Properti dan Arsitektur
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 13 Maret 2025
Kayu lapis atau plywood merupakan material berbahan dasar kayu berbentuk panel yang terbuat dari beberapa lapisan kayu tipis. Material kayu ini direkatkan secara melintang dengan sudut 90 derajat satu sama lain dan dibentuk dari lembaran kayu dalam jumlah ganjil. Dikutip dari Start Word Working Now, plywood memiliki kualitas yang berbeda sesuai dengan produk yang diinginkan. Kualitas kayu lapis sebagian besar tergantung pada perekatan atau jumlah lapisan veneer yang digunakan. Kayu lapis sudah ada dari zaman di Mesir kuno. Ini dibuktikan dengan potongan-potongan furnitur yang terbuat dari kayu lapis ditemukan.
Pengolahan kayu jenis ini sayangnya terlupakan dan tidak digunakan lagi sampai pertengahan abad ke-19. Memasuki era revolusi industri, kayu lapis mulai populer dan kemudian diproduksi dalam jumlah besar. Hal tersebut karena kayu lapis banyak digunakan dalam industri otomotif dan konstruksi pesawat terbang. Material ini banyak digunakan dalam berbagai bidang mulai dari bahan bangunan, furnitur hingga kerangka kapal karena sifatnya yang tahan air. Terlebih bahan ini mudah dibuat lengkungan dibandingkan dengan kebanyakan kayu konvensional.
Pembuatan kayu lapis dimulai dengan pengupasan batang pohon yang kemudian dikukus dan dilunakkan. Hal ini dilakukan untuk membuka gulungan batang menjadi lembaran datar. Beberapa lapisan kayu kemudian direkatkan dan ditekan bersama-sama, bergantian dengan arah serat kayu. Ini yang memberikan ketahanan pada kayu lapis meski bentuk apapun.
Untuk merekatkan lembaran-lembaran kayu diperlukan alat tekan sebesar panel yang digunakan untuk membuat panel chipboard. Biasanya dalam proses produksi plywood, digunakan lem fenolik (lem tahan air). Proses terakhir dalam produksi plywood adalah pengamplasan untuk menghaluskan permukaan lembaran kayu lapis. Beberapa jenis plywood juga diberi lapisan senyawa khusus seperti melamin atau akrilik.
Kayu yang paling banyak digunakan untuk produksi plywood adalah kayu lunak seperti kayu Cemara, kayu Birch atau Poplar. Namun beberapa kayu lapis juga dibuat yang miliki harga lebih tinggi seperti jati. Kayu lapis memiliki kekuatan yang besar dan stabilitas dimensi yang tinggi. Karena efek saling mengunci pada setiap lapisannya, plywood memiliki sifat mengembang dan menyusut yang lebih baik dibandingkan dengan panel kayu solid.
Karena itulah, kayu lapis digunakan pada konstruksi-konstruksi yang memiliki beban tinggi namun ada pada area berpenampang tipis. Kayu lapis bersifat ringan, mudah dipadukan dengan bahan lain, mudah diproses, tahan terhadap perubahan suhu, dan memiliki tampilan yang estetis.
Sumber: www.kompas.com
Properti dan Arsitektur
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 13 Maret 2025
Apakah Anda tahu bahan-bahan bangunan yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman (Puskim) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)? Ternyata, Puskim telah mengembangkan bahan bangunan dengan memanfaatkan limbah-limbah dan lumpur tak terpakai. Melalui inovasi tersebut, limbah dan lumpur yang terbuang sia-sia menjadi barang yang berguna bagi kehidupan. Bahkan, bahan bangunan yang diciptakan mampu mengurangi pemakaian sumber daya alam yang berlebih.
Berikut material bangunan tersebut:
Residual Cracking Catalyst (RCC) adalah produk limbah yang dihasilkan selama proses pemurnian minyak mentah di reaktor. Penggunaan limbah minyak bumi sebagai bahan bangunan merupakan upaya untuk mengurangi pencemaran limbah. RCC telah terbukti efektif digunakan dalam pembuatan dinding gedung bertingkat. Balok beton ringan yang dibuat menggunakan RCC memiliki komposisi campuran sebesar 75% RCC, 25% pasir kuarsa, dan 1,6% bahan pembusa. Balok beton ringan ini memiliki kekuatan tekan sebesar n35Kgf/cm2 dan dikembangkan dengan menggantikan bahan pembusa.
