Farmasi

Inovasi Pelapisan Kering dalam Formulasi Farmasi: Optimalisasi Proses melalui Pendekatan Quality by Design (QbD)

Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 02 Agustus 2025


Pendahuluan: Transformasi Pendekatan Kualitas dalam Sains Farmasi

Industri farmasi telah lama didominasi oleh paradigma Quality by Testing (QbT), di mana kualitas produk diuji pasca-produksi. Namun, pendekatan ini terbukti tidak efisien dalam menjamin kualitas secara konsisten. Paper ini menandai pergeseran penting menuju Quality by Design (QbD)—sebuah pendekatan sistematis berbasis risiko yang menekankan pentingnya membangun kualitas sejak awal tahap pengembangan.

Penelitian ini menawarkan sebuah studi mendalam mengenai pengembangan partikel fungsional (functionalised particles, FPs) menggunakan teknik pelapisan kering (dry coating), tanpa pelarut atau panas, yang menjadi solusi alternatif terhadap metode konvensional. Dengan mengadopsi kerangka kerja QbD, penulis menjelaskan bagaimana kualitas produk dapat diintegrasikan ke dalam proses itu sendiri, bukan hanya diuji pada akhir.

Kerangka Konseptual: Quality by Design sebagai Dasar Ilmiah

QbD mendasarkan pengembangan produk pada prinsip bahwa kualitas harus dirancang dan tidak sekadar diuji. Dalam konteks ini, penulis memetakan Quality Target Product Profile (QTPP) untuk memastikan pelepasan obat yang terkendali, dan kemudian menetapkan Critical Quality Attributes (CQAs) yang mencerminkan parameter utama produk:

  • Homogenitas kandungan (RSD)

  • Laju disolusi ibuprofen

  • Distribusi ukuran partikel (X10)

  • Interaksi molekuler melalui spektrum FTIR

Proses produksi dikaji melalui empat Critical Process Parameters (CPPs):

  • Kecepatan pengaduk

  • Tekanan udara

  • Waktu pemrosesan

  • Ukuran batch

Dengan demikian, paper ini membangun struktur hubungan sebab-akibat antara variabel proses dan atribut mutu akhir.

Metodologi: Integrasi DoE dan Penilaian Risiko

Perancangan Eksperimen:

Desain eksperimen menggunakan pendekatan D-optimal, menghasilkan 26 kombinasi eksperimental (termasuk 4 replikasi) untuk mengevaluasi pengaruh CPP terhadap CQAs.

Penilaian Risiko Awal:

Analisis awal menunjukkan keempat CPP memiliki tingkat risiko sedang hingga tinggi terhadap keseluruhan CQAs, memperkuat urgensi optimasi sistematis.

Hasil Eksperimen dan Refleksi Konseptual

1. Kandungan Homogen (RSD)

Nilai RSD terbaik (2,08%) diperoleh pada kecepatan tinggi (≥1200 rpm), tekanan tinggi (40 psi), waktu singkat (15 menit), dan batch kecil (6 g).

Refleksi teoretis: Ini menunjukkan bahwa gaya mekanis yang optimal memungkinkan partikel ibuprofen terdistribusi merata di permukaan pembawa (MCC), menghindari aglomerasi atau segregasi.

2. Laju Disolusi Ibuprofen

Laju disolusi menurun pada kondisi pelapisan efektif. Campuran fisik menunjukkan 99% pelarutan dalam 60 menit, sedangkan partikel berpelapis hanya 84%—mengindikasikan keberhasilan pembentukan lapisan yang memperlambat pelepasan.

Makna teoritis: Keberhasilan pelapisan mencerminkan modifikasi permukaan yang membatasi kelarutan instan, selaras dengan QTPP pelepasan lambat.

3. Distribusi Ukuran Partikel (X10)

Nilai X10 lebih tinggi tercapai pada kecepatan rendah dan waktu proses panjang, mengindikasikan pembentukan aglomerat. Sebaliknya, batch kecil dan kecepatan tinggi menghasilkan distribusi lebih seragam.

Interpretasi konseptual: Hal ini menunjukkan bahwa kontrol kinetik dan mekanik mendukung pencapaian ukuran partikel target tanpa menciptakan gumpalan tidak diinginkan.

4. Validasi Interaksi Molekuler dengan FTIR

Spektrum FTIR menunjukkan penurunan intensitas pita C=O pada 1708 cm⁻¹ pada partikel berlapis dibandingkan campuran fisik, menandakan terbentuknya ikatan hidrogen antara ibuprofen dan MCC.

Refleksi konseptual: Penurunan ini bukan sekadar data analitik, melainkan representasi molekuler dari terbentuknya interaksi yang mengatur pelepasan obat. Ini memperluas definisi CQA menjadi sesuatu yang juga bersifat kimiawi, bukan hanya fisik.

Visualisasi Desain Ruang Proses (Design Space)

Peta desain mengidentifikasi zona proses optimal:

  • Kecepatan: 850–1500 rpm

  • Waktu: 15–60 menit

  • Tekanan: 40 psi

  • Ukuran batch: 6 g

Model prediktif menghasilkan R² ≥ 0,85 untuk semua CQAs, membuktikan kekuatan desain DoE dalam memodelkan hasil. Verifikasi kondisi optimal menunjukkan hasil aktual berada dalam deviasi <10% dari prediksi.

Argumentasi Penulis: Dari Eksperimen Menuju Sistem Mutu

Penulis membangun narasi bahwa teknik pelapisan kering, jika diintegrasikan dengan prinsip QbD, mampu menghasilkan produk dengan kualitas yang tidak hanya terukur, tetapi juga terprediksi. Alih-alih memperbaiki kualitas di akhir, proses ini mengarahkan desain sejak awal agar sesuai dengan profil produk target.

Daftar Poin: Kontribusi Ilmiah Utama Paper Ini

  • Inovasi teknik: Penggunaan pelapisan kering tanpa pelarut sebagai alternatif ramah lingkungan dan hemat energi.

  • Validasi molekuler: Integrasi FTIR sebagai CQA menambah dimensi kimia dalam pengendalian mutu.

  • Prediktivitas proses: Desain eksperimen memungkinkan pencapaian design space yang stabil dan direplikasi.

  • Penerapan penuh QbD: Dari QTPP hingga verifikasi eksperimental dilakukan secara menyeluruh.

Kritik dan Refleksi Metodologis

Kekuatan:

  • Pendekatan sistematis dan menyeluruh terhadap prinsip QbD.

  • Model statistik robust dengan validasi eksperimental aktual.

  • Integrasi pengukuran molekuler (FTIR) memperkaya dimensi evaluasi.

Kelemahan:

  1. Skalabilitas: Ukuran batch maksimum hanya 20 g, belum mencerminkan kondisi industri.

  2. Model API tunggal: Hanya menggunakan ibuprofen, sehingga generalisasi masih terbatas.

  3. Ketergantungan pada alat prototipe: Implementasi komersial bisa terhambat tanpa spesifikasi peralatan terbuka.

Saran:

Studi lanjutan sebaiknya mencakup skala pilot dan bahan aktif yang memiliki sifat kelarutan berbeda untuk menguji generalisasi metode ini secara lebih luas.

