Lean Construction
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Industri konstruksi memainkan peran vital dalam pertumbuhan ekonomi, namun sering kali menghadapi tantangan seperti produktivitas rendah, pemborosan sumber daya, dan keterlambatan proyek. Untuk menjawab tantangan ini, pendekatan Lean Construction (LC) menjadi strategi yang menjanjikan dalam meningkatkan efisiensi proyek. Studi oleh Mohammed Ali Berawi dan timnya berjudul "Lean Construction Practice on Toll Road Project Improvement: A Case Study in Developing Country" memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana LC diterapkan dalam proyek jalan tol Trans-Sumatera di Indonesia.
Latar Belakang: Tantangan dan Potensi Lean Construction
Sektor konstruksi global berkontribusi terhadap 37% konsumsi energi dunia dan menghasilkan sekitar 10 gigaton emisi CO2 pada tahun 2021. Selain itu, industri ini bertanggung jawab atas 30% dari total limbah yang masuk ke TPA. Di Indonesia, sektor konstruksi menyumbang 65% konsumsi energi primer dan menghasilkan 4,32 juta ton limbah pada 2020. Konteks ini menyoroti pentingnya praktik berkelanjutan, di mana LC hadir sebagai solusi.
Metodologi: Kombinasi Kualitatif dan Kuantitatif
Penelitian dilakukan melalui tiga tahapan:
Studi Kasus: Proyek Tol Trans-Sumatera (Pekanbaru–Dumai)
Fokus studi adalah segmen Underpass STA 28+150 dalam paket proyek tol Pekanbaru-Dumai. Proyek bernilai sekitar USD 900 juta ini menghadapi tantangan seperti banjir dan keterlambatan pengadaan alat berat, yang menyebabkan keterlambatan 30 hari dari jadwal semula 120 hari.
Distribusi Biaya Utama Proyek:
Temuan Utama
1. Identifikasi Aktivitas Pemborosan (Waste)
Dari 58 sub-aktivitas yang diteliti:
Sebanyak 15 aktivitas dikategorikan sebagai NVA, seperti:
2. Eliminasi NVA dan Percepatan Proyek
Dengan mengintegrasikan 15 aktivitas NVA ke dalam aktivitas lain:
3. Alat Lean yang Digunakan
Dari 10 alat lean yang ditawarkan, 9 diimplementasikan. Alat paling populer antara lain:
Contoh implementasi:
4. Crash Program dan Efek Terhadap Biaya
Dengan menambah 115 tenaga kerja:
Namun:
5. Tiga Skenario Kinerja Proyek
Diskusi: Implikasi Lean Construction di Negara Berkembang
Studi ini menegaskan pentingnya:
Pendekatan lean tidak hanya berdampak pada efisiensi waktu dan biaya, tetapi juga mendorong budaya kerja kolaboratif dan disiplin proses.
Relevansi Global
Temuan dari proyek Indonesia ini juga relevan untuk negara berkembang lain yang menghadapi:
Kesimpulan dan Rekomendasi
Penerapan lean construction pada proyek jalan tol Trans-Sumatera berhasil:
Namun, pendekatan ini menuntut keseimbangan antara efisiensi waktu dan profitabilitas, serta memerlukan pelatihan dan kolaborasi antar pihak.
Rekomendasi untuk Proyek Selanjutnya:
Sumber Asli
Berawi, M. A., Sari, M., Miraj, P., Mardiansyah, Saroji, G., & Susantono, B. (2023). Lean Construction Practice on Toll Road Project Improvement: A Case Study in Developing Country. Civil Engineering Journal, Vol. 9, No. 12.
Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Perkembangan teknologi informasi telah membawa perubahan signifikan dalam dunia konstruksi, salah satunya melalui penerapan Building Information Modeling (BIM). BIM bukan sekadar alat visualisasi, tetapi sistem manajemen informasi bangunan yang mendukung efisiensi waktu, biaya, dan kualitas proyek. Penelitian yang dilakukan oleh Ary Wibowo, Henny Pratiwi Adi, dan Hermin Poedjiastoeti dalam jurnal Syntax Literate (2022) mengevaluasi implementasi BIM pada proyek Gedung Workshop Politeknik Pekerjaan Umum (PU) di Semarang. Studi ini menawarkan wawasan penting tentang kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman penerapan BIM di proyek pemerintah.
