Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Juni 2025
Danau Situ Gede, Sumber Daya Alam dan Tantangan Kualitas Air di Era Urbanisasi
Danau Situ Gede di Kota Bogor merupakan salah satu danau alami yang memiliki peran vital sebagai sumber air, kawasan konservasi, irigasi, habitat biota air, hingga destinasi wisata. Namun, seperti banyak danau di kawasan urban, Situ Gede menghadapi tekanan dari aktivitas manusia yang berpotensi menurunkan kualitas airnya. Paper karya Anisa Meita Laurenza, Muhammad Taufik Awaludin, dan Meilisha Putri Pertiwi (2023) tidak hanya mengupas tuntas analisis kualitas air Situ Gede dari berbagai parameter, tetapi juga mengintegrasikannya ke dalam media pembelajaran berbasis e-handout yang inovatif untuk siswa SMA. Artikel ini sangat relevan dengan isu lingkungan dan pendidikan abad ke-21, di mana literasi sains dan kepedulian terhadap ekosistem menjadi kunci pembangunan berkelanjutan123.
Situ Gede, dengan luas sekitar 6,2 hektar, menjadi tumpuan berbagai kepentingan: dari konservasi, irigasi, hingga rekreasi dan ekonomi masyarakat sekitar. Namun, urbanisasi, pertumbuhan penduduk, dan aktivitas domestik di sekitar danau meningkatkan risiko pencemaran air. Penelitian ini bertujuan:
Studi Lapangan, Laboratorium, dan Pengembangan Media
Desain Penelitian
Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan pengambilan data secara in situ dan laboratorium. Empat stasiun pengambilan sampel dipilih berdasarkan variasi aktivitas manusia dan karakteristik lingkungan:
Parameter yang Diukur
Pengukuran produktivitas primer dilakukan dengan metode oksigen botol terang dan gelap, sedangkan status mutu air dianalisis menggunakan indeks pencemaran sesuai Kepmen LH No. 115/2003. Hasil penelitian dikembangkan menjadi e-handout yang divalidasi oleh ahli materi dan media13.
Data, Analisis, dan Fakta Kunci
Parameter Kimia
Parameter Fisika
Fitoplankton sebagai Bioindikator
Produktivitas Primer Perairan
Status Mutu Air Berdasarkan Indeks Pencemaran
Situ Gede di Tengah Urbanisasi dan Aktivitas Masyarakat
Situ Gede menjadi contoh nyata bagaimana tekanan urbanisasi, pariwisata, dan aktivitas domestik dapat mempengaruhi kualitas air danau. Stasiun I, yang berada di dekat parkiran dan pedagang kaki lima, menunjukkan indeks pencemaran tertinggi. Sementara stasiun II di area hutan lindung relatif lebih baik, namun tetap menunjukkan pencemaran sedang karena kemungkinan limpasan air dari area lain. Stasiun III dan IV, yang lebih dekat aktivitas penangkapan ikan dan wisata, masih mengalami pencemaran ringan, namun keanekaragaman fitoplankton dan produktivitas primer tetap tinggi, menandakan adanya suplai nutrien yang cukup13.
Implikasi, Opini, dan Perbandingan dengan Studi Lain
Dampak Lingkungan dan Potensi Eutrofikasi
Status eutrofik di seluruh stasiun Situ Gede menandakan danau mengalami kelebihan nutrien (nitrat, fosfat) yang memicu pertumbuhan fitoplankton berlebih (blooming alga). Hal ini dapat menyebabkan penurunan oksigen terlarut, kematian ikan, dan gangguan ekosistem. Situasi ini mirip dengan kasus di Danau Buyan, Danau Toba, dan Danau Tuok yang juga mengalami tekanan serupa akibat aktivitas manusia dan limpasan nutrien dari pertanian dan domestik13.
Perbandingan dengan Penelitian Lain
Penelitian lain di Situ Gede (Arianto et al., 2021) juga menemukan kategori pencemaran ringan dengan indeks pencemaran 1–5, serta dua parameter (pH dan nitrit) yang tidak sesuai baku mutu akibat limbah domestik dan pertanian5. Studi lain menggunakan metode IKA-NSF (National Sanitation Foundation) juga mengkategorikan Situ Gede sebagai “tercemar sedang” dengan nilai IKA-NSF 65,21, di mana parameter DO dan BOD sering menjadi indikator utama pencemaran4. Hal ini menunjukkan konsistensi hasil bahwa Situ Gede memang menghadapi tantangan pencemaran ringan hingga sedang.