Implikasi dan Potensi Ilmiah

Penelitian ini membuka cakrawala baru dalam formulasi farmasi, terutama dalam:

  • Menyederhanakan proses manufaktur tanpa kehilangan kontrol mutu.

  • Mengurangi dampak lingkungan dengan menghilangkan pelarut.

  • Meningkatkan efisiensi validasi regulasi dengan model yang dapat dijustifikasi secara statistik dan molekuler.

Secara konseptual, studi ini memperlihatkan bagaimana QbD bukan hanya alat manajemen mutu, tetapi kerangka kerja ilmiah untuk memahami dan mengendalikan proses formulasi secara menyeluruh.

Kesimpulan: Memformulasikan Ulang Definisi Kualitas dalam Farmasi

Dengan menyandingkan teknik pelapisan kering dan kerangka kerja QbD, paper ini menunjukkan bahwa kualitas adalah hasil desain yang cermat, bukan sekadar hasil akhir yang diperiksa. Dengan memvalidasi seluruh proses melalui data dan pemahaman molekuler, pendekatan ini membuktikan bahwa masa depan formulasi farmasi terletak pada interseksi antara inovasi proses dan sains mutu.

📎 Link resmi paper (DOI):
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0206651

Selengkapnya
Inovasi Pelapisan Kering dalam Formulasi Farmasi: Optimalisasi Proses melalui Pendekatan Quality by Design (QbD)

Farmasi

Optimalisasi Partikel Fungsional Berbasis Quality by Design: Refleksi atas Inovasi Pelapisan Kering dalam Formulasi Farmasi

Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 02 Agustus 2025


Pendahuluan: Evolusi Pendekatan Kualitas dalam Pengembangan Obat

Di tengah kompleksitas formulasi farmasi, kontrol kualitas yang efektif bukan lagi cukup dilakukan di akhir proses. Paradigma baru yang ditawarkan oleh pendekatan Quality by Design (QbD) menuntut integrasi kualitas ke dalam seluruh siklus pengembangan produk, dimulai dari pemahaman mendalam terhadap bahan, proses, hingga karakteristik produk akhir.

Penelitian ini secara komprehensif mengimplementasikan prinsip QbD dalam rangka mengembangkan partikel fungsional (functionalised particles/FPs) menggunakan metode pelapisan kering yang inovatif. Tanpa menggunakan pelarut atau panas, teknik ini mengandalkan pengikatan partikel aktif ke permukaan pembawa menggunakan energi mekanik, menawarkan jalur baru dalam formulasi padat farmasi yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

Konsep Inti dan Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan merancang dan mengoptimalkan proses pelapisan kering untuk membentuk FPs dengan memanfaatkan model sistem ibuprofen–MCC (microcrystalline cellulose), menggunakan pendekatan QbD secara menyeluruh. Dalam pendekatan ini, setiap variabel proses dikaitkan secara langsung dengan Critical Quality Attributes (CQAs) dari produk akhir, melalui penilaian risikoperancangan eksperimen (DoE), dan validasi statistik.

Kerangka Teoretis: Quality by Design sebagai Fondasi Strategis

QbD dilandaskan pada pemahaman bahwa kualitas tidak bisa "diperiksa masuk", melainkan harus "dirancang sejak awal." Pendekatan ini dimulai dari penentuan Quality Target Product Profile (QTPP), penetapan Critical Material Attributes (CMAs) dan Critical Process Parameters (CPPs), serta penyusunan Design Space.

Dalam penelitian ini, QTPP difokuskan pada pelepasan terkendali ibuprofen dari sistem padat. Untuk mencapai ini, beberapa CQAs ditentukan:

  • Keseragaman kandungan (RSD)

  • Laju disolusi obat

  • Ukuran partikel

  • Interaksi molekuler (melalui FTIR)

Metodologi Eksperimental dan Pemetaan Risiko

Desain Eksperimen:

Penelitian menggunakan desain D-optimal untuk menguji efek dari 4 CPP:

  • Kecepatan pengaduk (300–1500 rpm)

  • Tekanan udara (0–40 psi)

  • Waktu proses (15–60 menit)

  • Ukuran batch (6–20 gram)

Sebanyak 26 run dilakukan, termasuk 4 replikasi untuk menilai variabilitas.

Pemetaan Risiko:

Dari hasil penilaian awal, ditemukan bahwa keempat parameter proses memiliki tingkat risiko sedang hingga tinggi terhadap seluruh CQAs. Oleh karena itu, keempatnya dimasukkan dalam perancangan eksperimen untuk evaluasi lebih lanjut.

Temuan dan Interpretasi Konseptual

1. Kandungan Homogen (RSD)

Hasil menunjukkan RSD terendah (2,08%) diperoleh pada kecepatan tinggi (1200–1500 rpm), tekanan tinggi (40 psi), waktu pendek (15–30 menit), dan batch kecil (6–10 g).

🔍 Refleksi Teoretis: RSD sebagai indikator homogenitas distribusi partikel aktif menegaskan bahwa gaya mekanik optimal dibutuhkan agar partikel ibuprofen terdistribusi merata tanpa aglomerasi atau segregasi.

2. Laju Disolusi Ibuprofen

Laju disolusi menurun signifikan pada kecepatan tinggi dan batch kecil. Pada kondisi optimal, hanya 84% ibuprofen larut dalam 60 menit, dibandingkan dengan >99% pada campuran fisik.

🔍 Makna Teoritis: Penurunan ini mengindikasikan keberhasilan pelapisan fungsional, di mana partikel ibuprofen tidak langsung tersedia, melainkan dilepaskan secara bertahap dari permukaan MCC.

3. Ukuran Partikel (X10)

Nilai X10 meningkat seiring dengan penurunan kecepatan dan peningkatan waktu proses, mengindikasikan pertumbuhan agregat. Pada kondisi optimal, distribusi partikel menjadi lebih seragam dan tidak menunjukkan aglomerasi besar.

🔍 Interpretasi: Hasil ini mencerminkan keberhasilan dalam menciptakan FPs yang stabil secara morfologis, serta mendukung hipotesis bahwa parameter proses mekanik menentukan karakteristik fisik akhir.

4. Spektrum FTIR: Validasi Interaksi Molekuler

Pengamatan melalui FTIR menunjukkan penurunan intensitas puncak C=O (1708 cm⁻¹) pada campuran pelapisan kering dibandingkan campuran fisik. Ini menandakan terbentuknya ikatan hidrogen antara ibuprofen dan MCC.

🔍 Refleksi: Validasi kimia ini menegaskan bahwa efek pelapisan tidak sekadar mekanis, tetapi mencakup perubahan tingkat molekuler yang berkontribusi terhadap profil pelepasan obat.

Visualisasi Ruang Desain (Design Space) dan Validasi Statistik

Model statistik yang dihasilkan menunjukkan koefisien determinasi tinggi untuk semua respon (R² > 0,85), menunjukkan kecocokan antara prediksi dan hasil aktual.