Studi Kasus: Proyek Gedung Workshop Politeknik PU Semarang
Deskripsi Proyek
BIM digunakan mulai dari tahap perencanaan hingga operasional, termasuk fitur visualisasi 3D dengan Revit, perhitungan volume pekerjaan 5D dengan Cubicost, hingga sistem dokumentasi berbasis cloud melalui BIM360.
Metodologi Penelitian
Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif dengan teknik analisis SWOT. Data dikumpulkan melalui studi literatur, wawancara, dan Focus Group Discussion (FGD) dengan pelaku proyek dari Politeknik PU, konsultan BIM, dan ASN Kementerian PUPR. Penilaian dilakukan melalui:
Hasil Evaluasi dan Analisis SWOT
Kekuatan (Strengths)
Kelemahan (Weaknesses)
Peluang (Opportunities)
Ancaman (Threats)
Skor SWOT
Strategi Optimalisasi Penerapan BIM
Berdasarkan posisi SWOT, strategi yang disarankan adalah:
Edukasi dan Promosi BIM
Standarisasi dan Sertifikasi Nasional
Integrasi Kurikulum Pendidikan Tinggi
SOP dan KPI Proyek BIM
Penguatan Kebijakan Nasional
Opini dan Relevansi Praktis
Penerapan BIM di proyek Politeknik PU ini bisa dijadikan benchmark untuk proyek pemerintah lainnya. Fitur seperti clash detection telah terbukti mengurangi potensi kesalahan teknis di lapangan yang selama ini menjadi penyebab rework dan pemborosan biaya. Namun, kesuksesan implementasi BIM tidak hanya bergantung pada perangkat lunak, tetapi pada kesiapan SDM dan dukungan kelembagaan. Dibutuhkan kebijakan top-down yang lebih kuat dari Kementerian PUPR agar penerapan BIM menjadi praktik standar, bukan sekadar eksperimen.
Kesimpulan
Penelitian ini menegaskan bahwa BIM memberikan banyak manfaat jika diterapkan dengan benar. Namun, tantangan seperti biaya tinggi, resistensi SDM, dan regulasi yang belum matang perlu segera diatasi. Strategi implementasi berbasis SWOT memberikan kerangka kerja yang jelas bagi instansi pemerintah dan pelaku industri dalam mengadopsi BIM secara luas. Dengan pendidikan, pelatihan, dan kebijakan yang tepat, BIM bisa menjadi katalis utama menuju konstruksi digital dan efisien di Indonesia.
Sumber Asli
Wibowo, Ary; Adi, Henny Pratiwi; Poedjiastoeti, Hermin. (2022). Evaluasi Penerapan Building Information Modeling (BIM) Pada Proyek Gedung Workshop Politeknik Pekerjaan Umum di Semarang. Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia, 7(5).
Lean dan Sustainable
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Industri konstruksi secara global menghadapi tekanan besar untuk bertransformasi menuju praktik yang lebih berkelanjutan. Tidak hanya karena kontribusinya terhadap emisi karbon dan konsumsi energi, tetapi juga karena efisiensi kerja yang masih tertinggal dibanding industri lain. Artikel yang ditulis oleh Saad Sarhan dan Stephen Pretlove berjudul "Lean and Sustainable Construction: State of the Art and Future Directions" (2021), mengeksplorasi potensi sinergi antara dua pendekatan penting: Lean Construction (LC) dan Sustainable Construction (SC).
