Lean Construction

Penerapan Lean Construction dalam Proyek Jalan Tol: Studi Kasus Trans-Sumatera

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025


Industri konstruksi memainkan peran vital dalam pertumbuhan ekonomi, namun sering kali menghadapi tantangan seperti produktivitas rendah, pemborosan sumber daya, dan keterlambatan proyek. Untuk menjawab tantangan ini, pendekatan Lean Construction (LC) menjadi strategi yang menjanjikan dalam meningkatkan efisiensi proyek. Studi oleh Mohammed Ali Berawi dan timnya berjudul "Lean Construction Practice on Toll Road Project Improvement: A Case Study in Developing Country" memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana LC diterapkan dalam proyek jalan tol Trans-Sumatera di Indonesia.

Latar Belakang: Tantangan dan Potensi Lean Construction

Sektor konstruksi global berkontribusi terhadap 37% konsumsi energi dunia dan menghasilkan sekitar 10 gigaton emisi CO2 pada tahun 2021. Selain itu, industri ini bertanggung jawab atas 30% dari total limbah yang masuk ke TPA. Di Indonesia, sektor konstruksi menyumbang 65% konsumsi energi primer dan menghasilkan 4,32 juta ton limbah pada 2020. Konteks ini menyoroti pentingnya praktik berkelanjutan, di mana LC hadir sebagai solusi.

Metodologi: Kombinasi Kualitatif dan Kuantitatif

Penelitian dilakukan melalui tiga tahapan:

  1. Studi Literatur untuk mengidentifikasi konsep LC dan aktivitas pemborosan (waste).
  2. Wawancara mendalam dengan enam manajer proyek dan personel teknis dari proyek Pekanbaru-Dumai.
  3. Analisis dampak penerapan alat lean terhadap waktu penyelesaian proyek dan biaya.

Studi Kasus: Proyek Tol Trans-Sumatera (Pekanbaru–Dumai)

Fokus studi adalah segmen Underpass STA 28+150 dalam paket proyek tol Pekanbaru-Dumai. Proyek bernilai sekitar USD 900 juta ini menghadapi tantangan seperti banjir dan keterlambatan pengadaan alat berat, yang menyebabkan keterlambatan 30 hari dari jadwal semula 120 hari.

Distribusi Biaya Utama Proyek:

  • Pemancangan tiang: 25,3%
  • Instalasi besi tulangan: 27,5%
  • Pengecoran beton: 37,47%

Temuan Utama

1. Identifikasi Aktivitas Pemborosan (Waste)

Dari 58 sub-aktivitas yang diteliti:

  • 34% dikategorikan sebagai Value-Added (VA)
  • 40% sebagai Essential Non-Value Added (ENVA)
  • 24% sebagai Non-Value Added (NVA)

Sebanyak 15 aktivitas dikategorikan sebagai NVA, seperti:

  • Pengiriman material yang tertunda
  • Kelebihan proses dokumentasi
  • Koordinasi yang tidak efisien

2. Eliminasi NVA dan Percepatan Proyek

Dengan mengintegrasikan 15 aktivitas NVA ke dalam aktivitas lain:

  • Waktu proyek dikurangi dari 180 hari menjadi 165 hari.
  • Eliminasi lebih lanjut memungkinkan percepatan hingga 145,5 hari (hemat 4,5 hari dari kontrak awal).

3. Alat Lean yang Digunakan

Dari 10 alat lean yang ditawarkan, 9 diimplementasikan. Alat paling populer antara lain:

  • Koordinasi: digunakan dalam lebih dari 30 aktivitas
  • Kolaborasi: untuk 15 aktivitas
  • Standardisasi, Five S, crash program, overlap juga sering digunakan

Contoh implementasi:

  • Aktivitas "pembuatan shop drawing" disederhanakan menggunakan koordinasi dan kolaborasi.
  • Proses pengiriman material distandardisasi agar efisien.

4. Crash Program dan Efek Terhadap Biaya

Dengan menambah 115 tenaga kerja:

  • Durasi enam aktivitas utama dipercepat dari 81 hari menjadi 47,5 hari.
  • Penghematan waktu: 33,5 hari

Namun:

  • Tambahan biaya mencapai USD 44.710, dengan 87,27% untuk tenaga kerja
  • Profit menurun dari 17,88% menjadi 13,69%

5. Tiga Skenario Kinerja Proyek

  1. Business as usual:
    • Keterlambatan: 30 hari
    • Biaya tambahan: USD 32.815
    • Profit: 14,46%
  2. Eliminasi NVA:
    • Keterlambatan: 15 hari
    • Biaya tambahan: USD 16.407
    • Profit: 16,17%
  3. Crash program:
    • Lebih cepat 4,5 hari dari kontrak
    • Biaya tambahan: USD 44.710
    • Profit: 13,69%

Diskusi: Implikasi Lean Construction di Negara Berkembang

Studi ini menegaskan pentingnya:

  • Identifikasi aktivitas bernilai rendah (NVA dan ENVA)
  • Pemilihan alat lean berdasarkan konteks proyek
  • Kompromi antara waktu dan biaya dalam crash program

Pendekatan lean tidak hanya berdampak pada efisiensi waktu dan biaya, tetapi juga mendorong budaya kerja kolaboratif dan disiplin proses.