Peta Design Space menampilkan area proses optimal pada:

  • Kecepatan: 850–1500 rpm

  • Waktu: 15–60 menit

  • Batch size: 6 g

  • Tekanan: 40 psi

✅ Validasi model dilakukan dengan menjalankan formulasi pada kondisi optimal dan membandingkan hasil aktual dengan prediksi. Perbedaan relatifnya <10%, membuktikan kekuatan prediktif model DoE.

Narasi Argumentatif Penulis: Integrasi QbD sebagai Strategi Efisiensi

Penulis menyusun argumen bahwa metode pelapisan kering dapat menggantikan pendekatan konvensional (wet coating) dengan menggabungkan efisiensi proses dan kontrol kualitas berbasis data. Mereka memperlihatkan bagaimana QbD bukan hanya kerangka teoritis, tetapi instrumen praktis untuk desain formulasi yang robust, repeatable, dan terukur.

Kritik terhadap Pendekatan dan Logika Penelitian

Kelebihan:

  • Penerapan QbD dilakukan secara utuh, mencakup QTPP hingga verifikasi ruang desain.

  • Integrasi data kualitatif (FTIR) dan kuantitatif (disolusi, RSD, PSA) memperkuat narasi ilmiah.

  • Pendekatan eksperimental dirancang dengan validasi statistik yang memadai.

Keterbatasan:

  1. Generalisasi: Hanya menggunakan satu model bahan aktif (ibuprofen), membatasi aplikasi ke formulasi lain.

  2. Rentang parameter sempit: Tidak menguji kondisi ekstrem, membuat model kurang robust terhadap deviasi luar biasa.

  3. Ketergantungan pada alat internal (prototype): Menantang untuk replikasi di skala industri tanpa spesifikasi peralatan terbuka.

📌 Saran perbaikan: Studi lanjutan bisa menilai validitas model dengan bahan aktif berbeda dan pada skala manufaktur yang lebih besar untuk mendekati kondisi komersial.

Potensi Ilmiah dan Implikasi Jangka Panjang

Penelitian ini membuka ruang baru dalam pengembangan formulasi padat farmasi dengan beberapa implikasi penting:

  • Efisiensi produksi: Mengurangi kebutuhan pelarut dan waktu proses.

  • Ramah lingkungan: Menghilangkan penggunaan bahan kimia pelapis.

  • Presisi formulasi: Mengandalkan desain berbasis data untuk menghasilkan produk yang dapat direplikasi.

Secara teoretis, riset ini memperluas cakupan CQAs tidak hanya sebagai indikator fisik, tetapi juga kimia dan fungsional. Dengan pendekatan QbD, pengembangan formulasi menjadi lebih terstruktur, memungkinkan proses validasi dan perizinan yang lebih cepat dan terpercaya.

Kesimpulan: Mendorong Transformasi Formulasi Farmasi Berbasis Sains

Paper ini bukan hanya sebuah studi teknis, melainkan manifestasi filosofi QbD sebagai strategi ilmiah yang dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keberlanjutan dalam pengembangan produk farmasi. Melalui penggabungan eksplorasi eksperimental, validasi statistik, dan pemahaman konseptual, penulis memberikan contoh nyata bagaimana ilmu dapat menginformasikan teknologi dalam dunia nyata.

📎 Link resmi paper:
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0206651

Selengkapnya
Optimalisasi Partikel Fungsional Berbasis Quality by Design: Refleksi atas Inovasi Pelapisan Kering dalam Formulasi Farmasi

Teknik Kimia

Optimalisasi Proses Berbasis Quality by Design (QbD) dalam Pengembangan Partikel Fungsional dengan Teknik Pelapisan Kering: Pendekatan Konseptual dan Reflektif

Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 02 Agustus 2025


Pendahuluan: Transformasi Paradigma Mutu di Industri Farmasi

Dalam lanskap industri farmasi yang terus berkembang, pendekatan tradisional Quality by Testing (QbT) mulai kehilangan relevansi akibat ketergantungannya pada kontrol kualitas pasca-produksi yang mahal dan tidak efisien. Artikel ini menggagas pendekatan alternatif yang lebih proaktif, yakni Quality by Design (QbD), yang tidak hanya menjamin kualitas, tetapi menanamkannya sejak tahap desain produk.

Penelitian oleh Dahmash et al. memperlihatkan aplikasi sistematis prinsip QbD dalam mengoptimalkan proses pelapisan partikel kering (dry particle coating) guna menghasilkan partikel fungsional (functionalised particles/FP) dengan karakteristik pelepasan terkontrol. Penelitian ini menyuguhkan kerangka konseptual yang kuat, menyandingkan risiko, eksperimen terkontrol, dan validasi statistik dalam satu narasi logis.

Kerangka Teori: Integrasi QbD dalam Teknik Pelapisan Kering

QbD merupakan pendekatan berbasis risiko yang mengharuskan identifikasi dan kontrol atas Critical Process Parameters (CPPs) yang memengaruhi Critical Quality Attributes (CQAs). Penelitian ini menyelaraskan seluruh tahapan QbD—mulai dari penetapan Quality Target Product Profile (QTPP), penilaian risiko, hingga perancangan eksperimen (Design of Experiments/DOE)—dengan proses pelapisan kering untuk meningkatkan efektivitas sistem pengembangan farmasi.

Teknik pelapisan kering sendiri mengandalkan adhesi partikel tamu (ibuprofen) ke partikel pembawa (MCC) melalui gaya van der Waals, elektrostatik, dan ikatan hidrogen—tanpa melibatkan pelarut atau panas. Ketelitian dalam mengendalikan parameter seperti kecepatan, tekanan udara, waktu proses, dan ukuran batch menjadi krusial dalam menjamin keberhasilan pembentukan FP.

Desain Eksperimen dan Refleksi Statistik

Peneliti menerapkan D-optimal design melalui perangkat lunak MODDE untuk menyusun 26 run eksperimental, termasuk 4 run replikasi untuk menilai kesalahan murni. Parameter bebas yang diuji meliputi:

  • Kecepatan (300–1500 rpm)

  • Waktu proses (15–60 menit)

  • Tekanan udara (0–40 psi)

  • Ukuran batch (6–20 g)

Empat CQA utama digunakan sebagai indikator performa sistem:

  1. Kandungan homogen (Content Uniformity/RSD)

  2. Laju disolusi ibuprofen

  3. Ukuran partikel pada rentang X10 (PSA)

  4. Intensitas spektrum FTIR pada pita C=O (1708 cm⁻¹)

Penilaian risiko menunjukkan bahwa keempat parameter proses tersebut berisiko menengah hingga tinggi terhadap CQAs, sehingga layak untuk dioptimalkan.

Temuan Eksperimental dan Interpretasi Konseptual

1. Pengaruh Ukuran Batch terhadap CQAs

Hasil menunjukkan bahwa batch size merupakan faktor paling signifikan dalam mempengaruhi laju disolusi, ukuran partikel, dan intensitas FTIR. Semakin besar batch, semakin cepat disolusi terjadi, semakin kecil ukuran partikel (menandakan kurangnya pelapisan), dan semakin tinggi intensitas FTIR (mengindikasikan lemahnya pembentukan ikatan hidrogen).