Lumpur Lapindo (LUSI) dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi dengan lokasi produksi yang berdekatan dengan lokasi semburan lumpur. Penggunaan lumpur ini bertujuan untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan, mengurangi penumpukan lumpur, dan meningkatkan ketersediaan bahan bangunan. Berbagai jenis bahan bangunan telah dikembangkan menggunakan lumpur ini, termasuk beton ringan, polimer, keramik, balok beton, batu paving, dan genteng semen. Bahan bangunan yang terbuat dari lumpur ini memiliki sifat tahan api dan ringan.
Fly ash merupakan sisa hasil pembakaran limbah batubara dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Pengolahan limbah batubara dilakukan untuk mengatasi masalah lingkungan yang diakibatkan oleh industri pengguna batubara. Proses pengolahan limbah batubara dilakukan di berbagai daerah dan menghasilkan berbagai jenis produk, termasuk balok beton berongga, balok komposit, genteng beton, dan batu paving. Campuran agregat yang digunakan biasanya terdiri dari 60% fly ash dan 40% pasir.
Sumber: www.kompas.com
Properti dan Arsitektur
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 13 Maret 2025
Pengajar Arsitektur Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta James Erich Dominggus Rilatupa mengulas karakter kayu dalam memengaruhi suatu bangunan. Hal tersebut tercantum dalam tulisannya yang berjudul ‘Ekspresi Bahan Bangunan Kayu Pada Karya Arsitektur’ pada September 2021. James mengatakan, material kayu merupakan salah satu solusi untuk memenuhi struktur berkelanjutan pada arsitektur modern dan arsitektur digital. Karena kayu dapat menawarkan emisi gas rumah kaca (CO2) yang lebih rendah, polusi udara dan air juga lebih sedikit. Kemudian volume limbah padat juga lebih rendah dan penggunaan sumber daya ekologis yang lebih sedikit daripada material bangunan lainnya.
Peningkatan proporsi kayu dalam konstruksi dapat memfasilitasi pengurangan dalam penggunaan material konstruksi lainnya, seperti beton, baja dan batu bata. Material konstruksi ini tidak berasal dari bahan baku terbarukan, membutuhkan banyak energi untuk produksinya dan memerlukan emisi CO2 yang lebih tinggi. Sementara, material kayu yang telah direkayasa menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Berarti potensi untuk membangun gedung pencakar langit ramah lingkungan sekarang menjadi hal nyata yang dapat digunakan para arsitek. Kayu yang dilapis silang (CLT), yang dibuat dengan merekatkan tiga, lima atau tujuh bagian kayu pada sudut yang tepat, kuat dan dapat digunakan untuk membuat struktur masif.
Saat ini sudah banyak arsitektur modern yang menggunakan material kayu sebagai bagian bahan bangunannya. Umumnya bangunan-bangunan post-modern telah banyak menggunakan kayu rekayasa sebagai material bangunannya, meskipun demikian masih ada juga yang menggunakan kayu solid. Penggunaan kayu rekayasa lebih menguntungkan, karena dapat dibentuk sesuai dengan keinginan arsitek atau pemilik bangunan. Hal ini disebabkan kayu rekayasa memiliki desain, kekuatan struktural, sifat maupun bentuk sesuai dengan kebutuhan atau keinginan dari pengguna kayu olahan tersebut. Berikut ini beberapa bangunan dengan gaya arsitektur post-modern yang menggunakan kayu sebagai material bangunannya.
Microlibrary Warak Kayu(Dok. SHAU)
1. Microlibrary Warak Kayu di Semarang
Microlibrary Warak Kayu memiliki luas 90 meter persegi dengan tinggi 6,65 meter. Menggabungkan desain rumah panggung tradisional Indonesia yang terbuka dengan sistem konstruksi fasad dari Jerman. Yaitu Zollinger Bauweise yang dikembangkan pada tahun 1920 an. Teknik ini mengatur alur ventilasi udara, pencahayaan dan multifungsi suatu ruangan. Sebuah perpustakaan kecil di Semarang mencuri perhatian dunia.
