Tantangan Pengelolaan Kualitas Air di DAS Brantas
Sungai Brantas di Jawa Timur, Indonesia, adalah salah satu sungai terpenting dengan panjang 320 km dan wilayah aliran sungai (DAS) seluas sekitar 14.000 km². DAS ini menjadi sumber utama air bersih bagi sekitar 18-25 juta penduduk, serta menopang sektor pertanian, industri, dan perikanan yang menyumbang 59% Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur. Namun, kualitas air di Brantas mengalami tekanan berat akibat limbah domestik, limbah industri, limbah pertanian, serta masalah pengelolaan sampah yang belum memadai. Paper "Structuring the water quality policy problem: Using Q methodology to explore discourses in the Brantas River basin" oleh Houser, Pramana, dan Ertsen (2022) mengkaji bagaimana beragam pemangku kepentingan memahami dan memandang masalah kualitas air di Brantas, menggunakan pendekatan Q methodology sebagai alat untuk mengurai kompleksitas perspektif dan problem framing dalam pengelolaan air1.
Kerangka Teoretis: Kompleksitas dan Politik dalam Pengelolaan Kualitas Air
Masalah kualitas air merupakan contoh "wicked problem"—isu kompleks, multidimensional, dan penuh ketidakpastian yang melibatkan banyak aktor dengan kepentingan, nilai, dan pengetahuan berbeda. Pendekatan Integrated Water Resources Management (IWRM) mendorong keterlibatan multi-aktor dan pengelolaan terintegrasi, namun tantangan utama adalah bagaimana menyatukan berbagai perspektif yang beragam dan kadang kontradiktif dalam memahami dan menangani masalah kualitas air.
Q methodology dipilih sebagai metode yang mampu mengungkapkan subjektivitas dan pola pikir beragam aktor melalui pengelompokan perspektif berdasarkan cara mereka mengurutkan pernyataan terkait kualitas air. Metode ini tidak berusaha mewakili mayoritas, tetapi menampilkan keragaman dan area konsensus serta perbedaan yang penting untuk membangun dialog dan kolaborasi1.
Studi Kasus: Sungai Brantas dan Dinamika Kualitas Airnya
Kondisi Geografis dan Sosial Ekonomi
- Panjang sungai: 320 km
- Wilayah aliran sungai: ~14.000 km²
- Populasi terdampak: 18-25 juta jiwa
- Kontribusi ekonomi: 59% PDRB Jawa Timur, 6-10% produksi beras nasional
- Penggunaan air: domestik, industri, irigasi, perikanan
Sumber Polusi Utama
- Limbah domestik: diperkirakan menghasilkan sekitar 515 ton BOD/hari (2004)
- Limbah pertanian: sekitar 2.500 ton/hari, termasuk pestisida dan pupuk
- Limbah industri: 125-155 ton/hari dari sekitar 483 industri terdaftar
- Sampah padat dan mikroplastik: kontribusi signifikan terhadap pencemaran sungai dan laut
- Proses alami: sedimentasi dan erosi juga memengaruhi kualitas air
Tantangan Pengelolaan
- Tumpang tindih kewenangan antar lembaga pemerintah
- Kapasitas administratif dan teknis terbatas
- Koordinasi antar sektor yang lemah dan "ego sektoral"
- Kurangnya dana dan data yang terintegrasi untuk pengelolaan kualitas air
- Kesadaran masyarakat yang rendah terkait dampak pencemaran dan pengelolaan limbah
Metode Penelitian: Q Methodology untuk Mengurai Perspektif
Penelitian melibatkan 32 responden dari berbagai latar belakang: pemerintah (17), organisasi masyarakat sipil (6), perusahaan milik negara/pengguna air (6), dan akademisi (2). Dua sesi Q-sort dilakukan:
- Q-sort Konsep (23 pernyataan): menggali bagaimana responden memahami konsep kualitas air secara umum.
- Q-sort Kondisi (34 pernyataan): menggali persepsi tentang kondisi kualitas air saat ini dan masalah terkait.
Responden diminta mengurutkan pernyataan dari "paling setuju" hingga "paling tidak setuju" dalam distribusi normal terpaksa. Analisis faktor dengan varimax rotation mengidentifikasi kelompok perspektif yang berbeda1.
Hasil: Tiga Perspektif Konseptual dan Empat Perspektif Kondisi Kualitas Air
Perspektif Konseptual Kualitas Air
- Harmonist-holist (C1, 27% varians)
- Melihat kualitas air sebagai bagian dari harmoni antara manusia dan alam.
- Menekankan nilai konservasi, keanekaragaman hayati, dan keterlibatan komunitas.
- Menolak pandangan bahwa kualitas air hanya soal pengendalian polusi industri.
- Menganggap kualitas air bukan prioritas utama dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
- Technical-regulatory (C2, 21% varians)
- Memahami kualitas air sebagai isu teknis yang harus diukur secara ilmiah oleh ahli.
- Menekankan peran pemerintah dalam pengendalian polusi industri.
- Melihat partisipasi masyarakat penting, tapi bukan pusat pengelolaan.