Artikel ini menjadi editorial pengantar dalam edisi khusus jurnal Construction Economics and Building dan merangkum berbagai penelitian mutakhir yang mengeksplorasi hubungan antara LC dan SC. Penulis menyampaikan bahwa jika kedua pendekatan ini diintegrasikan secara tepat, maka akan terbuka jalan menuju sektor konstruksi yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Latar Belakang dan Relevansi Global
Berdasarkan laporan IPCC 2021, hanya dengan pengurangan drastis emisi gas rumah kaca, dunia dapat menghindari dampak iklim yang semakin ekstrem. Sementara itu, sektor konstruksi bertanggung jawab atas konsumsi energi dan produksi limbah yang sangat besar sepanjang siklus hidup bangunan. Dengan proyeksi pertumbuhan pasar konstruksi global hingga 70% antara tahun 2013 dan 2025, kebutuhan akan strategi pembangunan berkelanjutan menjadi sangat mendesak.
Lean Construction yang berasal dari prinsip produksi Toyota, dan Sustainable Construction yang berfokus pada keberlanjutan sosial, ekonomi, dan lingkungan, keduanya memiliki potensi besar dalam merespons krisis ini. Namun, integrasi kedua pendekatan ini masih terbatas, dan cenderung bersifat teknis alat-alat semata, bukan transformasi paradigma berpikir dan proses manajemen proyek.
Tantangan dan Kesenjangan dalam Integrasi LC dan SC
Penulis menyampaikan beberapa hambatan utama dalam upaya mengintegrasikan LC dan SC:
Sebaliknya, SC cenderung mengabaikan manajemen proses konstruksi dan lebih menekankan aspek desain dan penggunaan material ramah lingkungan.
Sorotan Studi Kasus dan Temuan Khusus
Efisiensi Energi dan Pengelolaan
Pendekatan Proyek Berbasis Siklus Hidup
Inovasi untuk Produktivitas
Model Terintegrasi dan Circular Economy
Hambatan di Negara Berkembang
Kesimpulan dan Rekomendasi
Edisi khusus jurnal ini menyimpulkan bahwa:
Rekomendasi utama:
Dengan mendekatkan Lean dan Sustainability, industri konstruksi tidak hanya dapat menjawab tantangan iklim dan lingkungan, tetapi juga meningkatkan efisiensi dan produktivitasnya secara signifikan.
Sumber Asli
Sarhan, S., and Pretlove, S. 2021. Lean and Sustainable Construction: State of the Art and Future Directions. Construction Economics and Building, 21(3), 1–10.
Industri Kontruksi
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Industri konstruksi Indonesia tengah memasuki era transformasi digital seiring dengan tingginya pertumbuhan pasar dan kompleksitas proyek. Berdasarkan laporan Mordor Intelligence (2024), pasar konstruksi Indonesia diprediksi tumbuh dari USD 284 miliar di tahun 2024 menjadi hampir USD 408 miliar di 2029, dengan pertumbuhan tahunan mencapai 7,5%. Lonjakan ini didorong oleh proyek-proyek besar seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), serta investasi infrastruktur dari kerja sama bilateral senilai USD 649 juta. Dalam konteks ini, penggunaan teknologi informasi—terutama software manajemen konstruksi—menjadi sangat krusial.
Artikel karya R. Wahyu Indra Susatyo, Eko Indrajit, dan Erick Dazki dari Universitas Pradita berjudul "Enterprise Architecture in the Construction Management Software using the Business Model Canvas" yang dipublikasikan dalam jurnal Sinkron (Vol. 8, No. 3, 2024) mengulas secara mendalam bagaimana pendekatan Enterprise Architecture (EA), khususnya framework TOGAF dan bahasa pemodelan ArchiMate, dapat menjadi fondasi penting dalam pengembangan dan optimalisasi software manajemen konstruksi berbasis cloud seperti Procore.
Urgensi dan Konteks: Tantangan dalam Manajemen Proyek Konstruksi
Dengan tingginya kompleksitas proyek, keterlibatan banyak pihak, serta tekanan efisiensi dan keberlanjutan, proyek konstruksi saat ini membutuhkan pengelolaan data, proses, dan sumber daya secara terintegrasi. Software manajemen konstruksi seperti Procore®, PlanGrid®, atau Progresi® menawarkan platform untuk kontrol biaya, pelacakan progres, pengelolaan dokumen, serta koordinasi multi-stakeholder. Namun, studi ini menilai bahwa tanpa arsitektur perusahaan yang matang, perangkat lunak ini belum optimal dalam menjawab kebutuhan industri yang terus berkembang.