Interpretasi teoritis: Ukuran batch yang besar mengurangi efisiensi gaya gesek dalam sistem, menghambat de-aglomerasi partikel tamu dan distribusi yang seragam di atas partikel pembawa. Fenomena ini mendukung premis QbD bahwa pemahaman mekanisme proses sangat vital untuk mencapai atribut kualitas yang diinginkan.

2. Peran Kecepatan dan Interaksinya

Kecepatan (rpm) memiliki dampak negatif terhadap disolusi. Semakin tinggi kecepatannya, laju pelepasan ibuprofen justru menurun—indikator keberhasilan pembentukan FP. Namun, efek ini hanya optimal ketika ukuran batch rendah. Efek kuadratik dari kecepatan menunjukkan pola kurva cembung: peningkatan awal bermanfaat, tetapi setelah titik tertentu, terjadi efek attrition (pengelupasan partikel) akibat tumbukan berlebih.

Refleksi: Ini menunjukkan pentingnya mempertimbangkan non-linearitas dalam model prediktif farmasi dan kekuatan QbD dalam menavigasi hubungan kompleks semacam ini.

3. Validasi Ikatan Melalui FTIR

Penggunaan FTIR menjadi bukti tidak langsung keberhasilan pelapisan melalui deteksi ikatan hidrogen antara gugus karbonil (C=O) ibuprofen dan gugus hidroksil (OH) dari MCC. Intensitas pita 1708 cm⁻¹ menurun pada campuran yang dilapisi kering dibandingkan dengan campuran fisik.

Makna teoritis: Pendekatan ini memperluas konsep CQAs dari sekadar parameter fisik menjadi indikasi interaksi molekuler yang bersifat fungsional.

4. Homogenitas Campuran dan RSD

Variabilitas kandungan ibuprofen (RSD) dipengaruhi oleh berbagai interaksi: antara kecepatan dan batch size, waktu proses, serta tekanan udara. RSD optimal (<2%) tercapai saat kecepatan tinggi (≥800 rpm), batch kecil (≤10 g), dan waktu proses tidak terlalu lama.

Refleksi kritis: Ketepatan dalam mengidentifikasi RSD sebagai indikator keseragaman distribusi partikel aktif memperkuat posisi paper ini dalam menjembatani aspek desain formulasi dan pengendalian proses.

Visualisasi Desain Ruang Operasional (Design Space)

Penelitian ini secara cermat menyajikan peta “sweet spot” parameter proses (speed vs time) yang menghasilkan CQAs optimal: disolusi <85% dalam 60 menit dan RSD <5%. Dengan tekanan udara 40 psi dan batch size 6 g, diperoleh zona operasional dari 850–1500 rpm dan 15–60 menit proses.

Implikasi ilmiah: Ini mencerminkan penerapan prinsip QbD yang sesungguhnya—mengubah ruang kemungkinan menjadi ruang kendali (design space) yang dapat diprediksi dan direplikasi.

Kritik Terhadap Pendekatan Metodologis

1. Kelebihan

  • Penerapan QbD yang utuh dan sistematis

  • Validasi statistik ketat (R² ≥ 0.85 untuk semua respon)

  • Korelasi kuat antara data kuantitatif dan interpretasi molekuler (FTIR)

2. Keterbatasan

  • Rentang parameter tidak mencakup nilai ekstrem, sehingga desain ruang mungkin belum sepenuhnya generalisable.

  • Penggunaan satu model API (ibuprofen) membatasi generalisasi hasil ke sistem lain.

  • Penekanan pada peralatan prototipe yang dikembangkan internal, membuat replikasi eksternal menantang.

Usulan: Studi lanjutan dapat mencakup uji validasi pada batch produksi skala pilot, serta menggunakan bahan aktif dengan polaritas atau sifat kelarutan yang berbeda.

Kontribusi Ilmiah dan Potensi Aplikasi

Artikel ini memberikan kontribusi penting terhadap ilmu formulasi farmasi dengan:

  • Mendemonstrasikan efektivitas QbD sebagai pendekatan holistik dalam pengembangan proses.

  • Menunjukkan bahwa indikator non-tradisional seperti spektrum FTIR dapat menjadi metrik kualitas yang relevan.

  • Menyediakan model regresi prediktif yang mampu diadopsi dalam pengembangan produk sejenis.

Potensi aplikasi mencakup formulasi obat lepas lambat, pengurangan penggunaan pelarut (eco-friendly), dan peningkatan efisiensi produksi berbiaya rendah.

Kesimpulan

Penelitian ini tidak hanya menyajikan optimalisasi parameter, tetapi mengekspresikan filosofi QbD sebagai pendekatan epistemologis dalam pengembangan farmasi modern. Dengan memahami hubungan antara variabel proses dan atribut kualitas secara konseptual dan statistik, kita tidak hanya mengoptimalkan sistem, tetapi juga memperluas batas pengetahuan farmasi yang berbasis data dan kendali mutu.

📎 DOI Resmi Paper:
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0206651

Jika Anda ingin versi Word atau PDF dari resensi ini, saya bisa bantu menyusunnya.

Selengkapnya
Optimalisasi Proses Berbasis Quality by Design (QbD) dalam Pengembangan Partikel Fungsional dengan Teknik Pelapisan Kering: Pendekatan Konseptual dan Reflektif

Teknologi Industri

Transformasi Industri Melalui Predictive Maintenance 4.0: Studi Praktis dari Disertasi Go Muan Sang

Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda pada 01 Agustus 2025


Mengapa Predictive Maintenance Krusial dalam Industri 4.0?

Dalam era digital dan otomasi yang terus berkembang, perusahaan manufaktur menghadapi tantangan besar: bagaimana menjaga kinerja mesin tetap optimal tanpa menimbulkan biaya tinggi akibat pemeliharaan yang tidak efisien? Predictive maintenance atau pemeliharaan prediktif hadir sebagai solusi strategis yang mampu mengatasi persoalan downtime tak terduga, efisiensi produksi, dan pemanfaatan data industri secara real-time.

Disertasi berjudul "Predictive Maintenance for Industry 4.0" oleh Go Muan Sang, yang disusun sebagai bagian dari studi doktoral di Bournemouth University, mengangkat pendekatan holistik dan aplikatif dalam merancang, menguji, serta mengimplementasikan sistem pemeliharaan prediktif berbasis data dengan standar dan arsitektur Industry 4.0. Penelitiannya tidak hanya membahas kerangka konseptual tetapi juga mencakup perancangan algoritma dan pengujian model pada studi kasus nyata.

Link resmi paper: https://doi.org/10.3389/fdata.2021.663466

Apa Itu Industry 4.0 dan Predictive Maintenance?

Industry 4.0 adalah fase keempat revolusi industri yang ditandai dengan integrasi teknologi digital ke dalam proses manufaktur. Ini meliputi Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan (AI), big data, robotika, dan sistem siber-fisik yang memungkinkan otomasi, pemantauan, dan pengambilan keputusan secara cerdas.