Relevansi Global

Temuan dari proyek Indonesia ini juga relevan untuk negara berkembang lain yang menghadapi:

  • Infrastruktur besar-besaran
  • Tekanan efisiensi
  • Keterbatasan sumber daya

Kesimpulan dan Rekomendasi

Penerapan lean construction pada proyek jalan tol Trans-Sumatera berhasil:

  • Mengurangi waktu proyek sebesar 19,17%
  • Menyediakan model sistematis untuk mengidentifikasi waste
  • Menunjukkan efektivitas alat lean seperti koordinasi, standardisasi, dan crash program

Namun, pendekatan ini menuntut keseimbangan antara efisiensi waktu dan profitabilitas, serta memerlukan pelatihan dan kolaborasi antar pihak.

Rekomendasi untuk Proyek Selanjutnya:

  • Lakukan audit waste sebelum memulai proyek
  • Terapkan alat lean yang paling sesuai dengan fase proyek
  • Lakukan simulasi skenario biaya-waktu untuk pengambilan keputusan

Sumber Asli

Berawi, M. A., Sari, M., Miraj, P., Mardiansyah, Saroji, G., & Susantono, B. (2023). Lean Construction Practice on Toll Road Project Improvement: A Case Study in Developing Country. Civil Engineering Journal, Vol. 9, No. 12.

 

Selengkapnya
Penerapan Lean Construction dalam Proyek Jalan Tol: Studi Kasus Trans-Sumatera

Building Information Modeling

Efektivitas Penerapan Building Information Modeling (BIM) di Proyek Workshop Politeknik PUPR Semarang

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025


Perkembangan teknologi informasi telah membawa perubahan signifikan dalam dunia konstruksi, salah satunya melalui penerapan Building Information Modeling (BIM). BIM bukan sekadar alat visualisasi, tetapi sistem manajemen informasi bangunan yang mendukung efisiensi waktu, biaya, dan kualitas proyek. Penelitian yang dilakukan oleh Ary Wibowo, Henny Pratiwi Adi, dan Hermin Poedjiastoeti dalam jurnal Syntax Literate (2022) mengevaluasi implementasi BIM pada proyek Gedung Workshop Politeknik Pekerjaan Umum (PU) di Semarang. Studi ini menawarkan wawasan penting tentang kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman penerapan BIM di proyek pemerintah.

Studi Kasus: Proyek Gedung Workshop Politeknik PU Semarang

Deskripsi Proyek

  • Lokasi: Jalan Soekarno Hatta, Kel. Siwalan, Kec. Gayamsari, Semarang Timur
  • Pemilik Proyek: Kementerian PUPR
  • Perencana: PT Yodya Karya (Persero)
  • Anggaran: APBN 2019
  • Pelaksanaan: Dimulai 2021, beroperasi 2023
  • Ruang Lingkup: Terdiri atas dua masa bangunan (selatan dan utara) yang mencakup delapan gedung workshop dari beragam disiplin teknik

BIM digunakan mulai dari tahap perencanaan hingga operasional, termasuk fitur visualisasi 3D dengan Revit, perhitungan volume pekerjaan 5D dengan Cubicost, hingga sistem dokumentasi berbasis cloud melalui BIM360.

Metodologi Penelitian

Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif dengan teknik analisis SWOT. Data dikumpulkan melalui studi literatur, wawancara, dan Focus Group Discussion (FGD) dengan pelaku proyek dari Politeknik PU, konsultan BIM, dan ASN Kementerian PUPR. Penilaian dilakukan melalui:

  • Internal Factor Analysis Summary (IFAS)
  • External Factor Analysis Summary (EFAS)

Hasil Evaluasi dan Analisis SWOT

Kekuatan (Strengths)

  1. Clash Detection: Mampu mendeteksi kesalahan desain sebelum konstruksi dimulai
  2. Informasi Terpadu: Memberikan data lengkap dalam model 3D-5D
  3. Efisiensi Waktu: Mengurangi rework dan mempercepat proses
  4. Kualitas Dokumentasi: Tingkat akurasi tinggi dalam dokumen proyek
  5. Manfaat Jangka Panjang: Bisa digunakan untuk siklus hidup bangunan

Kelemahan (Weaknesses)

  1. Biaya Investasi Tinggi: Lisensi software, hardware, dan pelatihan bisa mencapai ratusan juta rupiah
  2. Kebutuhan SDM Kompeten: Banyak personel belum terlatih BIM
  3. Resistensi Budaya Kerja: Adaptasi dari sistem konvensional masih lambat
  4. Kurangnya Regulasi dan SOP Resmi: Tidak semua proyek menetapkan output BIM dengan jelas
  5. Minimnya Partisipasi Manajemen: Kurang dalam hal pengawasan dan motivasi

Peluang (Opportunities)

  1. Standarisasi BIM Nasional (SNI BIM)
  2. Digitalisasi Industri Konstruksi
  3. Integrasi dengan Lean Construction dan Cloud Construction Management
  4. Edukasi Formal BIM di Institusi Pendidikan
  5. Peningkatan Permintaan Stakeholder terhadap BIM

Ancaman (Threats)

  1. Kurangnya Pengetahuan Pengguna: Banyak yang belum memahami manfaat BIM
  2. Ketertinggalan dari Negara Lain: Seperti Singapura dan AS
  3. Tidak Jelasnya Roadmap dan Regulasi: Masih dalam tahap awal di Indonesia
  4. Ketersediaan Tenaga Ahli Terbatas
  5. Kesulitan Sinergi Proyek: Beberapa kontraktor dan konsultan belum menggunakan BIM

Skor SWOT

  • IFAS (S-W) = 0,630
  • EFAS (O-T) = 0,440
  • Hasil Plotting SWOT: Kuadran I (Strategi Agresif)

