Sumber Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Juni 2025
Kota Bogor termasuk wilayah dengan curah hujan tinggi, rata-rata tahunan mencapai 3.500–4.000 mm, sehingga memiliki potensi besar untuk pemanenan air hujan. Namun, pemanfaatan air hujan di perkotaan masih terbatas, terutama untuk kebutuhan domestik non-konsumsi seperti mandi, mencuci, dan penyiraman toilet. Paper karya Armin Zuliarti dan Satyanto Krido Saptomo (2021) ini mengkaji perancangan sistem penampungan air hujan (PAH) skala unit rumah di Perumahan Villa Citra Bantarjati, Bogor, lengkap dengan desain filtrasi sederhana untuk meningkatkan kualitas fisik air hujan agar memenuhi standar air kelas II.
Metodologi Penelitian: Data Primer dan Sekunder serta Perancangan Filter
Penelitian dilakukan dengan pengumpulan data primer berupa luas atap rumah (25 m²) dan data sekunder berupa curah hujan maksimum selama 15 tahun terakhir (2006–2020) dari BMKG Bogor. Data penggunaan air rumah tangga juga dikumpulkan untuk menentukan kebutuhan air domestik non-konsumsi dengan asumsi 3 orang per rumah.
Perancangan penampungan air hujan menggunakan perangkat lunak AutoCAD dan SketchUp untuk menghasilkan desain bak penampungan berkapasitas 330 liter. Filter sederhana dirancang menggunakan media berlapis seperti spon, kapas, zeolit, arang aktif (GAC), pasir, dan kerikil dengan susunan dan ketebalan yang telah ditentukan untuk memaksimalkan kualitas air.
Studi Kasus dan Analisis Data Curah Hujan
Data curah hujan harian maksimum selama 15 tahun menunjukkan variasi antara 97,4 mm hingga 169,1 mm per hari, dengan rata-rata 127,31 mm dan deviasi standar 22,15 mm. Analisis frekuensi menggunakan distribusi Gumbel dan Log Pearson III menunjukkan curah hujan rencana untuk periode ulang 2 tahun sebesar 124,31 mm/hari, sesuai dengan standar perencanaan drainase perkotaan.
Intensitas curah hujan dihitung menggunakan rumus Mononobe dengan durasi hujan 120 menit, menghasilkan intensitas 27,15 mm/jam untuk periode ulang 2 tahun.
Perancangan Penampungan dan Neraca Air
Volume air hujan yang dapat dipanen dihitung menggunakan rumus Q = C × i × A, dengan koefisien runoff 0,8, intensitas curah hujan maksimum, dan luas atap 25 m². Hasilnya, rata-rata volume air hujan yang dapat ditampung adalah 155,31 liter/hari setelah memperhitungkan kehilangan 20% akibat limpasan.
Kapasitas bak penampungan yang dirancang sebesar 330 liter, cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik non-konsumsi rumah tangga dengan 3 orang, dengan kebutuhan air sekitar 660 liter/hari (220 liter/orang/hari). Simulasi neraca air menunjukkan bahwa kapasitas ini dapat memenuhi sekitar 30% kebutuhan air rumah tangga selama setahun.
Desain dan Susunan Filter Sederhana
Filter air hujan dirancang dengan media berlapis sebagai berikut (dari atas ke bawah):
Media filter ini berfungsi menghilangkan padatan tersuspensi, bau, zat organik, dan logam berat, sehingga air hujan yang dihasilkan memenuhi baku mutu air kelas II sesuai PP No. 82 Tahun 2001.
Hasil Pengujian Kualitas Air
Pengujian kualitas fisik dan kimia air hujan sebelum dan sesudah filtrasi menunjukkan peningkatan signifikan. Air hasil filtrasi bebas bau, jernih, dan memiliki parameter kimia seperti pH, nitrit, nitrat, dan amonia yang sesuai standar kelas II. Ini membuktikan efektivitas filter sederhana dalam meningkatkan kualitas air hujan untuk kebutuhan domestik non-konsumsi.