Microlibrary Warak Kayu, yang terletak di samping Taman Kasmaran, tidak jauh dari Kampung Pelangi, menjadi salah satu finalis 'Architizer A+ Awards' untuk arsitektur perpustakaan terbaik di dunia. SHAU (Suryawinata Haizelman Architecture Urbanism) Indonesia merancang arsitektur bangunan. Kemudian, PT Kayu Lapis Indonesia memasok kayu-kau prefabrikasi hasil olahan kayu limbah pabrik yang sudah tidak terpakai.
Sementara pemerintah daerah Semarang menyediakan lahan dan ijin pembangunan, dan sebuah perusahaan swasta menanggung biaya pembangunannya. Ada pula Harvey Center, sebuah kelompok derma yang mengelola perpustakaan ini agar dapat dipergunakan warga tanpa biaya sama sekali.
Gedung Mjøstårnet di Norwegia(Ricardo Foto/Archdaily)
2. Mjøstårnet di Norwegia
Mjøstårnet dinobatkan sebagai 'Bangunan Kayu Tertinggi Dunia' oleh Council of Tall Building and Urban Habitat (CTBUH) pada September 2018. Sekaligus sebagai bangunan tertinggi ketiga di Norwegia. Struktur kayu yang dirancang oleh Voll Arkitekter ini merupakan bangunan mixed-use yang akan difungsikan sebagai hunian, perkantoran, dan hotel itu dibangun dengan 18 lantai atau setinggi 85,4 meter di Brumunddal, Norwegia.
Gedung ini terletak tepat di daerah Norwegia yang dikenal dengan industri kehutanan dan pengolahan kayu, atau hanya beberapa meter dari Mjøsa, danau terbesar di negara itu. Menurut CTBUH, gedung ini memenuhi beberapa syarat bangunan kayu, yakni elemen struktur vertikal atau lateral harus dibangun dari kayu.
Meski berbahan dasar kayu, struktur bangunan kayu menurut CTBUH juga masih memperbolehkan penggunaan sistem lantai papan beton, atau lempengan beton di atas balok kayu. Karena elemen beton tidak bertindak sebagai struktur utama. Moelven Limitre, insinyur struktur proyek ini menggunakan berbagai olahan kayu seperti glulam, balok dan diagonal, poros lift CLT, tangga, dan pelat lantai. Bahan ini dipilih sebagai bahan struktural karena kemajuan inovasi dalam dunia konstruksi. Selain itu, kayu dipilih karena merupakan satu-satunya bahan bangunan yang benar-benar terbarukan di dunia, yang dapat menyerap karbon sepanjang siklus hidupnya.
Banyak arsitek kini berlomba-lomba untuk membangun gedung berbahan dasar kayu dibanding dengan baja dan besi. Selain karena strukturnya yang ringan, kayu juga mampu menyerap emisi karbon(Steven Errico)
3. Brock Commons Tallwood House
University of British Columbia, salah satu universitas yang ada di Kanada, memiliki komitmen kuat untuk integrasi pengajaran dan penelitian yang keberlanjutan tentang bangunan kayu. Pada Mei 2017, University of British Columbia menyelesaikan bangunan perumahan kayu tinggi pertama. Bangunan tersebut memiliki tinggi 53 meter yang terdiri dari 18 lantai dan diberi nama Brock Commons Tallwood House yang berada di Vancouver (University of British Columbia, 2018).
Bangunan yang dapat menampung 404 mahasiswa ini, terdiri dari 101 unit kamar. Setiap unit kamarnya dapat mempunyai empat tempat tidur. Pada bangunan tersebut tersedia ruang belajar dan sosial, serta ruang kegiatan mahasiswa di lantai paling atas. Dengan desain dan tim konstruksi yang bekerja secara bersamaan sejak awal, proses ini disederhanakan dengan pengujian menyeluruh mengenai koneksi kayu ke kayu sebelum konstruksi di lokasi.