Strategi Optimalisasi Penerapan BIM

Berdasarkan posisi SWOT, strategi yang disarankan adalah:

Edukasi dan Promosi BIM

  • Sosialisasi manfaat BIM ke industri dan akademisi
  • Fasilitasi pelatihan profesional untuk proyek pertama pengguna BIM

Standarisasi dan Sertifikasi Nasional

  • Penyusunan standar protokol BIM dalam dokumen KAK proyek
  • Sertifikasi nasional untuk pengguna dan penyedia jasa konstruksi

Integrasi Kurikulum Pendidikan Tinggi

  • Politeknik PU dan perguruan tinggi lain harus mengadopsi BIM dalam kurikulum
  • Program magang BIM di proyek infrastruktur Kementerian PUPR

SOP dan KPI Proyek BIM

  • Penetapan Standard Operating Procedure dan workflow BIM
  • Pengukuran kinerja melalui indikator seperti tingkat adopsi BIM, error rate, hingga kapabilitas SDM

Penguatan Kebijakan Nasional

  • Pemerintah mulai mengidentifikasi proyek yang berhasil menerapkan BIM untuk dijadikan "best practice"
  • Pembuatan database nasional proyek-proyek BIM

Opini dan Relevansi Praktis

Penerapan BIM di proyek Politeknik PU ini bisa dijadikan benchmark untuk proyek pemerintah lainnya. Fitur seperti clash detection telah terbukti mengurangi potensi kesalahan teknis di lapangan yang selama ini menjadi penyebab rework dan pemborosan biaya. Namun, kesuksesan implementasi BIM tidak hanya bergantung pada perangkat lunak, tetapi pada kesiapan SDM dan dukungan kelembagaan. Dibutuhkan kebijakan top-down yang lebih kuat dari Kementerian PUPR agar penerapan BIM menjadi praktik standar, bukan sekadar eksperimen.

Kesimpulan

Penelitian ini menegaskan bahwa BIM memberikan banyak manfaat jika diterapkan dengan benar. Namun, tantangan seperti biaya tinggi, resistensi SDM, dan regulasi yang belum matang perlu segera diatasi. Strategi implementasi berbasis SWOT memberikan kerangka kerja yang jelas bagi instansi pemerintah dan pelaku industri dalam mengadopsi BIM secara luas. Dengan pendidikan, pelatihan, dan kebijakan yang tepat, BIM bisa menjadi katalis utama menuju konstruksi digital dan efisien di Indonesia.

Sumber Asli

Wibowo, Ary; Adi, Henny Pratiwi; Poedjiastoeti, Hermin. (2022). Evaluasi Penerapan Building Information Modeling (BIM) Pada Proyek Gedung Workshop Politeknik Pekerjaan Umum di Semarang. Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia, 7(5).

 

Selengkapnya
Efektivitas Penerapan Building Information Modeling (BIM) di Proyek Workshop Politeknik PUPR Semarang

Lean dan Sustainable

Integrasi Lean dan Sustainable Construction: Masa Depan Konstruksi Ramah Lingkungan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025


Industri konstruksi secara global menghadapi tekanan besar untuk bertransformasi menuju praktik yang lebih berkelanjutan. Tidak hanya karena kontribusinya terhadap emisi karbon dan konsumsi energi, tetapi juga karena efisiensi kerja yang masih tertinggal dibanding industri lain. Artikel yang ditulis oleh Saad Sarhan dan Stephen Pretlove berjudul "Lean and Sustainable Construction: State of the Art and Future Directions" (2021), mengeksplorasi potensi sinergi antara dua pendekatan penting: Lean Construction (LC) dan Sustainable Construction (SC).

Artikel ini menjadi editorial pengantar dalam edisi khusus jurnal Construction Economics and Building dan merangkum berbagai penelitian mutakhir yang mengeksplorasi hubungan antara LC dan SC. Penulis menyampaikan bahwa jika kedua pendekatan ini diintegrasikan secara tepat, maka akan terbuka jalan menuju sektor konstruksi yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

Latar Belakang dan Relevansi Global

Berdasarkan laporan IPCC 2021, hanya dengan pengurangan drastis emisi gas rumah kaca, dunia dapat menghindari dampak iklim yang semakin ekstrem. Sementara itu, sektor konstruksi bertanggung jawab atas konsumsi energi dan produksi limbah yang sangat besar sepanjang siklus hidup bangunan. Dengan proyeksi pertumbuhan pasar konstruksi global hingga 70% antara tahun 2013 dan 2025, kebutuhan akan strategi pembangunan berkelanjutan menjadi sangat mendesak.

Lean Construction yang berasal dari prinsip produksi Toyota, dan Sustainable Construction yang berfokus pada keberlanjutan sosial, ekonomi, dan lingkungan, keduanya memiliki potensi besar dalam merespons krisis ini. Namun, integrasi kedua pendekatan ini masih terbatas, dan cenderung bersifat teknis alat-alat semata, bukan transformasi paradigma berpikir dan proses manajemen proyek.

Tantangan dan Kesenjangan dalam Integrasi LC dan SC

Penulis menyampaikan beberapa hambatan utama dalam upaya mengintegrasikan LC dan SC:

  • Fokus LC terlalu sempit pada kepuasan pelanggan proyek, bukan pada masyarakat dan lingkungan secara luas.
  • Pendekatan LC cenderung hanya fokus pada tahap produksi, tanpa memperhatikan siklus hidup proyek secara menyeluruh.
  • Konsep 'waste' dalam LC seringkali terbatas pada proses dan material saja, padahal seharusnya mencakup dampak sosial dan lingkungan.