Sementara itu, Predictive Maintenance (PdM) adalah pendekatan berbasis data untuk memprediksi kapan mesin akan gagal, sehingga pemeliharaan dapat dilakukan tepat sebelum kerusakan terjadi. PdM bertujuan untuk meminimalkan biaya perawatan, mengurangi downtime, dan memperpanjang umur peralatan.

PMMI 4.0: Arsitektur Modular untuk Sistem Predictive Maintenance

Dalam disertasinya, Go Muan Sang memperkenalkan PMMI 4.0 (Predictive Maintenance Model for Industry 4.0), sebuah arsitektur modular dan fleksibel yang memungkinkan perusahaan mengadopsi sistem predictive maintenance sesuai kebutuhan spesifik mereka.

Elemen Penting PMMI 4.0:

  • RAMI 4.0 (Reference Architecture Model for Industry 4.0): Kerangka kerja arsitektur berlapis yang mengatur bagaimana sistem Industry 4.0 harus diorganisir dan berkomunikasi. RAMI 4.0 menggabungkan dimensi fungsi, hierarki, dan waktu untuk memastikan semua komponen digitalisasi industri saling terhubung.
  • FIWARE: Platform open-source berbasis IoT yang digunakan sebagai dasar penerapan model. FIWARE menyediakan komponen generik (Generic Enablers) untuk mengelola data sensor, interoperabilitas sistem, dan eksekusi layanan digital.

PMMI 4.0 tidak hanya memfasilitasi konektivitas antar sistem fisik dan digital, tetapi juga memungkinkan penerapan Predictive Maintenance as a Service (PMaaS), yaitu layanan pemeliharaan prediktif yang dapat diberikan oleh pihak ketiga secara virtual. Ini menciptakan potensi baru untuk model bisnis digital dalam industri manufaktur.

Estimasi Sisa Umur Pakai: Model Hybrid Deep Learning MPMMHDLA

Salah satu kontribusi utama disertasi ini adalah pengembangan model prediksi bernama MPMMHDLA (Modular Predictive Maintenance Model with Hybrid Deep Learning Approach). Model ini digunakan untuk memperkirakan Remaining Useful Life (RUL) atau sisa umur pakai komponen industri.

Komponen Algoritmik:

  • CNN (Convolutional Neural Network): Mengolah data spasial dari sensor seperti getaran, suhu, tekanan, dan arus listrik. CNN mampu mendeteksi pola visual yang sering kali sulit dipahami manusia.
  • LSTM (Long Short-Term Memory): Menganalisis pola temporal atau tren jangka panjang dari data historis. LSTM unggul dalam memahami konteks waktu dari data berurutan.

Kombinasi CNN dan LSTM membentuk pendekatan hybrid yang kuat, yang menghasilkan prediksi lebih akurat dibandingkan pendekatan tunggal. Dalam uji coba pada dataset industri nyata, model ini menunjukkan pengurangan error sebesar 19,13% (RMSE) dibanding baseline. Ini membuktikan potensi pendekatan deep learning modular dalam memberikan prediksi yang lebih dapat diandalkan.

Model ini juga dirancang modular sehingga dapat diadopsi oleh berbagai jenis industri dengan menyesuaikan input, struktur data, dan arsitektur sistem. Penggunaannya dapat diperluas dengan mengunggah model ke dalam marketplace digital FIWARE.

PMS4MMC: Penjadwalan Maintenance Multi Komponen

Selain memprediksi kapan kerusakan akan terjadi, penting pula untuk menentukan kapan dan di mana pemeliharaan harus dilakukan. Untuk itu, Sang merancang model PMS4MMC (Predictive Maintenance Scheduling for Multiple Machines and Components).

Model ini:

  • Menggunakan pemrograman matematis dan optimisasi integer untuk mengatur jadwal.
  • Mempertimbangkan keterbatasan sumber daya seperti teknisi, suku cadang, dan waktu operasi mesin.
  • Menyusun jadwal berdasarkan prediksi RUL, prioritas produksi, dan efisiensi logistik.

Formulasi model mencakup variabel biner XPit (keputusan jadwal), parameter biaya Ci, serta batasan Ri (RUL). Dengan pendekatan ini, perusahaan bisa menyesuaikan penjadwalan agar menghindari downtime sekaligus menghemat biaya.

Studi Kasus: FIRST Manufacturing dan Virtual Factory

Disertasi ini diuji pada dua lingkungan simulasi dan nyata:

  1. FIRST Flexible Manufacturing Line:
    • Menggunakan data dari sistem robotik, CNC, dan conveyor.
    • Model mampu menyesuaikan perubahan konfigurasi dan memperbaiki efisiensi perawatan.
  2. Virtual Factory:
    • Simulasi lingkungan produksi digital.
    • Digunakan untuk menguji konsep PMaaS antar entitas industri berbeda.

Kedua studi menunjukkan bahwa PMMI 4.0 dan algoritma terkait dapat berfungsi efektif baik di lingkungan fisik maupun virtual, dengan kemampuan skalabilitas dan interoperabilitas tinggi.

Hasil Kuantitatif dan Dampaknya

Hasil pengujian menunjukkan bahwa pendekatan ini dapat:

  • Mengurangi downtime hingga 10%, karena prediksi RUL memungkinkan maintenance dilakukan tepat waktu.
  • Menghemat biaya lebih dari 30%, dengan menekan pemeliharaan yang tidak perlu.
  • Meningkatkan utilisasi teknisi dan alat, melalui penjadwalan adaptif dan terkoordinasi.
  • Mempercepat respon terhadap perubahan operasional, mendukung produksi just-in-time.

Relevansi Industri dan Implementasi Nyata

Pendekatan ini relevan untuk banyak sektor:

  • Industri Otomotif: Dimana produksi non-stop mengharuskan mesin bebas kerusakan.
  • Energi: Misalnya turbin gas dan generator listrik dengan biaya perawatan tinggi.
  • Manufaktur Presisi: Seperti industri semikonduktor atau elektronik.
  • Logistik dan Distribusi: Untuk memelihara fleet kendaraan dan robot pergudangan.

Melalui FIWARE dan model modular, implementasi tidak memerlukan perubahan besar terhadap sistem lama, melainkan cukup integrasi secara bertahap.

Kelebihan dan Batasan

Kelebihan:

  • Modular, fleksibel, dan open-source.
  • Mampu digunakan dalam pabrik fisik maupun digital.
  • Terbukti meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya operasional.
  • Menawarkan interoperabilitas tinggi antar sistem berbeda.

Batasan:

  • Belum mengatasi isu keamanan siber yang krusial dalam sistem berbasis IoT.
  • Kebutuhan pelatihan dan penyesuaian organisasi terhadap teknologi baru.
  • Ketergantungan pada FIWARE sebagai platform tunggal dapat menjadi hambatan.
  • Masih terbatas pada sektor manufaktur, belum diuji pada industri jasa dan layanan.