Dengan demikian tim dapat melakukan pengujian mengenai stabilitas struktural, tetapi juga membantu menyempurnakan ketepatan waktu dari proyek tersebut. Struktur bangunan merupakan hibrida kayu secara massal. Pondasi, lantai dasar, pelat lantai dua, dan teras tangga atau elevator terbuat dari beton.
Dinding bangunan terbuat dari kayu glulam (GLT atau Glued Laminated Timber), sedangkan bagan lantainya terbuat dari panel kayu lapis yang dilapisi secara menyilang (CLT atau Cross Laminated Timber). Sementara penutup bangunan terdiri dari bahan bangunan prefabrikasi, yaitu panel rangka baja dengan lapisan kayu laminasi.
4. Forte Living di Australia
Forte Living merupakan bangunan pertama dan tertinggi yang terbuat dari kayu di Australia. Struktur baja dan semen yang biasanya digunakan dalam bangunan gedung diganti dengan material CLT (Cross Laminated Timber). Forte Livung dirancang dan dibangun oleh Pengembang Lendlease, dan proses pembangunannya selesai dalam jangka waktu 11 bulan. Gedung ini diklaim mampu mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) hingga 1.400 ton.
Forte Living adalah bangunan apartemen 10 lantai yang terbuat dari kayu laminasi silang (CLT). Tinggi gedung ini adalah 32,2 meter dan merupakan gedung apartemen kayu modern di Australia yang dibuat dari CLT. Bangunan ini terdiri dari 759 panel CLT dari pohon cemara Eropa (Picea abies), dengan berat total 485 ton. Potongan-potongan panel untuk gedung ini dibuat seperti perabot flat pack, termasuk 5.500 sudut siku dari bahan logam dan 34.550 sekrup yang diperlukan untuk memasang panel-panel kayu tersebut. Lantai dasar Forte dan lantai pertama dibangun dari beton geopolimer.
Hal ini dilakukan untuk menjauhkan kayu dari tanah. Begitu beton telah dipasang, panel CLT diangkut dari tempat penyimpanannya dan ditempatkan ke posisi yang telah ditentukan. Panel-panel CLT tersebut kemudian dihubungkan bersama dengan sekrup dan logam yang berbentuk sudut. Panel pertama yang didirikan adalah yang membentuk tangga dan mengangkat core, yang berdiri secara vertikal. Setelah core berada di tempat, panel ditempatkan pada sisi core untuk membentuk dinding internal dan eksternal.
Lebar panel CLT adalah tinggi dari setiap lantai gedung Forte Living. Panel kemudian diletakkan di atas dinding untuk membentuk lantai. Proses itu diulang sampai ketinggian gedung tersebut tercapai. Atapnya dibangun dengan metode yang sama dengan setiap lantai.
Selain bangunan-bangunan yang telah disebutkan, masih banyak bangunan-bangunan kayu lainnya yang telah terbangun maupun yang akan dibangun. Contoh bangunan yang telah terbangun adalah Superior Dome di Michigan, Tamedia Office Building di Zurich, Community Church of Knarvik di Norway (Skandinavia), Murray Grove di London, dan sebagainya. Sementara itu bangunan-bangunan kayu yang sedang dan akan dibangun antara lain, 5 King Street di Brisbane, Dalstone Lane di London, proyek W350 di Tokyo, Kampus NTU di Singapura, dan sebagainya.
Sumber: www.kompas.com
Properti dan Arsitektur
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 13 Maret 2025
Desain arsitektur berkembang sejalan dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih. Penggunaan perangkat lunak komputer menjadi sangat penting dalam menjalankan proses desain konstruksi. Bentuk-bentuk yang semakin dinamis, akibat pengolahan digital, harus diimbangi dengan teknologi material bangunan yang sesuai dengan kebutuhan desain modern.
Ketua Program Penelitian Arsitektur Unika Soegijapranata Semarang, LMF Purwanto, menegaskan bahwa peran material bangunan di era digital sangat penting untuk mendukung keberlanjutan karya arsitektur di Indonesia. Sementara itu, Presiden IAI Jawa Tengah, Sugiarto, mendorong arsitek untuk memanfaatkan teknologi digital dalam memahami dan memanfaatkan material konstruksi dalam desain arsitektur modern.