Sebaliknya, SC cenderung mengabaikan manajemen proses konstruksi dan lebih menekankan aspek desain dan penggunaan material ramah lingkungan.

Sorotan Studi Kasus dan Temuan Khusus

Efisiensi Energi dan Pengelolaan

  • Studi oleh Ahmed et al. di UEA membandingkan kinerja energi tiga jenis bangunan pendidikan. Hasilnya, semua bangunan menunjukkan pemborosan energi, mengindikasikan pentingnya kesadaran pengguna dan desain proses konstruksi.
  • Di Denmark, Wandahl et al. meneliti proyek renovasi perumahan dan menemukan bahwa peningkatan efisiensi proses konstruksi dapat mendukung target Renovation Wave Uni Eropa dalam mengurangi emisi karbon.

Pendekatan Proyek Berbasis Siklus Hidup

  • Zighan dan Abualqumboz di Yordania meneliti sumber limbah fisik di tahap awal proyek. Mereka mengembangkan kerangka kerja manajemen limbah proaktif untuk fase konsep.
  • Di New South Wales, Al-Hamadani et al. mengusulkan penerapan "ecological modernisation" untuk mengurangi limbah konstruksi dan pembongkaran, yang dapat dijadikan dasar kebijakan pengelolaan limbah konstruksi.

Inovasi untuk Produktivitas

  • Studi di Polandia oleh Stefańska et al. menggunakan CNC dan desain struktural optimasi untuk konstruksi berbasis kayu. Mereka merekomendasikan pendekatan multivariate dan bentuk paraboloid untuk efisiensi material dan waktu.
  • Mossman dan Sarhan mengkritisi metode CPM dan mendorong penggunaan Last Planner System (LPS) untuk aliran kerja lebih stabil dalam proyek fabrikasi modular.
  • Penelitian oleh Power et al. menunjukkan bahwa kehadiran fasilitator LPS dapat meningkatkan produktivitas dan aliran kerja secara signifikan.
  • Di AS, studi Demirkesen et al. meneliti hubungan antara LC dan keamanan psikologis pekerja. Hasilnya, proyek dengan pendekatan lean lebih baik dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman secara psikologis.

Model Terintegrasi dan Circular Economy

  • Aslam et al. mengembangkan matriks Lean Approaching Sustainability Tools (LAST) untuk memilih alat LC yang sesuai dalam menjawab 15 tantangan SC paling kritis.
  • Smitha dan Thomas dari India menyusun indeks Circular Economy Potential Index (CEPI) untuk menilai potensi sirkularitas material konstruksi.
  • Isa dan Abidin di Malaysia meneliti adopsi eco-innovation di perusahaan kontraktor besar, dan menyimpulkan bahwa tingkat adopsinya masih moderat, tetapi memiliki potensi besar untuk dikembangkan.

Hambatan di Negara Berkembang

  • Khalil et al. menyoroti hambatan implementasi SC di Libya: kendala pengetahuan, teknologi dan biaya, serta aspek organisasi dan teknis.
  • Aghimien et al. meneliti adopsi big data analytics di Afrika Selatan. Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun potensial, adopsi teknologi digital di sektor konstruksi masih rendah.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Edisi khusus jurnal ini menyimpulkan bahwa:

  • Integrasi LC dan SC bukan hanya soal alat, tapi transformasi pendekatan.
  • Penelitian empiris lebih lanjut sangat dibutuhkan, khususnya untuk memahami efek sinergis antara lean dan sustainable practices.
  • Perubahan mindset, kolaborasi lintas disiplin, dan pendidikan tentang lean-sustainable philosophy sangat penting untuk masa depan konstruksi.

Rekomendasi utama:

  1. Lakukan pendekatan holistik terhadap nilai dan limbah (termasuk sosial dan lingkungan).
  2. Dorong integrasi LC dan SC dalam kebijakan dan pelatihan konstruksi.
  3. Tingkatkan kolaborasi antara akademisi dan praktisi untuk memperkuat pengembangan model-model terintegrasi.

Dengan mendekatkan Lean dan Sustainability, industri konstruksi tidak hanya dapat menjawab tantangan iklim dan lingkungan, tetapi juga meningkatkan efisiensi dan produktivitasnya secara signifikan.

Sumber Asli

Sarhan, S., and Pretlove, S. 2021. Lean and Sustainable Construction: State of the Art and Future Directions. Construction Economics and Building, 21(3), 1–10.

 

Selengkapnya
Integrasi Lean dan Sustainable Construction: Masa Depan Konstruksi Ramah Lingkungan

Industri Kontruksi

Enterprise Architecture dalam Software Manajemen Konstruksi: Kunci Transformasi Digital Sektor Konstruksi Indonesia

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025


Industri konstruksi Indonesia tengah memasuki era transformasi digital seiring dengan tingginya pertumbuhan pasar dan kompleksitas proyek. Berdasarkan laporan Mordor Intelligence (2024), pasar konstruksi Indonesia diprediksi tumbuh dari USD 284 miliar di tahun 2024 menjadi hampir USD 408 miliar di 2029, dengan pertumbuhan tahunan mencapai 7,5%. Lonjakan ini didorong oleh proyek-proyek besar seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), serta investasi infrastruktur dari kerja sama bilateral senilai USD 649 juta. Dalam konteks ini, penggunaan teknologi informasi—terutama software manajemen konstruksi—menjadi sangat krusial.

