Sosiohidrologi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 01 Juli 2025
Perubahan iklim menjadi tantangan nyata, terutama di kawasan pesisir yang rentan terhadap bencana hidrometeorologi. Penelitian berjudul “Kajian Kapasitas Masyarakat dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim Berbasis Pendekatan Penghidupan Berkelanjutan di Wilayah Pesisir Kota Semarang” oleh Dwi Rahmawati dan Trida Ridho Fariz (2024) memberikan gambaran mendalam tentang bagaimana masyarakat memanfaatkan lima sumber daya utama untuk bertahan dan pulih dari dampak perubahan iklim: alam, manusia, finansial, sosial, dan fisik.
Latar Belakang: Krisis Iklim dan Pesisir Semarang
Data BNPB menunjukkan bahwa 99,1% dari 1.675 bencana yang terjadi dari Januari hingga Mei 2023 merupakan bencana hidrometeorologi. Kota Semarang, khususnya Kelurahan Tugurejo, menghadapi ancaman multibencana seperti banjir, rob, dan intrusi air laut. Dua wilayah krusial dalam studi ini—RT 06/RW 01 dan RT 07/RW 05—diidentifikasi sebagai lokasi dengan tingkat kerentanan tertinggi.
Metodologi: Pendekatan Holistik dan Partisipatif
Penelitian ini menggunakan metode campuran kuantitatif dan kualitatif (mixed method), dengan total responden 85 KK. Pendekatan yang digunakan adalah penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood approach), yang mencakup:
Temuan Utama: Kekuatan Sosial dan Kelemahan Akses Alam
1. Sumber Daya Manusia – Terkuat
Keduanya memiliki tingkat kesehatan masyarakat yang sangat baik, dengan >97% responden tanpa penyakit kronis atau disabilitas. Pendidikan warga RT 07 menunjukkan 27,5% lulusan perguruan tinggi.
2. Sumber Daya Alam – Terlemah
Hanya 4,5% masyarakat yang bekerja sebagai petani tambak. Sebagian besar tidak memiliki tambak atau lahan produktif, bahkan beberapa tinggal di tanah milik PT KAI atau KORPRI.
3. Sumber Daya Finansial
Mayoritas penduduk bekerja sebagai buruh industri dengan pendapatan setara UMR. Tabungan dan aset finansial masih terbatas, namun cukup stabil untuk kebutuhan dasar.
4. Sumber Daya Sosial
Adanya Kelompok Wanita Tani (KWT) dan organisasi seperti Karang Taruna memperkuat jaringan sosial warga. Aktivitas seperti urban farming juga mendukung ketahanan pangan lokal.
5. Sumber Daya Fisik
Masyarakat memiliki rumah milik pribadi, namun sebagian berdiri di atas lahan yang bukan milik mereka. Hal ini berdampak pada keamanan jangka panjang dan nilai properti.
Studi Kasus Lokal: Strategi Adaptasi Masyarakat
Contoh nyata dari upaya adaptasi meliputi:
Faktor Penentu Konsistensi Skor
Skor antara kedua wilayah relatif homogen karena:
Namun, perbedaan preferensi kerja dan status lahan memengaruhi dinamika ekonomi dan keberlanjutan jangka panjang di kedua RT.
Implikasi Kebijakan dan Rekomendasi
Studi ini relevan bagi penyusunan kebijakan adaptasi iklim berbasis lokal, khususnya untuk:
Rekomendasi strategis mencakup:
Kesimpulan
Kapasitas masyarakat menghadapi perubahan iklim bukan hanya soal infrastruktur, tapi juga daya adaptasi sosial, pengetahuan lokal, dan partisipasi komunitas. Temuan penting menunjukkan bahwa:
Studi ini dapat menjadi model praktik baik untuk daerah pesisir lain di Indonesia yang menghadapi ancaman serupa. Dengan pendekatan berbasis aset dan penghidupan berkelanjutan, ketahanan lokal bisa dibangun dari bawah ke atas, dengan memanfaatkan apa yang dimiliki, bukan apa yang tidak dimiliki.
Sumber : Rahmawati, D., & Fariz, T. R. (2024). Kajian Kapasitas Masyarakat dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim Berbasis Pendekatan Penghidupan Berkelanjutan di Wilayah Pesisir Kota Semarang. Desa-Kota: Jurnal Perencanaan Wilayah, Kota, dan Permukiman, 6(2), 150–161.