Integrasi Sains dan Pendidikan
Keunikan penelitian ini adalah mengintegrasikan hasil analisis kualitas air ke dalam media pembelajaran e-handout untuk siswa SMA. Validasi ahli menunjukkan skor rata-rata 84% (sangat valid), membuktikan bahwa data lingkungan nyata dapat meningkatkan motivasi dan literasi sains siswa. E-handout ini tidak hanya mengajarkan konsep pencemaran air, tetapi juga menanamkan sikap peduli lingkungan melalui indikator sikap yang terintegrasi dalam materi123.
Kritik dan Saran Pengembangan
Kekuatan Penelitian
Keterbatasan
Saran
Pendidikan Lingkungan dan Pengelolaan Sumber Daya Air
Integrasi data lingkungan nyata ke dalam kurikulum sekolah adalah tren global yang didorong oleh kebutuhan akan literasi sains dan sikap peduli lingkungan. Negara-negara maju telah lama mengadopsi model pembelajaran berbasis proyek dan data lokal untuk meningkatkan kesadaran dan aksi nyata siswa terhadap isu lingkungan. Penelitian ini membuktikan bahwa pendekatan serupa sangat mungkin diterapkan di Indonesia, khususnya di kawasan urban yang menghadapi tantangan pencemaran air123.
Situ Gede, Laboratorium Alam dan Media Edukasi Masa Depan
Penelitian ini menegaskan bahwa Danau Situ Gede saat ini berada pada status tercemar ringan hingga sedang, dengan dominasi fitoplankton dan produktivitas primer yang tinggi menandakan status eutrofik. Aktivitas manusia di sekitar danau menjadi faktor utama pencemaran, namun juga membuka peluang untuk edukasi lingkungan berbasis data nyata. Pengembangan e-handout berbasis hasil penelitian terbukti efektif meningkatkan motivasi belajar dan sikap peduli lingkungan siswa SMA.
Rekomendasi utama:
Sumber Asli Artikel
Anisa Meita Laurenza, Muhammad Taufik Awaludin, Meilisha Putri Pertiwi. 2023. Analisis kualitas air di danau Situ Gede sebagai media pembelajaran berbasis e-handout. ESABI: Jurnal Edukasi Sains Biologi, 5(2): 37–55.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Juni 2025
Sungai Gandekan, Budidaya Ikan Mas, dan Tantangan Kualitas Air
Sungai Gandekan di Kecamatan Magelang Selatan, Kota Magelang, telah lama menjadi sumber air utama bagi kegiatan budidaya ikan mas (Cyprinus carpio) oleh masyarakat setempat. Namun, dinamika urbanisasi dan aktivitas industri, khususnya keberadaan pabrik sabun di sekitar aliran sungai, membawa tantangan besar terhadap kualitas air yang pada akhirnya menentukan keberhasilan budidaya ikan. Paper karya Septiyani Fadlilah (2023) dari Universitas Tidar ini mengupas tuntas kondisi aktual kualitas air Sungai Gandekan, menilai kelayakannya untuk budidaya ikan mas, serta mengukur tingkat pencemaran melalui indeks pencemaran yang diakui secara nasional.
Budidaya ikan mas merupakan salah satu usaha perikanan air tawar yang sangat diminati di Indonesia. Namun, keberhasilan usaha ini sangat bergantung pada kualitas air yang digunakan. Sungai, sebagai sumber air utama, sangat rentan terhadap pencemaran akibat limbah domestik, pertanian, dan industri. Kasus besar yang terjadi di Sungai Gandekan pada Juli 2022, ketika limbah pabrik sabun menyebabkan kematian ribuan ikan, menjadi alarm bagi pentingnya pemantauan kualitas air secara rutin dan ilmiah123.
Penelitian ini bertujuan:
Studi Lapangan dan Analisis Indeks Pencemaran
Desain Penelitian
Penelitian dilakukan pada Maret 2023 di lima stasiun sepanjang Sungai Gandekan. Pengambilan sampel dilakukan pada dua musim (timur dan barat) untuk melihat dinamika musiman. Parameter air diukur secara in situ (suhu, pH, DO) dan ex situ (TSS, BOD, COD, fosfat, minyak dan lemak, deterjen/MBAS) di laboratorium terakreditasi12.
Parameter dan Standar Baku Mutu
Parameter yang diukur mengacu pada PP No. 22 Tahun 2021 untuk baku mutu kelas III (peruntukan budidaya ikan air tawar):
Analisis pencemaran menggunakan Indeks Pencemaran (IP) sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003.