Tujuan Penelitian dan Metodologi
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif melalui:
Hasilnya kemudian dipetakan ke dalam kerangka TOGAF yang mencakup delapan domain arsitektur, serta diterjemahkan dalam model bisnis menggunakan Business Model Canvas (BMC).
Studi Kasus: Arsitektur Enterprise pada Software Procore®
1. Business Architecture (dengan pendekatan BMC)
2. Application Architecture
Aplikasi dibagi menjadi lima komponen besar:
3. Information Architecture
Terdapat lima klasifikasi database:
4. Technology Architecture
Dirancang dengan tiga server cloud AWS®:
Akses ke server disesuaikan dengan zona pengguna: manajemen dan support melalui VPN, pelanggan dan vendor melalui koneksi internet aman.
Inovasi: Penggunaan ArchiMate sebagai Visualisasi EA
Model enterprise architecture divisualisasikan menggunakan ArchiMate, yang mencakup seluruh alur pengguna: dari login, penggunaan fitur, interaksi dengan support, hingga output layanan. Visualisasi ini memperjelas relasi antar entitas digital dan memetakan dependensi antara proses bisnis dan infrastruktur teknologi. Ini merupakan pendekatan baru yang belum digunakan luas di penelitian sejenis.
Kelebihan dan Nilai Tambah Studi
Tantangan Implementasi dan Saran Pengembangan
Penulis merekomendasikan:
Kesimpulan
Artikel ini menegaskan bahwa perancangan arsitektur enterprise untuk software manajemen konstruksi merupakan langkah strategis dalam menyongsong era smart construction. Dengan mengintegrasikan TOGAF, BMC, dan ArchiMate, perusahaan konstruksi dapat:
Pendekatan ini tidak hanya relevan untuk Indonesia, tetapi juga dapat dijadikan model bagi negara berkembang lain dengan industri konstruksi yang tengah berkembang pesat.
Sumber Asli
Susatyo, R. W. I., Indrajit, E., & Dazki, E. (2024). Enterprise Architecture in the Construction Management Software using the Business Model Canvas. Sinkron: Jurnal dan Penelitian Teknik Informatika, Vol. 8(3).
Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Sistem perpajakan bangunan di Indonesia selama ini masih didasarkan pada data dua dimensi (2D), yang kerap menyebabkan ketidakakuratan dalam penilaian dan pengenaan pajak. Sementara itu, kebutuhan akan data spasial tiga dimensi (3D) semakin mendesak seiring pertumbuhan vertikal properti di kawasan urban. Dalam konteks ini, penelitian berjudul "Building Information Modeling (BIM) Utilization for 3D Fiscal Cadastre" oleh Sadikin Hendriatiningsih dan rekan-rekannya dari Institut Teknologi Bandung menawarkan terobosan dengan memanfaatkan BIM dan teknologi Terrestrial Laser Scanner (TLS) untuk mendukung sistem kadaster fiskal 3D di Indonesia.
Latar Belakang dan Urgensi
Kadaster merupakan sistem informasi tanah yang memuat data kepemilikan, lokasi, nilai, dan penggunaan lahan, termasuk struktur di atasnya. Di negara-negara maju, sistem kadaster 3D sudah diterapkan untuk mengelola informasi spasial secara komprehensif. Namun di Indonesia, informasi bangunan masih disimpan dalam bentuk 2D dan proses pendataan mengandalkan formulir manual seperti SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak). Ketidaksesuaian pengisian data menyebabkan banyak kesalahan dalam perhitungan pajak, yang pada akhirnya merugikan negara maupun pemilik bangunan.
BIM hadir sebagai solusi digital yang memungkinkan visualisasi dan manajemen informasi bangunan dalam format 3D yang akurat. Integrasi BIM dengan teknologi TLS memungkinkan perekaman data geometrik secara detail dan cepat, yang sangat ideal untuk kebutuhan kadaster fiskal.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peran BIM dalam mendukung sistem kadaster fiskal 3D dengan fokus pada ketepatan geometri objek pajak, kemampuan BIM menyimpan informasi relevan untuk perhitungan pajak, serta modifikasi struktur basis data BIM agar sesuai dengan kebutuhan perpajakan.