Christina Eviutami Mediatica, dosen dan peneliti arsitektur Universitas Kristen Petra Surabaya, sebagai narasumber pertama dalam workshop tersebut, menyoroti pentingnya peran material konstruksi dalam penciptaan sebuah karya arsitektur. Ia menjelaskan bahwa material struktur dan penutup bangunan dapat disesuaikan dengan kebutuhan fungsi modern, yang memperkaya kemampuan arsitek untuk berinovasi dalam desain.
Christina menjelaskan bahwa terdapat berbagai klasifikasi bahan konstruksi berdasarkan tujuan penggunaannya, termasuk struktur dan penutup bangunan. Penggunaan material baru dan unik dalam desain arsitektur modern didasarkan pada kepadatan, keseimbangan, dan kinerja struktural yang memadai.
Meskipun menggunakan material yang tidak konvensional, prinsip-prinsip struktural masih harus dipertimbangkan dengan serius untuk memastikan keamanan dan stabilitas bangunan. Sebagai contoh, di Gedung Heydar Aliyev Center di Azerbaijan, prinsip-prinsip struktural yang kompleks digunakan untuk mencapai ruang bebas kolom dengan memadukan berbagai material konstruksi yang unik.
Dalam era arsitektur digital, penggunaan material tidak lagi terbatas oleh batasan konvensional, tetapi prinsip-prinsip struktural yang solid tetap harus diperhatikan. Hal ini mencakup pemilihan dan penggunaan material baru dengan bijak, dengan mempertimbangkan kekuatan struktural dan kebutuhan desain secara menyeluruh.
Perkembangan teknologi sofatware telah memainkan peran penting dalam praktik arsitektur, terutama dalam perancangan desain bangunan. Fenomena ini telah memunculkan istilah baru dalam arsitektur, yaitu arsitektur digital. Namun, dinamika bentuk yang semakin berkembang ini memerlukan teknologi material bangunan yang adaptif guna memenuhi tuntutan desain modern. Masalah ini diperdebatkan dalam seminar virtual berjudul "Peran Bahan Bangunan di Era Arsitektur Digital" pada Rabu, 22 September 2021.
Salah satu narasumber, Christina Eviutami Mediatica, seorang dosen dan peneliti arsitektur dari Universitas Kristen Petra Surabaya, mendefinisikan arsitektur digital sebagai penggunaan teknologi dalam desain bangunan dan dalam menangani kinerja bangunan, termasuk dalam aspek termal, pencahayaan, akustik, dan lain-lain. Ia menyoroti bahwa dalam arsitektur digital, penggunaan material non-konvensional menjadi lebih penting, meskipun prinsip-prinsip klasifikasi material konvensional tetap harus dipertimbangkan.
Narasumber kedua, James Erich Dominggus Rilatupa, seorang pengajar arsitektur dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta, membahas topik "Ekspresi Bahan Bangunan Kayu Pada Karya Arsitektur". Ia menekankan karakteristik kayu dalam memengaruhi sebuah bangunan, serta pentingnya pemilihan material yang matang untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kenyamanan penghuni. James juga menyoroti stigma negatif terhadap kayu sebagai bahan bangunan yang kuno, namun ia menegaskan bahwa kayu tetap menjadi bahan yang relevan dalam arsitektur modern dengan bantuan teknologi arsitektur digital. James juga membahas perkembangan teknologi pengolahan kayu, yang kini memungkinkan produksi kayu olahan dengan berbagai keunggulan struktural dan desain yang sesuai dengan kebutuhan.