Sungai Gandekan dan Dampak Pencemaran Industri
Kronologi Kasus
Pada Juli 2022, Sungai Gandekan mengalami pencemaran berat akibat limbah pabrik sabun. Air sungai berubah warna, berbusa, dan ribuan ikan mati. Data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Jawa Tengah menunjukkan parameter air jauh melebihi baku mutu: pH 9,7; BOD 720 mg/l; COD 4300 mg/l; TSS 200 mg/l; minyak dan lemak 1,5 mg/l; fosfat 0,3 mg/l; deterjen/MBAS 3,4 mg/l123.
Kejadian ini menjadi studi kasus nyata tentang dampak limbah industri terhadap ekosistem sungai dan keberlanjutan budidaya ikan mas.
Data, Analisis, dan Temuan Kunci
Kondisi Kualitas Air di Lima Stasiun
Pengukuran kualitas air dilakukan pada lima stasiun yang mewakili lokasi sebelum, sekitar, dan sesudah pabrik sabun serta area budidaya ikan.
Musim Timur:
Musim Barat:
Analisis Parameter Kritis
Indeks Pencemaran (IP)
Kedua nilai ini masuk kategori "tercemar ringan" (IP > 1–5). Artinya, air Sungai Gandekan secara umum sudah mengalami pencemaran ringan dan perlu perhatian serius untuk perbaikan kualitas12.
Implikasi, Opini, dan Perbandingan dengan Studi Lain
Dampak Pencemaran terhadap Budidaya Ikan Mas
Ikan mas membutuhkan air dengan pH 6,5–8,5, DO >3 mg/l, dan kadar BOD serta COD yang rendah. Nilai pH yang terlalu tinggi (basa) dapat menyebabkan stres, menurunkan daya tahan, dan memperbesar risiko kematian. Deterjen dan minyak/lemak yang melebihi baku mutu menyebabkan gangguan insang, menurunkan difusi oksigen, dan menghambat fotosintesis akibat lapisan minyak di permukaan air. Hal ini terbukti dari kasus kematian massal ikan mas pada 2022, yang juga berdampak ekonomi bagi pembudidaya setempat1234.
Studi Komparatif
Penelitian serupa di Sungai Gasing dan Sungai Digoel juga menemukan bahwa parameter pH, BOD, COD, minyak/lemak, dan deterjen sering menjadi penyebab utama pencemaran sungai di Indonesia. Namun, Sungai Gandekan memiliki keunikan karena pencemaran didominasi limbah pabrik sabun, bukan hanya limbah domestik atau pertanian12.
Tren Industri dan Relevansi Global
Kasus Sungai Gandekan mencerminkan tren global di mana kualitas air sungai di kawasan urban dan industri semakin terancam oleh limbah domestik dan industri. Banyak negara kini mengembangkan sistem monitoring kualitas air berbasis IoT dan AI untuk deteksi dini pencemaran, serta memperketat regulasi pengelolaan limbah industri. Di Indonesia, kasus Gandekan menegaskan perlunya penegakan hukum dan pengawasan terhadap industri yang membuang limbah ke sungai, serta edukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kualitas air untuk keberlanjutan budidaya dan kesehatan lingkungan123.
Nilai Tambah dan Saran Kebijakan
Kekuatan Penelitian
Kritik dan Keterbatasan
Saran dan Rekomendasi
Kualitas Air Sungai Gandekan dan Keberlanjutan Budidaya Ikan Mas
Penelitian ini menegaskan bahwa Sungai Gandekan saat ini telah mengalami pencemaran ringan, dengan beberapa parameter air penting melebihi baku mutu kelas III. Hal ini berdampak langsung pada keberhasilan budidaya ikan mas dan kesehatan ekosistem sungai. Kasus kematian massal ikan mas akibat limbah pabrik sabun menjadi bukti nyata pentingnya pengelolaan limbah dan monitoring kualitas air secara berkelanjutan.
Untuk memastikan keberlanjutan budidaya ikan mas di Sungai Gandekan, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, industri, pembudidaya, dan masyarakat dalam menjaga kualitas air sungai. Upaya mitigasi, edukasi, dan inovasi teknologi harus menjadi prioritas agar sungai tetap menjadi sumber kehidupan, bukan sumber masalah.