Studi Kasus dan Metodologi
Objek penelitian berupa bangunan asrama di lingkungan Institut Teknologi Bandung yang dipilih sebagai representasi unit apartemen. Pengukuran kontrol dilakukan dengan GNSS RTK dan Electronic Total Station. Akuisisi data geometrik dilakukan menggunakan Terrestrial Laser Scanner (TLS) Topcon GLS-2000. Resolusi scan yang digunakan adalah 12,5 mm karena paling efisien untuk objek berukuran kecil seperti jendela dan dinding. Pembersihan data dilakukan dengan Maptek i-Site Studio untuk menghapus noise seperti pohon atau objek luar ruangan. Registrasi dilakukan dengan teknik cloud-to-cloud menggunakan algoritma Iterative Closest Point (ICP). Hasil registrasi dikonversi ke format .e57 dan diimpor ke Autodesk Revit 2016 untuk pemodelan BIM.
Objek geometrik dibuat berdasarkan point cloud, meliputi lantai, dinding, atap, dan fasilitas. Setiap komponen diberi spesifikasi material, dimensi, dan atribut lain. Basis data BIM dimodifikasi dengan menambahkan entitas "Unit" dan "Price_List" untuk keperluan perhitungan pajak.
Hasil dan Temuan
Hasil registrasi TLS menunjukkan nilai RMSE rata-rata sebesar 0,001 meter, yang menunjukkan tingkat akurasi sangat tinggi dan sesuai dengan kebutuhan perpajakan. Deviansi dimensi objek terhadap ukuran aktual seperti lebar jendela, tebal dinding, hingga tinggi lemari hanya berkisar antara -0,001 m hingga +0,002 m. Informasi yang dapat diperoleh langsung dari TLS antara lain luas bangunan dan jumlah lantai, sementara informasi jenis material atap, dinding, lantai, dan plafon masih memerlukan pengamatan langsung.
Simulasi perhitungan pajak dilakukan menggunakan metode Replacement Cost New (RCN). Biaya komponen bangunan terdiri dari atap senilai Rp 4.286.655, dinding sebesar Rp 23.179.259, lantai Rp 20.975.121, dan fasilitas sebesar Rp 7.937.959. Total nilai bangunan sebelum depresiasi mencapai Rp 56.378.994. Setelah depresiasi menggunakan metode garis lurus sebesar Rp 18.041.278, nilai akhir bangunan menjadi Rp 38.337.715 dan pajak bangunan yang dikenakan sebesar Rp 38.337.
Modifikasi basis data BIM melibatkan penambahan entitas Unit yang berisi data pemilik, lantai, dan nilai pajak serta entitas Price_List yang mencantumkan kode objek, jenis material, dan harga per meter kubik. Kedua entitas ini terhubung melalui ID unik dan memungkinkan ekspor data ke berbagai format seperti Excel, Access, atau SQL.
Analisis dan Diskusi
Keunggulan dari pendekatan ini terletak pada presisi tinggi dari hasil TLS yang memiliki tingkat kesalahan sangat rendah, memungkinkan informasi geometrik terekam secara detail termasuk hingga ke level interior. Komprehensivitas model BIM juga memungkinkan pemodelan objek bangunan secara penuh dan terintegrasi. Namun, tantangan utama yang masih dihadapi adalah belum tersedianya sistem nasional yang mengintegrasikan BIM dengan sistem perpajakan seperti SISMIOP serta kebutuhan untuk melengkapi informasi non-spasial secara manual.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa sistem ini bersifat scalable, sehingga dapat dikembangkan dan diterapkan pada bangunan lain dengan pendekatan yang sama. Potensi penggunaan BIM dalam kadaster fiskal sangat besar, tidak hanya untuk perpajakan tetapi juga untuk audit properti, perencanaan kota, dan kontrol tata ruang.