Penekanan pada keberlanjutan dan penggunaan material "hijau" juga diperhatikan, dimana kayu diakui sebagai salah satu bahan bangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dengan meningkatnya permintaan untuk bangunan yang ramah lingkungan, kayu menjadi solusi yang semakin populer dan dapat memenuhi standar keberlanjutan. Peningkatan penggunaan kayu dalam konstruksi juga dapat mengurangi penggunaan material bangunan lainnya yang kurang ramah lingkungan, seperti beton dan baja. Oleh karena itu, kayu yang direkayasa dengan baik menjadi pilihan yang menarik untuk mendukung arsitektur modern yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Sumber: www.kompas.com
Properti dan Arsitektur
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 13 Maret 2025
Glodok di Jakarta Barat terkenal sebagai kawasan pecinan atau China Town, karena nuansa budaya Tionghoa yang masih sangat kental. Meski sudah banyak gedung tinggi dan mal-mal, bangunan kuno dengan gaya arsitektur Tionghoa klasik masih bisa ditemukan. Salah satunya adalah Gedung Candra Naya yang terletak di antara bangunan apartemen di sekitarnya di Jalan Gajah Mada Nomor 188, Jakarta Barat. Dilansir dari laman Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI Jakarta, penampakan tersebut memang tak lazim dengan daerah sekitarnya. Gedung Candra Naya dulunya merupakan rumah seorang Mayor Tionghoa di Batavia yakni, Mayor Khouw Kim An. Pria yang lahir pada 5 Juni 1879 di Batavia itu merupakan menantu dari Pendiri Organisasi Tionghoa modern pertama di Hindia Belanda, Tiong Hwa Hwe Kwan.
Khouw diberikan pangkat Mayor oleh Pemerintah Kolonial Belanda untuk mewakili etnis Tionghoa pada Pemerintahan Batavia. Kariernya terbilang cemerlang di Pemerintahan Batavia karena pada tahun 1905 diangkat menjadi Letnan, 1908 dipromosikan menjadi Kapitan, dan 1910 naik pangkat lagi menjadi Mayor. Setelah tidak ditempati oleh Khouw, bangunan ini sempat tidak terawat dan konon ada rencana bangunan ini mau dihancurkan, lalu dibuatkan ulang di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Namun, banyak orang memprotes hal tersebut karena jika dipindahkan ke TMII, maka nilai sejarahnya akan hilang. Gedung Candra Naya ini bukan sekadar kediaman keluarga Khouw, melainkan merekam jejak sejarah Tionghoa di Tanah Air. Bangunan bersejarah ini diperkirakan didirikan tahun 1807 atau pada tahun kelinci oleh Khouw Tian Sek. Saat masa penjajahan Jepang, Candra Naya sempat menjadi kantor pusat perkumpulan orang Tionghoa dengan tujuan sosial, Sin Ming Hui.
Gedung Candra Naya atau Rumah Mayor masih berdiri kokoh di antara apartemen dan pusat perbelanjaan megah di kawasan Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat. Gedung ini sudah berusia ratusan tahun dan dulunya dimiliki seorang pengusaha China sukses, Khouw Kim An yang kemudian diangkat sebagai Mayor oleh pemerintah Hindia Belanda.(KOMPAS.com/SHEILA RESPATI)
Sebagai informasi, organisasi ini melayani dan menyediakan informasi bagi komunitas China yang menderita karena perang. Sin Ming Hui melakukan banyak aktivitas untuk kepentingan sosial seperti klinik kesehatan, klub olahraga, serta mengatur berbagai aktivitas pendidikan maupun klub fotografi mulai dari tingkat SD, SMP, hingga SMA. Sebetulnya, nama awal Candra Naya adalah Sin Ming Hui, namun pada era Presiden ke-2 RI Soeharto, nama berbau Tionghoa harus diganti menjadi nama Indonesia.
Maka dari itu, gedung yang tadinya bernama Sin Ming Hui ini berubah namanya menjadi Candra Naya. Dikutip dari Suku Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Administrasi Jakarta Pusat (Sudinpusarjakpus), Candra Naya memiliki ciri khusus dari arsitektur Cina dengan ruangan luas, dimana interior dari bangunan dihiasi dengan ornamen-ornamen yang sangat detail. Sementara itu atap atasnya memiliki mahkota ‘Tou-Kung’ yang juga dihiasi lengkap dengan ornamen.