Sumber Asli Artikel
Septiyani Fadlilah, Waluyo, Annisa Novita Sari. 2023. Analisis Kualitas Air Sebagai Sumber Air Untuk Budidaya Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Sungai Gandekan, Kecamatan Magelang Selatan, Kota Magelang. Skripsi. Program Studi Akuakultur, Fakultas Pertanian, Universitas Tidar, Magelang.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Juni 2025
Urgensi Teknologi Cerdas dalam Pemantauan Kualitas Air Sungai
Kualitas air sungai di Indonesia semakin menjadi perhatian utama di era modern, seiring meningkatnya aktivitas industri, pertanian, dan domestik yang menghasilkan limbah dan polutan. Sungai, yang selama ini menjadi sumber air minum, irigasi, hingga budidaya ikan, kini menghadapi ancaman pencemaran serius. Menyikapi tantangan ini, integrasi teknologi cerdas seperti Internet of Things (IoT) dan algoritma fuzzy logic menjadi solusi mutakhir untuk pemantauan dan klasifikasi kondisi air secara real-time dan otomatis. Paper “Sistem Pemantauan dan Klasifikasi Kondisi Pencemaran Air Sungai dengan Metode Fuzzy Logic” karya Khalid Waleed A.S., Dr. Purba Daru Kusuma, dan Casi Setiamingsih (Universitas Telkom) menghadirkan inovasi penting yang layak dikaji lebih dalam15.
Permasalahan Klasik dan Solusi Modern
Krisis Kualitas Air Sungai
Indonesia, sebagai negara berkembang, menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan limbah cair. Banyak limbah industri, pertanian, dan domestik masih dibuang langsung ke sungai tanpa pengolahan memadai, menyebabkan penurunan kualitas air yang drastis. Akibatnya, air sungai tidak lagi layak dikonsumsi atau dimanfaatkan untuk kebutuhan lain.
Peran Teknologi dalam Pengawasan Lingkungan
Perkembangan teknologi, khususnya IoT dan sistem cerdas berbasis fuzzy logic, memungkinkan pemantauan kualitas air sungai secara otomatis, cepat, dan efisien. Sistem ini dapat mengolah data fisik dan kimia air (seperti pH, suhu, dan kekeruhan) menjadi informasi status pencemaran yang mudah dipahami masyarakat dan pengambil kebijakan15.
Fuzzy Logic dan IoT dalam Pemantauan Air
Meniru Cara Berpikir Manusia
Fuzzy logic adalah cabang kecerdasan buatan yang meniru cara manusia mengambil keputusan berdasarkan data yang tidak pasti atau ambigu. Dalam konteks pemantauan air, fuzzy logic mampu mengklasifikasikan kondisi pencemaran (rendah, sedang, tinggi) berdasarkan input sensor secara fleksibel, tidak kaku seperti logika biner12.
Konektivitas Real-Time
IoT memungkinkan perangkat sensor terhubung ke internet, mengirimkan data secara real-time ke server atau cloud. Teknologi Low-Power Wide-Area Network (LPWAN) seperti LoRa digunakan untuk transmisi data jarak jauh dengan konsumsi daya rendah, sangat cocok untuk aplikasi lingkungan yang membutuhkan pemantauan berkelanjutan15.
Implementasi Sistem Fuzzy Logic untuk Pemantauan Sungai
Desain Sistem
Penelitian ini merancang sistem pemantauan dan klasifikasi pencemaran air sungai dengan komponen utama:
Data dari sensor dikumpulkan oleh mikrokontroler, dikirim via LoRa ke server, lalu diproses dengan algoritma fuzzy logic untuk menentukan tingkat pencemaran. Hasil akhirnya dapat diakses publik melalui website.
Tahapan Proses Fuzzy Logic
Angka-Angka dan Hasil Pengujian Sistem
Parameter Sensor dan Batasan
Hasil Implementasi
Nilai Tambah, Kelebihan, dan Tantangan
Kelebihan Sistem
Tantangan dan Kritik
Perbandingan dengan Penelitian dan Aplikasi Lain
Penelitian serupa di Citarum menggunakan sensor pH, turbidity, dan TDS yang diintegrasikan dengan LoRa dan fuzzy algorithm, menunjukkan akurasi sensor pH hingga 99,39% dan suhu 98,69%. Data dikirim ke cloud dan divisualisasikan di aplikasi smartphone, memperluas akses masyarakat terhadap informasi kualitas air4. Di luar negeri, fuzzy logic juga digunakan untuk membangun Water Quality Index (WQI) yang mempertimbangkan ketidakpastian parameter air, memberikan penilaian yang lebih adaptif terhadap variasi lingkungan dan perubahan iklim23.
Relevansi dengan Tren Industri dan Masa Depan Pemantauan Air
Digitalisasi dan Smart Environment
Integrasi IoT dan kecerdasan buatan dalam pemantauan lingkungan adalah tren global yang tak terelakkan. Sistem otomatis seperti yang diusulkan dalam paper ini memungkinkan pengawasan lingkungan yang lebih efisien, responsif, dan berkelanjutan. Industri pengelolaan air, perusahaan air minum, hingga pemerintah daerah dapat memanfaatkan sistem ini untuk meningkatkan kualitas layanan dan mitigasi risiko pencemaran.