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa Building Information Modeling (BIM), ketika dipadukan dengan teknologi TLS, memiliki potensi besar untuk mendukung sistem kadaster fiskal 3D di Indonesia. Tingkat akurasi yang tinggi, kemampuan menyimpan data geometrik dan atribut, serta fleksibilitas modifikasi database menjadikan BIM solusi ideal untuk reformasi sistem perpajakan bangunan. Namun, dibutuhkan pengembangan lebih lanjut dalam integrasi sistem, penambahan informasi non-spasial secara otomatis, serta penyesuaian kebijakan pemerintah agar sistem ini dapat diimplementasikan secara luas.
Sumber Asli
Hendriatiningsih, S., Hernandi, A., Saptari, A. Y., Widyastuti, R., & Saragih, D. (2019). Building Information Modeling (BIM) Utilization for 3D Fiscal Cadastre. Indonesian Journal of Geography, Vol. 51 No. 3, 285–294.
Sustainable Practices
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Lean construction telah berevolusi dari konsep manufaktur ramping yang diperkenalkan oleh Toyota menjadi pendekatan yang inovatif dalam manajemen proyek konstruksi. Filosofi dasarnya bertumpu pada upaya mengurangi limbah, meningkatkan nilai, dan memastikan setiap langkah dalam proses pembangunan memberikan kontribusi signifikan bagi hasil akhir. Dalam artikel berjudul "Lean Construction and SDGs: Delivering value and performance in the built environment", Opoku, Adewumi, Lok, dan Amoh menjabarkan keterkaitan antara pendekatan lean dengan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) dalam lingkungan binaan.
Penelitian ini tidak hanya mengulas aspek teoritis lean construction, tetapi juga menjelajahi bagaimana pendekatan ini dapat memberikan dampak nyata terhadap dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam proyek konstruksi, khususnya di era pasca-pandemi COVID-19 yang penuh tekanan global.
Krisis Global dan Kebutuhan Inovasi dalam Konstruksi
Industri konstruksi global tengah menghadapi tantangan besar: keterbatasan sumber daya, perubahan iklim, tekanan urbanisasi, dan ketidakefisienan dalam proses produksi. Kontribusi sektor konstruksi terhadap produk domestik bruto global sekitar 10%, namun pertumbuhannya kalah jauh dibanding sektor manufaktur. Kondisi ini menandakan kebutuhan akan perubahan mendasar dalam sistem produksi konstruksi.
Lean construction menjadi jawaban dengan meminimalisir aktivitas non-nilai tambah, seperti waktu tunggu, overproduksi, transportasi berlebih, kesalahan desain, dan pemborosan material. Implementasi konsep-konsep seperti Just-in-Time (JIT), Last Planner System (LPS), dan Concurrent Engineering telah terbukti meningkatkan efisiensi serta mengurangi biaya dan waktu pengerjaan proyek.
Studi Kasus dan Data Empiris: Menelisik Efektivitas Lean
Berdasarkan data Lean Construction Institute, sekitar 70% proyek konstruksi mengalami keterlambatan dan pembengkakan biaya. Salah satu penyebab utamanya adalah kurangnya fokus pada "flow"—atau aliran kerja—yang ideal. Studi mencatat bahwa hanya 30% waktu kerja efektif digunakan untuk aktivitas transformasi, sisanya habis untuk aktivitas yang tidak memberikan nilai.
Sebagai contoh, satu pertiga biaya material bangunan seringkali terbuang untuk penanganan logistik, penyimpanan, dan pengangkutan limbah. Dengan menerapkan lean thinking, efisiensi ini bisa ditingkatkan drastis. Selain itu, pendekatan seperti 5S, Six Sigma, dan Visual Management dapat meningkatkan keterlibatan pekerja dan mempercepat penyelesaian proyek.
Integrasi Lean dan Sustainability: Menyatukan Dua Agenda Strategis
Lean construction berfokus pada peningkatan efisiensi proses, sementara konstruksi berkelanjutan (sustainable construction) menitikberatkan pada dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi dari bangunan. Artikel ini menunjukkan bahwa keduanya bukanlah pendekatan yang saling bertentangan, melainkan saling melengkapi.