Artikel karya R. Wahyu Indra Susatyo, Eko Indrajit, dan Erick Dazki dari Universitas Pradita berjudul "Enterprise Architecture in the Construction Management Software using the Business Model Canvas" yang dipublikasikan dalam jurnal Sinkron (Vol. 8, No. 3, 2024) mengulas secara mendalam bagaimana pendekatan Enterprise Architecture (EA), khususnya framework TOGAF dan bahasa pemodelan ArchiMate, dapat menjadi fondasi penting dalam pengembangan dan optimalisasi software manajemen konstruksi berbasis cloud seperti Procore.

Urgensi dan Konteks: Tantangan dalam Manajemen Proyek Konstruksi

Dengan tingginya kompleksitas proyek, keterlibatan banyak pihak, serta tekanan efisiensi dan keberlanjutan, proyek konstruksi saat ini membutuhkan pengelolaan data, proses, dan sumber daya secara terintegrasi. Software manajemen konstruksi seperti Procore®, PlanGrid®, atau Progresi® menawarkan platform untuk kontrol biaya, pelacakan progres, pengelolaan dokumen, serta koordinasi multi-stakeholder. Namun, studi ini menilai bahwa tanpa arsitektur perusahaan yang matang, perangkat lunak ini belum optimal dalam menjawab kebutuhan industri yang terus berkembang.

Tujuan Penelitian dan Metodologi

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif melalui:

  • Studi literatur (untuk mendalami konsep EA, TOGAF, dan BMC).
  • Observasi dan analisis terhadap software Procore®.

Hasilnya kemudian dipetakan ke dalam kerangka TOGAF yang mencakup delapan domain arsitektur, serta diterjemahkan dalam model bisnis menggunakan Business Model Canvas (BMC).

Studi Kasus: Arsitektur Enterprise pada Software Procore®

1. Business Architecture (dengan pendekatan BMC)

  • Value Proposition: Platform terpusat berbasis web dan cloud yang real-time dan terintegrasi.
  • Customer Segments: Kontraktor, manajemen konstruksi, arsitek, pengembang.
  • Customer Relationships: Dukungan 24/7, pelatihan offline dan daring, fitur community.
  • Channels: Website, email, media sosial, konferensi tahunan, rekomendasi pelanggan lama.
  • Key Activities: Interaksi awal, registrasi, penggunaan fitur, dukungan pelanggan.
  • Key Resources: Cloud server, tim developer, support teknis dan manajer akun.
  • Key Partnerships: Mitra teknologi pihak ketiga, konsultan konstruksi.
  • Cost Structure: Riset dan pengembangan, pemasaran, cloud hosting.
  • Revenue Stream: Langganan berbasis volume proyek dan biaya implementasi.

2. Application Architecture

Aplikasi dibagi menjadi lima komponen besar:

  • Management: CRM, HRIS, sistem keuangan, revenue, dan dashboard produk.
  • Suppliers/Partners: Sistem manajemen vendor dan sistem penilaian kinerja rekanan.
  • Core Process: Monitoring server, manajemen akun, sistem komunitas, dan LMS.
  • Back Office: Manajemen SDM internal, sistem tiket, dan manajemen dokumen.
  • Customer: Pre-construction, project execution, workforce & financial management, hingga construction intelligence dan support center.

3. Information Architecture

Terdapat lima klasifikasi database:

  • Management: CRM, billing, revenue.
  • Suppliers: Data vendor dan penilaian rekanan.
  • Support: Sistem komunitas dan tiket.
  • Core Process: Akun pengguna, dokumen proyek, data pembelajaran.
  • Customer: Data tender, progres proyek, HR proyek, dan laporan.

4. Technology Architecture

Dirancang dengan tiga server cloud AWS®:

  • Server 1: Melayani CRM, keuangan, revenue.
  • Server 2: Menjalankan fitur customer (pre-construction hingga intelligence).
  • Server 3: Mendukung pelatihan dan pusat bantuan (support center, LMS, komunitas).

Akses ke server disesuaikan dengan zona pengguna: manajemen dan support melalui VPN, pelanggan dan vendor melalui koneksi internet aman.

Inovasi: Penggunaan ArchiMate sebagai Visualisasi EA

Model enterprise architecture divisualisasikan menggunakan ArchiMate, yang mencakup seluruh alur pengguna: dari login, penggunaan fitur, interaksi dengan support, hingga output layanan. Visualisasi ini memperjelas relasi antar entitas digital dan memetakan dependensi antara proses bisnis dan infrastruktur teknologi. Ini merupakan pendekatan baru yang belum digunakan luas di penelitian sejenis.

Kelebihan dan Nilai Tambah Studi

  1. Pendekatan komprehensif: Menggabungkan TOGAF dan BMC dalam satu kerangka.
  2. Implementatif: Berdasarkan observasi software nyata (Procore) dan disesuaikan dengan konteks Indonesia.
  3. Model reusable: Arsitektur EA yang fleksibel dan adaptif terhadap perubahan teknologi dan proses bisnis.
  4. Kontribusi terhadap Smart Construction: Mendukung prinsip revolusi industri 4.0 dan konstruksi berbasis cloud.

Tantangan Implementasi dan Saran Pengembangan

  • Banyak perusahaan konstruksi kecil-menengah belum memiliki SDM IT yang memahami EA.
  • Perlu ada kolaborasi lintas stakeholder (teknis, manajerial, regulasi) agar arsitektur bisa diadopsi luas.
  • Regulasi pemerintah terkait sistem informasi konstruksi belum cukup mendukung integrasi EA.

