Lean construction telah berevolusi dari konsep manufaktur ramping yang diperkenalkan oleh Toyota menjadi pendekatan yang inovatif dalam manajemen proyek konstruksi. Filosofi dasarnya bertumpu pada upaya mengurangi limbah, meningkatkan nilai, dan memastikan setiap langkah dalam proses pembangunan memberikan kontribusi signifikan bagi hasil akhir. Dalam artikel berjudul "Lean Construction and SDGs: Delivering value and performance in the built environment", Opoku, Adewumi, Lok, dan Amoh menjabarkan keterkaitan antara pendekatan lean dengan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) dalam lingkungan binaan.
Penelitian ini tidak hanya mengulas aspek teoritis lean construction, tetapi juga menjelajahi bagaimana pendekatan ini dapat memberikan dampak nyata terhadap dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam proyek konstruksi, khususnya di era pasca-pandemi COVID-19 yang penuh tekanan global.
Krisis Global dan Kebutuhan Inovasi dalam Konstruksi
Industri konstruksi global tengah menghadapi tantangan besar: keterbatasan sumber daya, perubahan iklim, tekanan urbanisasi, dan ketidakefisienan dalam proses produksi. Kontribusi sektor konstruksi terhadap produk domestik bruto global sekitar 10%, namun pertumbuhannya kalah jauh dibanding sektor manufaktur. Kondisi ini menandakan kebutuhan akan perubahan mendasar dalam sistem produksi konstruksi.
Lean construction menjadi jawaban dengan meminimalisir aktivitas non-nilai tambah, seperti waktu tunggu, overproduksi, transportasi berlebih, kesalahan desain, dan pemborosan material. Implementasi konsep-konsep seperti Just-in-Time (JIT), Last Planner System (LPS), dan Concurrent Engineering telah terbukti meningkatkan efisiensi serta mengurangi biaya dan waktu pengerjaan proyek.
Studi Kasus dan Data Empiris: Menelisik Efektivitas Lean
Berdasarkan data Lean Construction Institute, sekitar 70% proyek konstruksi mengalami keterlambatan dan pembengkakan biaya. Salah satu penyebab utamanya adalah kurangnya fokus pada "flow"—atau aliran kerja—yang ideal. Studi mencatat bahwa hanya 30% waktu kerja efektif digunakan untuk aktivitas transformasi, sisanya habis untuk aktivitas yang tidak memberikan nilai.
Sebagai contoh, satu pertiga biaya material bangunan seringkali terbuang untuk penanganan logistik, penyimpanan, dan pengangkutan limbah. Dengan menerapkan lean thinking, efisiensi ini bisa ditingkatkan drastis. Selain itu, pendekatan seperti 5S, Six Sigma, dan Visual Management dapat meningkatkan keterlibatan pekerja dan mempercepat penyelesaian proyek.
Integrasi Lean dan Sustainability: Menyatukan Dua Agenda Strategis
Lean construction berfokus pada peningkatan efisiensi proses, sementara konstruksi berkelanjutan (sustainable construction) menitikberatkan pada dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi dari bangunan. Artikel ini menunjukkan bahwa keduanya bukanlah pendekatan yang saling bertentangan, melainkan saling melengkapi.
Contohnya, lean membantu mengurangi konsumsi energi saat pembangunan, sementara keberlanjutan fokus pada efisiensi energi selama masa operasional bangunan. Dengan mengintegrasikan keduanya sejak fase desain, pengembang dapat menciptakan struktur yang hemat energi, aman bagi pekerja, dan ramah lingkungan.
Hambatan Implementasi Lean: Dimensi Budaya dan Struktural
Meskipun potensi lean sangat besar, implementasinya kerap terhambat oleh sejumlah faktor. Beberapa hambatan utama yang diidentifikasi antara lain minimnya pelatihan, kurangnya pemahaman dari manajemen puncak, resistensi terhadap perubahan, serta biaya awal yang tinggi. Studi oleh Friblick et al. (2009) dan Porwal et al. (2010) menyebutkan bahwa keberhasilan lean sangat tergantung pada kesiapan organisasi dalam merombak budaya kerja dan struktur internalnya.
Selain itu, lean seringkali diterapkan secara parsial dan tidak konsisten. Ini memperlemah dampak yang seharusnya bisa dicapai. Oleh karena itu, pendekatan sistemik dan dukungan dari seluruh lini organisasi menjadi kunci.
Lean Construction dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)
Artikel ini memberikan pemetaan yang menarik mengenai kontribusi prinsip-prinsip lean terhadap pencapaian SDGs. Misalnya, penerapan konsep "flow" dan "pull system" membantu mencapai SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), sedangkan fokus pada pengurangan limbah mendukung SDG 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab). Bahkan, SDG 13 (Aksi Iklim) bisa dicapai dengan mengurangi emisi dan penggunaan material berbahaya dalam proyek konstruksi.
Dalam dimensi sosial, lean mampu mendorong partisipasi pekerja, meningkatkan keselamatan kerja, dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat (SDG 3 dan SDG 16). Untuk aspek ekonomi, lean meningkatkan efisiensi anggaran, menghindari pemborosan, dan menciptakan nilai optimal bagi pemilik proyek (SDG 9 dan SDG 11).
Kontribusi Alat Lean terhadap Efektivitas Proyek
Penelitian ini juga merinci berbagai alat lean yang terbukti efektif di lapangan. Beberapa di antaranya adalah:
- Last Planner System (LPS), yang meningkatkan keandalan jadwal dan mengurangi ketidakpastian.
- Daily Huddle Meetings, yang memperkuat komunikasi dan koordinasi antar tim proyek.
- Concurrent Engineering, yang mempercepat waktu siklus desain dan produksi melalui kolaborasi lintas disiplin.
Keberhasilan alat-alat ini sangat tergantung pada penerapan prinsip dasar lean seperti kolaborasi, keterbukaan informasi, dan perbaikan berkelanjutan.
Opini Kritis dan Relevansi Kontekstual
Penulis artikel dengan jitu mengangkat pentingnya perubahan paradigma dalam industri konstruksi global. Namun, implementasi lean tidak bisa dipisahkan dari konteks lokal. Di negara berkembang seperti Indonesia, misalnya, hambatan seperti budaya kerja hierarkis, keterbatasan teknologi, dan regulasi yang belum mendukung bisa menjadi tantangan besar.
Namun demikian, peluang tetap terbuka. Pemerintah Indonesia tengah mendorong program pembangunan berkelanjutan melalui green building dan digitalisasi konstruksi. Integrasi lean construction dalam agenda nasional ini dapat mempercepat pencapaian SDGs sekaligus meningkatkan daya saing sektor konstruksi.
Kesimpulan
Lean construction bukan sekadar metode manajemen proyek, melainkan sebuah filosofi kerja yang menuntut perubahan menyeluruh dalam pola pikir, struktur organisasi, dan budaya kerja. Dengan pendekatan holistik, lean dapat membantu industri konstruksi global—termasuk di Indonesia—mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan secara lebih efisien, hemat biaya, dan berdampak luas.
Penelitian ini menjadi panggilan bagi praktisi, akademisi, dan pembuat kebijakan untuk bersama-sama mendorong transformasi ini. Lean bukan tren sesaat, melainkan kebutuhan masa depan.
Sumber Asli
Opoku, A., Adewumi, A. S., Lok, K. L., & Amoh, E. (2023). Lean Construction and SDGs: Delivering value and performance in the built environment.