Analisis Biaya dan Efisiensi
Biaya operasional pompa untuk mengalirkan air hujan dari tangki ke rumah diperkirakan sekitar Rp 11.379 per tahun dengan konsumsi daya 8,42 kWh. Jika dibandingkan dengan tarif air PDAM golongan menengah (Rp 8.200/m³), penggunaan air hujan dapat menghemat pengeluaran air sekitar Rp 588.621 per tahun per rumah.
Kelebihan dan Nilai Tambah Penelitian
Kritik dan Saran
Kesimpulan
Perancangan penampungan air hujan dengan filtrasi sederhana di Perumahan Villa Citra Bantarjati menunjukkan potensi besar dalam memenuhi kebutuhan air domestik non-konsumsi. Dengan kapasitas tangki 330 liter dan filter media berlapis, air hujan yang dihasilkan memenuhi standar mutu air kelas II. Sistem ini dapat menghemat biaya air PDAM dan mendukung konservasi sumber daya air di daerah dengan curah hujan tinggi seperti Bogor. Implementasi dan pengembangan lebih lanjut sangat direkomendasikan untuk meningkatkan keberlanjutan dan cakupan pemanfaatan air hujan di perkotaan.
Sumber Artikel
Armin Zuliarti, Satyanto Krido Saptomo. "Perancangan Penampungan Air Hujan dengan Filtrasi Sederhana Skala Unit Rumah di Perumahan Villa Citra Bantarjati." JSIL Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan, Vol. 06 No. 03, Desember 2021, Institut Pertanian Bogor.
Sumber Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Juni 2025
Air merupakan sumber kehidupan yang sangat vital, terutama di wilayah perkotaan yang menghadapi tantangan besar dalam penyediaan air bersih. Paper berjudul Potensi dan Multifungsi Rainwater Harvesting (Pemanenan Air Hujan) di Sekolah bagi Infrastruktur Perkotaan karya Rofil dan Maryono (2017) membahas pemanfaatan air hujan sebagai solusi konservasi sumber daya air yang efektif dan multifungsi, khususnya di lingkungan sekolah yang merupakan bagian penting dari infrastruktur perkotaan.
Indonesia dengan curah hujan tahunan antara 2.000–4.000 mm memiliki potensi besar untuk mengelola air hujan, namun pengelolaan yang belum optimal menyebabkan masalah banjir saat musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Paper ini mengulas bagaimana sekolah sebagai aset besar dan tersebar di wilayah perkotaan dapat menjadi pusat pemanenan air hujan yang tidak hanya memenuhi kebutuhan air bersih sekolah, tetapi juga berkontribusi pada pengelolaan air di tingkat kawasan.
Metode Pemanenan Air Hujan: Prinsip dan Sarana Prasarana
Prinsip Pengelolaan Air Hujan pada Bangunan
Pengelolaan air hujan pada bangunan sekolah dan persilnya bertujuan mendukung siklus hidrologi, konservasi air, pemenuhan kebutuhan air, dan mitigasi banjir. Prioritas pengelolaan meliputi:
Prinsip ini memastikan air hujan yang jatuh tidak langsung mengalir ke saluran pembuangan, melainkan dimanfaatkan dan diserap kembali ke tanah, mengurangi risiko banjir dan kekeringan.
Sarana dan Prasarana Pemanenan Air Hujan
Berbagai sarana yang dapat digunakan antara lain:
Gambar-gambar ilustrasi dalam paper menunjukkan desain dan fungsi masing-masing sarana ini, yang dapat diterapkan sesuai kondisi lahan dan kebutuhan sekolah.