Kontribusi pada Sustainable Development Goals (SDGs)
Sistem ini mendukung target SDG 6 (Clean Water and Sanitation) dan SDG 11 (Sustainable Cities and Communities) dengan memastikan akses terhadap air bersih dan lingkungan yang sehat melalui pemantauan berbasis data.
Potensi Pengembangan
Inovasi Penting untuk Sungai yang Lebih Bersih
Paper ini membuktikan bahwa sistem pemantauan dan klasifikasi pencemaran air sungai berbasis fuzzy logic dan IoT adalah solusi inovatif, relevan, dan aplikatif untuk tantangan lingkungan masa kini. Dengan keunggulan otomatisasi, fleksibilitas, dan konektivitas, sistem ini dapat menjadi andalan dalam menjaga kualitas air sungai di Indonesia dan negara berkembang lainnya. Namun, pengembangan lebih lanjut diperlukan untuk memperluas cakupan parameter, meningkatkan integrasi data, dan memastikan sistem benar-benar berdampak pada kebijakan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Sumber Asli Artikel
Khalid Waleed A. S., Dr. Purba Daru Kusuma, Casi Setiamingsih. 2019. Sistem Pemantauan dan Klasifikasi Kondisi Pencemaran Air Sungai dengan Metode Fuzzy Logic. e-Proceeding of Engineering, Vol.6, No.1, April 2019, 1604–1610. ISSN: 2355-9365.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Juni 2025
Danau Tahai, yang terletak di Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, adalah salah satu danau gambut yang menyimpan kekayaan hayati sekaligus menjadi pusat aktivitas masyarakat sekitar. Selain sebagai sumber mata pencaharian nelayan, danau ini juga menjadi destinasi wisata dan tempat berbagai aktivitas domestik warga. Namun, aktivitas manusia yang intensif berpotensi mengubah kualitas air dan berdampak pada keanekaragaman ikan yang hidup di dalamnya. Studi yang dilakukan oleh Yuni Pahrela, Rosana Elvince, dan Kembarawati (2022) mengupas tuntas hubungan antara kualitas air dan keanekaragaman ikan di Danau Tahai, memberikan gambaran penting bagi upaya konservasi dan pengelolaan sumber daya perairan tropis14.
Keseimbangan ekosistem perairan sangat dipengaruhi oleh kualitas air, baik dari aspek fisika maupun kimia. Perubahan kualitas air, baik akibat faktor alami maupun aktivitas manusia, dapat memicu perubahan pada komunitas ikan dan ekosistem danau secara keseluruhan. Penelitian ini bertujuan untuk:
Penelitian ini menjadi sangat relevan di tengah meningkatnya tekanan terhadap ekosistem air tawar akibat urbanisasi, pertanian, dan perubahan iklim, yang juga menjadi isu global dalam pengelolaan sumber daya perairan14.
Metodologi: Studi Kasus di Dua Stasiun Pengamatan
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Danau Tahai selama Juli-Agustus 2022, dengan dua stasiun pengamatan utama:
Parameter yang Diukur
Peneliti mengukur parameter kualitas air berikut:
Indeks keanekaragaman ikan dihitung menggunakan Shannon-Wiener Index, dengan kriteria:
Analisis hubungan antara kualitas air dan keanekaragaman ikan dilakukan dengan korelasi dan regresi linier14.
Hasil Penelitian: Angka, Fakta, dan Analisis
Keanekaragaman Ikan: Gambaran Spesies dan Populasi
Total ditemukan 111 ekor ikan, terdiri dari 12 jenis yang termasuk dalam 9 famili. Jenis-jenis ikan yang ditemukan antara lain:
Distribusi ikan:
Stasiun II memiliki keanekaragaman lebih tinggi, diduga karena lokasinya yang lebih jauh dari aktivitas manusia dan lebih banyak alat tangkap yang dioperasikan14.
Indeks Keanekaragaman Ikan
Nilai rendah di Stasiun I diduga akibat tekanan aktivitas manusia yang menurunkan jumlah dan variasi spesies ikan. Sementara di Stasiun II, keanekaragaman lebih tinggi karena habitat lebih alami dan tekanan manusia lebih kecil14.