Sosiohidrologi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 01 Juli 2025
Layanan air dan sanitasi bukan hanya soal infrastruktur, melainkan tentang visi peradaban. Itulah pelajaran penting yang dapat dipetik dari studi komprehensif “Managing Water and Wastewater Services in Finland, 1860–2020 and Beyond” karya Katko dkk. (2022). Artikel ini mengeksplorasi 160 tahun perkembangan layanan air di Finlandia, dari sistem kayu pedesaan hingga infrastruktur canggih dan tahan krisis, menggunakan kerangka PESTEL (Politik, Ekonomi, Sosial, Teknologi, Ekologi, Legal).
Konteks Historis: Air, Api, dan Miasma
Layanan air di Finlandia berakar pada kebutuhan dasar: mencegah kebakaran, memenuhi kebutuhan domestik, dan menjaga kebersihan. Kota Helsinki membangun sistem air publik pertama pada 1876, dipicu oleh risiko kebakaran besar dan kepercayaan masa itu terhadap teori miasma (udara kotor penyebab penyakit). Di pedesaan, sistem pipa kayu dari pinus mulai digunakan sejak 1872, digerakkan oleh kebutuhan peternakan sapi perah.
Keputusan Penting yang Meninggalkan Jejak
Beberapa kebijakan strategis memberi dampak panjang, seperti:
Finlandia menunjukkan bahwa “path dependence”—atau keputusan masa lalu—tidak harus menjadi beban, tapi bisa jadi dasar kuat pembangunan berkelanjutan.
Transformasi Teknologi dan Lingkungan
Perkembangan teknologi air berjalan seiring perubahan sosial:
Tantangan Infrastruktur: Pipa Tua dan Cuaca Ekstrem
Sebagian besar infrastruktur air Finlandia dibangun pasca-Perang Dunia II. Kini, usia pipa dan jaringan mulai menua, menuntut investasi besar dalam peremajaan. Di wilayah utara, masalah seperti tanah beku dan curah hujan tinggi menambah tantangan teknis.
Finlandia menggunakan teknik no-dig untuk rehabilitasi jaringan, memanfaatkan teknologi pengawasan jarak jauh, dan sistem pemompaan cerdas. Namun, kebutuhan akan pendanaan dan inovasi kelembagaan tetap mendesak.
Keberhasilan Pengendalian Polusi Air
Sejak UU Air 1962, Finlandia mewajibkan industri dan kota memperoleh izin pembuangan limbah. Hanya dalam dua dekade, seluruh negara telah memiliki instalasi pengolahan limbah modern.
Industri pulp dan kertas, sempat menjadi penyumbang utama pencemaran, akhirnya tunduk pada tekanan sosial dan regulasi:
Ragam Kelembagaan: Dari Koperasi ke Jaringan Supra-Municipal
Finlandia memiliki model kelembagaan majemuk, termasuk:
Sebagai catatan, pada 2021, Parlemen Finlandia melarang privatisasi utilitas air dan mengesahkan inisiatif rakyat secara bulat—sebuah preseden politik penting di Eropa.
PESTEL: Pilar Analitik Layanan Air di Finlandia
Relevansi Global: Apa yang Bisa Dipelajari?
Bagi negara berkembang, kisah Finlandia memberi pelajaran:
Kesimpulan
Layanan air bukan sekadar pipa dan pompa, tapi refleksi dari visi sosial dan komitmen politik jangka panjang. Studi ini membuktikan bahwa dengan pendekatan integratif—teknologi, regulasi, dan partisipasi—sebuah negara kecil seperti Finlandia dapat menjadi contoh dunia dalam mewujudkan akses air bersih dan sanitasi universal yang berkelanjutan.
Sumber : Katko, T. S., Juuti, P. S., Juuti, R. P., & Nealer, E. J. (2022). Managing Water and Wastewater Services in Finland, 1860–2020 and Beyond. Earth, 3(2), 590–613.
Sosiohidrologi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 01 Juli 2025
Air di wilayah tropis selama ini dianggap berlimpah. Namun, kenyataan menunjukkan sebaliknya: daerah tropis justru menghadapi tekanan luar biasa terhadap sumber daya air, baik karena curah hujan ekstrem, kelembapan tinggi, maupun degradasi kualitas air akibat urbanisasi dan industrialisasi.