Studi Kasus dan Analisis Potensi di Sekolah
Potensi Pemanenan Air Hujan di Sekolah
Sekolah memiliki luas atap yang cukup besar dan tersebar di berbagai wilayah, menjadikannya aset strategis untuk pemanenan air hujan. Potensi ini dihitung berdasarkan:
Dengan mengakumulasi potensi tiap sekolah, dapat diperoleh gambaran kontribusi signifikan terhadap suplai air bersih di kawasan perkotaan. Studi Ioja et al. (2014) bahkan mengaitkan potensi ruang terbuka hijau di sekolah dengan konektivitas ruang terbuka hijau kota, yang berkontribusi pada sistem pengelolaan air hujan kota secara keseluruhan.
Multifungsi Pemanenan Air Hujan bagi Infrastruktur Perkotaan
Manfaat utama pemanenan air hujan di sekolah meliputi:
Angka dan Fakta Pendukung
Nilai Tambah dan Implikasi Edukasi
Selain manfaat teknis, pemanenan air hujan di sekolah juga berfungsi sebagai media edukasi konservasi air bagi siswa dan masyarakat sekitar. Dengan mengintegrasikan program ini ke dalam kurikulum dan kegiatan sekolah, generasi muda dapat lebih sadar pentingnya pengelolaan sumber daya air berkelanjutan.
Kritik dan Saran Pengembangan
Kritik
Saran
Kesimpulan
Pemanenan air hujan di sekolah merupakan solusi konservasi air yang efektif dan multifungsi, memberikan manfaat besar bagi sumber daya air, lingkungan, dan sosial di kawasan perkotaan. Sekolah sebagai infrastruktur besar dan tersebar memiliki potensi strategis untuk menjadi pusat pengelolaan air hujan yang terintegrasi dengan sistem perkotaan. Dengan manajemen yang baik dan dukungan stakeholder, pemanfaatan air hujan di sekolah dapat berkontribusi signifikan dalam mengatasi krisis air bersih dan dampak perubahan iklim di perkotaan Indonesia.
Sumber Artikel (Bahasa Asli)
Rofil, Maryono. “Potensi dan Multifungsi Rainwater Harvesting (Pemanenan Air Hujan) di Sekolah bagi Infrastruktur Perkotaan.” Proceeding Biology Education Conference, Vol. 14, No. 1, Oktober 2017, hlm. 247–251. Universitas Diponegoro, Semarang.
Sumber Air
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 26 Mei 2025
Mengapa Kreta Menjadi Studi Kasus Penting?
Dalam menghadapi krisis udara global yang diperparah oleh perubahan iklim, urbanisasi, dan konsumsi sektor pertanian, studi kasus dari Kreta—pulau terbesar di Yunani— menawarkan pelajaran penting. Meski memiliki curah hujan rata-rata tahunan sebesar 967 mm dan potensi teoritis udara hingga 3.425,89 hm³, pulau ini tetap mengalami kekeringan, eksploitasi udara tanah, dan keterhubungan spasial udara. Artikel dari Tzanakakis dkk. (2020) menyajikan peta tantangan serta peluang inovatif yang ditawarkan Kreta dalam mengelola sumber daya air secara berkelanjutan.
Iklim dan Topografi: Kekayaan yang Menjadi Tantangan
Variabilitas Curah Hujan
Wilayah barat Kreta menerima curah hujan mencapai 1.179 mm/tahun, jauh lebih tinggi dibandingkan wilayah timur yang hanya 675 mm/tahun. Ketimpangan inilah yang menyebabkan ketidakseimbangan pasokan dan permintaan udara, terutama selama musim panas yang kering dan musim dingin yang basah.
Sistem Hidrologi Kompleks
Dengan lebih dari 47 mata air yang menyatu dalam air tawar, payau, dan bawah laut, serta akuifer karstik yang menyerap hingga 80% air tanah, Kreta memiliki sistem air bawah tanah yang unik namun rapuh. Terjadinya intrusi udara laut di wilayah pesisir serta penurunan kualitas udara karena aktivitas pertanian dan industri menjadi perhatian utama.
Ketergantungan pada Air Tanah dan Dampaknya
Pertanian menyerap sekitar 78% dari total penggunaan udara (sekitar 478,39 hm³/tahun), dengan 93% berasal dari udara tanah. Sayangnya, hal ini mendorong penurunan muka air tanah dan mengurangi intrusi garam, terutama di wilayah seperti Lembah Messara dan bagian timur Kreta.