Penulis merekomendasikan:

  • Pelatihan dan literasi EA untuk sektor konstruksi.
  • Standardisasi platform manajemen proyek nasional.
  • Integrasi sistem manajemen konstruksi dengan database pemerintah untuk proyek infrastruktur publik.

Kesimpulan

Artikel ini menegaskan bahwa perancangan arsitektur enterprise untuk software manajemen konstruksi merupakan langkah strategis dalam menyongsong era smart construction. Dengan mengintegrasikan TOGAF, BMC, dan ArchiMate, perusahaan konstruksi dapat:

  • Meningkatkan efisiensi dan fleksibilitas proses manajemen proyek.
  • Memastikan keselarasan antara kebutuhan bisnis dan kapabilitas teknologi.
  • Mendorong transformasi digital yang sistematis dan terukur.

Pendekatan ini tidak hanya relevan untuk Indonesia, tetapi juga dapat dijadikan model bagi negara berkembang lain dengan industri konstruksi yang tengah berkembang pesat.

Sumber Asli

Susatyo, R. W. I., Indrajit, E., & Dazki, E. (2024). Enterprise Architecture in the Construction Management Software using the Business Model Canvas. Sinkron: Jurnal dan Penelitian Teknik Informatika, Vol. 8(3).

 

Selengkapnya
Enterprise Architecture dalam Software Manajemen Konstruksi: Kunci Transformasi Digital Sektor Konstruksi Indonesia

Building Information Modeling

Optimalisasi Pajak Bangunan di Indonesia Melalui Building Information Modeling (BIM): Menuju Sistem Kadaster Fiskal 3D

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025


Sistem perpajakan bangunan di Indonesia selama ini masih didasarkan pada data dua dimensi (2D), yang kerap menyebabkan ketidakakuratan dalam penilaian dan pengenaan pajak. Sementara itu, kebutuhan akan data spasial tiga dimensi (3D) semakin mendesak seiring pertumbuhan vertikal properti di kawasan urban. Dalam konteks ini, penelitian berjudul "Building Information Modeling (BIM) Utilization for 3D Fiscal Cadastre" oleh Sadikin Hendriatiningsih dan rekan-rekannya dari Institut Teknologi Bandung menawarkan terobosan dengan memanfaatkan BIM dan teknologi Terrestrial Laser Scanner (TLS) untuk mendukung sistem kadaster fiskal 3D di Indonesia.

Latar Belakang dan Urgensi

Kadaster merupakan sistem informasi tanah yang memuat data kepemilikan, lokasi, nilai, dan penggunaan lahan, termasuk struktur di atasnya. Di negara-negara maju, sistem kadaster 3D sudah diterapkan untuk mengelola informasi spasial secara komprehensif. Namun di Indonesia, informasi bangunan masih disimpan dalam bentuk 2D dan proses pendataan mengandalkan formulir manual seperti SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak). Ketidaksesuaian pengisian data menyebabkan banyak kesalahan dalam perhitungan pajak, yang pada akhirnya merugikan negara maupun pemilik bangunan.

BIM hadir sebagai solusi digital yang memungkinkan visualisasi dan manajemen informasi bangunan dalam format 3D yang akurat. Integrasi BIM dengan teknologi TLS memungkinkan perekaman data geometrik secara detail dan cepat, yang sangat ideal untuk kebutuhan kadaster fiskal.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peran BIM dalam mendukung sistem kadaster fiskal 3D dengan fokus pada ketepatan geometri objek pajak, kemampuan BIM menyimpan informasi relevan untuk perhitungan pajak, serta modifikasi struktur basis data BIM agar sesuai dengan kebutuhan perpajakan.

Studi Kasus dan Metodologi

Objek penelitian berupa bangunan asrama di lingkungan Institut Teknologi Bandung yang dipilih sebagai representasi unit apartemen. Pengukuran kontrol dilakukan dengan GNSS RTK dan Electronic Total Station. Akuisisi data geometrik dilakukan menggunakan Terrestrial Laser Scanner (TLS) Topcon GLS-2000. Resolusi scan yang digunakan adalah 12,5 mm karena paling efisien untuk objek berukuran kecil seperti jendela dan dinding. Pembersihan data dilakukan dengan Maptek i-Site Studio untuk menghapus noise seperti pohon atau objek luar ruangan. Registrasi dilakukan dengan teknik cloud-to-cloud menggunakan algoritma Iterative Closest Point (ICP). Hasil registrasi dikonversi ke format .e57 dan diimpor ke Autodesk Revit 2016 untuk pemodelan BIM.

Objek geometrik dibuat berdasarkan point cloud, meliputi lantai, dinding, atap, dan fasilitas. Setiap komponen diberi spesifikasi material, dimensi, dan atribut lain. Basis data BIM dimodifikasi dengan menambahkan entitas "Unit" dan "Price_List" untuk keperluan perhitungan pajak.

Hasil dan Temuan

Hasil registrasi TLS menunjukkan nilai RMSE rata-rata sebesar 0,001 meter, yang menunjukkan tingkat akurasi sangat tinggi dan sesuai dengan kebutuhan perpajakan. Deviansi dimensi objek terhadap ukuran aktual seperti lebar jendela, tebal dinding, hingga tinggi lemari hanya berkisar antara -0,001 m hingga +0,002 m. Informasi yang dapat diperoleh langsung dari TLS antara lain luas bangunan dan jumlah lantai, sementara informasi jenis material atap, dinding, lantai, dan plafon masih memerlukan pengamatan langsung.