Kualitas Air: Parameter Fisika dan Kimia
Suhu:
Kecerahan:
Kedalaman:
TSS:
pH:
DO (Oksigen Terlarut):
Fosfat:
Nitrat:
Analisis Hubungan Kualitas Air dan Keanekaragaman Ikan
Parameter Fisika
Parameter Kimia
Diskusi: Implikasi, Kritik, dan Hubungan dengan Tren Global
Implikasi untuk Pengelolaan Danau
Kritik dan Saran
Perbandingan dengan Studi Lain
Penelitian serupa di Danau Lau Kawar menunjukkan bahwa kualitas air, suhu, dan struktur habitat sangat berpengaruh terhadap keanekaragaman ikan. Namun, Danau Lau Kawar memiliki indeks keanekaragaman yang lebih tinggi, menandakan ekosistem yang lebih stabil dan minim tekanan antropogenik3. Hal ini menegaskan bahwa aktivitas manusia adalah salah satu faktor utama penurunan keanekaragaman ikan di perairan tropis.
Relevansi dengan Isu Global dan Industri Perikanan
Hasil penelitian ini sangat relevan dengan tren global pengelolaan perikanan berkelanjutan dan konservasi ekosistem air tawar. Banyak danau tropis di dunia menghadapi tantangan serupa: tekanan aktivitas manusia, penurunan kualitas air, dan berkurangnya keanekaragaman hayati. Upaya rehabilitasi dan pengelolaan berbasis ekosistem menjadi kunci untuk menjaga keberlanjutan sumber daya ikan dan memastikan keseimbangan lingkungan.
Pentingnya Menjaga Kualitas Air untuk Keanekaragaman Ikan
Penelitian di Danau Tahai membuktikan bahwa kualitas air—baik dari aspek fisika maupun kimia—berhubungan erat dan positif dengan keanekaragaman ikan. Parameter-parameter seperti suhu, kecerahan, kedalaman, TSS, pH, DO, fosfat, dan nitrat semuanya berperan dalam menentukan jumlah dan variasi spesies ikan yang dapat bertahan hidup di danau. Stasiun yang lebih jauh dari aktivitas manusia memiliki keanekaragaman lebih tinggi, menegaskan perlunya pengelolaan aktivitas domestik dan wisata di sekitar danau.
Rekomendasi utama:
Sumber Asli Artikel
Yuni Pahrela, Rosana Elvince, Kembarawati. 2022. Hubungan Antara Kualitas Air dengan Keanekaragaman Ikan di Danau Tahai, Kecamatan Bukit Batu Kota Palangka Raya. Journal of Tropical Fisheries, 17(2): 86-96. ISSN: 1907-736X.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 20 Mei 2025
Pendahuluan: Kebutuhan Kompetensi Tenaga Konstruksi dalam Era Digital
Dalam era transformasi digital yang semakin pesat, tuntutan terhadap tenaga kerja konstruksi untuk memiliki kompetensi teknis yang lebih tinggi menjadi tidak terelakkan. Khususnya bagi lulusan atau mahasiswa Teknik Sipil, kemampuan menguasai perangkat lunak simulasi teknik seperti HEC-RAS (Hydrologic Engineering Center's River Analysis System) menjadi nilai tambah yang strategis. Artikel ilmiah ini, yang merupakan hasil pengabdian masyarakat oleh Firman Ardiansyah Ekoanindiyo dan tim dari Universitas Stikubank, berfokus pada pelatihan penggunaan HEC-RAS untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja konstruksi di bidang sumber daya air.
Apa Itu HEC-RAS dan Mengapa Penting?
HEC-RAS merupakan perangkat lunak yang dirancang oleh Hydrologic Engineering Center di bawah US Army Corps of Engineers. Versi 5.0.3 yang digunakan dalam pelatihan ini mampu melakukan:
Simulasi aliran permanen dan tidak permanen (steady & unsteady flow)
Analisis angkutan sedimen
Penilaian kualitas air
Perhitungan desain hidraulik
Fitur-fitur ini menjadikan HEC-RAS sebagai alat penting dalam perencanaan dan evaluasi bangunan air seperti bendung, jembatan, dan saluran irigasi. Kompetensi dalam menggunakan perangkat ini tidak hanya meningkatkan efisiensi kerja tenaga ahli, tetapi juga memperkuat daya saing mereka di pasar konstruksi nasional maupun internasional.
Studi Kasus: Pelatihan Bersama ATAKSI dan Universitas Stikubank
Pelatihan diselenggarakan atas kerja sama antara Universitas Stikubank dan Asosiasi Tenaga Ahli Konstruksi Indonesia (ATAKSI) Provinsi Jawa Tengah, dengan peserta dari kalangan mahasiswa Teknik Sipil dan anggota ATAKSI. Materi pelatihan mencakup:
Pengenalan HEC-RAS: Teori dasar aliran sungai dan karakteristik morfologi.