Statistik Kunci:
Peluang Transformasi: Sumber Air Non-Konvensional
Air Limbah Terolah: Potensi Besar yang Belum Termanfaatkan
Dari 99 instalasi pengolahan limbah (IPAL), hanya sekitar 10% air terolah yang dimanfaatkan kembali, meskipun UE menargetkan 6,6 miliar m³/tahun pemanfaatan ulang di seluruh Eropa. Hambatan utama adalah regulasi ketat, pemantauan biaya tinggi, dan penerimaan sosial rendah.
Contoh konkretnya: Hanya 5,45 dari 54,15 hm³ air IPAL digunakan kembali. Padahal jika dimaksimalkan, dapat mengurangi penggunaan pupuk nitrogen hingga 7 kg/ha/tahun.
Air Payau & Desalinasi
Sumber seperti Mata Air Almyros dapat menyediakan 250 hm³/tahun (lebih dari 50% kebutuhan air total Kreta). Namun, hanya sebagian kecil yang digunakan untuk desalinasi. Upaya pembangunan bendungan setinggi 10 meter gagal mengurangi salinitas, meskipun rencana bendungan setinggi 25 meter diprediksi mampu menghalau intrusi laut sekaligus memasok energi listrik mikrohidro 2,4 MW.
Sementara itu, unit desalinasi di Malevizi telah beroperasi sejak 2014 dengan biaya hanya €0,24/m³. Biaya ini cenderung turun seiring kemajuan teknologi membran.
Tantangan Administratif & Kelembagaan
Hukum air Yunani yang bersandar pada EU Water Framework Directive (2000/60/EC) kerap terbentur implementasi yang lambat, kompetensi tumpang tindih antar lembaga, serta kurang modernisasi sektor pertanian.
Contoh nyata:
Dibandingkan dengan Studi Sebelumnya
Rekomendasi Strategis
1. Reformasi DEYA (Badan Air Kota)
Mengonsolidasikan 24 kota menjadi 9 badan air bersama (DDEYA) dapat meningkatkan efisiensi distribusi dan pengelolaan.
2. Penerapan Rencana Keamanan Air
Pandemi COVID-19 menyadarkan pentingnya pengawasan ketat terhadap kualitas udara. Penggabungan antara sanitasi, perencanaan kontinjensi, dan edukasi masyarakat kini menjadi kebutuhan wajib.
3. Optimalisasi Air Terolah
Langkah-langkahnya seperti:
Implikasinya untuk Global Selatan dan Indonesia
Kisah Kreta sangat relevan bagi negara-negara berkembang yang menghadapi tantangan serupa: variabilitas iklim, ketergantungan pada air tanah, serta lemahnya kelembagaan pengelolaan udara.
Bagi Indonesia:
Kesimpulan: Kreta sebagai Laboratorium Pembelajaran IWRM Nyata
Makalah ini tidak hanya memotret kerumitan pengelolaan air di pulau Mediterania, tetapi juga menawarkan jalan keluar praktis yang dapat diaplikasikan lebih luas. Keunggulannya terletak pada kombinasi antara analisis saintifik, sejarah peradaban udara, dan saran kebijakan berbasis bukti.
Integrasi sumber daya bukan hanya urusan teknis, melainkan perjuangan sosial, ekonomi, dan politik yang menuntut tata kelola adaptif dan kolaboratif lintas sektor.
Sumber :
Tzanakakis, VA, Angelakis, AN, Paranychianakis, NV, Dialynas, YG, & Tchobanoglous, G. (2020). Tantangan dan Peluang untuk Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan di Pulau Kreta, Yunani . Water, 12 (6), 1538.
Sumber Air
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 26 Mei 2025
Mengapa Resensi Itu Penting?