Kesimpulan dan Rekomendasi Praktis

Disertasi Go Muan Sang menyajikan kerangka dan bukti nyata bahwa predictive maintenance berbasis arsitektur Industry 4.0 dapat diimplementasikan secara efisien. Dengan menggunakan model MPMMHDLA dan PMS4MMC, serta didukung arsitektur PMMI 4.0 yang berbasis FIWARE dan RAMI 4.0, perusahaan dapat mencapai efisiensi tinggi tanpa mengorbankan fleksibilitas operasional.

Penerapan pendekatan ini disarankan bagi perusahaan yang ingin bertransformasi ke arah digital, terutama yang memiliki aset produksi kompleks dan volume data sensor tinggi. Predictive maintenance bukan lagi sekadar tren, melainkan kebutuhan strategis untuk keberlanjutan industri di masa depan.

Selengkapnya
Transformasi Industri Melalui Predictive Maintenance 4.0: Studi Praktis dari Disertasi Go Muan Sang

Machine Learning

Memahami Potensi Adaptive Random Forest dalam Predictive Maintenance: Solusi Stream Learning di Era Industri 4.0

Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda pada 01 Agustus 2025


Transformasi Dunia Industri dengan Prediksi Cerdas

Revolusi Industri 4.0 telah mengubah cara kita memandang produktivitas, efisiensi, dan keberlanjutan. Dengan meningkatnya adopsi Internet of Things (IoT) di sektor industri, muncul kebutuhan untuk tidak sekadar mengumpulkan data, tetapi juga menginterpretasikannya secara cerdas dan real-time. Salah satu aplikasi penting dari transformasi digital ini adalah Predictive Maintenance (PdM)—strategi perawatan mesin berbasis data yang bertujuan memprediksi kegagalan peralatan sebelum benar-benar terjadi.

Tesis Asad Asadzade, yang disusun di İzmir Institute of Technology (2020), hadir sebagai kontribusi penting dalam lanskap PdM, dengan pendekatan unik: menerapkan metode stream learning Adaptive Random Forest for Regression (ARF-Reg) untuk memprediksi Remaining Useful Life (RUL) mesin jet, menggunakan dataset degradasi mesin simulasi dari NASA (C-MAPSS). Dalam studi ini, Asadzade tidak hanya membuktikan keefektifan PdM berbasis machine learning (ML), namun juga menyajikan analisis kritis terhadap keterbatasan metode batch learning dan keunggulan metode streaming dalam lingkungan industri yang dinamis.

Prediktif Lebih Efektif: Pemeliharaan Berbasis Prediksi dan Data Nyata

Evolusi Strategi Pemeliharaan

Secara tradisional, industri menggunakan pendekatan Run-to-Failure (R2F), yang hanya memperbaiki komponen setelah rusak. Meskipun terlihat sederhana, strategi ini dapat menimbulkan biaya tak terduga, downtime produksi, dan potensi risiko keselamatan. Strategi berikutnya, yaitu Preventive Maintenance (PvM), menyarankan jadwal pemeliharaan berkala untuk mencegah kegagalan. Namun, pendekatan ini sering kali menyebabkan over-maintenance—penggantian komponen yang sebenarnya belum perlu diganti.

Kini, strategi Predictive Maintenance (PdM) mengambil alih panggung utama, dengan memanfaatkan data sensor dan algoritma kecerdasan buatan untuk memprediksi kapan kegagalan akan terjadi secara akurat. Dengan pendekatan ini, perawatan hanya dilakukan ketika diperlukan, menghindari pemborosan, sekaligus menjaga kinerja optimal mesin.

Dataset dan Komponen Sensor NASA

Dalam studi ini, Asadzade menggunakan empat dataset dari NASA C-MAPSS (FD001, FD002, FD003, FD004), masing-masing terdiri dari ribuan baris data sensor yang menggambarkan kondisi operasional dan degradasi mesin jet dalam siklus waktu. Tiap dataset mencakup hingga 21 sensor, yang merekam berbagai parameter seperti suhu inlet, tekanan, kecepatan putar kipas dan inti mesin, hingga rasio tekanan dan laju bahan bakar.

Penulis kemudian melakukan proses feature selection berbasis Pearson Correlation Coefficient untuk memilih sensor paling relevan terhadap prediksi RUL. Misalnya, untuk dataset FD001, sensor seperti s2, s3, s4, s7, s11, s12, s15, s17, s20, dan s21 dipilih karena memberikan sinyal degradasi signifikan terhadap performa mesin.

Adaptive Random Forest: Alternatif Adaptif untuk Data Streaming

Tantangan dalam Batch Learning

Sebagian besar studi sebelumnya, baik yang menggunakan Random Forest, Convolutional Neural Networks (CNN), hingga Long Short-Term Memory (LSTM), masih berbasis batch learning. Dalam metode ini, model dilatih menggunakan data statis, dan tidak mampu menyesuaikan diri ketika data baru terus masuk—sesuatu yang lumrah terjadi dalam industri nyata yang bergerak dinamis.

Batch learning memiliki beberapa kelemahan:

  • Tidak responsif terhadap concept drift (perubahan pola data seiring waktu).
  • Membutuhkan pelatihan ulang (retraining) saat data baru tersedia.
  • Boros waktu dan memori, khususnya saat data berskala besar.

Adaptive Random Forest (ARF) sebagai Solusi

Sebagai alternatif, Adaptive Random Forest (ARF) dikembangkan untuk menangani data streaming secara efisien. ARF terdiri dari beberapa pohon keputusan (decision trees) yang saling berkompetisi dan berkolaborasi untuk memberikan prediksi terbaik. Keunggulannya:

  • Mampu memperbarui model secara bertahap (online learning) tanpa pelatihan ulang total.
  • Dilengkapi dengan ADWIN (Adaptive Windowing), yaitu metode deteksi concept drift yang secara otomatis mengganti model ketika pola data berubah.
  • Tidak memerlukan hyperparameter tuning kompleks, membuatnya cocok untuk lingkungan industri yang tidak bisa menunggu eksperimen parameter terlalu lama.

Eksperimen: Uji Coba ARF-Reg pada Dataset Degradasi Mesin NASA

Proses Preprocessing Data

Sebelum model dijalankan, Asadzade melakukan sejumlah tahapan preprocessing:

  1. Perhitungan RUL: Rumus dasar RUL = siklus akhir – siklus saat ini.
  2. Transformasi Fitur: Menggunakan Min-Max scaling ke rentang [0–1] untuk menyamakan skala antar fitur.
  3. Feature Selection: Sensor tidak informatif dihilangkan berdasarkan analisis korelasi.

Evaluasi Model: Prequential Evaluation

Evaluasi dilakukan dengan metode Prequential Evaluation (PE)—di mana data diuji terlebih dahulu sebelum dipakai untuk melatih model. Ini meniru skenario nyata dalam lingkungan streaming. Beberapa metrik utama yang digunakan:

  • MSE (Mean Squared Error)
  • MAE (Mean Absolute Error)
  • RMSE (Root Mean Squared Error)

Berikut performa ARF-Reg pada keempat dataset:

Dataset

MSE

MAE

RMSE

Waktu Latih (s)

Waktu Uji (s)

FD001

308.27

8.99

17.55

1865.33

161.14

FD002

316.21

8.25

17.78

5387.36

436.35

FD003

1648.50

23.21

40.60

3436.48

341.85

FD004

625.41

9.62

25.00

6257.61

518.58

Jika dibandingkan dengan metode batch learning dari studi sebelumnya:

  • ARF-Reg memiliki performa setara atau lebih baik dari CNN dan Random Forest.
  • Pada FD001 dan FD002, hasil RMSE ARF-Reg hanya sedikit lebih tinggi dari LSTM.
  • Pada FD003, performa menurun—kemungkinan disebabkan oleh kompleksitas pola data atau pemilihan sensor.