Input Data:
Cross section sungai
Nilai Manning
Debit banjir (peak/routing)
Boundary condition hilir
Pemodelan Geometri Sungai: Input data panjang lintang, struktur hidraulik, dan karakteristik dasar sungai.
Simulasi Aliran: Baik steady maupun unsteady.
Evaluasi & Diskusi: Tanya jawab dan pengamatan langsung.
Temuan dan Dampak Langsung
Antusiasme Peserta
Tingkat kehadiran 100% menunjukkan bahwa pelatihan ini sangat diminati.
Peserta aktif dalam sesi diskusi, menunjukkan bahwa metode ceramah, demonstrasi, dan praktikum yang digunakan efektif.
Peningkatan Kompetensi
Peserta mampu menjalankan simulasi sungai sederhana secara mandiri.
Meningkatnya pemahaman konsep aliran, erosi (gerusan), dan perencanaan bangunan air.
Dampak pada Industri
Pelatihan semacam ini menjembatani kesenjangan antara teori akademik dan praktik di lapangan.
Meningkatkan kesiapan kerja lulusan Teknik Sipil.
Kritik dan Rekomendasi
Kritik
Pelatihan hanya berlangsung satu hari; waktu ini kurang optimal untuk pemahaman mendalam.
Fokus pelatihan masih terbatas pada pengenalan, belum mencakup studi kasus nyata atau integrasi dengan data GIS.
Rekomendasi
Menyediakan modul pelatihan lanjutan khusus untuk analisis banjir dan desain struktur sungai.
Mengintegrasikan pelatihan ini dalam kurikulum Teknik Sipil secara reguler.
Mengembangkan kerja sama dengan pemerintah daerah untuk studi kasus berbasis sungai lokal.
Komparasi dengan Penelitian Sebelumnya
Studi oleh Kodri et al. (2018) menunjukkan bahwa pelatihan dan sertifikasi memiliki dampak signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja. Hal ini selaras dengan hasil dari pengabdian ini. Studi lain oleh Shalahuddin et al. (2021) dalam konteks pendidikan teknik juga membuktikan bahwa simulasi mampu meningkatkan capaian pembelajaran hingga 87% kategori memuaskan.
Kesimpulan: Kompetensi Adalah Investasi
Peningkatan kualitas tenaga kerja konstruksi tidak dapat dicapai hanya melalui pengalaman kerja. Dibutuhkan pelatihan berkelanjutan dan adaptasi terhadap teknologi terbaru. Pelatihan HEC-RAS yang dilakukan oleh Universitas Stikubank adalah contoh nyata bagaimana sinergi antara dunia pendidikan dan asosiasi profesi mampu memberikan solusi terhadap kebutuhan peningkatan kompetensi tenaga kerja, khususnya dalam bidang sumber daya air.
Dengan semakin kompleksnya tantangan infrastruktur dan perubahan iklim, tenaga ahli yang mampu memanfaatkan simulasi teknis akan menjadi garda depan dalam perencanaan proyek konstruksi yang berkelanjutan dan efisien.
Sumber Jurnal:
Firman Ardiansyah Ekoanindiyo, Antoni Yohanes, Endro Prihastono, Enty Nur Hayati. (2021). Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja Konstruksi pada Bidang Sumber Daya Air. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat (PENAMAS), Vol. 5, No. 2, Hal. 80-86.
DOI: https://doi.org/10.31294/penamas.v5i2.8700
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 19 Februari 2025
Deforestasi atau penggundulan hutan adalah kegiatan penebangan hutan atau tegakan pohon sehingga lahannya dapat dialihgunakan untuk penggunaan nonhutan, seperti pertanian dan perkebunan, peternakan, atau permukiman. Di antara 15–18 juta hektare hutan, tanah seluas Bangladesh, dimusnah setiap tahun. Rata-rata 2.400 pokok ditebang setiap menit.
Deforestasi di Gran Caku, Paraguay
Istilah deforestasi sering disalahartikan untuk menggambarkan kegiatan penebangan yang semua pohonnya di suatu daerah ditebang habis. Namun, di daerah beriklim sedang yang cukup lengas, penebangan semua pohon—sesuai dengan langkah-langkah pelaksanaan kehutanan yang berkelanjutan—tepatnya disebut sebagai 'panen permudaan'. Di daerah tersebut, permudaan alami oleh tegakan hutan biasanya tidak akan terjadi tanpa gangguan, baik secara alami maupun akibat manusia. Selain itu, akibat dari panen permudaan sering kali mirip dengan gangguan alami, termasuk hilangnya keanekaragaman hayati setelah perusakan hutan hujan yang terjadi secara alami.