Laporan “Hydrology and Water Management in the Humid Tropics” yang diterbitkan oleh UNESCO dan CATHALAC (2002) menampilkan hasil Second International Colloquium yang diselenggarakan di Panama. Konferensi ini diikuti oleh ratusan ahli hidrologi, pembuat kebijakan, dan perwakilan lembaga dari seluruh dunia untuk mendiskusikan strategi pengelolaan air di wilayah tropis.
Kenapa Kawasan Tropis Butuh Pendekatan Khusus?
Wilayah tropis memiliki tantangan yang unik:
Meskipun wilayah tropis memiliki air dalam jumlah besar, ironisnya banyak penduduknya justru kesulitan mendapatkan air bersih, terutama di kawasan perdesaan dan pulau-pulau kecil.
Konferensi Internasional di Panama: Tonggak Global
Konferensi ini berlangsung selama Water Week in Panama (21–26 Maret 1999) dan dihadiri lebih dari 300 peserta dari berbagai belahan dunia. Acara ini mencakup:
Tujuan utamanya adalah mengintegrasikan ilmu pengetahuan, kebijakan, dan komunitas lokal untuk mencapai manajemen air yang berkelanjutan.
Tema Utama dan Studi Kasus Global
Beberapa tema penting yang dibahas:
1. Pendekatan Multidimensional
Makalah oleh O.O. Sodeko menunjukkan bahwa perempuan memiliki peran kunci dalam pengelolaan air di Afrika Barat, namun partisipasi mereka masih sering diabaikan dalam perencanaan kebijakan.
2. Variabilitas Iklim dan Dampaknya
Contoh dari:
3. Kualitas Air Permukaan dan Bawah Tanah
4. Hidrologi Perkotaan
5. Hidrologi Pulau Tropis
6. Hutan Awan Tropis Pegunungan
Isu Strategis: Kolaborasi, Edukasi, dan Ketahanan
Pesan utama dari konferensi:
Inisiatif Regional: Pendirian CATHALAC
Salah satu pencapaian konkret dari konferensi adalah pendirian CATHALAC (Centro del Agua del Trópico Húmedo para América Latina y El Caribe) pada 1992 di Panama, sebagai pusat riset dan pelatihan kawasan tropis.
Fokus utama CATHALAC:
Pusat ini kini berperan penting sebagai lengan ilmiah organisasi seperti OAS dan turut merancang strategi kebijakan air regional.
Relevansi Bagi Indonesia dan Asia Tenggara
Indonesia sebagai negara tropis dengan ribuan pulau juga menghadapi:
Model kerja CATHALAC dapat direplikasi di Asia Tenggara untuk:
Kesimpulan
Krisis air di wilayah tropis bukan soal kelangkaan kuantitas, melainkan manajemen yang buruk. Hasil dari konferensi ini menegaskan bahwa:
Visi masa depan air di wilayah tropis harus berlandaskan pada:
Sumber : UNESCO & CATHALAC. (2002). Hydrology and Water Management in the Humid Tropics: Proceedings of the Second International Colloquium, 22–26 March 1999, Panama. Technical Documents in Hydrology No. 52. Paris: UNESCO.
Sosiohidrologi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 01 Juli 2025
Integrated Water Resources Management (IWRM) menjadi konsep yang diadopsi secara luas dalam kebijakan air global, termasuk di kawasan Small Island Developing States (SIDS) seperti negara-negara Karibia. Namun, apakah pendekatan ini benar-benar diterapkan dan efektif?
Makalah teknis dari Global Water Partnership (GWP) tahun 2014 ini membahas 15 negara Karibia berbahasa Inggris dan menyajikan evaluasi menyeluruh atas capaian, tantangan, dan arah ke depan dari implementasi IWRM di kawasan tersebut.
Mengapa IWRM Penting untuk SIDS?
Negara pulau kecil menghadapi tantangan unik:
IWRM menjadi solusi karena:
Kemajuan Nyata: Apa yang Sudah Dicapai?
Sejak 2002, Karibia berkomitmen menyusun rencana IWRM & efisiensi air (WUE) sebelum 2005. Namun hingga 2014, hanya sebagian kecil negara yang benar-benar menerapkannya secara menyeluruh.
