar di Istana Wapres. Alasan pencabutan ini dilakukan agar Indonesia terhindar dari sanksi FIFA. Walaupun demikian, Presiden Joko Widodo menginginkan adanya pembenahan total terhadap persepak bolaan Indonesia sebagai jalan untuk memperbaiki prestasi sepak bola Indonesia dan tetap mendukung dan menyerahkan pembenahan tersebut kepada Kementrian Pemuda dan Olahraga.

Pada 30 Mei 2015, FIFA resmi menjatuhkan sanksi kepada PSSI dan berlaku hingga PSSI mampu memenuhi kewajiban pada pasal 13 dan 17 statuta FIFA. Akibat sanksi ini, timnas Indonesia dan semua klub di Indonesia dilarang berpartisipasi di pentas Internasional di bawah FIFA atau AFC, kecuali SEA Games di Singapura hingga turnamen berakhir. Sanksi berupa pembekuan keanggotaan (suspensi) tersebut akhirnya dicabut hampir setahun kemudian, 13 Mei 2016, dalam Kongres FIFA ke-66 di Kota Meksiko.

Wikisource memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:

Keputusan Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia Nomor 01307 Tahun 2015

Kasus Match Fixing Yang Melibatkan Anggota Komite Eksekutif PSSI

Kasus pengaturan skor di sepak bola Indonesia pernah menjerat sejumlah pengurus PSSI. Mereka diciduk Satgas Anti Mafia Bola karena terlibat praktik match fixing.

Pengurus PSSI yang terciduk Satgas Anti Mafia Bola ini juga telah ditetapkan sebagai tersangka setelah diperiksa oleh pihak kepolisian.

Nama-nama pengurus PSSI ini terungkap sekitar medio 2018 di program Mata Najwa yang membahas soal praktik pengaturan skor di kompetisi sepak bola Indonesia.

Dari daftar yang ada, beberapa pengurus PSSI ini memang menduduki jabatan strategis dalam upaya mengatur sebuah pertandingan terdiri dari:

1. Johar Lin Eng

Johar Lin Eng, mantan anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI juga pernah ditetapkan sebagai tersangka kasus pengaturan skor pada 2018.

Saat itu, Johar juga berstatus sebagai Ketua Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Jawa Tengah. Namanya pertama kali muncul dalam acara Mata Najwa pada 19 Desember 2018. Saat itu, Johar Lin Eng disebut-sebut terlibat skandal pengaturan skor alias match-fixing pada pertandingan kompetisi Liga 3. Keterlibatannya diungkap oleh kesaksian Bupati Banjarnegara, Budhi Sarwono, serta manajer Persibara Banjarnegara, Lasmi Indrayanti, yang juga berstatus sebagai anak Budhi.

2. Dwi Irianto

Dwi Irianto atau yang akrab disapa Mbah Putih juga menjadi salah satu pengurus PSSI yang pernah ditangkap oleh Satgas Anti Mafia Bola. Mbah Putih merupakan anggota Asosiasi Provinsi (PSSI) DiY yang juga menjadi anggota Komisi Disiplin (Komdis) PSSI. Kasus pengaturan skor yang melibatkan Mbah Putih berawal ketika Lasmi Indaryani, manajer Persibara Banjarnegara, dalam program acara Mata Najwa pada 19 Desember 2018. Mbah Putih disebut terlibat dalam upaya memudahkan langkah Persibara di kompetisi Liga 3 2018. Saat itu, ia menerima sejumlah uang dari Lasmi Indaryani. Saat itu, Satgas Anti mafia Bola menemukan keterlibatan Mbah Putih sebagai penerima dana suap untuk mengatur skor pertandingan di Liga 2 dan Liga 3 musim 2018.

3. Priyanto

Selain itu, mantan anggota Komisi Wasit (Komwas) PSSI, Priyanto, juga pernah ditetapkan sebagai tersangka kasus pengaturan skor.

Priyanto menjadi satu di antara enam tersangka dugaan pengaturan skor pada perjalanan Persibara Banjarnegara di Liga 3 2018.

Saat itu, Priyanto berperan sebagai makelar wasit dan klub, serta menjadi penghubung kepada Ketua Asprov PSSI Jawa Tengah, Johar Lin Eng.

Dalam sebuah persidangan, Priyanto sempat mengungkapkan fakta mengenai jumlah uang yang diberikan kepada wasit.

Dia menyebut, untuk Liga 3 Jawa Tengah, uang yang disetor kepada wasit sebesar Rp 10 juta, Rp 30 juta, hingga Rp 50 juta per pertandingan. Biasanya, besaran uang ini tergantung dari bobot pertandingan.

4. Joko Driyono

Salah satu pucuk pimpinan PSSI, Joko Driyono, juga pernah diciduk Satgas Antimafia Bola terkait kasus pengaturan skor.

Saat itu, Joko Driyono berstatus sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PSSI. Dia menduduki posisi itu setelah Ketua Umum sebelumnya, Edy Rahmayadi, mundur dari jabatannya.

Jokdri, sapaan akrabnya, ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencurian dengan pemberatan dan/atau memasuki dengan cara membongkar, merusak, atau menghancurkan barang bukti.

Lelaki asal Ngawi itu dituduh menjadi dalang perusakan sejumlah dokumen yang berkaitan dengan pengaturan skor sepak bola nasional.

5. ML

Pengurus PSSI lainnya yang juga pernah terjerat kasus pengaturan skor ialah  ML (nama inisial), staf Direktur Penugasan Wasit PSSI.

ML diketahui bertugas menjadwalkan siapa wasit yang akan memimpin pertandingan, baik di Liga 1, Liga 2, ataupun Liga 3.

Dari keterangan pihak kepolisian, ML diduga mengatur pemilihan wasit yang bisa diajak bekerja sama untuk memenangkan tim tertentu.

Miskomunikasi Sewa Lapangan Latihan

Pada 26 Mei 2022, pelatih kepala timnas Indonesia, Shin Tae-yong, menyatakan bahwa mereka batal melakukan latihan di Stadion Madya Gelora Bung Karno karena tempat tersebut belum dipesan. “Sedikit memalukan saya rasa alasannya. Kami memang mau melakukan latihan di lapangan setelah latihan beban, tapi tadi ada info kalau lapangan sedang dipakai, belum ter-booking. Jadi kami memutuskan untuk mengganti latihan dengan jogging,” ungkap Shin Tae-yong. Sebagai gantinya, Shin Tae-yong mengganti jadwal latihan dengan jogging di sekitar GBK. Seorang komite eksekutif (Executive Committee atau disingkat Exco) PSSI yang saat itu dipimpin oleh Mochamad Iriawan, Yunus Nusi, menampik pemberitaan itu dengan merilis statement bahwa telah terjadi miskomunikasi penjadwalan sewa lapangan, bahwa sebenarnya lapangan telah disewa namun berbeda waktu seperti yang dipahami Shin Tae-yong. Keesokan harinya, tim nasional melanjutkan latihan di Bandung untuk berlatih di Stadion Sidolig. Tim nasional Indonesia dijadwalkan menggelar latihan untuk persiapan menghadapi Bangladesh pada FIFA Matchday tanggal 1 Juni 2022 di Stadion Si Jalak Harupat, Bandung.

 

Sumber Artikel: id.wikipedia.org

Selengkapnya
Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia
« First Previous page 913 of 1.283 Next Last »