Simulasi perhitungan pajak dilakukan menggunakan metode Replacement Cost New (RCN). Biaya komponen bangunan terdiri dari atap senilai Rp 4.286.655, dinding sebesar Rp 23.179.259, lantai Rp 20.975.121, dan fasilitas sebesar Rp 7.937.959. Total nilai bangunan sebelum depresiasi mencapai Rp 56.378.994. Setelah depresiasi menggunakan metode garis lurus sebesar Rp 18.041.278, nilai akhir bangunan menjadi Rp 38.337.715 dan pajak bangunan yang dikenakan sebesar Rp 38.337.

Modifikasi basis data BIM melibatkan penambahan entitas Unit yang berisi data pemilik, lantai, dan nilai pajak serta entitas Price_List yang mencantumkan kode objek, jenis material, dan harga per meter kubik. Kedua entitas ini terhubung melalui ID unik dan memungkinkan ekspor data ke berbagai format seperti Excel, Access, atau SQL.

Analisis dan Diskusi

Keunggulan dari pendekatan ini terletak pada presisi tinggi dari hasil TLS yang memiliki tingkat kesalahan sangat rendah, memungkinkan informasi geometrik terekam secara detail termasuk hingga ke level interior. Komprehensivitas model BIM juga memungkinkan pemodelan objek bangunan secara penuh dan terintegrasi. Namun, tantangan utama yang masih dihadapi adalah belum tersedianya sistem nasional yang mengintegrasikan BIM dengan sistem perpajakan seperti SISMIOP serta kebutuhan untuk melengkapi informasi non-spasial secara manual.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa sistem ini bersifat scalable, sehingga dapat dikembangkan dan diterapkan pada bangunan lain dengan pendekatan yang sama. Potensi penggunaan BIM dalam kadaster fiskal sangat besar, tidak hanya untuk perpajakan tetapi juga untuk audit properti, perencanaan kota, dan kontrol tata ruang.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa Building Information Modeling (BIM), ketika dipadukan dengan teknologi TLS, memiliki potensi besar untuk mendukung sistem kadaster fiskal 3D di Indonesia. Tingkat akurasi yang tinggi, kemampuan menyimpan data geometrik dan atribut, serta fleksibilitas modifikasi database menjadikan BIM solusi ideal untuk reformasi sistem perpajakan bangunan. Namun, dibutuhkan pengembangan lebih lanjut dalam integrasi sistem, penambahan informasi non-spasial secara otomatis, serta penyesuaian kebijakan pemerintah agar sistem ini dapat diimplementasikan secara luas.

Sumber Asli

Hendriatiningsih, S., Hernandi, A., Saptari, A. Y., Widyastuti, R., & Saragih, D. (2019). Building Information Modeling (BIM) Utilization for 3D Fiscal Cadastre. Indonesian Journal of Geography, Vol. 51 No. 3, 285–294.

 

Selengkapnya
Optimalisasi Pajak Bangunan di Indonesia Melalui Building Information Modeling (BIM): Menuju Sistem Kadaster Fiskal 3D

Sustainable Practices

Sinergi Lean Construction dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dalam Industri Konstruksi Global

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025


Lean construction telah berevolusi dari konsep manufaktur ramping yang diperkenalkan oleh Toyota menjadi pendekatan yang inovatif dalam manajemen proyek konstruksi. Filosofi dasarnya bertumpu pada upaya mengurangi limbah, meningkatkan nilai, dan memastikan setiap langkah dalam proses pembangunan memberikan kontribusi signifikan bagi hasil akhir. Dalam artikel berjudul "Lean Construction and SDGs: Delivering value and performance in the built environment", Opoku, Adewumi, Lok, dan Amoh menjabarkan keterkaitan antara pendekatan lean dengan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) dalam lingkungan binaan.

Penelitian ini tidak hanya mengulas aspek teoritis lean construction, tetapi juga menjelajahi bagaimana pendekatan ini dapat memberikan dampak nyata terhadap dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam proyek konstruksi, khususnya di era pasca-pandemi COVID-19 yang penuh tekanan global.

Krisis Global dan Kebutuhan Inovasi dalam Konstruksi

Industri konstruksi global tengah menghadapi tantangan besar: keterbatasan sumber daya, perubahan iklim, tekanan urbanisasi, dan ketidakefisienan dalam proses produksi. Kontribusi sektor konstruksi terhadap produk domestik bruto global sekitar 10%, namun pertumbuhannya kalah jauh dibanding sektor manufaktur. Kondisi ini menandakan kebutuhan akan perubahan mendasar dalam sistem produksi konstruksi.

Lean construction menjadi jawaban dengan meminimalisir aktivitas non-nilai tambah, seperti waktu tunggu, overproduksi, transportasi berlebih, kesalahan desain, dan pemborosan material. Implementasi konsep-konsep seperti Just-in-Time (JIT), Last Planner System (LPS), dan Concurrent Engineering telah terbukti meningkatkan efisiensi serta mengurangi biaya dan waktu pengerjaan proyek.

Studi Kasus dan Data Empiris: Menelisik Efektivitas Lean

Berdasarkan data Lean Construction Institute, sekitar 70% proyek konstruksi mengalami keterlambatan dan pembengkakan biaya. Salah satu penyebab utamanya adalah kurangnya fokus pada "flow"—atau aliran kerja—yang ideal. Studi mencatat bahwa hanya 30% waktu kerja efektif digunakan untuk aktivitas transformasi, sisanya habis untuk aktivitas yang tidak memberikan nilai.