Pada tahun 1946, gedung ini digunakan untuk beberapa kegiatan seperti klinik cikal bakal Rumah Sakit (RS) Sumber Waras. Hingga thun 1970-an, Candra Naya pernah menjadi tempat pesta pernikahan kalangan borjuis. Saat ini, Candra Naya termasuk dalam komplek superblok milik PT Modernland Realty Tbk, Green Central City. Namun, Candra Naya berada di bawah supervisi Disbud DKI Jakarta dan menjadi salah satu obyek cagar budaya di ibu kota. Gedung ini juga sempat menjadi lokasi kuliah mahasiswa Universitas Tarumanagara (Untar) dan tempat penyelenggaraan pertandingan bulu tangkis internasional pertama di Indonesia yakni, Indonesia Open.
Kehilangan Roh Asli
Menurut Arsitek dan Pemerhati Pelestarian Arsitektur dan Kota di Jakarta Aditya W Fitrianto, Candra Naya yang berdiri di tengah bangunan megah kini dianggap telah kehilangan roh aslinya. "Hanya seonggok bangunan tua sudah kehilangan fungsi penting layaknya pada masa lalu," ujar Aditya kepada Kompas.com, Kamis (3/2/2022).
Aditya menuturkan, Candra Naya sebagai salah satu bangunan cagar budaya seharusnya dilestarikan dengan menghadirkan kembali nilai dan menjadikannya sebuah living heritage bagi ruang kota sekitarnya. Hal ini dikarenakan bangunan tersebut terlihat menjadi tidak penting atau signifikan lagi bagi wajah kota.
Bagian samping Candra Naya yang difingsikan sebagai restoran.(Kompas.com/Silvita Agmasari)
Karena, letaknya terlihat di belakang dan kurang mendapatkan penanganan restorasi yang baik. Dalam hal pelestarian Candra Naya, hal ini sempat menjadi polemik karena ada penambahan bangunan baru atau hotel di sisi depan yang terlihat menutupinya. Dengan begitu, fenomena tersebut dianggap kurang memberikan nilai respect (penghormatan) terhadap bangunan cagar budaya. "Selain penambahan sky building di atas bangunan sayap Candra Naya, ini terlihat ‘memperkosa’ bangunan cagar budaya," lanjut Aditya. Sebab, bisa ditemukan adanya kolom penyangga yang tumbuh di bangunan Candra Naya yang terlihat kurang mendapatkan sensitive restoration (pemulihan sensitif) dalam proses pengembangannya.
Bagaimana Pelestarian Candra Naya?
Aditya melanjutkan, Candra Naya sebagai salah satu bangunan cagar budaya tentu mendapatkan perhatian dalam proses pelestarian baik perlindungan, pengembangan, maupun pemanfaatannya. Asal tahu saja, Candra Naya telah ditetapkan sebagai cagar budaya melalui Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 475/1993 tanggal 29 Maret 1993 tentang Penetapan-penetapan Bangunan Bersejarah sebagai Benda Cagar Budaya.
Pada SK Gubernur tersebut, Candra Naya termasuk dalam daftar bangunan cagar budaya di wilayah DKI Jakarta, Kotamadya Jakarta Barat dengan nomor urut 30. Aditya berpendapat, pemanfaatan fungsi baru adaptive reuse memang sudah biasa dan bukan hal baru dalam proses pelestarian bangunan cagar budaya.
Sebuah taman air menambah kesejukan suasana di dalam gedung Candra Naya atau Rumah Mayor yang terletak di kawasan Gajah Mada, Jakarta Barat. Gedung ini sudah berusia ratusan tahun dan dulunya dimiliki seorang pengusaha China sukses, Khouw Kim An yang kemudian diangkat sebagai Mayor oleh pemerintah Hindia Belanda.(KOMPAS.com/SHEILA RESPATI)
"Tapi, perlu diperhatikan adalah proses pelestarian (Candra Naya) harus terarah dan hati-hati," terang Aditya. Pengembangan dengan menambah bangunan baru pun juga sudah biasa dilakukan dalam pelestarian. Hanya, perencanaanya perlu memperhatikan beberapa hal prinsipal seperti minimum intervention, reverse able atau careful repair, dan sensitive restoration.