Deforestasi dapat terjadi karena pelbagai alasan: pohon atau arang yang diperoleh dari hutan dapat digunakan atau dijual untuk bahan bakar atau sebagai kayu saja, sedangkan lahannya dapat dialihgunakan sebagai padang rumput untuk ternak, perkebunan untuk barang dagangan, atau untuk permukiman. Penebangan pohon tanpa penghutanan kembali (reforestasi) yang cukup dapat merusak lingkungan tinggal (habitat), hilangnya keanekaragaman hayati, dan kegersangan. Penebangan juga berdampak buruk terhadap penyitaan hayati (biosekuestrasi) karbon dioksida dari udara. Daerah-daerah yang telah ditebang habis biasanya mengalami pengikisan tanah yang parah dan sering menjadi gurun.
Pengabaian atau ketidaktahuan nilai hakiki atau intrinsik, kurangnya nilai yang terwariskan, kelengahan dalam pengelolaan hutan, dan hukum lingkungan yang kurang memadai merupakan beberapa alasan yang memungkinkan terjadinya deforestasi secara besar-besaran. Banyak negara di dunia mengalami deforestasi terus-menerus, baik secara alami maupun akibat manusia. Deforestasi dapat menyebabkan kepunahan, perubahan iklim, penggurunan, dan ketersingkiran penduduk semula. Perubahan tersebut juga pernah terjadi pada masa lalu dan dapat dibuktikan melalui penelitian rekaman fosil. Akan tetapi, angka deforestasi bersih sudah tidak lagi meningkat di antara negara-negara dengan PDB per kapita yang sedikitnya AS$4.600.
Penyebab
Deforestasi setiap tahun.
Perubahan luasnya kawasan hutan setiap tahun
Banyak deforestasi pada masa kini terjadi karena penyelewengan kuasa pemerintahan di kalangan lembaga pemerintah, ketidakadilan dalam pembagian kekayaan dan kekuasaan,pertumbuhan penduduk dan ledakan penduduk, maupun urbanisasi. Globalisasi sering kali dipandang sebagai akar penyebab lain yang mengakibatkan deforestasi,meskipun ada pula dampak baik dari globalisasi (datangnya tenaga kerja, modal, barang dagangan dan gagasan baru) yang telah menggalakkan pemulihan hutan setempat.
Pada tahun 2000, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menemukan bahwa "peran dinamika penduduk dalam keadaan setempat dapat berubah-ubah dari sangat berpengaruh hingga tidak berpengaruh sama sekali," dan deforestasi dapat terjadi karena "tekanan penduduk dan kemandekan keadaan ekonomi, masyarakat maupun teknologi."
Terjadinya kemerosotan ekosistem hutan juga dapat berakar dari dorongan-dorongan ekonomi yang menonjolkan keuntungan pengalihgunaan hutan dibandingkan pelestarian hutan.Banyak kegunaan hutan yang penting yang tidak memiliki pasar sehingga tidak ada nilai ekonomi yang bermanfaat bagi para pemilik hutan atau masyarakat yang bergantung pada hutan untuk kesejahteraan mereka. Dari sudut pandang negara berkembang, hilangnya manfaat hutan (sebagai penyerap karbon atau cagar keanekaragaman hayati), ketika sebagian besar sisa pohonnya dikirim ke negara-negara maju, merupakan hal yang tidak adil karena tidak ada imbalan yang cukup untuk jasa tersebut. Negara-negara berkembang merasa beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat, telah mendapatkan banyak manfaat dengan menebang hutannya sendiri berabad-abad yang lalu, dan dinilai tidak pantas apabila negara-negara maju tidak membiarkan negara-negara berkembang memiliki kesempatan yang sama: bahwa negara miskin tidak harus menanggung biaya pelestarian karena negara kayalah yang telah menciptakan masalahnya.
Para pakar tidak sepakat bahwa pembalakan besar-besaran bagi perdagangan memainkan peran penting bagi deforestasi global.Beberapa pakar berpendapat bahwa orang miskin lebih cenderung menebangi hutan karena mereka tidak punya jalan keluar yang lain. Ada juga yang berpendapat bahwa masyarakat miskin tidak mampu membayar bahan dan tenaga kerja yang diperlukan untuk menebang hutan. Hasil dari salah satu pengkajian deforestasi menyatakan bahwa hanya 8% penebangan hutan beriklim panas terjadi karena peningkatan jumlah penduduk oleh angka kesuburan yang tinggi.
Sumber Artikel: id.wikipedia.org