Krisis udara tidak lagi sekadar statistik: 42 % penduduk dunia kini hidup di daerah bertekanan tinggi, dan angka itu diperkirakan melonjak 10 poin dalam dekade mendatang. Di tengah urgensi tersebut, konsep Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (IWRM) digadang-gadang sebagai obat mujarab—namun kenyataan banyak kesulitan negara mengubah jargon “integrasi” menjadi panduan operasional. Kertas Kenji Nagata dkk. (2022) menawarkan jawaban dengan pendekatan Practical IWRM , dan tulisan ini menguliti temuan mereka, menambah data terbaru, hingga menyoroti peluang penerapannya di Indonesia serta Global South.
IWRM: Ide Besar, Eksekusi Rumit
Sejak diluncurkannya Global Water Partnership pada tahun 2000, definisi IWRM—koordinasi udara, lahan, dan ekosistem demi kesejahteraan tanpa merusak alam—terdengar indah. Tapi pejabat lapangan kerap bingung memecahnya menjadi Rencana Kerja. Kegagalan bedung Wonogiri menahan sedimentasi, atau kemelut alokasi air Citarum, adalah bukti jargon tak cukup.
Menyigi “IWRM Praktis”
Nagata dkk. meracik kerangka tiga pilar:
Kerangka ini diuji di Sudan, Bolivia, Indonesia, dan Iran—empat lokasi dengan iklim, politik, dan kultur beragam. Hasilnya, setiap studi kasus paparan penurunan konflik sekaligus peningkatan transparansi data.
Studi Kasus: Data, Analisis, dan Pelajaran
1. Sudan—Cekungan Bara
2. Bolivia—Cochabamba
3. Indonesia—Jakarta Utara
4. Iran—Danau Urmia
Merajut Teori dan Praktik: Analisis Kritis
Implikasinya bagi Indonesia & Global Selatan
Kemenangan Cepat untuk Nusantara
Tren Industri & Start-Up
Kesimpulan: IWRM sebagai Proses, Bukan Proyek
Nagata dkk. membuktikan bahwa integrasi udara lebih mirip maraton daripada sprint. Mereka menawarkan resep seragam, melainkan toolkit adaptif: data objektif, kemitraan setara, siklus cepat. Empat studi kasus menunjukkan model ini:
Dengan kata lain, Praktis IWRM menegaskan kembali kenyataan: air bukan hanya soal pipa dan waduk, melainkan perjalanan kolektif lintas generasi yang menuntut kesabaran, transparansi, dan inovasi.
Daftar Pustaka
Biswas, AK (2008). Arah terkini: Pengelolaan sumber daya air terpadu—pandangan kedua. Water International , 33(3), 274-278.
Sumber Air
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 26 Mei 2025
Mengapa “Praktikal IWRM” Penting Sekarang?
Lonjakan populasi, urbanisasi, dan iklim ekstrem membuat konflik air kian kompleks. Konsep Integrated Water Resources Management (IWRM) sudah diakui secara global, namun pertanyaannya: bagaimana menjalankannya di lapangan? Paper Kenji Nagata dkk. (2022) menjawab lewat pendekatan Practical IWRM—formula konkrit yang teruji di Sudan, Bolivia, Indonesia, dan Iran. Artikel ini mengulas temuan tersebut, menambahkan data terbaru, kritik, serta peluang implementasi di Indonesia dan kawasan Global South.
Dari Definisi Abstrak ke Aksi Nyata
IWRM—Konsep Besar, Eksekusi Sulit
Practical IWRM—Tiga Pilar Aksi
Pendekatan ini berfokus pada konsensus sosial sebagai inti IWRM, bukan sekadar infrastruktur.
Studi Kasus & Insight Tambahan
Sudan – Air Tanah Bara Basin: Menjaga “Tabungan” di Gurun
Opini: Tanpa skema tarif air tanah progresif dan pembatasan sumur irigasi, council baru riskan jadi “macan kertas”.