- Menganggap kualitas air sebagai masalah sekunder dibandingkan pengendalian banjir dan alokasi air.
- Direct Engagement (C3, 15% varians)
- Fokus pada pengalaman langsung masyarakat dengan sungai (melihat, mencium, menyentuh).
- Menilai kualitas air berdasarkan dampak pada kehidupan sehari-hari dan keberlanjutan mata pencaharian.
- Mengakui peran penting perempuan dalam pengelolaan kualitas air.
- Kurang menekankan data ilmiah sebagai dasar pengambilan keputusan.
Perspektif Kondisi Kualitas Air Saat Ini
- General Reformers (N1, 17% varians)
- Menilai sungai semakin tercemar, terutama akibat limbah domestik dan pertanian.
- Menyoroti lemahnya koordinasi antar lembaga dan ketidakjelasan tanggung jawab.
- Menekankan perlunya edukasi masyarakat dan perbaikan tata kelola.
- Government Optimists (N2, 15% varians)
- Melihat kondisi sungai relatif baik dan upaya pemerintah serta masyarakat berjalan efektif.
- Percaya koordinasi antar lembaga sudah berjalan baik dan regulasi ditegakkan.
- Menilai pelaporan pencemaran jelas dan respons pemerintah transparan.
- Community-focused Pragmatists (N3, 14% varians)
- Fokus pada peran komunitas dan pentingnya pengetahuan lokal dalam pengelolaan.
- Menyoroti kurangnya tindak lanjut dari data dan studi yang ada.
- Menilai masalah utama adalah keterbatasan dana dan implementasi.
- Industry-focused Reformers (N4, 17% varians)
- Menilai polusi industri sebagai sumber utama pencemaran dan regulasi kurang ditegakkan.
- Melihat koordinasi antar lembaga buruk dan keterlibatan masyarakat minim.
- Menekankan perlunya penegakan hukum yang lebih tegas terhadap industri.
Diskusi: Implikasi untuk Pengelolaan dan Kebijakan
Keragaman Perspektif sebagai Tantangan dan Peluang
- Keragaman pandangan tentang apa itu kualitas air dan bagaimana masalahnya harus ditangani menandakan kompleksitas pengelolaan yang tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan tunggal.
- Perbedaan ini tidak sepenuhnya berakar pada afiliasi organisasi, menunjukkan bahwa dialog lintas sektor dan komunitas mungkin lebih mudah daripada yang diperkirakan.
- Konsensus ditemukan pada beberapa hal penting, seperti pentingnya kebersihan sungai sebagai kebanggaan nasional dan kebutuhan edukasi masyarakat, yang bisa menjadi titik awal kolaborasi.
Kebutuhan untuk Pendekatan Kolaboratif dan Adaptif
- Perlu ada fasilitasi dialog yang mengakui dan menjembatani perbedaan perspektif, agar problem framing menjadi lebih terstruktur dan solusi yang diambil dapat diterima bersama.
- Penguatan koordinasi antar lembaga dan kejelasan tanggung jawab menjadi prioritas utama.
- Edukasi dan pemberdayaan komunitas harus ditingkatkan untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi dalam pengelolaan kualitas air.
- Penegakan regulasi terhadap pencemaran industri harus diperkuat tanpa mengabaikan pendekatan yang harmonis dengan masyarakat dan pelaku usaha.
Nilai Tambah dan Perbandingan dengan Studi Lain
Penelitian ini menonjolkan penggunaan Q methodology sebagai alat inovatif untuk memahami subjektivitas dan keragaman pandangan dalam isu lingkungan yang kompleks, berbeda dengan survei kuantitatif konvensional yang cenderung menggeneralisasi. Pendekatan ini memungkinkan pengambil kebijakan untuk melihat tidak hanya apa masalahnya, tetapi juga bagaimana masalah itu dipahami secara berbeda oleh berbagai pemangku kepentingan, yang sangat penting dalam konteks tata kelola sumber daya air yang multi-aktor dan multi-skala.
Kesimpulan
Paper ini berhasil mengungkap bahwa pengelolaan kualitas air di DAS Brantas tidak hanya soal data dan teknologi, tetapi juga soal pemahaman bersama dan framing masalah yang beragam. Dengan tiga perspektif konsep kualitas air dan empat perspektif kondisi yang berbeda, penelitian ini menegaskan pentingnya problem structuring yang partisipatif dan reflektif dalam tata kelola air. Hasil ini membuka peluang untuk membangun jaringan kolaboratif yang lebih efektif dan inklusif, sekaligus menyoroti kebutuhan perbaikan kelembagaan dan edukasi masyarakat. Pendekatan Q methodology terbukti efektif sebagai alat untuk memfasilitasi dialog dan membangun kesepahaman dalam konteks pengelolaan sumber daya air yang kompleks dan dinamis.
Sumber Artikel Asli:
Houser RS, Pramana KER, Ertsen MW (2022). Structuring the water quality policy problem: Using Q methodology to explore discourses in the Brantas River basin. Frontiers in Water 4:1007638. doi: 10.3389/frwa.2022.1007638