Data penting:
Studi Kasus Negara-Negara Karibia
Kelemahan Sistem Saat Ini
Proyek Percontohan: Titik Terang di Tengah Tantangan
Proyek demonstrasi skala kecil justru menunjukkan hasil paling nyata:
Tantangan IWRM di Masa Depan
Makalah ini mengidentifikasi tantangan utama:
Rekomendasi Strategis
Makalah ini menawarkan beberapa strategi kunci:
Opini dan Relevansi Global
Artikel ini relevan bukan hanya untuk Karibia, tapi juga untuk negara-negara seperti Indonesia yang memiliki banyak pulau kecil dengan persoalan serupa:
IWRM dapat diadaptasi untuk wilayah pesisir Indonesia dengan strategi lokal, penguatan peran pemda, dan pendekatan partisipatif yang konsisten.
Kesimpulan
IWRM bukan solusi instan, tapi fondasi penting untuk pengelolaan air berkelanjutan di negara-negara kecil yang rentan. Pengalaman 15 tahun di Karibia menunjukkan bahwa pendekatan ini:
Melalui kombinasi antara kebijakan, aksi komunitas, dan kesadaran politik, pendekatan IWRM dapat menjadi jalan keluar dari krisis air yang kian memburuk.
Sumber : Cashman, A., Cox, C., Daniel, J., & Smith, T. (2014). Integrated water resources management in the Caribbean: The challenges facing Small Island Developing States. Global Water Partnership Technical Focus Paper. ISBN: 978-91-87823-01-5.
Sosiohidrologi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 01 Juli 2025
Masalah air bersih menjadi salah satu tantangan global paling mendesak, terlebih di kawasan pulau-pulau besar di sungai Asia seperti Fraserganj (India), Dakshin Bedkashi (Bangladesh), dan Con Dao (Vietnam). Meski dikelilingi air, masyarakat di wilayah ini justru terjebak dalam kelangkaan air bersih, krisis lingkungan, dan ketimpangan sosial. Studi oleh Pankaj Kumar dan kolega ini menekankan pentingnya pendekatan socio-hydrology—sebuah integrasi antara ilmu hidrologi dan dinamika sosial—dalam mengelola sumber daya air secara adaptif dan inklusif.
Mengapa Sosiohidrologi Dibutuhkan?
Secara global, lebih dari 2,4 miliar orang hidup dalam kondisi kekurangan air, dan jumlah ini diprediksi naik menjadi dua pertiga populasi dunia pada 2025. Di Asia, meski memiliki >35% cadangan air tawar dunia, distribusi air per kapita tetap rendah akibat urbanisasi, perubahan iklim, dan intrusi air laut.
Pulau sungai menghadapi kombinasi tekanan yang unik:
Tiga Studi Kasus: Fraserganj, Bedkashi, dan Con Dao
Fraserganj, India
Terletak di delta Sundarbans, wilayah ini mengalami:
Dakshin Bedkashi, Bangladesh
Con Dao, Vietnam
Temuan Penting dari Studi Lapangan
Penelitian ini melakukan 14 diskusi kelompok (FGD) di Delta GBM. Temuan utama:
Sosiohidrologi sebagai Solusi Terpadu
Pendekatan sosiohidrologi terdiri dari dua bagian utama:
Tujuan akhirnya adalah mencapai 6 dimensi ketahanan air:
Empat Tahapan Implementasi Sosiohidrologi
Model ini mendorong ko-desain dan ko-delivery antara ilmuwan, warga, dan pembuat kebijakan—bukan sekadar dari atas ke bawah, tapi juga “oleh dan untuk masyarakat.”
Tinjauan Kritis dan Relevansi Global
Artikel ini menyoroti perlunya model integratif untuk menjawab tantangan krisis air secara manusiawi dan ilmiah. Hal ini sangat relevan di negara-negara delta seperti Indonesia yang menghadapi ancaman serupa, seperti di Demak, Indramayu, atau pesisir Kalimantan.
Opini dan saran penulis:
Kesimpulan
Sosiohidrologi bukan sekadar konsep, tapi pendekatan strategis untuk menghubungkan kebutuhan manusia dengan dinamika air secara berkelanjutan. Dengan mengintegrasikan sains dan perspektif masyarakat, pendekatan ini menjadi solusi kunci menghadapi krisis air, ketimpangan sosial, dan perubahan iklim secara serentak.
