Kebugaran Gratis di Taman Kota: Tinjauan Kritis Inisiatif Gimnasium Terbuka 'Swastha Kanpur'

Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko

19 November 2025, 08.53

Sumber: pexels.com

Latar Belakang Teoretis

Penelitian ini berakar pada krisis kesehatan global di mana Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian utama. WHO merekomendasikan aktivitas fisik rutin untuk mencegahnya, namun biaya keanggotaan gimnasium konvensional sering kali menjadi hambatan bagi masyarakat umum.   

Inisiatif "Swastha Kanpur" (Kanpur Sehat) bertujuan mendemokratisasi akses kebugaran dengan memasang gimnasium terbuka (Open-Air Gymnasiums) di taman-taman publik. Tujuannya adalah menyediakan fasilitas olahraga gratis yang inklusif, memanfaatkan lingkungan alam untuk meningkatkan kesehatan fisik dan interaksi sosial warga.   

Metodologi dan Kebaruan

Studi SAAR ini mengadopsi metodologi kualitatif dan observasional. Tim peneliti dari IIT Roorkee melakukan survei lapangan di enam lokasi taman (termasuk Kargil Park, Nana Rao Park, dan Water Park) untuk menilai kondisi fisik peralatan. Data primer dikumpulkan melalui wawancara persepsi pengguna untuk memahami pola penggunaan, kepuasan, dan demografi penerima manfaat.   

Kebaruan dari proyek ini terletak pada pergeseran paradigma dari infrastruktur "keras" (jalan/jembatan) ke infrastruktur "kesehatan preventif" yang berbasis komunitas dan gratis.   

Temuan Utama dengan Kontekstualisasi

Analisis studi kasus mengungkap keberhasilan dalam perubahan perilaku, namun kegagalan signifikan dalam manajemen aset:

  1. Sukses Mengubah Perilaku: Temuan paling positif adalah bahwa 40% pengguna adalah "pengguna pertama kali" (first-time users), yang berarti fasilitas ini berhasil mendorong orang yang sebelumnya tidak aktif untuk mulai berolahraga. Retensi pengguna juga tinggi, dengan 50% berlatih setiap hari.   

  2. Kesenjangan Gender: Data demografis menunjukkan disparitas yang jelas: 70% pengguna adalah laki-laki dan hanya 30% perempuan, mengindikasikan bahwa faktor keamanan atau norma sosial mungkin masih membatasi akses perempuan di ruang publik ini.   

  3. Krisis Pemeliharaan (Temuan Kritis): Studi ini mengidentifikasi kegagalan total dalam pemeliharaan. Meskipun kontraktor memiliki kewajiban Operasi & Pemeliharaan (O&M) selama 5 tahun, ditemukan bahwa peralatan rusak di 4 dari 5 gimnasium yang dikunjungi. Di taman populer seperti Nana Rao Park, kerusakan alat menyebabkan waktu tunggu yang lama dan frustrasi warga.   

  4. Masalah Desain Aksesibilitas: Evaluasi teknis menemukan bahwa di beberapa lokasi (Water Park, Mahapalika Park), area gym dibangun di atas platform tinggi tanpa ramp, memutus konektivitas dengan jalur jogging dan menyulitkan akses bagi lansia atau penyandang disabilitas.   

Keterbatasan dan Refleksi Kritis

Keterbatasan utama proyek ini adalah kurangnya mekanisme pengawasan terhadap kontraktor. Studi mencatat bahwa keluhan warga sering diabaikan oleh otoritas. Namun, sebuah fenomena menarik muncul: di Water Park, warga secara sukarela mengumpulkan uang untuk memperbaiki alat sendiri, menunjukkan rasa kepemilikan (sense of ownership) yang kuat meskipun sistem formal gagal.   

Implikasi Ilmiah di Masa Depan

Secara praktis, studi ini menyimpulkan bahwa penyediaan aset fisik saja tidak cukup. Rekomendasi utamanya adalah perlunya penegakan kontrak O&M yang ketat dan pertimbangan model pembiayaan partisipatif (karena 65% pengguna bersedia membayar biaya kecil untuk jaminan pemeliharaan). Perluasan jaringan gym ke lebih banyak lokasi juga disarankan untuk mengurangi jarak tempuh rata-rata pengguna yang saat ini mencapai 1,2 km.   

Sumber

Studi Kasus C9: Open-Air Gymnasium: An initiative for Swastha Kanpur. (2023). Dalam SAAR: Smart cities and Academia towards Action and Research (Part C: Urban Infrastructure) (hlm. 84-90). National Institute of Urban Affairs (NIUA).