Contohnya, lean membantu mengurangi konsumsi energi saat pembangunan, sementara keberlanjutan fokus pada efisiensi energi selama masa operasional bangunan. Dengan mengintegrasikan keduanya sejak fase desain, pengembang dapat menciptakan struktur yang hemat energi, aman bagi pekerja, dan ramah lingkungan.
Hambatan Implementasi Lean: Dimensi Budaya dan Struktural
Meskipun potensi lean sangat besar, implementasinya kerap terhambat oleh sejumlah faktor. Beberapa hambatan utama yang diidentifikasi antara lain minimnya pelatihan, kurangnya pemahaman dari manajemen puncak, resistensi terhadap perubahan, serta biaya awal yang tinggi. Studi oleh Friblick et al. (2009) dan Porwal et al. (2010) menyebutkan bahwa keberhasilan lean sangat tergantung pada kesiapan organisasi dalam merombak budaya kerja dan struktur internalnya.
Selain itu, lean seringkali diterapkan secara parsial dan tidak konsisten. Ini memperlemah dampak yang seharusnya bisa dicapai. Oleh karena itu, pendekatan sistemik dan dukungan dari seluruh lini organisasi menjadi kunci.
Lean Construction dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)
Artikel ini memberikan pemetaan yang menarik mengenai kontribusi prinsip-prinsip lean terhadap pencapaian SDGs. Misalnya, penerapan konsep "flow" dan "pull system" membantu mencapai SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), sedangkan fokus pada pengurangan limbah mendukung SDG 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab). Bahkan, SDG 13 (Aksi Iklim) bisa dicapai dengan mengurangi emisi dan penggunaan material berbahaya dalam proyek konstruksi.
Dalam dimensi sosial, lean mampu mendorong partisipasi pekerja, meningkatkan keselamatan kerja, dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat (SDG 3 dan SDG 16). Untuk aspek ekonomi, lean meningkatkan efisiensi anggaran, menghindari pemborosan, dan menciptakan nilai optimal bagi pemilik proyek (SDG 9 dan SDG 11).
Kontribusi Alat Lean terhadap Efektivitas Proyek
Penelitian ini juga merinci berbagai alat lean yang terbukti efektif di lapangan. Beberapa di antaranya adalah:
Keberhasilan alat-alat ini sangat tergantung pada penerapan prinsip dasar lean seperti kolaborasi, keterbukaan informasi, dan perbaikan berkelanjutan.
Opini Kritis dan Relevansi Kontekstual
Penulis artikel dengan jitu mengangkat pentingnya perubahan paradigma dalam industri konstruksi global. Namun, implementasi lean tidak bisa dipisahkan dari konteks lokal. Di negara berkembang seperti Indonesia, misalnya, hambatan seperti budaya kerja hierarkis, keterbatasan teknologi, dan regulasi yang belum mendukung bisa menjadi tantangan besar.
Namun demikian, peluang tetap terbuka. Pemerintah Indonesia tengah mendorong program pembangunan berkelanjutan melalui green building dan digitalisasi konstruksi. Integrasi lean construction dalam agenda nasional ini dapat mempercepat pencapaian SDGs sekaligus meningkatkan daya saing sektor konstruksi.
Kesimpulan
Lean construction bukan sekadar metode manajemen proyek, melainkan sebuah filosofi kerja yang menuntut perubahan menyeluruh dalam pola pikir, struktur organisasi, dan budaya kerja. Dengan pendekatan holistik, lean dapat membantu industri konstruksi global—termasuk di Indonesia—mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan secara lebih efisien, hemat biaya, dan berdampak luas.
Penelitian ini menjadi panggilan bagi praktisi, akademisi, dan pembuat kebijakan untuk bersama-sama mendorong transformasi ini. Lean bukan tren sesaat, melainkan kebutuhan masa depan.
Sumber Asli
Opoku, A., Adewumi, A. S., Lok, K. L., & Amoh, E. (2023). Lean Construction and SDGs: Delivering value and performance in the built environment.