Interpretasi Hasil dan Kritik: Apa yang Bisa Kita Pelajari?

Keunggulan ARF-Reg

  • Adaptif secara Real-Time: Cocok untuk lingkungan yang sensornya terus menerus memberikan data.
  • Efisien dalam Sumber Daya: Tidak perlu memori besar atau waktu pelatihan ulang.
  • Praktis untuk Industri: Dapat langsung diterapkan pada sistem maintenance berbasis IoT.

Kelemahan dan Tantangan

  • Preprocessing Masih Offline: Proses scaling dan feature selection belum berjalan secara streaming.
  • Performa Tidak Konsisten di Semua Dataset: Seperti terlihat pada FD003, akurasi menurun cukup tajam.
  • Implementasi Dunia Nyata Belum Dibuktikan: Studi ini masih berbasis simulasi NASA. Implementasi nyata di industri diperlukan untuk validasi lebih lanjut.

Relevansi Industri: Aplikasi Langsung di Dunia Nyata

Metode ARF-Reg dapat diaplikasikan secara langsung di berbagai sektor industri:

  1. Penerbangan: Prediksi keausan komponen mesin jet tanpa perlu membongkar secara berkala.
  2. Manufaktur: Deteksi kerusakan mesin produksi, conveyor belt, atau spindle motor sebelum benar-benar gagal.
  3. Energi dan Minyak: Memantau turbin, kompresor, atau pompa dalam sistem kilang atau pembangkit listrik.
  4. Transportasi dan Logistik: Menjaga performa optimal armada kendaraan atau sistem rel.

Bagi perusahaan yang menerapkan konsep Smart Factory, pendekatan ini dapat menjadi bagian penting dalam membangun otomatisasi pemeliharaan, meningkatkan efisiensi, dan mengurangi downtime secara drastis.

Penutup: Potensi Besar, Perlu Langkah Lanjutan

Tesis Asadzade menawarkan kontribusi nyata dalam mengembangkan pendekatan PdM berbasis streaming dengan ARF-Reg. Metode ini terbukti:

  • Kompetitif dengan metode batch learning populer
  • Lebih cocok untuk lingkungan industri yang dinamis
  • Lebih efisien secara sumber daya

Namun, untuk dapat benar-benar menggantikan metode konvensional, diperlukan pengembangan lebih lanjut:

  • Pengembangan preprocessing online
  • Integrasi otomatis tuning parameter
  • Validasi di lingkungan industri nyata

Bila tantangan ini dapat diatasi, maka ARF-Reg berpotensi menjadi standar baru dalam sistem maintenance cerdas berbasis IoT.

Referensi Utama

📄 Asadzade, Asad. (2020). Predictive Maintenance for Smart Industry. İzmir Institute of Technology.
🔗 Akses Paper via Open Access Repository

 

Selengkapnya
Memahami Potensi Adaptive Random Forest dalam Predictive Maintenance: Solusi Stream Learning di Era Industri 4.0

Teknologi Industri

Membawa Mesin Bending ke Era AI: Resensi Komprehensif Paper Predictive Maintenance oleh Rui Marques

Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda pada 01 Agustus 2025


Transformasi Digital dalam Dunia Manufaktur Logam

Industri manufaktur telah memasuki babak baru dengan hadirnya Industry 4.0, sebuah era di mana teknologi seperti Internet of Things (IoT), Machine Learning (ML), dan Artificial Intelligence (AI) memainkan peran kunci dalam optimasi operasional. Salah satu elemen penting yang mengalami transformasi signifikan adalah sistem perawatan mesin. Pemeliharaan yang dulunya reaktif kini diarahkan menjadi predictive maintenance (PdM), sebuah pendekatan berbasis data yang memungkinkan perusahaan memprediksi kapan sebuah komponen mesin akan rusak sebelum benar-benar terjadi.

Paper karya Rui Afonso Patrício Sá Marques, berjudul "Predictive Maintenance of Rotary Draw Bending Machines Using Artificial Intelligence", merupakan hasil penelitian tesis di bawah kolaborasi antara AMOB, sebuah produsen mesin bending asal Portugal, dan INEGI, lembaga riset teknologi industri. Penelitian ini menjawab kebutuhan industri untuk merancang dan menerapkan infrastruktur PdM berbasis AI pada mesin rotary draw bending (RDB) milik AMOB, khususnya seri e-MOB.

Dalam resensi ini, kita akan membahas isi paper secara menyeluruh, menganalisis data dan temuan utama, serta menyajikan sudut pandang kritis dan aplikatif terhadap tantangan nyata di industri. Kita juga akan menyoroti potensi implementasi konsep ini dalam skala lebih luas.

Latar Belakang dan Tujuan Penelitian

Mesin rotary draw bending merupakan jenis mesin yang digunakan untuk membentuk pipa logam menjadi bentuk melengkung yang presisi. Proses ini banyak digunakan dalam industri otomotif, dirgantara, arsitektur, dan pabrikasi logam berat. Meskipun secara mekanis mesin ini sangat kompleks dan andal, permasalahan wear (keausan) pada komponen seperti linear guides dan ball screws tetap menjadi masalah utama yang sering menghambat performa jangka panjang.

Dalam konteks ini, tujuan utama penelitian Marques adalah:

  1. Merancang sistem infrastruktur PdM berbasis AI untuk mesin RDB AMOB.
  2. Melakukan studi kasus nyata pada mesin e-MOB yang mengalami kegagalan sistem pada sumbu vertikal (axis H).
  3. Menguji sensorisasi dan pemrosesan data untuk mendeteksi gejala awal kerusakan, terutama melalui analisis getaran dan torsi.

Dengan pendekatan yang menggabungkan teori dan praktik, penelitian ini bukan hanya memberikan kerangka kerja PdM yang aplikatif, tetapi juga mencerminkan bagaimana manufaktur tradisional dapat ditransformasi menjadi sistem cerdas dan berbasis prediksi.

Profil Perusahaan: AMOB dan Tantangan Globalisasi

AMOB merupakan perusahaan Portugal yang telah berdiri sejak 1969 dan dikenal sebagai pemimpin global dalam produksi mesin bending logam. Dengan jaringan distribusi di lebih dari 30 negara, AMOB menghadapi tekanan tinggi dalam menjaga kualitas, efisiensi, dan dukungan purnajual.

Sayangnya, seperti yang ditekankan dalam paper ini, sistem pemeliharaan AMOB masih didominasi oleh pendekatan preventive dan reactive maintenance. Komunikasi layanan purna jual banyak dilakukan secara informal, dan data historis pemakaian mesin sangat minim. Hal ini menjadi tantangan besar dalam menerapkan PdM secara sistematis.