Bolivia – Cochabamba: Dari “Water War” ke Dialog
Indonesia – Jakarta: Kota Raksasa yang Terus Tenggelam
Iran – Danau Urmia: Menyelamatkan Laut Garam yang Sekarat
Analisis Kritis & Perbandingan Penelitian Lain
Rekomendasi Praktis bagi Pembuat Kebijakan
Dampak Industri & Tren Masa Depan
Kesimpulan – IWRM sebagai “Proses”, Bukan “Proyek”
Paper Nagata dkk. memecah kebuntuan IWRM dengan resep Practical. Kuncinya: (1) data objektif, (2) kemitraan setara, (3) siklus pembelajaran cepat. Keberhasilan awal di empat negara menunjukkan model ini skalabel, meski perlu penyesuaian kebijakan fiskal dan jaminan keadilan sosial.
Bottom line: Integrasi sumber daya air bukan tujuan akhir, melainkan perjalanan kolektif lintas generasi.
Sumber: Nagata, K., Shoji, I., Arima, T., Otsuka, T., Kato, K., Matsubayashi, M., & Omura, M. (2022). Practicality of integrated water resources management (IWRM) in different contexts. International Journal of Water Resources Development, 38(5), 897-919.
Sumber Air
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 22 Mei 2025
Memahami Urgensi: Mengapa Pengelolaan Sumber Daya Air Harus Terpadu?
Dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia menghadapi tantangan serius terkait krisis air—baik dari sisi kualitas, kuantitas, maupun distribusi. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (PSDA Terpadu) menjadi salah satu jawaban strategis untuk menjawab kompleksitas ini. Dokumen yang dikaji menyajikan konsep, prinsip, dan tahapan PSDA Terpadu secara komprehensif dengan mengacu pada kerangka dari Global Water Partnership (GWP) dan praktik internasional yang telah disesuaikan dengan konteks Indonesia.
Prinsip Manajemen Terpadu dalam PSDA
PSDA Terpadu mencakup seluruh fungsi manajemen klasik—dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, koordinasi, pengawasan hingga penganggaran dan pembiayaan. Tujuannya adalah mengintegrasikan aspek sosial, ekonomi, dan ekologi secara harmonis agar setiap kebijakan pengelolaan air tidak menimbulkan konflik antarsektor.
Pilar Penting dalam Manajemen:
Kilasan Sejarah: Dari Agenda 21 ke Prinsip Dublin
Deklarasi Rio 1992 dan Agenda 21 mendorong pembangunan berkelanjutan. Prinsip Dublin menjadi pondasi dari IWRM (Integrated Water Resources Management) yang kemudian diadopsi sebagai landasan PSDA Terpadu. Empat prinsip utamanya adalah:
Analisis Kritis: Kompleksitas dan Tantangan PSDA di Indonesia
Persoalan Utama:
Contoh Nyata:
Alih fungsi lahan hutan di kawasan penyangga Jabodetabek menjadi kawasan industri menyebabkan hilangnya daerah resapan dan meningkatnya banjir tahunan di Jakarta. PSDA Terpadu mendorong adanya zonasi ketat dan penataan ruang berbasis daya dukung air.
Kritik Tambahan:
Meski banyak peraturan sudah ada, pelaksanaannya lemah. Penegakan aturan (law enforcement) dan integrasi antarsektor masih menjadi tantangan besar.
Strategi Implementasi PSDA Terpadu
Kerangka Konseptual (GWP, 2001):
Proses Pembangunan:
Tiga Pilar PSDA: Sosial, Lingkungan, dan Ekonomi
Nilai Tambah & Opini
Perbandingan dengan Praktik Internasional:
Konsep PSDA Terpadu sejalan dengan IWRM di negara lain seperti Belanda yang sudah menerapkan kebijakan berbasis DAS sejak tahun 1990-an. Namun, Indonesia perlu memperkuat sistem data, transparansi informasi, dan integrasi kebijakan antar daerah.
Peluang Inovasi:
Sumber:
Dokumen "PSDA Terpadu". Konsep Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu, mengacu pada referensi GWP (2001), Grigg (1996), dan dokumen peraturan Indonesia.