Sebagai contoh, satu pertiga biaya material bangunan seringkali terbuang untuk penanganan logistik, penyimpanan, dan pengangkutan limbah. Dengan menerapkan lean thinking, efisiensi ini bisa ditingkatkan drastis. Selain itu, pendekatan seperti 5S, Six Sigma, dan Visual Management dapat meningkatkan keterlibatan pekerja dan mempercepat penyelesaian proyek.

Integrasi Lean dan Sustainability: Menyatukan Dua Agenda Strategis

Lean construction berfokus pada peningkatan efisiensi proses, sementara konstruksi berkelanjutan (sustainable construction) menitikberatkan pada dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi dari bangunan. Artikel ini menunjukkan bahwa keduanya bukanlah pendekatan yang saling bertentangan, melainkan saling melengkapi.

Contohnya, lean membantu mengurangi konsumsi energi saat pembangunan, sementara keberlanjutan fokus pada efisiensi energi selama masa operasional bangunan. Dengan mengintegrasikan keduanya sejak fase desain, pengembang dapat menciptakan struktur yang hemat energi, aman bagi pekerja, dan ramah lingkungan.

Hambatan Implementasi Lean: Dimensi Budaya dan Struktural

Meskipun potensi lean sangat besar, implementasinya kerap terhambat oleh sejumlah faktor. Beberapa hambatan utama yang diidentifikasi antara lain minimnya pelatihan, kurangnya pemahaman dari manajemen puncak, resistensi terhadap perubahan, serta biaya awal yang tinggi. Studi oleh Friblick et al. (2009) dan Porwal et al. (2010) menyebutkan bahwa keberhasilan lean sangat tergantung pada kesiapan organisasi dalam merombak budaya kerja dan struktur internalnya.

Selain itu, lean seringkali diterapkan secara parsial dan tidak konsisten. Ini memperlemah dampak yang seharusnya bisa dicapai. Oleh karena itu, pendekatan sistemik dan dukungan dari seluruh lini organisasi menjadi kunci.

Lean Construction dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)

Artikel ini memberikan pemetaan yang menarik mengenai kontribusi prinsip-prinsip lean terhadap pencapaian SDGs. Misalnya, penerapan konsep "flow" dan "pull system" membantu mencapai SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), sedangkan fokus pada pengurangan limbah mendukung SDG 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab). Bahkan, SDG 13 (Aksi Iklim) bisa dicapai dengan mengurangi emisi dan penggunaan material berbahaya dalam proyek konstruksi.

Dalam dimensi sosial, lean mampu mendorong partisipasi pekerja, meningkatkan keselamatan kerja, dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat (SDG 3 dan SDG 16). Untuk aspek ekonomi, lean meningkatkan efisiensi anggaran, menghindari pemborosan, dan menciptakan nilai optimal bagi pemilik proyek (SDG 9 dan SDG 11).

Kontribusi Alat Lean terhadap Efektivitas Proyek

Penelitian ini juga merinci berbagai alat lean yang terbukti efektif di lapangan. Beberapa di antaranya adalah:

  • Last Planner System (LPS), yang meningkatkan keandalan jadwal dan mengurangi ketidakpastian.
  • Daily Huddle Meetings, yang memperkuat komunikasi dan koordinasi antar tim proyek.
  • Concurrent Engineering, yang mempercepat waktu siklus desain dan produksi melalui kolaborasi lintas disiplin.

Keberhasilan alat-alat ini sangat tergantung pada penerapan prinsip dasar lean seperti kolaborasi, keterbukaan informasi, dan perbaikan berkelanjutan.

Opini Kritis dan Relevansi Kontekstual

Penulis artikel dengan jitu mengangkat pentingnya perubahan paradigma dalam industri konstruksi global. Namun, implementasi lean tidak bisa dipisahkan dari konteks lokal. Di negara berkembang seperti Indonesia, misalnya, hambatan seperti budaya kerja hierarkis, keterbatasan teknologi, dan regulasi yang belum mendukung bisa menjadi tantangan besar.

Namun demikian, peluang tetap terbuka. Pemerintah Indonesia tengah mendorong program pembangunan berkelanjutan melalui green building dan digitalisasi konstruksi. Integrasi lean construction dalam agenda nasional ini dapat mempercepat pencapaian SDGs sekaligus meningkatkan daya saing sektor konstruksi.

Kesimpulan

Lean construction bukan sekadar metode manajemen proyek, melainkan sebuah filosofi kerja yang menuntut perubahan menyeluruh dalam pola pikir, struktur organisasi, dan budaya kerja. Dengan pendekatan holistik, lean dapat membantu industri konstruksi global—termasuk di Indonesia—mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan secara lebih efisien, hemat biaya, dan berdampak luas.

Penelitian ini menjadi panggilan bagi praktisi, akademisi, dan pembuat kebijakan untuk bersama-sama mendorong transformasi ini. Lean bukan tren sesaat, melainkan kebutuhan masa depan.

Sumber Asli

Opoku, A., Adewumi, A. S., Lok, K. L., & Amoh, E. (2023). Lean Construction and SDGs: Delivering value and performance in the built environment.

 

Selengkapnya
Sinergi Lean Construction dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dalam Industri Konstruksi Global
« First Previous page 264 of 1.141 Next Last »