Apa Itu Rotary Draw Bending dan Mengapa Rentan Rusak?

Mesin RDB terdiri atas lima komponen utama:

  • Bend Die: alat utama yang menentukan radius lengkungan.
  • Clamp Die: menjepit pipa agar tidak tergelincir saat proses bending.
  • Pressure Die: menjaga tekanan pipa selama pembengkokan.
  • Mandrel: batang penopang di dalam pipa untuk mencegah kerutan dan ovalisasi.
  • Wiper Die: mencegah kerutan pada sisi dalam tikungan pipa.

Mesin RDB seperti e-MOB memiliki 9 sumbu gerak yang dioperasikan secara elektrik dengan servomotor, termasuk:

  • Axis X, Y, Z: kontrol posisi dan orientasi pipa.
  • Axis H dan W: penyesuaian posisi kepala mesin untuk radius tertentu.
  • Axis M, C, P, E: kontrol ekstraksi mandrel, tekanan, dan penjepit.

Kerusakan sering terjadi pada ball screw dan linear guide, yang merupakan komponen vital namun paling rentan terhadap keausan akibat gesekan dan kesalahan pelumasan.

Dari Preventif ke Prediktif: Evolusi Strategi Pemeliharaan

Strategi pemeliharaan dapat dibagi ke dalam empat jenis:

  1. Preventive Maintenance (PM): inspeksi rutin berdasarkan waktu atau pemakaian.
  2. Condition-Based Maintenance (CBM): pemeliharaan berdasarkan parameter tertentu.
  3. Predictive Maintenance (PdM): prediksi kapan suatu komponen akan gagal.
  4. Prescriptive Maintenance: sistem otomatis yang memberi saran atau melakukan tindakan langsung.

PdM menjadi tujuan utama dalam penelitian ini karena menawarkan efisiensi tinggi dan mengurangi pemborosan akibat penggantian komponen yang belum waktunya.

Studi Kasus: Kerusakan Sumbu H di Mesin e-MOB 9611

Mesin e-MOB 42 9611 yang digunakan dalam studi ini mengalami masalah pada axis H. Tim peneliti menemukan bahwa ball screw mengalami keausan parah, kemungkinan karena pelumasan yang buruk serta kesalahan operator dalam pengoperasian manual.

Penelitian dilakukan melalui:

  • Analisis getaran (vibrasi): menggunakan sensor MEMS (MicroElectroMechanical Systems) tipe ADXL345.
  • Analisis torsi: membandingkan pergerakan torsi antara mesin bermasalah dan mesin kontrol.

Data yang dikumpulkan dianalisis dalam dua domain:

  • Time-domain: melihat fluktuasi intensitas getaran terhadap waktu.
  • Frequency-domain: mengidentifikasi spektrum frekuensi yang terkait dengan kerusakan spesifik.

Hasil menunjukkan bahwa perbedaan frekuensi dan getaran antara mesin sehat dan bermasalah dapat dikenali secara jelas, khususnya pada sumbu X dan Y.

Arsitektur Sistem PdM: Dari Sensor hingga Cloud

1. Sensorisasi dan Pengumpulan Data

Sensor dipasang pada komponen ball screw untuk merekam getaran dan torsi secara real time. Format data yang digunakan adalah CSV, disimpan dalam sistem lokal dan cloud.

2. Pra-pemrosesan dan Feature Extraction

Data mentah dikompresi menggunakan teknik DCT (Discrete Cosine Transform) dan DWT (Discrete Wavelet Transform), lalu diekstraksi menjadi parameter penting seperti:

  • Rata-rata (mean)
  • Simpangan baku (standard deviation)
  • Kurtosis dan skewness
  • Crest factor dan margin index

3. Model Machine Learning

Beberapa algoritma yang digunakan:

  • KNN (K-Nearest Neighbors): klasifikasi berdasarkan jarak data.
  • SVM (Support Vector Machine): memisahkan data menjadi dua kelas berdasarkan fitur.
  • Decision Tree: membuat struktur logika dari kondisi getaran.

4. Validasi Model

Model divalidasi menggunakan confusion matrix dan akurasi. Pada kasus ini, KNN dengan 6 fitur terbaik mencapai akurasi lebih dari 90%.

Hasil Uji Awal dan Interpretasi Praktis

Analisis Getaran

  • Sensor ADXL345 efektif mendeteksi keausan ball screw.
  • Perbedaan spektrum frekuensi antara mesin bermasalah dan sehat sangat nyata.

Analisis Torsi

  • Peningkatan torsi lebih merefleksikan misalignment daripada keausan.
  • Torsi cocok digunakan untuk deteksi kesalahan pemasangan, bukan wear harian.

➡️ Kesimpulan: kombinasi analisis getaran dan torsi memberikan sistem diagnostik yang kuat, saling melengkapi untuk berbagai jenis kerusakan.

Kritik dan Saran Terhadap Studi Ini

Kekuatan:

  • Studi dilakukan langsung pada mesin nyata (real-world scenario).
  • Data sensorisasi sangat rinci dan dibuktikan secara eksperimental.
  • Menggabungkan pendekatan akademik dan industri.

Kelemahan:

  • Uji hanya dilakukan pada satu jenis mesin dan satu kasus kerusakan.
  • Belum ada fase implementasi penuh secara industri.
  • Model belum diuji untuk jangka waktu panjang atau berbagai variasi kondisi.

Implikasi Industri dan Rekomendasi Strategis

Jika diterapkan secara luas, sistem PdM seperti ini bisa:

  • Mengurangi downtime hingga 30%
  • Menurunkan biaya pemeliharaan hingga 40%
  • Memperpanjang umur pakai mesin
  • Memberi nilai tambah besar bagi perusahaan seperti AMOB

Rekomendasi ke depan:

  • Terapkan sistem pada semua sumbu mesin
  • Lakukan uji jangka panjang di berbagai sektor industri
  • Gabungkan dengan sistem prescriptive untuk otomatisasi penuh

Kesimpulan: Membuka Jalan Menuju Industri Manufaktur Cerdas

Rui Marques telah memberikan fondasi yang solid untuk mengimplementasikan PdM berbasis AI pada mesin RDB. Pendekatannya praktis, aplikatif, dan berdampak langsung terhadap produktivitas industri logam. Bagi perusahaan yang ingin survive di tengah kompetisi global dan permintaan akan efisiensi tinggi, investasi dalam sistem PdM bukan lagi opsi—melainkan kebutuhan.

Data Teknis

  • Penulis: Rui Afonso Patrício Sá Marques
  • Judul: Predictive Maintenance of Rotary Draw Bending Machines Using Artificial Intelligence
  • Tahun: 2021
  • Institusi: Faculdade de Engenharia da Universidade do Porto
  • DOI/Tautan: hdl.handle.net/10216/139426
Selengkapnya
Membawa Mesin Bending ke Era AI: Resensi Komprehensif Paper Predictive Maintenance oleh Rui Marques
« First Previous page 45 of 1.160 Next Last »