Sumber : Kumar, P., Avtar, R., Dasgupta, R., Johnson, B. A., Mukherjee, A., Ahsan, M. N., Nguyen, D. C. H., Nguyen, H. Q., Shaw, R., & Mishra, B. K. (2020). Socio-hydrology: A key approach for adaptation to water scarcity and achieving human well-being in large riverine islands. Progress in Disaster Science, 8, 100134.
Perubahan Iklim
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 01 Juli 2025
Infrastruktur air perkotaan (Urban Water Infrastructure/UWI) kini menjadi pusat perhatian dalam diskusi keberlanjutan kota dan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). UWI meliputi jaringan pasokan air, pengolahan limbah, sistem drainase, bendungan, dan infrastruktur pendukung lainnya yang menopang kehidupan jutaan penduduk kota. Namun, perubahan iklim global telah menguji ketahanan sistem ini dengan menghadirkan tantangan baru: banjir ekstrem, kekeringan, kenaikan suhu, dan perubahan pola curah hujan. Paper Ahmad Ferdowsi dkk. (2024) memberikan tinjauan kritis terhadap dampak perubahan iklim pada UWI, menyoroti studi kasus, angka-angka penting, serta strategi adaptasi yang relevan untuk masa depan kota berkelanjutan.
Infrastruktur Air Perkotaan: Fondasi SDGs dan Kehidupan Kota
UWI berperan vital dalam mewujudkan SDGs, khususnya SDG 6 (air bersih dan sanitasi), SDG 11 (kota dan permukiman berkelanjutan), dan SDG 13 (aksi iklim). Selain itu, UWI juga terkait erat dengan SDG 1 (pengentasan kemiskinan), SDG 2 (ketahanan pangan), SDG 3 (kesehatan), SDG 7 (energi bersih), hingga SDG 9 (infrastruktur industri). Infrastruktur ini tidak hanya menyediakan air minum dan sanitasi, tetapi juga mendukung pertanian urban, energi (hidroelektrik), dan pengelolaan limbah yang ramah lingkungan1.
Namun, banyak infrastruktur air dibangun puluhan tahun lalu tanpa mempertimbangkan variabilitas iklim masa depan. Akibatnya, sistem ini kini menghadapi risiko kegagalan yang tinggi, dengan biaya sosial dan ekonomi yang sangat besar jika terjadi bencana.
Dampak Perubahan Iklim pada Infrastruktur Air Perkotaan
1. Banjir Ekstrem dan Kekeringan
2. Kenaikan Suhu dan Dampaknya
3. Kualitas Air dan Kesehatan
4. Kerusakan Infrastruktur
5. Studi Kasus: Sistem Drainase dan Pengelolaan Banjir
Strategi Adaptasi: Dari Solusi Fisik hingga Pendekatan Berbasis Alam
1. Adaptasi pada Bendungan dan Waduk
2. Adaptasi pada Sistem Pengolahan Air dan Limbah
3. Adaptasi pada Sistem Distribusi dan Drainase
4. Adaptasi pada Infrastruktur Pelindung (Levee, Jembatan, Culvert)
5. Solusi Berbasis Alam dan Pendekatan Non-Struktural
Angka-Angka Kunci dan Studi Banding
Keterkaitan dengan Tren Global dan Industri
Kritik, Opini, dan Rekomendasi
Kelebihan Paper Ferdowsi dkk.
Tantangan dan Keterbatasan
Rekomendasi Praktis
Penutup: Menuju Kota Tangguh Iklim dengan Infrastruktur Air Adaptif
Perubahan iklim menuntut transformasi mendasar pada infrastruktur air perkotaan. Kota-kota di seluruh dunia harus bergerak dari pendekatan reaktif ke proaktif—mengintegrasikan prediksi iklim, inovasi teknologi, solusi berbasis alam, dan tata kelola kolaboratif dalam perencanaan dan pengelolaan UWI. Paper Ferdowsi dkk. menegaskan bahwa masa depan kota berkelanjutan hanya bisa dicapai jika infrastruktur air mampu beradaptasi, tangguh, dan inklusif menghadapi tantangan iklim yang kian ekstrem.
Sumber asli:
Ahmad Ferdowsi, Farzad Piadeh, Kourosh Behzadian, Sayed-Farhad Mousavi, Mohammad Ehteram. (2024). Urban water infrastructure: A critical review on climate change impacts and adaptation strategies. Urban Climate, 58, 102132.