Oleh karenanya, bangunan yang sudah ditetapkan cagar budaya yang dilindungi masih boleh dikembangkan dengan bijak, tidak mengubah secara prinsip aslinya. Ini dikecualikan apabila diperuntukkan bagi kepentingan kenyamanan serta kebutuhan dan keselamatan gedung masa kini. "Dan pemanfaatan atau adaptive reuse boleh dilakukan selama fungsi awal memang sudah tidak ada lagi," pungkas dia.
Sumber: www.kompas.com
Properti dan Arsitektur
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 13 Maret 2025
Pemerintah tengah merehabilitasi Benteng Pendem di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Rehabilitasi Benteng Pendem dilakukan demi menjaga kelestarian bangunan cagar budaya yang dibangun tahun 1840-an sekaligus meningkatkan potensi pariwisata di Kabupaten Ngawi. Dalam tinjauannya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menginstruksikan agar rehabilitasi Benteng Pendem tersebut dilakukan secara hati-hati. "Rehabilitasi ini dilaksanakan sebagai tindak lanjut atas instruksi Presiden Joko Widodo saat beliau mengunjungi Benteng Pendem pada tanggal 1 Februari 2019 silam," kata Basuki dalam keterangannya, Jumat (17/12/2021).
Rehabilitasi Benteng Pendem di Ngawi Jawa Timur (Kementerian PUPR)
Menurut Basuki, pada saat kunjungan tersebut, Presiden melihat banyak bagian bangunan yang mengalami degradasi, padahal kawasan tersebut merupakan salah satu obyek pariwisata yang cukup banyak dikunjungi masyarakat. "Karena kawasan Benteng Pendem ini merupakan cagar budaya, penataannya harus dilakukan secara hati-hati agar nilai kulturalnya tetap terjaga," ujarnya. Basuki juga meminta agar dilakukan penghijauan di kawasan Benteng Pendem agar tidak terlihat gersang. Saluran airnya juga perlu diperbaiki tanpa dilakukan perkerasan struktur. Pekerjaan rehabilitasi Benteng Pendem yang berlokasi di Jalan Untung Surapati Kabupaten Ngawi sudah dimulai dilaksanakan sejak Desember 2020.
Rehabilitasi Benteng Pendem di Ngawi Jawa Timur (Kementerian PUPR)
Benteng Pendem berada pada kawasan seluas 42.181 meter persegi dengan luas kawasan inti sebesar 7.500 meter persegi. Pekerjaan rehabilitasi dilakukan bersama dengan PT Nindya Karya (Persero) dan PT Virama Karya dengan alokasi biaya Rp 113,76 miliar. Pelaksanaan rehabilitasi ditargetkan untuk selesai pada Januari 2023 dan progres yang sudah terlaksana sampai saat ini sebesar 70 persen.
Rehabilitasi Benteng Pendem di Ngawi Jawa Timur (Kementerian PUPR)
Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Diana Kusumastuti mengatakan terdapat 13 bangunan yang akan direstorasi di antaranya yaitu bangunan barak tentara, mess perwira, dapur umum, kediaman dan kantor jenderal, bastion, dan gerbang. "Kemudian dilakukan juga penataan lainnya seperti membangun jalan, drainase, pedestrian, dan lansekap," kata Diana. Konsep arsitektur mengadopsi adaptive reuse concept yaitu mengembalikan fungsi bangunan cagar budaya dengan sebagian fungsi baru, seminimal mungkin mengubah bentuk bangunan lama serta menjaga nilai kultural.
Rehabilitasi Benteng Pendem di Ngawi Jawa Timur (Kementerian PUPR)
Prinsip revitalisasi bangunan cagar budaya adalah adanya perubahan bagian "dalam" dengan tetap mempertahankan bagian "luar". Konsep bangunan lama tetap kita pertahankan, tetapi kita beri penguatan struktur dengan menggunakan konstruksi baja di beberapa bangunan. "Pohon beringin dan pohon waru laut yang akarnya sudah melekat ke dalam struktur dinding juga tetap dipertahankan dengan sedikit penataan," jelas Diana.
Sumber: www.kompas.com